Rabu, 27 Februari 2019

Saat Sang Mentari Terhenti

Sang geluh berkata, "Para komandan pasukan, memimpin pasukannya melawan musuh dan melihat di hadapan mereka kekuatan yang besar. Mereka merasa khawatir dengan banyaknya jumlah musuh dan percaya bahwa kemenangan atau kekalahan itu, bergantung pada jumlah pasukan. Namun, para hamba Allah yang shalih, yakin bahwa seringkali, pasukan dengan jumlah sedikit, mengalahkan yang banyak. Allah berfirman,
قَالَ الَّذِينَ يَظُنُّونَ أَنَّهُمْ مُلاقُو اللَّهِ كَمْ مِنْ فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ
"Mereka yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, 'Betapa banyak kelompok kecil mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah.' Dan Allah beserta orang-orang yang sabar." - [QS.2:249]
Inilah pasukan Yusya', alaihissalam, yang kedua tangannya menaklukkan Baitul Maqdis atas kehendak Allah. Ia tak khawatir dengan jumlah besar musuh atau dengan strategi untuk menambah jumlah pasukannya. Ia lebih mementingkan kualitas daripada kuantitas, karena perang dimenangkan bukan dengan jumlah yang besar, melainkan dengan semangat, iman, dan keyakinan yang tinggi. Ia menerima perintah bahwa mereka yang masih menaruh hati pada dunia, hendaknya dipisahkan dari pasukan, karena mereka takkan dapat berperang.

Saat Yusya' berjihad dengan pasukan kecilnya melawan musuh, ia khawatir bahwa pertarungan itu akan berlanjut hingga malam. Ia berharap agar Allah memenangkan mereka sebelum matahari terbenam. Maka, ia berdoa kepada Allah agar matahari dihentikan pergerakannya menuju malam hingga mereka dapat mengalahkan musuh di siang hari. Sungguh, Allah menunda matahari terbenam sampai Dia memberi mereka kemenangan. Ini pertanda baik dari Allah. Keterangan ini kita terima dari Nabi kita tercinta (ﷺ). Diriwayatkan Abu Hurairah, radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,
غَزَا نَبِيٌّ مِنَ الأَنْبِيَاءِ فَقَالَ لِقَوْمِهِ لاَ يَتْبَعْنِي رَجُلٌ مَلَكَ بُضْعَ امْرَأَةٍ وَهْوَ يُرِيدُ أَنْ يَبْنِيَ بِهَا وَلَمَّا يَبْنِ بِهَا، وَلاَ أَحَدٌ بَنَى بُيُوتًا وَلَمْ يَرْفَعْ سُقُوفَهَا، وَلاَ أَحَدٌ اشْتَرَى غَنَمًا أَوْ خَلِفَاتٍ وَهْوَ يَنْتَظِرُ وِلاَدَهَا‏.‏ فَغَزَا فَدَنَا مِنَ الْقَرْيَةِ صَلاَةَ الْعَصْرِ أَوْ قَرِيبًا مِنْ ذَلِكَ فَقَالَ لِلشَّمْسِ إِنَّكِ مَأْمُورَةٌ وَأَنَا مَأْمُورٌ، اللَّهُمَّ احْبِسْهَا عَلَيْنَا‏.‏ فَحُبِسَتْ، حَتَّى فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِ، فَجَمَعَ الْغَنَائِمَ، فَجَاءَتْ ـ يَعْنِي النَّارَ ـ لِتَأْكُلَهَا، فَلَمْ تَطْعَمْهَا، فَقَالَ إِنَّ فِيكُمْ غُلُولاً، فَلْيُبَايِعْنِي مِنْ كُلِّ قَبِيلَةٍ رَجُلٌ‏.‏ فَلَزِقَتْ يَدُ رَجُلٍ بِيَدِهِ فَقَالَ فِيكُمُ الْغُلُولُ‏.‏ فَلْتُبَايِعْنِي قَبِيلَتُكَ، فَلَزِقَتْ يَدُ رَجُلَيْنِ أَوْ ثَلاَثَةٍ بِيَدِهِ فَقَالَ فِيكُمُ الْغُلُولُ، فَجَاءُوا بِرَأْسٍ مِثْلِ رَأْسِ بَقَرَةٍ مِنَ الذَّهَبِ فَوَضَعُوهَا، فَجَاءَتِ النَّارُ فَأَكَلَتْهَا، ثُمَّ أَحَلَّ اللَّهُ لَنَا الْغَنَائِمَ، رَأَى ضَعْفَنَا وَعَجْزَنَا فَأَحَلَّهَا لَنَا
"Seorang nabi di antara para nabi, akan melakukan perjalanan menuju peperangan, maka ia berkata kepada para pengikutnya, 'Barangsiapa yang telah menikahi seorang wanita dan ingin menyelesaikannya, dan belum melakukannya, tak boleh mengikutiku; juga tak boleh bagi lelaki yang telah membangun sebuah rumah namun belum menyelesaikan atapnya, juga tak boleh bagi yang memiliki domba atau unta-betina serta yang sedang menunggu kelahiran anak-anak mereka. ' Jadi, sang nabi melaksanakan perjalanannya dan ketika ia mencapai kota itu, pada waktu atau menjelang shalat Ashar, ia berkata kepada sang mentari, "Wahai matahari! Engkau berada di bawah Perintah Allah dan aku di bawah Perintah Allah. Ya Allah! Hentikanlah ia (matahari) agar tak terbenam.' Sang mentari terhentikan sampai Allah memenangkannya. Kemudian ia mengumpulkan barang rampasan perang dan api datang untuk membakarnya, namun tak melahapnya. Ia berkata (kepada pasukannya), "Ada dari kalian yang telah mencuri sesuatu dari barang rampasan ini. Setiap orang dari setiap suku harus berjanji-setia padaku dengan berjabatan tangan denganku.' (Mereka melakukannya dan) ada tangan seseorang menempel pada tangan nabi mereka. Kemudian sang nabi berkata (kepada lelaki itu), "Kalian telah melakukan pencurian rampasan perang, Maka, setiap orang dari sukumu harus berjanji-setia padaku dengan berjabat tangan denganku.' Tangan dua atau tiga orang menempel pada tangan nabi mereka dan ia berkata, "Engkau telah mencuri." Kemudian mereka menyerahkan emas sebesar kepala kerbau dan menaruhnya di sana, dan api datang dan melahap barang rampasan itu." Rasulullah (ﷺ) menambahkan, "Allah mengetahui kelemahan dan ketidakmampuan kita, maka Dia menjadikan barang rampasan itu, halal bagi kita."- [Sahih al-Bukhari]
Rasulullah (ﷺ) menuturkan kisah Nabi Yusya', alaihissalam, dalam Hadis ini. Yusya' bin Nun menggantikan Nabi Musa, alaihissalam, sebagai Nabi. Juga, menurut beberapa hadis, ia adalah orang yang menemani Nabi Musa dalam perjalanannya menuju, dan bertemu dengan, Al-Khidr. Hadits ini mengisahkan salah satu perang jihadnya. Sebelum ia berangkat berjihad, ia menyampaikan kepada umatnya bahwa ada tiga jenis lelaki yang tak boleh bergabung dengan pasukannya. Tipe pertama adalah, orang yang sudah akad-nikah, namun belum melakukan nikahnya. Kedua, orang yang sedang membangun rumahnya, namun belum mengangkat atap hingga saat itu. Ketiga, orang yang membeli unta dan ternak hamil, dan masa melahirkannya, belum datang pada saat itu.
Pertimbangan menolak orang-orang ini adalah bahwa mereka tak dapat diharapkan berkonsentrasi pada peperangan. Hal-hal ini jarang terjadi dalam kehidupan seseorang, dan dalam banyak kasus, hanya sekali. Selain itu, kaum lelaki sangat bergantung pada hal-hal ini - istri, rumah, dan ternak. Inilah kebutuhan dasar saat itu dan bagian dari kehidupan manusia. Jika pikiran seseorag sibuk dengan hal-hal ini, maka ia takkan melakukan kewajiban penting jihad dengan baik. Jihad menyerukan prajurit agar mempertaruhkan nyawanya, namun jika hatinya ada di tempat lain, bagaimana ia akan melakukannya. Itulah sebabnya Nabi Yusya' menolak memasukkan ketiga jenis lelaki ini, ke dalam pasukannya.

