Rumah Itu (1)
Murai berkata, "Terima kasih Almond. Untuk sementara, biarlah Almond beristirahat dulu. Dan saudara-saudariku, adakah diantara kalian yang ingin berbagi?" Para unggas diam. Lalu Murai berkata kepada Angsa, "Wahai Angsa, adakah kisah darimu?" Angsa berkata, "Aku ingin melanjutkan kisah sang musafir muda." Murai berkata, "Silahkan saudariku!" Angsa melanjutkan kisahnya, "Sang hujjaj berkata kepada sang musafir muda, "Wahai anak muda, Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Tiada ruang di langit ketujuh seluas telapak kaki, atau tangan bahkan sendi jari, melainkan disana ada malaikat yang bersujud atau ruku'." Jadi, tak ada tempat di tujuh langit yang tak ditempati oleh para malaikat yang mengerjakan segala jenis ibadah. Ada dari mereka yang terus berdiri, yang lainnya terus ruku', dan yang lainnya terus bersujud. Yang lainnya terlibat dalam bentuk ibadah lain, dan hanya Allah Yang lebih mengetahui seperti apa mereka. Mereka terus sibuk dalam pemujaan, pemuliaan dan mengingat Allah; perbuatan yang telah diperintahkan Allah untuk mereka lakukan, dan tempat mereka di sisi Rabb mereka. Allah Subhanahu wa Ta'ala, dalam Surah As-Saffat [37]: 164-166, para malaikat berkata, "Dan tidak satu pun di antara kami (malaikat) melainkan masing-masing mempunyai kedudukan tertentu, dan sesungguhnya kami selalu teratur dalam barisan (dalam melaksanakan perintah Allah). Dan sungguh, kami benar-benar terus bertasbih (kepada Allah)."
Menurut Ibnu Katsir, ketika Ibnu Al-Kawwa bertanya kepada 'Ali bin Abi Thalib tentang Baitul Ma'mur, ia berkata:" Itu sebuah masjid di langit ketujuh, yang dikenal sebagai Ad-Durah. Berjajar dengan Ka'bah dari atas. Kesuciannya di langit bagai kesucian Ka'bah di Bumi. Setiap hari, tujuh puluh ribu malaikat shalat didalamnya dan mereka tak pernah kembali ke sana."
Yang lain mengatakan bahwa di setiap langit ada Baitullah yang penuh dengan malaikat, yang datang ke sana untuk beribadah. Mereka mengunjunginya secara bergiliran, sama seperti orang-orang di Bumi mengunjungi Ka'bah untuk melakukan ibadah Haji setiap tahun dan untuk melakukan 'Umrah setiap saat, dan melakukan tawaf dan shalat. Nama Baitullah yang ada di langit adalah Baitul 'Izzah dan nama malaikat yang memimpin malaikat di dalamnya adalah Isma'il. Ada tujuh puluh ribu malaikat yang masuk Baitul Ma'mur setiap hari dan mereka tidak kembali lagi - mereka takkan pernah kembali ke sana sampai akhir zaman - yang berasal dari penghuni surga ketujuh saja. Inilah sebabnya Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman dalam Surah Al-Muddatsir [74]: 31, "Dan tidak ada yang mengetahui bala tentara Rabbmu kecuali Dia sendiri."
Rasulullah (ﷺ) pernah berkata kepada para Sahabat, radhiyallahu 'anhum, "Mengapa kalian tak membentuk barisan seperti malaikat di hadapan Rabb mereka?" Para Sahabat berkata,"Wahai Rasulullah, bagaimana para malaikat membentuk saf di hadapan Rabb mereka?" Beliau (ﷺ) bersabda," Mereka membuat saf pertama penuh dahulu dan tetap berdekatan dalam saf itu."
