Senin, 20 Agustus 2018

Perjalanan Jiwa yang Mukmin (3)

Dan sang Hujjaj berkata, "Wahai anak muda, ibadah hanya bisa diterima jika memenuhi dua kriteria, pertama, seseorang membaktikannya hanya untuk Allah, mengharapkan Akhirat, ini disebut ikhlas. Tak dilakukan dengan maksud ingin dipuji oleh orang lain, yang disebut riya', atau untuk kepentingan duniawi. Kedua, seseorang seyogyanya mengikuti cara Rasulullah (ﷺ), baik itu ucapan-ucapannya maupun apa yang diteladankannya. Hal ini tak dapat dicapai kecuali melalui ilmu tentang Sunnah. Sunnah adalah cara Rasulullah (ﷺ) mengerjakan sesuatu, baik itu ucapan, tindakan, maupun persetujuannya terhadap sesuatu yang dipahami tanpa perlu beliau (ﷺ) ucapkan.
Haji adalah tindakan ketaatan dan ibadah yang sungguh menakjubkan, yang mewujudkan penghambaan, penyerahan diri, dan kerendahan hati di hadapan Allah. Seseorang yang melakukan ibadah haji bermula dari kesenangan dan kesukaan pada dunia ini, berhijrah ke Rabb-nya. Ia meninggalkan harta, dan keluarganya, terasing dari rumah dan tanah airnya, ia menanggalkan pakaian kesehariannya, menggantinya dengan selembar Izaar dan selembar Ridaa' dan membiarkan kepalanya tak berpenutup, menghinakan diri dihadapan Tuhannya. Ia menahan diri tak menggunakan parfum dan tak melakukan hubungan kelamin. Ia mengerjakan rangkaian ibadah haji dengan hati yang tenang, berlinang air mata, dan lidah yang terus-menerus menyebut Allah, tetap berharap mendapat rahmat dari Tuhannya, dan takut akan hukuman-Nya. Sementara itu, ia menetapkan tujuannya dengan Talbiyah, mengucapkan, "Labbaikallaahumma labbaik". Talbiyah adalah moto haji. Inti dari Islam adalah tunduk kepada Allah, mengakui keesaan-Nya, berserah diri dalam ketaatan kepada-Nya, dan membebaskan diri dari syirik dan pelaku kejahatannya.

Di Mekkah, ibadah yang terpenting adalah Thawaf. Thawaf, mengelilingi Ka'bah, adalah bagian dari rangkaian ibadah berikutnya, begitu juga Sa'i antara Safa dan Marwa. Kedua tindakan ini hanya dilakukan di Mekkah karena Thawaf dan Sa'i tak dapat dilakukan di tempat lain. Jika Thawaf dikerjakan di tempat lain, maka tidak sah. Sebagian besar waktu dikorbankan untuk berthawaf karena semua shalat dapat dilakukan di tempat lain, namun Thawaf hanya dapat dikerjakan di Masjidil Haram, oleh karena itu yang terbaik adalah berusaha melakukannya sebanyak mungkin.Thawaf terdiri dari tujuh putaran, berlawanan arah jarum jam. Berlawanan arah jarum jam adalah apa yang dikenal sebagai "cara alami". Seluruh ciptaan mengikuti "Sunnatullah" yang merupakan hukum yang Allah tetapkan bagi seluruh ciptaan-Nya dan dimana Allah memberi umat manusia pilihan, apakah mau mematuhi perintah-perintah-Nya atau memilih tak menaati perintahnya. Dengan mengikuti perintah Allah, mengerjakan Thawaf berlawanan arah jarum jam, gerakan manusia berpadu dengan seluruh ciptaan. Seandainya Allah memerintahkan arah itu searah jarum jam, maka itulah petunjuk yang digunakan; Namun, telah diperintahkan bergerak ke arah yang sama seperti seluruh fenomena alam lainnya yang ada di sekitar kita, mengikuti pola yang sama.
Esensi Thawaf adalah dzikrullah. Karenanya, hindarilah setiap gangguan terhadap dzikrullah ini. Fokuslah pada dzikrullah, ini hanya bisa terjadi jika persiapannya diawali dengan kerendahan hati. Masuk ke dalam rangkaian ibadah dengan ketulusan hati akan mempermudah menyembah Alah sebagaimana layaknya Dia disembah.
Inti Thawaf adalah perasaan takjub. Jika engkau berjalan mengitari sebuah bangunan, biasanya engkau kagum dengan tempat itu. Inilah tindakan yang menunjukkan rasa takjub. Maka, pada dasarnya, Thawaf adalah tindakan mengungkapkan rasa takjub itu. Mengelilingi Ka'bah dengan tenang diiringi dengan ucapan do'a, merasakan kebesaran Allah Subhanahu wa Ta'ala di dalam kalbu membangun rasa takjub itu. Kalbu orang beriman seyogyanya berada di antara rasa takut, harapan, dan cinta kepada Allah. Semua ini tercakup dalam pikiran dan kalbu saat melaksanakan Thawaf. Cinta Allah dirasakan terhadap petunjuk yang telah Dia berikan kepada umat manusia sehingga tak diperlukan banyak pergumulam menemukan makna hidup ini. Tujuan hidup ini telah  diperjelas. Puja dan puji serta cinta hanya kepada Allah atas apa yang telah Dia berikan kepada kita.