Ketika mereka bergerak maju dan perang dimulai, pertempuran berlangsung dengan baik hingga menjelang waktu Ashar. Situasinya sangat rumit, di satu sisi, perang berada pada tahap dimana sedikit upaya saja, akan membawa kemenangan, namun sedikit kesalahan perhitungan, bisa berarti kekalahan, dan, di sisi lain, ada Shalat Ashar yang harus dilaksanakan dalam waktu singkat. Yusya' berharap mendapat kemenangan sebelum matahari terbenam. Keadaan menuntutnya bertarung terus-menerus dengan musuh, yang akan mengakibatkan Shalat tak terlaksana. Maka, ia pertama-tama berkata kepada matahari, "Engkau berada di bawah perintah dan kami juga di bawah perintah." (Yaitu, engkau terikat oleh Perintah Allah untuk mengikuti orbit yang ditentukan dan kami terikat oleh perintah-Nya untuk melakukan jihad dan untuk mengerjakan Shalat pada waktu yang ditentukan). Ia kemudian berdoa, "Ya Allah! Jadikanlah matahari berhenti beredar."
Itulah permohonan seorang Nabi. Ia adalah seorang Nabi yang mengerjakan urusan Allah. Tidakkah akan dikabulkan? Orang-orang yang mengamati langit, melihat bahwa matahari berhenti dan Yusya' terus bertarung dengan tekad sampai Allah memberinya kemenangan.
Rampasan perang dikumpulkan seperti kebiasaan mereka. Tak halal bagi orang-orang itu mengambil rampasan bagi diri mereka, melainkan barang-barang ini dipersembahkan dijalan Allah. Mereka mengumpulkan dan menaruhnya di atas gunung. Api akan turun dari langit dan melahap rampasan perang itu hingga menjadi debu, dan dianggap sebagai tanda bahwa persembahan mereka diterima. Jika tak ada api yang turun atau jika api tak melahap rampasan perang itu menjadi debu, maka itu berarti persembahan ditolak.
Ketika Yusya' meletakkan rampasan agar dilahap api, api memang turun, namun tak menyentuhnya. Maka, ia berkata, "Seseorang telah mengkhianati amanah. Akan kuselidiki dengan cara setiap suku mengirim perwakilan kepadaku untuk bersumpah setia." Karenanya, setiap perwakilan berjabat-tangan dengan sang nabi, namun ketika salah seorang dari mereka datang dan mengulurkan tangan untuk berjabat tangan, Yusya' mengatakan kepadanya bahwa pengkhianatan itu dilakukan oleh sukunya dan setiap anggota suku harus bersumpah setia secara individu sehingga pelakunya dapat diketahui. Hampir saja jika ketiga orang itu bersumpah-setia, ia menemukan mereka sebagai pelakunya. Mereka mengakui kesalahan dan mengembalikan emas yang setara dengan kepala seekor kerbau. Mereka telah menyembunyikannya. Barang tersebut kemudian diletakkan bersama barang rampasan lainnya, dan apipun melahapnya.
Inilah perintah bagi umat terdahulu. Namun, kemudian, Allah menjadikan barang rampasan itu sah bagi umat Nabi kita tercinta (ﷺ). Mereka diperintahkan agar menyisihkan seperlima dari rampasan untuk Allah dan Rasul-Nya, untuk Baitul Mal. (Orang miskin, fakir, yatim piatu dibantu oleh Baitul Mal, Perbendaharaan Negara.) Sisa rampasan adalah bagian dari ghazi (pejuang yang kembali hidup-hidup) dan ahli waris para syuhada."

Kemudian sang geluh berkata, "Keberangkatan Yusya' menuju medan perang Jihad, menegaskan bahwa jihad dan pertempuran ditetapkan juga bagi umat terdahulu. Jadi, tak hanya bagi umat Rasulullah (ﷺ) saja. Ini membuktikan bahwa Jihad dihalalkan oleh Allah dan disukai oleh-Nya. Dia telah menetapkannya dalam syari'at-syari'at sebelumnya. Bahkan, Jihad adalah nama lain untuk kedaulatan Allah, Rabb semesta, dan untuk menegakkan Firman-Nya. Berkah yang diberikan Allah kepada para pejuang (secara harfiah, para mujahidin) dan kaum Muslim, tak dapat dibayangkan tanpa Jihad, karena alasan inilah Bani Isra'il dihukum oleh-Nya ketika mereka menolak melaksanakan jihad saat Nabi Musa memerintahkan mereka melawan Amaliqah di Suriah. Allah berfirman,
قَالُوا يَا مُوسَى إِنَّا لَنْ نَدْخُلَهَا أَبَدًا مَا دَامُوا فِيهَا فَاذْهَبْ أَنْتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلا إِنَّا هَا هُنَا قَاعِدُونَ
"Mereka berkata, 'Wahai Musa! Sampai kapanpun kami takkan memasukinya selama mereka masih ada di dalamnya, karena itu, pergilah engkau bersama Rabb-mu, dan berperanglah kamu berdua. Biarlah kami tetap (menanti) di sini saja'." - [QS.5:24]
Hukuman Allah pun mengikuti. Allah berfirman,
قَالَ فَإِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيْهِمْ أَرْبَعِينَ سَنَةً يَتِيهُونَ فِي الأرْضِ فَلا تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ
"(Allah) berfirman, '(Jika demikian), maka (negeri) itu terlarang buat mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan mengembara kebingungan di bumi. Maka janganlah engkau (Musa) bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu'.” - [QS.5:26]
Demikianlah, mereka melakukan perjalanan sepanjang hari dan di malam hari, mereka membayangkan bahwa mereka telah mencapai tujuan mereka. Namun ketika mereka bangun di pagi hari, mereka menemukan diri mereka di tempat yang sama dari tempat mereka mulai. Oleh karena itu, dataran dimana mereka bergerak berputar-putar disebut dataran tiyah. Kata ini dari kata 'tih' yang berarti 'menyimpang', 'labirin', 'yang membingungkan', 'belantara'. Mereka juga terperangkap dalam belantara kekalutan dan khawatiran akan hukuman karena telah meninggalkan kewajiban jihad.

Al-Qur'an sering berbicara tentang jihad para nabi sebelumnya. Jihad mereka dalam arti harfiah berarti peperangan. Misalnya, kita diberitahu,
وَكَأَيِّنْ مِنْ نَبِيٍّ قَاتَلَ مَعَهُ رِبِّيُّونَ كَثِيرٌ فَمَا وَهَنُوا لِمَا أَصَابَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَمَا ضَعُفُوا وَمَا اسْتَكَانُوا وَاللَّهُ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
"Dan betapa banyak nabi yang berperang didampingi sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertakwa. Mereka tak (menjadi) lemah karena bencana yang menimpanya di jalan Allah, tak patah semangat dan tak (pula) menyerah (kepada musuh). Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar." - [QS.3:146]
Jihad adalah pembeda orang beriman dan kehormatannya. Bagi para pengikut Islam, Allah telah menempatkan di dalamnya pengakuan, perlindungan, berkah, dan banyak kebaikan. Setiap kali umat Islam melaksanakan kewajiban ini, Allah memberi mereka kehormatan dan keunggulan. Namun, setiap kali mereka mengabaikannya, bangsa-bangsa lain mengalahkan mereka dan musuh-musuh mereka tak takut sama sekali. Terlepas dari kekayaan, harta dan kemewahan, kehidupan yang penuh dosa dan sejumlah besar mereka dipermalukan dan dikalahkan. Ini lah ketetapan Allah bagi mereka dan inilah yang diungkapkan sejarah bagi kita.

Kita juga belajar dari hadits ini bahwa ketika suatu pemilihan dilakukan untuk suatu tugas penting, orang-orang yang terpilih harus mampu dalam segala hal untuk tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka. Mereka harus berkonsentrasi penuh pada tugas yang diberikan kepada mereka. Jihad, khususnya, tak mungkin tanpa dedikasi yang sepenuh hati. Oleh karena itu, Yusya 'bin Nun telah melarang orang-orang tertentu berpartisipasi dalam jihad selama masih ada perhatian lain dalam pikirannya, sehingga tak dapat diharapkan memberikan perhatian sepenuhnya pada jihad.
Hadits ini juga memberitahu kita bahwa seorang komandan pasukan, hendaknya menjaga agar dirinya memperhatikan aspek psikologis para pejuang dan temperamen mereka. Penting baginya menerapkan cara-cara yang akan mendorong pasukannya agar tetap kuat di medan tempur dan bertarung dengan konsentrasi. Inilah yang dilakukan Yusya'. Ia tak memasukkan ke dalam pasukannya orang-orang yang bertanggung jawab, namun disibukkan dengan masalah keluarga dan material di tengah-tengah intensitas perang dan dengan demikian memiliki pengaruh buruk pada moral seluruh pasukan.

Adalah bagian dari berkah jihad bahwa Allah menunjukkan Kekuatan-Nya yang tak dapat dibayangkan dimana Dia membantu para Utusan-Nya mencapai tujuan mereka. Kita telah melihat bahwa Dia menjawab permohonan Yusya' dan menunda gerakan matahari agar memperpanjang waktu siang hari. Ini, tanpa diragukan lagi, mukjizat Yusya' dan berkah besar jihad. Dengan demikian, para pasukan dengan mudah memperoleh kemenangan pada siang hari. Demikian pula, merupakan mukjizat di tangan Nabi Yusya' dan berkah jihad bahwa orang-orang yang telah menyalahgunakan rampasan perang, mudah ditelusuri, ketika Allah mengungkapkan kepadanya bahwa mereka berasal dari suku yang bersalaman dengannya.
Umat terdahulu tak diizinkan menggunakan rampasan meskipun mereka mengalami kerasnya jihad. Bagi umat Islam, rahmat Allah yang sangat besar ketika Dia mengizinkan umat Islam menggunakan rampasan perang. Rampasan perang itu, halal dan baik. Allah berfirman,
فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلالا طَيِّبًا وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu peroleh itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." - [QS.8:69]
Dan akhirnya, berbuat curang dan menyalahgunakan adalah kejahatan terburuk dan Allah bahkan menahan pahala dari upaya besar seperti jihad jika ada yang berbuat-curang atau tak amanah. Keadaan ini akan sangat tampak ketika ada rampasan perang, dan kecurangan, sampai kapanpun, dianggap melanggar hukum. Penyalahgunaan dan berbuat-curang merupakan hal yang terburuk dalam perang karena ada bagian dalam barang rampasan untuk setiap prajurit, pewaris syuhada dan Perbendaharaan Negara, dan karenanya, berbuat-curang sama dengan menipu setiap individu dalam sebuah bangsa. Hal yang sama berlaku terhadap aset negara dan penyalahgunaan dalam transaksi negara, yang juga merupakan kejahatan besar dan dosa. Oleh karenanya, orang-orang yang menyalahgunakan Aset dan Keuangan negara, termasuk dalam kategori ini, berbuat-curang dan tak amanah. Wallahu a'lam."
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
"Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tak menyukai orang-orang yang melampaui batas." - [QS.2:190]
Rujukan :
- Maulana Muhammad Zakaria Iqbal, Stories from the Hadith, Darul Isha'at
- Shaykh ul-Islaam Ahmad ibn Taymiyyah, The Religious and Moral Doctrine of Jihaad, Maktabah Al Ansaar