Beliau (ﷺ) bersabda, "Kita lebih diberkahi dibanding umat manusia lainnya dalam tiga hal: bumi dijadikan masjid (yaitu tempat untuk sholat) bagi kita, dan debu-debunya telah dijadikan sarana bersuci bagi kita, serta saf kita (dalam shalat) telah dibuat seperti para malaikat."
Sang hujjaj diam sejenak, lalu melanjutkan, "Allah Yang Maha Kuasa memberi Nabi Adam, alaihissalam, kekuatan untuk mengetahui kodrat segala sesuatu dan meringkasnya dengan nama, itu seekor burung, yang itu adalah bintang, ini adalah pohon, dan lain-lain. Allah menanamkan didalam diri Nabi Adam keinginan tak terpuaskan dan kesukaan terhadap ilmu, serta keinginan menurunkan ilmu kepada anak-anaknya. Inilah alasan ia diciptakan dan rahasia pemujaannya. Setelah Nabi Adam mengetahui segala hal, beserta sifat dan penggunaannya, Nabi Adam belajar pelajaran lain. Nabi Adam menyadari bahwa Iblis adalah simbol kejahatan di alam semesta dan bahwa malaikat adalah simbol kebaikan, namun ia belum tahu apa-apa tentang dirinya sendiri. Kemudian Allah membuatnya merasakan identitas dirinya dan alasan ia diciptakan, serta rahasia pemujaannya.Allah ingin para malaikat mengetahui bahwa Dia mengetahui keheranan mereka saat Dia mengatakan kepada mereka tentang penciptaan Nabi Adam, dan bahwa Dia juga mengetahui kebingungan mereka yang tak diwahyukan kepada mereka, dan juga apa yang telah Iblis sembunyikan karena ketidaktaatan dan ketidakjujurannya. Malaikat menyadari bahwa Nabi Adam adalah makhluk yang mengetahui apa yang tak mereka ketahui, dan bahwa kemampuan belajarnya adalah kualitasnya yang paling mulia. Ilmunya termasuk ilmu tentang Sang Pencipta yang kita sebut iman atau Islam, serta ilmu yang ia butuhkan untuk mendiami dan menguasai bumi. Segala jenis ilmu duniawi termasuk dalam hal ini. Namun, bagaimanapun juga, Nabi Adam itu manusia dan manusia cenderung lupa. Hatinya berubah dan keinginannya akan melemah. Iblis memunculkan rasa iri di dalam dirinya dan mengambil keuntungan dari sisi kemanusiaan Nabi Adam untuk memanfaatkannya."
Sang musafir muda bertanya, "Mungkinkah jika dikatakan bahwa Nabi Adam dan umat manusia lainnya ditakdirkan berbuat dosa dan diusir dari surga serta diutus ke bumi?" Sang hujjaj berkata, "Sebenarnya, fiksi ini sama naifnya dengan kehendak bebas Nabi Adam sepenuhnya, dan ia menanggung akibat dari perbuatannya. Ia tak taat dengan memakan pohon terlarang, maka Allah menampiknya dari surga. Ketidaktaatannya tak membantah kebebasannya. Sebaliknya, inilah konsekuensinya. Kebenaran dari masalah ini adalah, bahwa Allah mengetahui apa yang akan terjadi, karena Dia selalu mengetahui hasil dari kejadian sebelum kejadian tersebut terjadi. Namun Allah tak memaksakan sesuatu hal yang akan terjadi, Dia memberikan kehendak bebas kepada mahluk-Nya yang manusiawi. Atas hal itu, Dia mendasarkan hikmah tertinggi-Nya dalam mempopulasikan bumi, membangun para wakil, dan seterusnya. Nabi Adam telah belajar dari pelajarannya dengan baik. Ia, alaihissalam, tahu sekarang dengan cara yang praktis