Ketika Rasulullah (ﷺ) melaksanakan Umrah, orang-orang kafir masih ada di sana, mereka berkata bahwa umat Islam takkan dapat mengerjakan Thawaf setelah menempuh perjalanan jauh dari Madinah. Demam Madinah waktu itu sangat dikenal, dan ummat Islam dianggap lemah dan karenanya tak dapat segera melakukan Thawaf. Karenanya, Rasulullah (ﷺ) memerintahkan ummatnya berjalan cepat saat Thawaf dan melakukan al-itba' untuk menunjukkan kekuatan mereka. Itulah sebabnya di Thawaf pertama saat tiba di Mekkah, yang dikenal sebagai "Thawaf al-Qudum", ada yang dikerjakan Rasulullah (ﷺ). Ia (ﷺ) berjalan cepat saat tiga putaran pertama mengitari Ka'bah, dari Hajar Aswad ke Rukun Yamani, ini disebut al-Raml dan hanya dianjurkan bagi kaum lelaki. Lembar pakaian bagian atas, Ridaa', yang biasanya membungkus tubuh, dibuka hingga memperlihatkan bahu kanan, al-Itba', yang hanya dilakukan ketika Thawaf. Saat ini, banyak umat Islam mengenakan pakaian ihram dengan bahu kanan terbuka sepanjang Haji atau Umrah, namun cara yang benar adalah melakukannya saat Thawaf baru dimulai, dalam melaksanakan Raml. Sebelum dan sesudahnya, pakaian ihram dikenakan menutupi kedua bahu. Meskipun tak ada lagi orang kafir di sana, Rasulullah (ﷺ) meninggalkannya sebagai rangkaian ibadah bagi kita; bila saja itu hanya untuk sementara waktu, maka tentulah Rasulullah (ﷺ) telah menyampaikannya kepada kita.
Thawaf seyogyanya dilakukan dengan tenaga. Tenaga yang merupakan kekuatan batin, pemahamannya bahwa tenaga itu sesungguhnya adalah salah satu keyakinan. Lelaki atau wanita yang benar-benar kuat, bukanlah pegulat juara, tapi orang itu bisa mengendalikan diri sendiri pada saat marah. Semua orang biasanya mudah marah, tapi orang yang dapat mengendalikan dirinya saat itu adalah orang yang benar-benar kuat. Karena itu, saat mengelilingi Ka'bah, tenaga kita ditunjukkan dengan menahan amarah, karena bila ada sesuatu yang terjadi, reaksi kita adalah mudah marah.