Senin, 25 Februari 2019

Keputusan yang Adil

Sang semut melanjutkan, "Meskipun mungkin tampak sebagai basis yang kuat, masyarakat yang didasarkan pada ketidakadilan, penindasan dan ketidakseimbangan, takkan dapat bertahan lama dan panjang. Allah menunjuk para nabi-Nya sebagai pemandu bagi umat mereka dalam segala urusan. Mereka juga memutuskan perselisihan umat dan menegakkan keadilan yang memang merupakan tulang-punggung masyarakat manapun. Para nabi, alaihissalam, mewujudkan masyarakat yang bebas dari penindasan dan berdasarkan keadilan. Pengambilan keputusan mereka cerdas dan didasarkan pada pandangan spiritual ke depan, yang diberikan Allah kepada mereka.
Jadi, perkenankan aku menyampaikan sebuah kejadian di zaman Nabi Dawud, alaihissalam. Seperti yang kita ketahui, Allah menganugerahkan Nabi Dawud dan Sulaiman, ilmu dan hikmah. Nabi Dawud adalah pemimpin yang adil dan shalih, yang membawa kedamaian dan kemakmuran bagi umatnya, dan yang dimuliakan oleh Allah sebagai utusan. Nabi Sulaiman cerdas dan bijaksana sejak usia muda. Suatu hari Nabi Dawud, sedang duduk, seperti biasa, memecahkan masalah umatnya ketika dua lelaki, yang salah seorang darinya pemilik ladang, mendatanginya. Pemilik ladang berkata, "Wahai Nabi tercinta! Domba-domba ini masuk ke ladangku pada malam hari dan memakan buah anggurku, dan aku datang meminta ganti-rugi." Nabi Dawud bertanya kepada pemilik domba, "Benarkah itu?" Ia berkata, "Ya, baginda." Nabi Dawud berkata, "Aku telah memutuskan bahwa engkau memberinya domba sebagai ganti ladang itu." Pada saat itu, Nabi Sulaiman masih seorang bocah berusia sekitar sebelas tahun. Ia sedang duduk di dekat ayahnya.

Allah berfirman,
وَدَاوُدَ وَسُلَيْمَانَ إِذْ يَحْكُمَانِ فِي الْحَرْثِ إِذْ نَفَشَتْ فِيهِ غَنَمُ الْقَوْمِ وَكُنَّا لِحُكْمِهِمْ شَاهِدِينَ
"Dan (ingatlah kisah) Dawud dan Sulaiman, ketika keduanya memberikan keputusan mengenai ladang, karena (ladang itu) dirusak oleh kambing-kambing milik kaumnya. Dan Kami menyaksikan keputusan (yang diberikan) oleh mereka itu." - [QS.21:78]
فَفَهَّمْنَاهَا سُلَيْمَانَ وَكُلا آتَيْنَا حُكْمًا وَعِلْمًا وَسَخَّرْنَا مَعَ دَاوُدَ الْجِبَالَ يُسَبِّحْنَ وَالطَّيْرَ وَكُنَّا فَاعِلِينَ
"Dan Kami memberikan pengertian kepada Sulaiman (tentang hukum yang lebih tepat); dan kepada masing-masing Kami berikan hikmah dan ilmu, dan Kami tundukkan gunung-gunung dan burung-burung, semua bertasbih bersama Dawud. Dan Kamilah yang melakukannya." - [QS.21:79]
Nabi Sulaiman, yang telah Allah anugerahkan hikmah selain apa yang telah ia warisi dari ayahnya, berbicara, "Aku berpendapat lain. Pemilik domba harus menanam kembali ladang itu sampai anggurnya tumbuh, sedangkan pemiliknya, harus mengambil dombanya dan memanfaatkan wol dan susunya sampai ladangnya kembali seperti sediakala. Jika anggurnya telah tumbuh, dan ladang kembali pada keadaan semula, maka pemilik ladang harus mengambil ladangnya dan mengembalikan domba kepada pemiliknya." Nabi Dawud menjawab, "Ini pertimbangan yang bagus. Puji-syukur kepada Allah karena telah memberimu kebijaksanaan."

Kecerdasan, kemampuan hukum dan pandangan jauh ke depan, tak terikat pada usia. Terkadang seorang anak muda mampu mencapai kedalaman suatu masalah namun para tetua tak dapat memahami kerumitannya. Tetapi, ini bukan berarti bahwa para tetua kurang dalam hal apapun, sebab itu adalah kebijaksanaan Allah yang Dia berikan kepada siapa yang Dia kehendaki. Nabi Sulaiman masih muda, sementara Nabi Daud adalah ayahnya dan yang lebih tua, tetapi Nabi Sulaiman diberi kemampuan yang kuat untuk mencapai kebenaran. Ada contoh lain dari hal ini.
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,
كَانَتِ امْرَأَتَانِ مَعَهُمَا ابْنَاهُمَا، جَاءَ الذِّئْبُ فَذَهَبَ بِابْنِ إِحْدَاهُمَا فَقَالَتْ لِصَاحِبَتِهَا إِنَّمَا ذَهَبَ بِابْنِكِ‏.‏ وَقَالَتِ الأُخْرَى إِنَّمَا ذَهَبَ بِابْنِكِ‏.‏ فَتَحَاكَمَتَا إِلَى دَاوُدَ ـ عَلَيْهِ السَّلاَمُ ـ فَقَضَى بِهِ لِلْكُبْرَى، فَخَرَجَتَا عَلَى سُلَيْمَانَ بْنِ دَاوُدَ ـ عَلَيْهِمَا السَّلاَمُ ـ فَأَخْبَرَتَاهُ فَقَالَ ائْتُونِي بِالسِّكِّينِ أَشُقُّهُ بَيْنَهُمَا‏.‏ فَقَالَتِ الصُّغْرَى لاَ تَفْعَلْ يَرْحَمُكَ اللَّهُ‏.‏ هُوَ ابْنُهَا‏.‏ فَقَضَى بِهِ لِلصُّغْرَى ‏"‏‏.‏ قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ وَاللَّهِ إِنْ سَمِعْتُ بِالسِّكِّينِ قَطُّ إِلاَّ يَوْمَئِذٍ، وَمَا كُنَّا نَقُولُ إِلاَّ الْمُدْيَةَ‏.‏
"Tersebutlah dua orang wanita yang masing-masing memiliki seorang bayi lelaki. Seekor serigala datang dan mengambil bayi salah seorang dari mereka. Wanita itu berkata kepada temannya, 'Serigala telah mengambil anakmu.' Yang lain berkata, 'Tapi serigala itu mengambil anakmu." Maka keduanya meminta putusan (Nabi) Dawud yang mempertimbangkan bahwa sang bayi harus diserahkan kepada wanita yang lebih tua, kemudian mereka menemui (Nabi) Sulaiman, putra (Nabi) Dawud dan menyampaikan padanya tentang masalah ini, 'Beri aku pisau agar aku dapat memotong sang bayi menjadi dua bagian dan memberikan setengah bagian bagi masing-masing kalian.' Wanita yang lebih muda berkata, 'Jangan lakukan itu, semoga Allah merahmatimu! Sesungguhnya, bayi itu anaknya.' Karena hal itulah, Nabi Sulaiman memberikan sang bayi kepada wanita yang lebih muda."
Abu Hurairah menambahkan, "Demi Allah! Aku belum pernah mendengar kata 'Sakkin' sebagai pisau, kecuali pada hari itu, karena kami dulu menyebutnya 'Mudyah'." - [Sahih al-Bukhari]
Peristiwa ini terjadi pada zaman Nabi Dawud. Dua wanita membawa sebuah permasalahan ke hadapannya. Seekor serigala telah mengambil bayi salah seorang dari mereka dan ia menyatakan bayi yang lain sebagai anaknya. Meskipun ia tahu bahwa bayinyalah yang diambil oleh serigala, ia membantah bahwa serigala itu tak mengambil bayinya, melainkan mengambil yang lain. Wanita yang lain berusaha sekuat tenaga menjelaskan kepadanya, namun ia menolaknya dan itulah sebabnya mereka membawa permasalahan mereka kepada Nabi Dawud.
Nabi Dawud mempertimbangkan dalih-dalih mereka dan menggunakan pertimbangannya, sehingga memutuskan mendukung wanita yang lebih tua dari kedua wanita itu. Fakta-faktanya bertentangan dengan putusannya, namun, seorang hakim memperhatikan kasus ini dan mempertimbangkan dalih dari kedua belah pihak. Pertimbangannya tulus dan jujur. Namun, terkadang, salah satu pihak memberikan kesaksian palsu dan menyesatkan hakim berdasarkan dalih-dalih yang diajukan kepadanya.

Secara alami, wanita yang lebih muda tak puas dengan keputusan itu, lagipula, sang bayi memang benar anaknya. Permasalahan ini dibawa ke hadapan Nabi Sulaiman. Ia disampaikan tentang sifat kasus dan pertimbangan ayahnya. Dan ia menyadari bahwa keputusan itu keliru. Maka, ia menempuh cara baru untuk sampai pada kesimpulan yang sangat efektif. Ia meminta salah seorang pelayannya mengambilkan pisau, agar ia dapat membelah dua anak itu dan menyerahkan masing-masing bagian kepada para wanita itu. Perselisihan mereka karenanya, akan berakhir.
Jelas, inilah taktik psikologis dan ia tak berencana benar-benar melaksanakan keputusannya. Muslihatnyapun terbayar. Hampir saja ia tak mengumumkan keputusannya hingga sang wanita muda berteriak, "Jangan lakukan itu! Semoga Allah merahmatimu! Anak ini miliknya, (bukan milikku)." Ia mungkin tahu bahwa Nabi Sulaiman takkan melakukannya dan, sungguh, Nabi Sulaiman takkan mau melakukan hal seperti itu; namun, ia langsung berkata dan menarik gugatannya agar dapat melindungi sang bayi. Permohonannya adalah bukti yang cukup mendukungnya dan itu membuktikan bahwa ia adalah ibu kandung anak itu, karena hanya seorang ibu yang bisa mengungkapkan perasaannya terhadap anaknya dan akan membiarkannya dalam kepemilikan orang lain daripada dibunuh. Wanita yang lain tak berkata apa-apa, dan inilah ungkapan kurangnya rasa cintanya pada sang bayi.
Pendekatan psikologis Nabi Sulaiman terbayar dan ia menemukan kebenaran. Sang bayi menjadi milik wanita yang lebih muda dan wanita yang lebih tua, bersaksi palsu. Maka, Nabi Sulaiman memutuskan membenarkan wanita yang lebih muda.