bahwa Iblis adalah musuhnya, penyebab kehilangan rahmat tinggal di surga, dan penyebab kesusahannya. Nabi Adam juga memahami bahwa Allah menghukum ketidaktaatan, dan bahwa jalan menuju Firdaus harus melalui penyerahan diri kepada kehendak Allah. Dan ia belajar dari Allah Subhanahu wa Ta'ala agar memohon ampunan. Allah menerima taubat Nabi Adam dan memaafkannya. Dia kemudian mengirimnya ke bumi sebagai utusan pertamanya. Nabi Adam tahu ia harus mengucapkan selamat tinggal pada ketenteraman dan meninggalkan surga. Di bumi ia harus menghadapi konflik dan perjuangan. Tak lama setelah yang satu berakhir, yang lain akan dimulai. Ia juga harus bekerja keras untuk mempertahankan dirinya sendiri. Ia harus melindungi dirinya dengan pakaian dan senjata, dan melindungi istri dan anak-anaknya dari binatang buas. Yang terpenting, ia harus berjuang melawan kejahatan. Setan, penyebab pengusirannya dari surga, terus memperdayainya dan anak-anaknya dalam usaha agar mereka dilemparkan ke dalam api neraka abadi. Pertempuran antara yang baik dan yang batil terus berlanjut, namun mereka yang mengikuti tuntunan Allah, takkan takut apa-apa, sementara orang-orang yang tak menaati Allah dan mengikuti Iblis akan terkutuk bersamanya.
Nabi Adam menangis tersedu karena dosanya dan menyesalinya. Ia memohon kepada Allah agar menerima tobatnya dan mengampuni dosanya. Dalam doanya kepada Allah, menurut Ibnu Abbas, radhiyallahu 'anu, Nabi Adam berkata, "Wahai Rabbku, tidakkah Engkau menciptakanku dengan tanganmu sendiri?" Allah berfirman, "Ya." Nabi Adam berkata, "Wahai Rabbku, bukankah Engkau yang meniupkan roh-Mu ke dalam diriku?" Allah berfirman, "Ya." Nabi Adam berkata, "Wahai Rabbku, bukankah Engkau menjadikanku tinggal di Firdaus-Mu?" Allah berfirman, "Ya." Adam berkata, "Wahai Rabbku, bukankah rahmat-Mu mendahului murka-Mu?" Allah berfirman, "Ya." Nabi Adam berkata, "Tidakkah Engkau pertimbangkan bahwa, jika aku bertobat dan bertambah baik, Engkau membolehkanku kembali ke surga?" Allah berfirman, "Ya." Inilah arti firman Allah dalam Surah Al-Baqarah [2]: 37, "Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Rabbnya, lalu Dia pun menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang."
Dalam Tafsir Ibnu Jarir at-Tabari, menurut Al-Suddi, Allah mengeluarkan Nabi Adam dari surga, bukan mencampakkannya dari surga. Kemudian Dia, Subhanahu wa Ta'ala, mengusap sisi kanan punggung Nabi Adam dan entah bagaimana muncul dari dalamnya keturunan bagai bentuk semut kecil, putih bagai mutiara. Dia berkata kepada mereka, "Masuklah ke surga dengan rahmat-Ku!" Lalu Dia mengusap sisi kiri punggung Nabi Adam dan keluar benda berbentuk semut hitam kecil. Dia berkata kepada mereka, "Masuklah Jahannam! Aku tak peduli." Ini berarti dimana Allah berfirman tentang sahabat di sisi kanan dan sahabat-sahabat di sisi kiri. Kemudian Dia mengambil perjanjian mereka dan berkata, "Bukankah aku Rabbmu?" Mereka berkata, "Ya." Dan Allah memberi Nabi Adam kelompok yang rela dan kelompok yang tak rela berlaku alim.