Thawaf dimulai dari Hajar Aswad. Kita dianjurkan mendekat dan mencium Hajar Aswad karena kita mengikuti langkah Nabi kita tercinta (ﷺ), seperti yang dikatakan Umar bin Khattab, radiallahuanhu, saat ia melaksankaan Thawaf, ia berhenti dan menunjuk ke Hajar Aswad, "Aku tahu bahwa engkau sebuah batu hitam, hanya sebuah batu, sehingga engkau tak dapat menolong atau mencelakakanku, dan satu-satunya alasan mengapa aku menciummu, karena Rasulullah (ﷺ) menciummu." Mencium Hajar Aswad menandakan cinta bagi orang mukmin sejak zaman Nabi Adam, alaihissalam, yang terikat dalam ikatan cinta kepada Allah. Inilah ikatan yang menghubungkan kebersamaan orang-orang mukmin sepanjang zaman. Maka, kita diperintahkan mencium Hajar Aswad. Jika tak bisa menciumnya, cukup disentuh dengan tangan lalu mencium tangan itu, dan jika itu tak bisa dilakukan juga, maka dengan melambai, namun tangan yang melambai itu tak dicium. Tak dibenarkan melambaikan tangan lalu mencium tangan yang melambai itu karena Rasulullah (ﷺ) membenarkan menyentuhnya dan mencium tangan itu, namun tak membenarkan melambaikan tangan lalu mencium tangan itu.
Salah satu bagian dari karakteristik orang mukmin adalah kedisiplinan, yang ditunjukkan dalam ketaatan pada perintah Allah, dan juga perintah Rasul-Nya (ﷺ). Orang mukmin itu tak mengikuti syahwatnya. Walau itu baik menurut dirinya, namun sesungguhnya belum tentu baik di sisi Allah. Setiap perbuatan yang di ridhai Allah berarti bahwa perbuatan itu ibadah. Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kita mematuhi Rasulullah (ﷺ), karena apa yang Rasulullah (ﷺ) perintahkan, juga merupakan perintah Allah. Jika tindakan yang dimaksudkan itu untuk ibadah namun tak dibenarkan oleh Rasulullah (ﷺ), maka perbuatan itu tak kita kerjakan. Rasulullah (ﷺ) berkata "Ambillah ibadah hajimu dariku." Karena itu, apa yang Rasulullah (ﷺ) lakukan, kita lakukan, dan apa yang tak ia (ﷺ) lakukan, kita tak lakukan. Bagian dari pelajaran Haji adalah displin mengikuti cara yang diajarkan Rasulullah (ﷺ). 

Sa'i secara harfiah berarti berlari atau berusaha. Secara Islam, menunjuk pada berjalan antara Safa dan Marwa. Safa dan Marwa adalah dua bukit kecil dan merupakan tempat di mana Hajar berlari mencari pertolongan bagi diri dan anaknya. Ini merepresentasikan Al-Akhthu bil Asbab, yang berarti mengambil tindakan, yang diketahui bahwa rantai sebab dan akibat memerlukan tindakan tertentu, untuk memperoleh hasil tertentu. Berusaha, itulah yang diwakili Safa dan Marwah. Sehubungan dengan situasinya, usaha Hajar tak menghasilkan hasil yang ia cari. Ia mencari kafilah dari kedua titik itu, yang bisa ia panggil, sehingga mereka akan datang dan menyelamatkan diri dan anaknya.Walau itu tak terjadi, ia berhasil diselamatkan. Allah menyelamatkannya dengan sumur Zamzam. Kemudian, kafilah yang ia cari, mendatangi. Itulah kebesaran Allah Subhanahu wa Ta'ala.. Sa'i adalah bagian dari rangkaian ibadah yang membantu membangun takwa. Karena saat berjalan di antara Safa dan Marwa, berdo'a dilakukan serupa dengan saat mengerjakan Thawaf. Awal Sa'i dimulai di Safa, dan berakhir di Marwa. Safa ke Marwa dihtung satu balikan, atau satu syaut dalam bahasa Arab. Ada orang yang salah mengira satu balikan itu dari Safa ke Marwa dan kembali lagi ke Safa, namun yang benar adalah, dari Safa ke Marwa dihitung satu balikan, bila lanjut lagi dari Marwa ke Safa, maka dihitung dua balikan. Karena hitungannya ganjil, maka mulainya di Safa dan berakhirnya di Marwa.