Hadits ini memberi kita banyak pelajaran. Kisah ini mengungkapkan tingkat kecerdasan dan pandangan jauh ke depan bagi pertimbangan yang sangat tinggi. Ia memiliki banyak hikmah dan sangat bijak.
Tak cukup hanya dengan mempertimbangkan kesaksian saja dalam mengambil keputusan dalam perselisihan apapun. Hakim hendaknya mengamati perilaku para pihak dan menelitinya secara psikologis. Ia hendaknya berusaha meneliti masalah ini secara mendalam dan mencari tahu kebenaran sehingga ia bisa sampai pada kesimpulan yang adil. Itulah sebabnya seorang hakim ditunjuk bukan hanya atas dasar pengetahuannya saja, tetapi juga kecerdasannya, pandangan ke depan dan kemampuannya menyaring kesaksian. Hanya dengan begitu, orang bisa mendapatkan keadilan sejati. Permasalahan ini juga membuktikan bahwa hakim dapat menggunakan taktik psikologis untuk sampai pada suatu kesimpulan. Nabi Sulaiman melakukannya dan mampu menunjukkan ibu sejati sang bayi. Kepekaaan-rasa seorang ibu kandung keluar di tempat terbuka, sementara perilaku wanita lain itu mendustakan gugatannya dan mengungkapkan kebohongannya. Orang yang bersalah akan berbicara dengan perilakunya sendiri.

Putusan tersebut juga membuktikan bahwa seorang hakim dapat membatalkan atau menolak keputusan hakim lain jika keadilan belum ditegakkan olehnya. Nabi Sulaiman mencabut keputusan Nabi Dawud, yang bukan saja ayahnya, melainkan juga seorang Nabi.
Jika suatu kasus rumit dan ada keraguan dalam kesaksian, dan dalih-dalihnya tak dapat disimpulkan dan kesaksian tak membantu, hakim hendaknya berusaha mencapai kesimpulan melalui bukti langsung dan indikasi luar. Nabi Sulaiman telah melakukannya.
Jika seorang hakim atau ahli hukum, yang telah melakukan yang terbaik, tak dapat menggali kebenaran dan salah dalam penilaiannya, maka ia tak dapat disalahkan, tetapi pada kenyataannya, ia berhak dihargai atas upayanya yang tulus. Tentu saja, pahalanya akan berlipat dua jika ia memutuskan dengan benar sementara jika keputusannya salah, maka ia hanya akan mendapatkan satu pahala atas upayanya itu.

Kasus ini juga membuktikan bahwa para nabi pada umumnya memutuskan interpretasi pribadi mereka, bukan atas dasar wahyu dari Allah. Jika mereka mendasarkan penilaian mereka pada wahyu Ilahi, pernyataan Nabi Dawud dan Sulaiman takkan berbeda. Itulah sebabnya mengapa kadang-kadang keputusan para nabi mendukung orang yang keliru karena beberapa hadit menyebutkan tentang Nabi (ﷺ) sendiri melalui penilaian semacam itu. Namun, ketika ada keraguan mutlak, Allah mengungkapkan fakta kepada para nabi-Nya melalui wahyu. Ini juga memberitahu kita bahwa para nabi yang mulia bukanlah mereka yang mengetahui hal yang ghaib. Jika mereka mengetahui hal yang ghaib, Nabi Dawud takkan memutuskan pertimbangannya dan kita takkan pernah mendengar tentang keputusannya, yang disampaikan oleh Rasulullah (ﷺ).
Ada kemungkinan bahwa dua keputusan yang diambil oleh Nabi Dawud dan Sulaiman, diperbolehkan dalam syariat mereka, namun keputusan yang diambil oleh Nabi Sulaiman lebih dekat dengan kebenaran. Itulah sebabnya Allah memuji Nabi Sulaiman atas apa yang diilhaminya. Diriwayatkan dari 'Abdullah bin' Amr bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,
أَنَّ سُلَيْمَانَ بْنَ دَاوُدَ صلى الله عليه وسلم لَمَّا بَنَى بَيْتَ الْمَقْدِسِ سَأَلَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ خِلاَلاً ثَلاَثَةً سَأَلَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حُكْمًا يُصَادِفُ حُكْمَهُ فَأُوتِيَهُ وَسَأَلَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ مُلْكًا لاَ يَنْبَغِي لأَحَدٍ مِنْ بَعْدِهِ فَأُوتِيَهُ وَسَأَلَ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ حِينَ فَرَغَ مِنْ بِنَاءِ الْمَسْجِدِ أَنْ لاَ يَأْتِيَهُ أَحَدٌ لاَ يَنْهَزُهُ إِلاَّ الصَّلاَةُ فِيهِ أَنْ يُخْرِجَهُ مِنْ خَطِيئَتِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
"Sesungguhnya ketika Sulaiman memperbaiki bangunan Baitul Maqdis, ia meminta kepada Allah tiga hal; Allah mengabulkan dua dari permintaannya. Permintaan Sulaiman adalah ia meminta semua hakim memakai hukumnya, dan Allah memberinya. Ia meminta kekusaan yang tak seorangpun mampu menandinginya, maka Allah pun memberinya. Dan yang ketiga ia meminta supaya orang yang ingin mengerjakan shalat ke Baitul Maqdis akan diampuni dosa-dosanya sebagaiman ia baru dilahirkan oleh ibunya." - [Sunan an-Nasa'i; Sahih]
Sang semut lalu berkata, "Wahai saudara-saudariku, masyarakat yang diperjuangkan oleh para nabi yang mulia, memiliki keadilan sebagai sifat utamanya. Yang tertindas diberi keadilan, karena keadilan dan kejujuran itu sendiri menentukan patutkah suatu masyarakat yang beradab itu dimuliakan atau dilaknat. Syari'ah Islam memegang keadilan dan perlakuan adil sebagai bagian terpenting dari kehidupan sosial. Itulah sukma masyarakat Islam. Wallahu a'lam."
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأقْرَبِينَ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلا تَتَّبِعُوا الْهَوَى أَنْ تَعْدِلُوا وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
"Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri atau terhadap ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika dia (yang terdakwa) kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatan (kebaikannya). Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah Allah Mahateliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan." - [QS.4:135]
Rujukan :
- Maulana Hifzur Rahman Soeharwy, Qasasul Ambiyaa, Idara Impex
- Maulana Muhammad Zakaria Iqbal, Stories from the Hadith, Darul Isha'at

Jumat, 22 Februari 2019

Rencana dan Kebijakan juga Bergantung pada Kehendak Ilahi

Sang semut berkata, "Nabi Sulaiman, alaihissalam, salah seorang dari nabi-nabi besar Allah dan Dia, Subhanahu wa Ta'ala, telah melimpahkan kepadanya nikmat yang banyak. Nikmat ini termasuk: Kenabian, keturunan bangsawan, putra seorang Nabi, kerajaan megah, kedaulatan eksklusif, otoritas atas umat manusia, jin, binatang buas, unggas dan serangga, otoritas atas angin, ilmu tentang bahasa burung. Bahkan, masih banyak lagi berkah dan karunia unik lain yang tak terhitung.
Seiring dengan berkah dan kerajaan yang megah ini, Nabi Sulaiman adalah seorang pejuang di jalan Allah. Berjihad di jalan Allah sangat disukainya. Setiap orang yang mempelajari Al-Qur'an dengan penuh perhatian, akan melihat betapa bersemangatnya Nabi Sulaiman berjihad di jalan Allah. Kecintaan akan jihad inilah yang membuat pikirannya sibuk tentang bagaimana bersyukur kepada Allah dan menambah jumlah para Mujahid. Ia terus-menerus melibatkan diri dalam jihad.