Ketika Nabi Adam, alaihissalam, diturunkan ke bumi dan melihat betapa luasnya bumi itu, namun tak melihat siapapun kecuali dirinya sendiri, ia berkata, "Wahai Rabbku, tak adakah sesuatu di bumi milik-Mu selain aku kecuali yang akan tinggal di sana dan memuliakan dan mensucikan Engkau?" Allah berfirman, "Aku akan memerintahkan anak-anakmu memuja dan memuliakan-Ku. Aku akan memerintahkan dibangun rumah-rumah untuk menyebut-Ku di atasnya, rumah-rumah dimana ciptaan-Ku akan memuja dan menyebut nama-Ku. Aku akan menunjuk salah satu dari rumah-rumha itu, yang dipilih karena rahmat-Ku dan membedakannya dari yang lain dengan nama-Ku, seta menyebutnya Rumah-Ku. Aku akan menjadikannya tempat yang menyerukan kebesaran-Ku, dan atasnya telah Aku letakkan kemuliaan-Ku. Selain itu, Aku akan membuat Rumah itu menjadi tempat perlindungan yang aman yang kesuciannya akan mencakup sekelilingnya, di bawahnya, dan di atasnya. Barang siapa yang mensucikannya dengan kesucian-Ku, mewajibkan-Ku merahmatinya. Barangsiapa yang menakut-nakuti penghuninya, telah melepaskan perlindungan-Ku dan melanggar kesucian-Ku. Aku akan menjadikannya Rumah pertama yang didirikan sebagai berkah bagi umat manusia di lembah Mekah. Mereka akan datang ke sana dalam keadaan kusut-masai dan tertutup debu di atassegala jenis tunggangan dari setiap ngarai yang dalam, menyerukan, "Kujawab panggilan-Mu (labbayka)!" Menumpahkan banyak air mata dan meneriakkan Allahu Akbar! Merekalah yang niatnya hanya pergi ke sana dan tak ada tempat lain selain datang kepadaKu sebagai pengunjung-Ku dan menjadi tamu-Ku. Sepantasnyalah orang yang terhormat harus menunjukkan kemurahan hati kepada orang-orang yang datang kepadanya dan menjadi tamunya, dan memenuhi kebutuhan semua orang. Engkau akan tinggal di sana, Adam, selama hidupmu. Kemudian bangsa-bangsa, keturunan-keturunan, nabi-nabi dari anak-anakmu akan tinggal di sana, ummat demi ummat, generasi demi generasi. "
Maka, Allah memerintahkan Nabi Adam, alaihissalam, pergi ke Baitullah yang diturunkan ke bumi untuknya, dan untuk mengitarinya, sama seperti yang ia lihat malaikat-malaikat mengelilingi Arsy Allah. Rumah Suci itu terbuat dari batu rubi atau mutiara. Dikatakan oleh al-Masan bin Yahya bahwa Baiutllah itu saat diturunkan berupa sebuah permata (rubi) atau mutiara. Akhirnya, ketika Allah menenggelamkan kaum Nabi Nuh, alaihissalam, Dia mengangkatnya, tapi pondasinya tetap ada. Allah menetapkannya sebagai tempat kediaman bagi Nabi Ibrahim, alaihissalam, yang membangunnya kembali dalam bentuknya yang terakhir.
Ketika Allah mengeluarkan Nabi Adam dari surga, menurut Ata' ibnu Rabah, saat Allah melihat ketelanjangan Nabi Adam dan Hawa, Dia memerintahkan Nabi Adam menyembelih seekor domba dari delapan pasangan ternak kecil yang telah Dia turunkan dari surga. Nabi Adam mengambil domba jantan dan menyembelihnya. Lalu ia mengambil wolnya, dan Hawa memintalnya. Ia dan Hawa menenunnya. Nabi Adam membuat mantel untuk dirinya, dan sebuah penutup dan kerudung untuk Hawa. Mereka mengenakan pakaian itu. Kemudian Allah berfirman kepada Nabi Adam, "Aku memiliki sebuah wilayah suci di sekitar Arsy-Ku. Pergilah dan bangunlah rumah-suci untuk-Ku di sana! Kemudian berkumpullah di sekelilingnya, seperti yang telah engkau lihat malaikat-malaikat-Ku mengitari Arsy-Ku. Di sana, Aku akan menjawabmu dan semua anak-anakmu yang taat kepada-Ku. " Nabi Adam berkata, "Tuhanku! Bagaimana aku melaksanakannya? Aku tak punya kekuatan melakukannya dan tak tahu caranya."