Antara Safa dan Marwa, di lantai lembah, ada bagian yang ditandai dengan lampu hijau. Di tempat ini diharuskan mempercepat langkah atau berlari kecil. Ini dilakukan sedikit lebih cepat daripada saat mengitari Ka'bah. Dalam kerumunan haji yang padat, diperbolehkan cukup berjalan saja. Memang diperlukan berlari kecil jika memungkinkan, namun bila kerumunan orang menghalangi, maka diperbolehkan berjalan. Setelah selesai di Marwa, rangkaian ibadah terakhir Umrah adalah mencukur rambut kepala. Mencukur rambut kepala melengkapi keadaan ihram. Saat memasuki ihram, isu yang paling penting adalah kerendahan hati di hadapan Allah; Oleh karena itu, keluar dari ihram juga dalam keadaan yang rendah hati, dengan mencukur atau memangkas rambut di kepala. Bagaimana seseorang dengan rendah hati keluar dari keadaan suci ini? Rasulullah (ﷺ) berkata, "Semoga Allah merahmati orang-orang yang mencukur habis rambut mereka" Dan para sahabat bertanya, "Dan bagaimana dengan orang yang hanya memangkasnya?" Rasulullah (ﷺ) berkata, "Semoga Allah merahmati orang-orang yang mencukur habis rambut mereka." Sahabat lain bertanya, " Tapi bagaimana dengan orang yang hanya memangkas rambutnya, wahai Rasulullah? "Semoga Allah merahmati orang-orang yang mencukur habis rambut mereka." "Wahai Rasulullah, tak adakah untuk yang memangkas rambutnya? " "Dan semoga Allah merahmati orang-orang yang memangkas rambut mereka." Jadi, inilah pesan yang kuat. Mencukur habis rambut kepala, al-halq, lebih banyak memperoleh rahmat Allah. Inilah penegasan kerendahan hati.
Mencukur habis rambut kepala tak diperintahkan bagi wanita. Mereka diperintahkan memangkas rambut, taqshir, tapi harus dipangkas sempurna dengan menyatukan seluruh rambut dan memotongnya kira-kira seujung jari dari seluruh rambut itu. Diperlukan orang lain, sesama wanita atau mahram, untuk memangkas rambutnya dan dipangkas merata pada rambut di seluruh kepala. Inilah simbolis tingkat kerendahan hati yang lebih tinggi bagi pria dan wanita. Mereka seyogyanya memastikan bahwa seluruh rambut di kepala telah dipangkas.

Dalam ibadah 'Umrah, seluruh rangkaian ibadah selesai dalam satu hari, namun dalam Haji, rangkaian berikutnya akan memakan waktu dua sampai tiga dan bahkan mungkin empat hari. Pada tanggal kedelapan Dzulhijjah, aspek utama Haji berikutnya adalah menginap di Mina. Aspek penting di Mina adalah karena ada cukup waktu yang dihabiskan di sana, karenanya, saat berada di sana, sangat penting agar waktu itu tak disia-siakan. Waktu di Mina pada dasarnya dihabiskan untuk berdoa dan berdzikir.
Mina adalah lokasi yang sangat tersosialisasikan. Sebelum penaklukan Mekkah, dan bahkan sebelum Hijrah, Rasulullah (ﷺ) menggunakan Mina sebagai tempat memperkenalkan dirinya dengan berbagai suku dan kaum yang datang untuk berhaji. Pada hari-hari sebelumnya, Mina adalah tempat dimana hewan tunggangan dan yang melalui ibadah Haji dimandikan. Pada tanggal kedelapan Dzulhijjah, jemaah Haji mulai berdatangan di Mina, dan dikenal sebagai Yaumul Tarwiyah. Diberi nama seperti ini karena sebagai penunjukan tempat dimana hewan tunggangan untuk berhaji dimandikan atau disiram. Di zaman kita, memandikan hewan dan mempersiapkannya untuk perjalanan Haji tak lagi terjadi, melainkan di sanalah para jemaah bersiap-siap melaksanakan rangkaian ibadah berikutnya.