Ia mempersiapkan laskar unggas, pasukan binatang buas dan tentara manusia. Allah berfirman,
وَحُشِرَ لِسُلَيْمَانَ جُنُودُهُ مِنَ الْجِنِّ وَالإنْسِ وَالطَّيْرِ فَهُمْ يُوزَعُونَ
"Dan untuk Sulaiman, dikumpulkan bala tentaranya dari jin, manusia dan burung, lalu mereka berbaris dengan tertib.." - [QS.27:17]
 Ia menjaga kudanya agar tetap siaga dan bugar. Allah berfirman,
إِذْ عُرِضَ عَلَيْهِ بِالْعَشِيِّ الصَّافِنَاتُ الْجِيَادُ
"(Ingatlah) ketika pada suatu sore dipertunjukkan kepadanya (kuda-kuda) yang jinak, (tetapi) sangat cepat larinya." - [QS.38:31]
Nabi Sulaiman adalah seorang Mujahid yang menyibukkan dirinya dalam jihad. Kecintaannya pada jihadlah, yang pada suatu hari mendorongnya bersumpah bahwa ia akan berhubungan intim malam itu juga dengan tujuh puluh istri dan para hamba-sahayanya (menurut riwayat lain, sembilanpuluh atau seratus dari mereka). Ia menegaskan bahwa masing-masing mereka akan mengandung dan melahirkan anak lelaki yang akan tumbuh berjihad di jalan Allah sebagai para pasukan berkuda. Dengan cara ini, sejumlah besar prajurit akan lahir dalam satu malam.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah, radhiyallahu 'anhu, Rasulullah (ﷺ) bersabda,
قَالَ سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ لأَطُوفَنَّ اللَّيْلَةَ عَلَى سَبْعِينَ امْرَأَةً تَحْمِلُ كُلُّ امْرَأَةٍ فَارِسًا يُجَاهِدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، فَقَالَ لَهُ صَاحِبُهُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ‏.‏ فَلَمْ يَقُلْ، وَلَمْ تَحْمِلْ شَيْئًا إِلاَّ وَاحِدًا سَاقِطًا إِحْدَى شِقَّيْهِ ‏"‏‏.‏ فَقَالَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ لَوْ قَالَهَا لَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ ‏"‏‏.‏ قَالَ شُعَيْبٌ وَابْنُ أَبِي الزِّنَادِ ‏"‏ تِسْعِينَ ‏"‏‏.‏ وَهْوَ أَصَحُّ‏.‏
"Sulaiman (putra) Dawud berkata, 'Malam ini, aku akan tidur dengan tujuh puluh wanita, yang masing-masing akan mengandung seorang anak, yang akan menjadi seorang ksatria, yang berjuang dijalan Allah.' Sahabatnya berkata, 'In syaa Allah.' Namun Sulaiman tak mengatakannya; oleh karena itu, tak ada dari wanita itu yang hamil kecuali yang melahirkan setengah manusia." Rasulullah (ﷺ) lebih lanjut bersabda, "Jika Nabi (ﷺ) Sulaiman mengatakannya (yaitu 'In syaa Allah'), ia akan memiliki anak yang akan berjihad di jalan Allah." Syuaib dan Ibnu Abi Az-Zinad berkata, "Sembilan-puluh (wanita) lebih tepat (daripada tujuh puluh). - [Sahih Al-Bukhari]
Perlu diingat hal-hal tertentu agar dapat memahami Hadis ini. Hal pertama yang hendaknya kita ketahui adalah bahwa Syariah Nabi Musa, alaihissalam, tak membatasi jumlah istri hingga empat sebagaimana Syariah Nabi Muhammad (ﷺ). Selain itu, Nabi Sulaiman juga memiliki hamba-sahaya karena ia adalah seorang mujahid dan sebagai mujahidin, ia mendapatkannya sebagai hasil tawanan-perang.
Yang kedua, bahwa Nabi Sulaiman bersumpah dengan penuh keyakinan tentang sesuatu di masa depan. Tampaknya, hal ini akan bertentangan dengan maqam seorang Nabi besar bila membuat pernyataan seperti itu, terutama jika hal seperti itu tak ada dalam kekuasaannya. Namun, kita hendaknya mengingat bahwa ada hamba Allah yang sangat dekat dengan-Nya dan Allah memenuhi sumpah mereka karena kedekatan maqam yang dianugerahkan kepada mereka. Dinyatakan dalam sebuah Hadits, bahwa ada hamba Allah yang ucapannya tak ditolak Allah dan Dia memenuhi sumpah mereka. Tentunya, Nabi Sulaiman juga berada di antara hamba Allah yang dekat ini. Karenanya, ucapan dan pernyataannya berdasarkan ini saja. Namun, Allah berkehendak mengajarkan pelajaran sehingga Dia tak memakbulkan ucapan dan sumpah Nabi Sulaiman.

Inilah mukjizat Nabi Sulaiman, peristiwa yang terjadi di zamannya. Ia bisa tidur dengan tujuh puluh (atau sembilan puluh atau seratus) wanita dan mengerjakan ibadah normal dalam satu malam. Tak mungkin bagi manusia biasa membayangkannya, bahkan dalam hal waktu yang tersedia. Narasi ini juga membuktikan bahwa Nabi Sulaiman memiliki kekuatan kejantanan yang luar biasa, karena seorang manusia biasa, tak dapat diharapkan melakukan hubungan seksual bahkan untuk tiga atau empat kali. Sesungguhnya, Allah mengenugerahkan kepada para nabi-Nya, alaihissalam, kekuatan yang sama dengan kekuatan penghuni surga laki-laki, yang akan memiliki tujuh puluh kali kekuatan manusia bumi yang terkuat.
Ketika berbicara tentang hal-ha dimana terkait dengan hubungan yang sangat intim, seseorang hendaknya hanya menyinggungnya atau mengucapkannya secara kiasan, dan menghindari rujukan langsung dan persis. Nabi Sulaiman tak mengatakan bahwa ia akan melakukan hubungan intim malam itu dengan wanita yang lebih baik, melainkan ia mengatakan bahwa ia akan tidur dengan tujuh puluh wanita malam itu. Ia tak menggunakan kata-kata yang vulgar, dan itulah cara yang dianjurkan dan sesuai. Namun, jika poin agama hendak dijelaskan, maka diperbolehkan menggunakan kata-kata yang persis.
Juga, adalah mustahab untuk meniatkan pada saat seseorang melakukan hubungan intim dengan istrinya, bahwa semoga Allah memberi mereka anak-anak yang shalih.
Hadits ini, mengungkapkan pula kepada kita bahwa para malaikat, juga mengingatkan para nabi tentang apa yang hendaknya mereka lakukan. Sama seperti iblis membuat seseorang melupakan banyak hal, para malaikat mengingatkan banyak hal yang terlupakan. Nabi Sulaiman lupa mengatakan "In sya' Allah" (jika Allah mengizinkan) dan malaikat mengingatkannya agar mengatakannya. Akan berbeda halnya jika ia lupa mengatakannya meskipun ada pengingat itu.
Orang yang beriman hendaknya selalu siap melaksanakan jihad seperti yang dipersiapkan Nabi Sulaiman. Ia juga ingin memiliki lebih banyak prajurit dan berencana memiliki lebih banyak putra untuk tujuan itu. Persiapan jihad dapat dilakukan dengan cara apapun.

Nabi Sulaiman lupa melibatkan kebijakannya dan pemenuhan lebijakan itu, tunduk pada kehendak Allah, atau iblis membuatnya lupa. Meskipun malaikat mengingatkannya, ia lupa mengucapkan "In sya' Allah". Hasilnya, meskipun ia melakukan hubungan intim dengan istri dan hamba-sahayanya, tak ada dari mereka yang mengandung kecuali seorang yang melahirkan bayi yang tak sempurna. Allah menampilkan kekuatan dan kemampuan sempurna-Nya baik dengan menciptakan manusia normal dan, terkadang, manusia abnormal atau tak lengkap. Kelahiran anak yang tak normal, merupakan pertanda kekuatan dan kemampuan Allah, namun mungkin juga itu merupakan akibat dari perbuatan keliru yang dilakukan orangtuanya. Kasus Nabi Sulaiman di atas adalah contohnya. Jadi, jika anak yang tak normal dilahirkan oleh siapapun, daripada mengeluh, hendaknya mereka memperbaiki kesalahan-diri.
Setiap kebijakan dan rencana, tergantung pada kehendak Allah dan takdir yang telah ditentukan, dan perlu bagi manusia mempersiapkan sarana dan lembaganya, lalu kemudian menyerahkan hasilnya kepada kehendak Allah; ia hendaknya berkata, "In sya' Allah". Ia tak boleh hanya bergantung pada kemampuan dan kekuatannya, atau mengabaikan kehendak Allah. Kadang terjadi bahwa Allah menyebabkan hamba-hamba-Nya, yang dekat dengan-Nya, bertindak tak sesuai cara yang diridhai, dan ada banyak hikmah di dalamnya, salah satunya adalah bahwa umat diajarkan dengan cara ini.
Karenanya, Allah mengingatkan bahwa tiada yang dapat dilakukan tanpa kehendak-Nya. Tentu saja, kita tak dapat mengatakan bahwa Nabi Sulaiman telah berpaling-jauh dari Allah dan mengandalkan usahanya sendiri. Ia tentu berpikir bahwa Allah menentukan apa yang akan terjadi dan apa yang tidak. Hanya saja, ia lupa mengucapkan "In sya' Allah". Rasulullah (ﷺ) mengatakan bahwa jika ia mengucapkan "In sya' Allah", sumpahnya akan terpenuhi dan ia takkan kecewa.

Al-Qur'an juga mengajarkan kepada kita agar mengucapkan "In sya' Allah" sebelum membentuk niat melakukan sesuatu dimasa depan, menjadikannya tunduk pada kehendak Allah. Allah menunjukkan kepada kita etika yang benar ketika memutuskan hendak melakukan sesuatu di masa depan; yang harus selalu merujuk pada kehendak Allah, Yang mengetahui yang gaib, Yang mengetahui apa yang telah terjadi dan apa yang belum, dan apa yang tak terjadi, serta bagaimana jadinya jika itu terjadi. Husyaim meriwayatkan dari Al-A'mash dari Mujahid bahwa ada seseorang yang bersumpah, Ibnu 'Abbas mengatakan "Ia boleh mengucapkan' In sya' Allah' bahkan jika itu sudah setahun kemudian." Arti dari pandangan Ibnu 'Abbas, bahwa seseorang dapat mengucapkan "In sya' Allah", bahkan jika itu setahun kemudian, adalah bahwa jika ia lupa mengucapkannya saat ia mengucapkan sumpah atau ketika ia berbicara, dan ia mengingatnya nanti, bahkan setahun kemudian, adalah Sunnah bahwa ia harus mengatakannya, sehingga ia akan tetap mengikuti Sunnah dengan mengatakan "In sya' Allah", bahkanpun jika sumpahnya itu telah terpenuhi atau dibatalkan. Ini juga merupakan pandangan Ibnu Jarir, namun ia menyatakan bahwa ucapan ini bukanlah untuk melanggar sumpah atau berarti bahwa seseorang tak lagi berkewajiban menebus atau melaksanakan sumpahnya. Menurut Ibnu Katsir, apa yang dikatakan Ibn Jarir benar, dan lebih tepat untuk memahami kata-kata Ibnu Abbas dengan cara ini. Wallahu a'lam.
Oleh karenanya, sangat penting mengucapkan "In sya' Allah" dan setiap Muslim hendaknya mematuhinya. Kita tak diharuskan menganggap kata-kata ini sebagai kebiasaan, namun hendaknya mengulanginya dengan implikasi penuh dalam pikiran kita. Qalbu juga hendaknya berpaling ke arah Pelaku Sejati dengan lidah, dan Dialah Allah."