Allah memilih seorang malaikat membantunya, dan ia pergi bersamanya menuju Mekah. Kapan pun Adam melewati padang rumput atau tempat yang ia sukai, ia akan berkata kepada malaikat itu, "Mari kita berhenti di sini!" Dan malaikat itu akan berkata kepadanya, "Silahkan!" Hal ini berlanjut sampai mereka tiba di Mekkah. Di setiap tempat dimana ia berhenti, menjadi lahan subur. Dan di setiap tempat yang terlewatkan olehnya, menjadi padang pasir yang senyap.
Nabi Adam membangun Baitullah itu dengan bahan-bahan dari lima gunung: Gunung Sinai, Bukit Zaitun, Gunung Libanon, dan al-Judi, dan ia membangun fondasinya dengan bahan-bahan dari Gunung Hira' dekat Mekah. Ketika pembangunanya telah selesai, malaikat mengajaknya ke `Arafah. Ia menunjukkan kepadanya semua ritual yang berhubungan dengan ibadah Haji yang dilaksanakan saat ini.
Menurut Ata' bin Rabah, Allah menurunkan sebuah yaqut ("ruby") surga dilokasi Baitullah itu berada sekarang ini. Nabi Adam terus mengitarinya, sampai Allah menurunkan Air bah. Yaqut itu terangkat, sampai Tuhan mengutus al-Khalil, Nabi Ibrahim, alaihissalam, untuk membangun kembali Rumah tersebut dalam bentuknya yang belakangan."
Masa berlalu. Generasi demi generasi berganti. Suatu hari, Nabi Ibrahim terbangun dan meminta istrinya, Hajar, untuk membawa anaknya, bersiap-siap melakukan perjalanan yang panjang. Beberapa hari kemudian, Nabi Ibraham memulai perjalanan bersama Hajar dan putra mereka Ismail. Anak itu masih menyusui dan belum disapih. Nabi Ibrahim berjalan melalui tanah garapan, padang pasir, dan gunung, hingga ia sampai di padang gurun Jazirah Arab, dan akhirnya mencapai lembah yang gersang, tak ada pepohonan, tak ada makanan, tak ada air. Tak ada tanda-tanda kehidupan di lembah itu. Setelah Nabi Ibrahim membantu istri dan anaknya menurunkan bekal, ia meninggalkan mereka dengan sedikit makanan dan air yang hampir tak cukup untuk 2 hari. Ia berbalik dan berjalan pergi. Isterinya bergegas mengejarnya dan bertanya, "Kemana engkau pergi Ibrahim, meninggalkan kami di lembah tandus ini?"
Nabi Ibrahim tak menjawab, ia terus berjalan. Isterinya mengulangi apa yang telah ia ucapkan, namun Nabi Ibrahim tetap diam. Akhirnya, isterinya mengerti bahwa ia bertindak bukan berdasarkan kehendaknya sendiri. Ia menyadari bahwa Allah telah memerintahkan suaminya untuk melakukan ini. Hajar bertanya kepadanya, "Adakah Allah memerintahkanmu untuk melakukannya?" Ia menjawab, "Ya." Kemudian istrinya yang tabah itu berkata, "Kami takkan tersesat, karena Allah, Yang telah memerintahkanmu, bersama kami." Nabi Ibrahim memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, seperti dalam Surah Ibrahim [14]: 37-38, "Wahai Rabbku, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, wahai Rabb (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. Wahai Rabb kami, sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa yang kami tampakkan; dan tiada sesuatu pun yang tersembunyi bagi Allah, baik yang ada di bumi maupun yang ada di langit."
(Bagian 2)