Di Mina, fokus utama ditujukan pada Shalat. Selagi di Mina, Shalat dipersingkat. Shalat Dhuhur, Ashar dan Isya, yang berjumlah empat rakaat, dipersingkat menjadi dua rakaat, namun tak digabung dengan shalat yang lain. Masing-masing shalat dikerjakan sesuai jadwalnya. Selama waktu di Mina, orang-orang mukmin dengan kasadaran yang tinggi menegakkan shalat dan berdzikir. Tahajjud dan Witr sangat dianjurkan di Mina. Karena itu, di Mina, waktu benar-benar dimanfaatkan dan juga shalat Tahajjud. Shalat, doa dan dzikrullah adalah tiga fokus utama di Mina. Saat berdoa di Mina, penting berfokus pada "ihidinas siratal mustaqim," dengan memohon pertolongan Allah dan juga untuk menghilangkan karakteristik dan kualitas negatif yang menghalangi kita agar dapat tetap berjalan di atasnya. Meski ada unsur bersosialisasi, seyogyanya dilakukan semaksimal mungkin karena Allah. Berada dalam keadaan ihram, semestinya mempengaruhi seseorang secara emosional, psikologis dan spiritual.
Singgah di Mina seharusnya tak hanya menjadi langkah yang lebih mendekatkan kita ke Arafah. Prinsip yang sama mengenakan ihram harus hadir saat singgah di Mina. Niat Haji didasarkan pada kerendahan hati, salah satu karakteristik terpenting orang mukmin dalam hal moralitas. Berada dalam ihram adalah keadaan kerendahan hati yang serendah-rendahnya, dalam hal berrpakaian yang sangat sederhana. Bagi kaum wanita, seyogyanya berpakaian sesederhana mungkin, dan bagi kaum lelaki, lebih sederhana lagi. Juga, kesabaran adalah karakteristik yang dibutuhkan sepanjang ibadah haji. Ihram mengambil konsep kerendahan hati ke tingkat yang lain. Prinsip ihraam yang sama, sekarang diterapkan kembali dalam rangkaian ibadah di Mina.

Meskipun secara relatif sedikit ayat dalam Al-Qur'an tentang Haji, Allah selalu menyebutkan Taqwa di dalamnya. Hal ini karena selama berhaji, ada faktor kondusif Taqwa yang tak ditemukan di waktu yang lain. Namun, ini hanya terjadi dengan pemahaman yang baik tentang apa sebenarnya Haji itu, dan apa yang menandakannya. Mementingkan Taqwa berarti petunjuk yang paling mendalam dan nasehat yang dapat diberikan. Inilah bekal terbaik yang akan dibawa saat Hari Perhitungan. Manfaat dan kebajikan yang dihasilkan Taqwa tak terbatas, dan orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang-orang yang paling Taqwa. Mementingkan Taqwa berarti agar seseorang bisa menempatkan sarana perlindungan di antara dirinya dengan apapun yang ia khawatirkan akan membawa murka dan adzab Allah. Ini hanya bisa dilakukan dengan memenuhi perintah dan menjauhi larangan-Nya.
Haji tentunya merupakan salah satu kesempatan yang dirahmati agar seseorang bertobat, kembali kepada Allah, dibersihkan dari dosa, dan diselamatkan dari api Jahannam. Faktanya adalah bahwa haji merupakan kesempatan penting untuk bertobat, memohon ampunan atas kesalahan, dan dibebaskan dari neraka. Ummat Islam seyogyanya segera bertobat kepada Allah agar mendapatkan kesuksesan dan imbalan yang banyak. Taubat adalah salah satu perbuatan paling mulia, dan di antara yang paling dicintai dan disukai Allah. Dia mencintai terutama mereka yang kembali kepada-Nya dalam taubat. Kita memohon semoga Allah merahmati kita dengan taubat yang tulus, menerimanya dari kita, membasuh dosa kita, dan menjawab doa kita. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan..
(Bagian 4)
(Bagian 2)