Lalu sang semut berkata, "Wahai saudara-saudariku, manusia umumnya memperhatikan cara dan langkah-langkah yang tersedia baginya. Seringkali, pada kekuatan inilah, ia membuat pernyataan yang terlalu tinggi, namun ia tak menyadari fakta bahwa cara-cara ini hanya akan membangun benteng-benteng pasir, jika Kehendak Ilahi tak sesuai dengannya. Para nabi, alaihimassalam, tahu akan hal ini. Mereka menganggap bahwa segala perbuatan dan keunggulan mereka sebagai anugerah Ilahi, dan menganggap bahwa segala tindakan dan kebijakan mereka, bergantung pada Kehendak Ilahi. Dien juga mengajarkan kita agar menganggap bahwa tindakan kita tergantung pada kehendak Allah dan mengekspresikan keyakinan ini melalui pernyataan singkat, "In sya' Allah" (jika Allah mengizinkan). Hanya tiga kata, namun lengkap dalam makna. Tanpa pertolongan Allah, segala sarana dan prasarana kita tak ada artinya, bagai 'debu beterbangan'!
Jika ada yang bersumpah tentang sesuatu di masa depan dan mengatakan "In sya' Allah", maka ia takkan melakukan sumpah palsu seperti yang dibuktikan dari perkataan Rasulullah (ﷺ). Apapun niat yang kita bentuk dan tekad yang kita buat untuk melakukan sesuatu di masa depan, kita hendaknya memenuhi syarat niat kita dan pernyataan kita dengan "In sya' Allah". Ini karena niat dan tekad manusia takkan nyata bila berhadapan dengan Kekuatan Sempurna Allah. Wallahu a'lam."
وَلا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًا
"Dan jangan sekali-kali engkau mengatakan terhadap sesuatu, “Aku pasti melakukannya besok,”" - [QS.18:23]
إِلا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ وَاذْكُرْ رَبَّكَ إِذَا نَسِيتَ وَقُلْ عَسَى أَنْ يَهْدِيَنِ رَبِّي لأقْرَبَ مِنْ هَذَا رَشَدًا
"kecuali (dengan mengatakan), 'In sya' Allah.' Dan ingatlah kepada Rabb-mu apabila engkau lupa dan katakanlah, 'Mudah-mudahan Rabb-ku akan memberiku petunjuk kepadaku agar aku yang lebih dekat (kebenarannya) daripada ini'." - [QS.18:24]
Rujukan :
- Maulana Muhammad Zakaria Iqbal, Stories from the Hadith, Darul Isha'at.
- Syaikh Safiurrahman Al-Mubarakpuri, Tafsir Ibn Kathir (Abridged) Volume VI, Darussalam.

Senin, 18 Februari 2019

Kekuasaan Manusia

Sang geluh melanjutkan, "Pemerintah didirikan untuk mengatur manusia, sehingga yang kuat tak menindas yang lemah. Dan bila pemerintah itu sendiri yang menindas rakyatnya, maka pemerintah itulah sebuah tirani. Ada atsar yang menyebutkan,"Raja adalah bayang-bayang Allah di muka bumi." Amirul Mukminin, Utsman bin Affan, radhiyallahu 'anhu, berkata, "Sesungguhnya, Allah akan mencabut suatu kekuasaan, tak sebagaimana Dia mencabut al-Qur’an." Meskipun Dien berhubungan erat dengan spiritualisme, tetap saja, kita menemukan bahwa Kekuasaan duniawi (Khilafah) adalah dukungan besar dan sekutu bagi Dien. Dien adalah jaminan bagi keduniawian serta sarana bagi perbaikan duniawi, sedangkan Kekuasaan duniawi, adalah sarana untuk memperoleh sistem tatakelola yang adil. Allah telah menyebutkan dalam berbagai ayat Al-Quran, tentang siapa yang akan dianugerahkan kerajaan dan kedaulatan, yang menunjukkan bahwa seseorang hendaknya mengingat sepenuhnya bahwa kerajaan dan kedaulatan atas sebuah negeri, penganugerahan dan pencabutannya adalah semata-mata dalam Genggaman Allah. Karenanya, sejarah Kekaisaran Agung dan para tiran terbesar di dunia, merupakan bukti yang memadai.
Allah telah membuat hukum yang pasti bagi penganugerahan dan pencabutan kekuasaan, yang dapat disebut Sunnatullah, bahwa, "Bangsa-bangsa dianugerahkan kekuasaan dan pemerintahan dalam dua cara yaitu, pertama, sebagai warisan Ilahi, dan yang kedua, melalui cara duniawi." Menurut cara pertama, kekuasaan diberikan oleh Allah, saat keyakinan dan amal-perbuatan sesuai dengan kehendak Allah. Dengan kata lain, iman kepada Allah itu, benar dan kokoh, dan dalam perbuatan mereka, individu dan seluruh masyarakatnya, shalih, sebagaimana yang digambarkan sebagai 'Shalihin' dalam Al-Qur'an.

Jika bangsa itu para Shalihin, maka mereka pantas diberi gelar Allah sebagai "Khilafah Ilahiyyah" yakni, di dunia ini mereka adalah khalifah Allah dan penerus sejati para nabi (alaihissalam). Dan janji Allah adalah orang-orang yang dalam iman dan perbuatannya mewarisi para nabi (alaihissalam), juga akan menjadi pewaris Bumi ini, serta Akhirat. Allah Ta'ala berfirman,
وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِنْ بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الأرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ
"Dan sungguh, telah Kami tulis di dalam Zabur setelah (tertulis) di dalam Adz-Dzikr (Lauh Mahfuzh), bahwa bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang shalih." - [QS.21:105]
Ridha Allah bersama hamba-hamba-Nya yang shalih, dan jika keshalihan ini tak ditemukan dalam bangsa manapun, maka terlepas dari mereka yang mengaku sebagai orang yang terikat pada Islam, mereka tak bisa menjadi penerima warisan, dan mereka takkan dapat memproklamirkan diri sebagai 'Khilafah Ilahiyyah.' Dan bagi orang-orang seperti itu, takkan memperoleh janji Allah. Jika seorang Muslim berusaha membawa perubahan menjadi lebih baik dalam kehidupannya dan menganut jalan orang-orang shalih, maka Allah memberi mereka kabar baik yang sama seperti yang dijanjikan-Nya.

Ketika Allah berkehendak menunjuk seseorang sebagai utusannya dan memberikannya kualitas-kualitas indah yang istimewa, Dia menyebabkan kemampuan alaminya, bersinar sejak dini. Adalah Sunnatullah bahwa orang yang telah mencapai tahap puncak kehormatannya, jika ia kemudian mengakui nikmat Allah kepadanya dan bersyukur kepada-Nya, Allah akan menambahkan karunia-Nya. Seluruh kehidupan Nabi Dawud, alaihissalam, adalah bukti dan saksi hidupnya.
Dari Wahb bin Munabbih, Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Nabi Dawud, bertubuh pendek, dengan mata biru, rambut sedikit, dan qalbu yang bersih serta orang yang shalih. Ketika Bani Israil menyerahkan kekuasaan kepada Thalut, Allah mengilhami Nabi Syamuel, "Katakan kepada Thalut, suruh ia berpertempur dengan orang Midian dan tak ada yang boleh dibiarkan hidup, bunuh mereka semua, dan Aku akan memberinya kemenangan." Maka, Thalut pun pergi bersama pasukannya ke Midian dan membunuh mereka di sana, kecuali rajanya, ia tangkap; ia juga merampas ternak mereka. Allah mengilhami Syamuel, "Tidakkah kamu bertanya pada Thalut? Aku memberikan perintah-Ku dan ia melanggarnya: ia menawan raja mereka dan mengambil ternak mereka. Temuilah ia, dan katakan padanya bahwa sesungguhnya, Aku akan mencabut kekuasaan-Ku darinya, dan tak mengembalikannya sampai Hari Kiamat. Karena Aku hanya memberi kehormatan kepada kepada ia yang menaati-Ku, dan Aku akan menghinakan, ia yang mendustakan perintah-Ku."

Syamuel menemui Thalut dan berkata kepadanya, "Apa yang telah engkau lakukan? Mengapa engkau menawan raja mereka? Dan mengapa engkau mengambil ternak mereka?" Thalut menjawab, "Aku menggiring ternak-ternak itu hanya untuk mengorbankan mereka." Syamuel berkata kepadanya, "Allah telah mencabut kekuasaanmu, dan takkan kembali sampai Hari Kiamat."
Kemudian Allah mengilhami Syamuel, "Pergilah ke Ibya, dan perintahkan ia memperlihatkan putra-putranya di hadapanmu. Urapilah anak yang Aku perintahkan, dengan minyak suci agar menjadi raja atas Bani Israil." Dari sana, Syamuel melanjutkan perjalanan sampai ia bertemu Ibsya dan berkata, "Tunjukkan anakmu dihadapanku." Ibsya memanggil putra tertuanya, lelaki tegap dan tampan. Ketika Syamuel memandangnya, ia terkesan padanya dan berkata, "Segala puji bagi Allah! Sesungguhnya Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya." Namun Allah mengilhaminya, berfirman, "Matamu melihat apa yang tampak, namun Aku melihat apa yang ada di dalam qalbu. Bukan yang ini." Maka Syamuel berkata, "Bukan yang ini. Hadapkan yang lain padaku." Maka iapun melewati enam orang anak, dan terhadap mereka semua, ia berkata, "Bukan yang ini. Bawakan aku yang lain." Akhirnya ia berkata, “Adakah putramu yang lain selain yang ini?” Ibsya menjawab, “Ya, aku punya seorang anak lelaki berambut merah yang menggembalakan kawanan domba.” Syamuel berkata, "Panggillah!" Ketika Dawud, seorang pemuda berambut merah, datang, Syamuel mengurapinya dengan minyak suci dan berkata kepada ayahnya, Ibsya, "Sembunyikan pemuda ini, karena jika Thalut melihatnya, ia akan membunuhnya."

Jalut dan rakyatnya menuju Bani Israil dan mendirikan kemah, sementara Thalut melakukan perjalanan dengan Bani Israil dan juga membuat kemah. Mereka bersiap perang, dan Jalut mengirim pesan kepada Thalut, "Mengapa kaumku dan kaummu harus terbunuh? Hadapilah aku dalam satu pertarungan, atau kirim seseorang kepadaku, siapapun yang engkau inginkan. Jika aku membunuhmu, kekuasaan akan menjadi milikku, sementara jika engkau membunuhku, kekuasaan akan menjadi milikmu." Thalut mengutus seorang pemanggil di antara pasukannya, yang meneriakkan, "Siapa yang mau berduel dengan Jalut?"
Al-Suddi mengatakan bahwa ketika mereka menghadapi pasukan Jalut, pada hari itu, ayah Dawud, bersama dengan tiga belas putranya, berada di antara mereka yang menyeberang. Dawud adalah putra bungsu. Pernah, ia menemui ayahnya dan berkata, "Wahai ayahku! Apapun yang kulemparkan dengan ketapelku, akan roboh." Ayahnya berkata, "Bersukacitalah wahai anakku. Allah telah menempatkan rezekimu pada ketapelmu itu." Di waktu lain, ia kembali lagi menemui ayahnya dan berkata, "Wahai ayahku! Aku pergi di antara bukit-bukit dan menemukan seekor singa sedang berdekam. Aku menunggaginya, memegang kedua telinganya, dan singa itu tak menghempaskanku." Ayahnya menjawab, "Bersukacitalah wahai putraku! Itulah kebajikan yang Allah berikan kepadamu." Lalu, suatu waktu, ia datang kembali menemui ayahnya dan berkata, "Wahai ayahku! Sesungguhnya aku berjalan di atas bukit, memuliakan Allah, dan tiada bukit yang yang tak memuliakan Allah bersamaku." Maka ayahnya berkata, "Bersukacitalah wahai anakku! Itulah kebajikan yang diberikan Allah kepadamu."
Dawud seorang gembala, dan pada hari itu, ayahnya menugaskannya untuk membawa makanan kepadanya dan saudara-saudaranya. Nabi Syamuel membawa tanduk yang berisi minyak dan Tannur dari besi. Ia mengutus mereka kepada Thalut seraya berkata, "Sesungguhnya, pasukanmu yang membunuh Jalut akan mengenakan tanduk ini di kepalanya, dan akan mendidih sampai ia diurapi olehnya. Namun minyak itu takkan mengalir ke wajahnya, hanya akan tetap di kepalanya dalam bentuk mahkota. Ia juga akan mengenakan Tannur ini dan sesuai dengan bentuk tubuhnya."

Thalut memanggil para Bani Israel dan mencobakan tanduk itu pada mereka, tetapi tak ada yang sesuai dengan yang disampaikan Syamuel. Saat semuanya telah mencoba, Thalut berkata kepada ayah Dawud, “Adakah putramu yang lain, yang belum menyerahkan dirinya kepada kami?” Ia menjawab, “Ya, masih ada anakku Dawud, yang membawakan kami makanan.” Ketika Dawud dalam perjalanan menemui ayahnya, ia melewati tiga batu di jalan, dan mereka berbicara kepadanya, "Bawalah kami, wahai Dawud, dan engkau 'kan membunuh Jalut bersama kami!"
Dawud mengambilnya dan meletakkannya di tas perbekalannya. Thalut berkata, "Aku akan menikahkan putriku dengan siapapun yang membunuh Jalut, dan aku juga akan mengesahkannya dengan kekuasaanku." Saat Dawud tiba, mereka menempatkan tanduk itu di atas kepalanya, dan tanduk itu mendidih sampai ia diurapi olehnya. Dawud lalu mengenakan penutup dada, dan sesuai dengannya, meskipun ia seorang yang pucat dan sakit-sakitan. Siapapun yang mengenakannya, akan longgar, namun ketika Davwud meletakkannya sebagai penutup dadanya, sangat kencang sehingga retak.

Lalu, Dawud keluar menghadapi Jalut. Jalut adalah seorang lelaki kekar dan kuat, namun, ketika ia memandang Dawud, rasa-gentar merasuk ke dalam qalbunya. Maka ia berkata kepada Dawud, "Wahai bocah! Kembalilah! Aku kasihan padamu, jangan sampai aku membunuhmu." Namun Dawud berkata, "Tidak, sebaliknya. Aku ingin membunuhmu." Dawud mengambil bebatuan itu dan meletakkan di ketapelnya. Setiap kali ia mengambil sebutir, ia memberinya nama. Ia berkata, "Yang ini kunamakan untuk ayahku Ibrahim, yang kedua untuk ayahku Ishaq, dan yang ketiga untuk ayahku Israil." Lalu ia memutar-mutar ketapelnya, dan ketiga bebatuan itu menyatu. Dawud melontarkannya, dan batu itu menabrak Jalut di antara kedua matanya, menghunjam kepalanya. Bebatuan itu membunuhnya dan terus membunuh setiap orang yang berada dibelakangnya, terus menembus hingga tiada lagi yang menghalangi. Kemudian Bani Israil mengusir sisa-sisa pasukan Jalut.
Ketika Dawud membunuh Jalut dan pasukannya dikalahkan, orang-orang berkata, "Dawud telah membunuh Jalut dan telah menggulingkan Thalut," dan mereka lebih cenderung kepada Dawud daripada Thalut, sampai tak terdengar lagi pembicaraan tentang Thalut.

Ketika Bani Israil berkumpul di sekitar Dawud, Allah mewahyukan Zabur kepadanya. Allah mewahyukan Zabur kepada Dawud yang merupakan antologi kata-kata dimana Allah dipuji dan dimuliakan, dan dimana manusia mengakui kerendahan-diri dan penghambaannya kepada Allah. Dalam ayat-ayat Zabur ini, ada juga nasihat dan hikmah yang berharga. Namun seperti yang mereka lakukan terhadap Taurat dan Injil, Bani Israil juga mengubah kata-kata Zabur, secara sadar.
Dawud sering menyelesaikan pembacaan penuh Zabur dalam waktu yang singkat, ia memulainya ke saat awal mengikatkan pelana ke kudanya dan menyelesaikan pembacaannya begitu ia selesai mengikat pelana itu. Ia juga memiliki kemampuan untuk mengucapkan kata-kata begitu cepat, sehingga jika orang lain membutuhkan berjam-jam untuk membaca dan mengucapkannya, ia dapat melakukannya dalam waktu yang lebih cepat dibanding orang biasa.
Pada kenyataannya, Allah telah memberikan kehormatan dan peringkat istimewa bagi semua Nabi dan memberikan banyak bantuan pada semua Nabi dan Rasul-Nya. Namun dalam pemberian kualitas khusus ini, Dia telah membuat berbagai peringkat bagi mereka, satu di atas yang lain. Inilah peringkat dimana ada yang lebih unggul dari yang lain. Allah juga mengajari Dawud cara membuat baju besi, melunakkan besi itu untuknya. Qatadah berkata, “Dawud adalah orang pertama yang membuat baju perang dari besi yang sebelumnya hanya dari logam yang tipis.” Ibnu Syandzab berkata, “Saat itu, Dawud setiap harinya membuat baju perang yang ia jual dengan harga enam ribu dirham.” Diriwayatkan oleh Al-Miqdam, bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,
ما أكل أحد طعاما قط خيرا من أن يأكل من عمل يده, وإن نبي الله داود عليه السلام كان يأكل من عمل يده
"Tiada yang memakan makanan yang lebih baik daripada yang diperoleh dari hasil kerja tangannya sendiri. Nabiyullah Dawud, selalu makan dari hasil kerja kasarnya." - [Shahih Al-Bukhari]
Allah juga memerintahkan gunung-gunung dan burung-burung agar menyanyikan puji-pujian bersamanya ketika ia bernyanyi. Allah berfirman,
وَلَقَدْ آتَيْنَا دَاوُدَ مِنَّا فَضْلا يَا جِبَالُ أَوِّبِي مَعَهُ وَالطَّيْرَ وَأَلَنَّا لَهُ الْحَدِيدَ
"Dan sungguh, telah Kami berikan kepada Dawud karunia dari Kami. (Kami berfirman), “Wahai gunung-gunung dan burung-burung! Bertasbihlah berulang-ulang bersama Dawud,” dan Kami telah melunakkan besi untuknya." - [QS.34:10]
أَنِ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
"(yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." - [QS.34:11]
Allah tak memberikan kepada ciptaan-Nya suara sebagus suara yang diberikan kepada Dawud. Saat Dawud membaca Zabur, binatang buas akan menatapnya dengan gembira, sampai mereka berbaris, mendengarkan dengan penuh perhatian saat mendengarkan suaranya. Para jin menciptakan seruling, kecapi, dan simbal dengan menggunakan suaranya sebagai model. Dawud sangat rajin, tanpa henti beribadah, dan banyak menangis. Allah berfirman,
إِنَّا سَخَّرْنَا الْجِبَالَ مَعَهُ يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ وَالإشْرَاقِ
"Sungguh, Kamilah yang menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersamanya (Dawud) pada waktu petang dan pagi." - [QS.38:18]
وَالطَّيْرَ مَحْشُورَةً كُلٌّ لَهُ أَوَّابٌ
"dan (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul. Masing-masing sangat taat (kepada Allah)." - [QS.38:19]
Nabi Dawud dan putranya, Nabi Sulaiman, alahimussalam, diberikan dari sisi Allah satu lagi karunia istimewa, keduanya diberi ilmu tentang ucapan burung.
Tasbih para binatang, burung-burung dan gunung-gunung, tak terdengar dan diucapkan dengan cara mereka sedniri, bahwa segala sesuatu di alam semesta ini dan bentuk-bentuknya, serta setiap atom di dalamnya, bersaksi tentang keberadaan Sang Pencipta. Allah berfirman,
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالأرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا
"Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya, bertasbih kepada Allah. Dan tiada sesuatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun." - [QS.17:44]
Dalam hal ini, dua hal menjadi jelas, pertama, segala sesuatu di Alam Semesta ini, bertasbih kepada Allah dan, kedua, manusia dan Jin, tak dapat memahami Tasbih mereka. Ini berarti bahwa sebenarnya, bagian-bagian Semesta sibuk menyanyikan puji-pujian kepada Allah. Tapi Tasbih ini tak terasakan oleh manusia. Namun terkadang Tasbih semacam itu, dijadikan terlihat dan terdengar oleh para nabi (alaihissalam) sebagai tanda mukjizat bagi mereka. Inilah salah satu keistimewaan Nabi Dawud, alaihissalam.
Qatadah mengatakan bahwa Dawud diberikan kekuatan dalam ibadah dan pemahaman dalam berserah-diri (Islam). Ada atsar Abdullah bin Abbas, radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi Dawud, demi pembagian pekerjaan, membaginya menjadi empat hari, satu hari hanya untuk Ibadah, satu hari untuk menghakimi kasus-kasus dalam perselisihan, satu hari untuk dirinya sendiri dan satu hari untuk berdakwah dan memberi bimbingan bagi Bani Israil. Nabi Dawud akan begadang di malam hari dan berpuasa separuh waktu, empat ribu orang menjaganya setiap siang dan malam. Diriwayatkan dari 'Amr bin Aus bahwa ia mendengar Abdullah bin Amr bin Al-'As berkata, "Rasulullah (ﷺ) bersabda,
أَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ صِيَامُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ كَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا وَأَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى اللَّهِ صَلاَةُ دَاوُدَ كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ‏
'Puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Nabi Dawud. Ia sering berpuasa di satu hari dan tak berpuasa pada hari berikutnya. Dan shalat yang paling dicintai Allah, adalah shalat Nabi Dawud. Ia sering tidur setengah malam, menghabiskan sepertiga malam dalam shalat dan tidur seperenamnya.'"- [Sunan an-Nasa'i; Shahih]
Namun, di antara hari-hari itu, yang paling penting diberikan pada hari yang disisihkan hanya untuk beribadah kepada Allah. Pada kenyataannya, tak ada hari-hari dalam kehidupnya yang benar-benar tanpa Ibadah, namun ada satu hari, secara khusus ditetapkan untuk beribadah. Pada hari itu, tak ada pekerjaan lain yang disentuh. Nabi Dawud biasa menutup pintu di sekelilingnya ketika ia memuliakan Allah dan mensucikan nama-Nya, sehingga tak ada gangguan. Dengan kata lain, hanya ada satu hari dimana akan sangat sulit menghubunginya, karena ia benar-benar terpisah dari Bani Israil, ketika pada hari-hari lain selalu ada kesempatan untuk bertemu dengannya dalam kasus-kasus keadaan yang tak terduga.
Meskipun menyediakan hari khusus untuk Ibadah, dengan sendirinya itu merupakan suatu tindakan terpuji, sedemikian rupa sehingga seseorang tak memiliki kontak sama sekali dengan manusia lain, namun itukah sesuatu yang akan bertentangan dengan tujuan dan objek menjadi "seorang nabi" atau menjadi "seorang Khalifah di bumi." Selain itu, Allah tak menciptakan Dawud untuk menjadi pertapa yang dikucilkan, namun sebaliknya, menjadikannya seorang nabi dan menganugerahkannya kekhalifahan dan mengutusnya menjadi pemimpin dan pembimbing bagi umat-Nya. Tujuannya sebagai pembawa petunjuk bagi umatnya dan sebagai pelayan ibadah.
Karenanya, Allah berkehendak mengujinya dengan mengutus dua malaikat, dalam rupa manusia, yang meminta izin masuk ke mihrabnya. Namun mereka menemukan bahwa hari itu adalah waktu ibadahnya, dan para penjaga mencegah mereka masuk. Maka keduanya memanjat dinding mihrabnya agar dapat menemuinya. Ia tak mengetahui kedatangan mereka ketika ia sedang shalat, namun tiba-tiba mereka berdua duduk di hadapannya. Allah berfirman,
وَشَدَدْنَا مُلْكَهُ وَآتَيْنَاهُ الْحِكْمَةَ وَفَصْلَ الْخِطَابِ
"Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan hikmah kepadanya serta kebijaksanaan dalam memutuskan perkara." - [QS.38:20]
وَهَلْ أَتَاكَ نَبَأُ الْخَصْمِ إِذْ تَسَوَّرُوا الْمِحْرَابَ
"Dan apakah telah sampai kepadamu berita orang-orang yang berselisih ketika mereka memanjat dinding mihrab?" - [QS.38:21]
إِذْ دَخَلُوا عَلَى دَاوُدَ فَفَزِعَ مِنْهُمْ قَالُوا لا تَخَفْ خَصْمَانِ بَغَى بَعْضُنَا عَلَى بَعْضٍ فَاحْكُمْ بَيْنَنَا بِالْحَقِّ وَلا تُشْطِطْ وَاهْدِنَا إِلَى سَوَاءِ الصِّرَاطِ
"ketika mereka masuk menemui Dawud lalu ia terkejut karena (kedatangan) mereka. Mereka berkata, 'Janganlah takut! (Kami) berdua sedang berselisih, sebagian dari kami berbuat zhalim kepada yang lain; maka berilah keputusan di antara kami secara adil dan janganlah menyimpang dari kebenaran serta tunjukilah kami ke jalan yang lurus'." - [QS.38:22]
إِنَّ هَذَا أَخِي لَهُ تِسْعٌ وَتِسْعُونَ نَعْجَةً وَلِيَ نَعْجَةٌ وَاحِدَةٌ فَقَالَ أَكْفِلْنِيهَا وَعَزَّنِي فِي الْخِطَابِ
"Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja, lalu dia berkata, 'Serahkanlah (kambingmu) itu kepadaku! Dan ia mengalahkan aku dalam perdebatan'.” - [QS.38:23]
قَالَ لَقَدْ ظَلَمَكَ بِسُؤَالِ نَعْجَتِكَ إِلَى نِعَاجِهِ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَا هُمْ وَظَنَّ دَاوُدُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ
"Ia (Dawud) berkata, “Sungguh, ia telah berbuat zhalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk (ditambahkan) kepada kambingnya. Memang banyak di antara orang-orang yang bersekutu itu berbuat zhalim kepada yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan; dan hanya sedikitlah mereka yang begitu.” Dan Dawud menduga bahwa Kami mengujinya; maka ia memohon ampunan kepada Rabb-nya lalu menyungkur sujud dan bertobat." - [QS.38:24]
فَغَفَرْنَا لَهُ ذَلِكَ وَإِنَّ لَهُ عِنْدَنَا لَزُلْفَى وَحُسْنَ مَآبٍ
"Lalu Kami mengampuni (kesalahannya) itu. Dan sungguh, dia mempunyai kedudukan yang benar-benar dekat di sisi Kami dan tempat kembali yang baik." - [QS.38:25]
Pada tahap ini, Al-Qur'an mengabaikan penilaian keputusan, karena tampak logis bagi siapapun yang memiliki kemampuan berpikir, bahwa keputusan Dawud itu benar, dan hanya menekankan dan menyoroti bagian kisah yang berhubungan dengan petunjuk, yaitu berbuat zhalim terhadap orang lain dengan paksa karena punya kekuasaan. Namun, setelah memberikan keputusan, Dawud segera sadar bahwa Allah telah mengujinya. Ia segera paham dan bertobat dengan tulus, bersujud kepada Allah dan memohon ampunan. Allah menerima permohonannya dan memberinya nasihat ini,
يَا دَاوُدُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الأرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ
"(Allah berfirman), 'Wahai Dawud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa-nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan Hari Perhitungan'.” - [QS.38:26]
Lalu, sang geluh berkata, "Wahai saudara-saudariku, tak ada keraguan sama sekali bahwa menyembah, memuliakan dan memuja Allah, adalah tujuan utama dalam kehidupan setiap Muslim. Namun, bagi mereka yang telah Allah pilih untuk membimbing umat manusia atau untuk melayani umat manusia, lebih baik untuk tetap sibuk dengan memberikan tugas yang telah mereka pilih, daripada sibuk dengan mengasingkan diri menjauh dari umat manusia, menghabiskan seluruh hidup mereka dalam ibadah, atau sibuk menghabiskan waktu mempertahankan kekuasaan mereka, kemudian pada akhirnya meninggalkan tugas mereka itu. Wallahu a'lam."
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
"Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh, akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh, Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridhai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu apapun. Tetapi barangsiapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik." - [QS.24:55]
Rujukan :
- The History of al-Tabari, The Children of Israel, Volume III, Translated by William M. Brinner, SUNY Press.
- Maulana Hifzur Rahman Soeharwy, Qasasul Ambiyaa, Idara Impex

Jumat, 15 Februari 2019

Tongkat Nabi Sulaiman

Aku seekor semut pemakan-kayu. Ada yang menyebutku anai-anai. Orang banyak menyebut bangsa kami semut putih, untuk membedakan kami dari semut biasa. Namun pada kenyataannya, kami bukanlah semut putih. Kami sepakat saja karena banyak orang tahu kami seperti itu. Kami berperingkat sedikit lebih tinggi dari semut biasa. Aku disebut anai-anai. Kami berwarna pucat dan cara hidup kami agak aneh. Kadang-kadang kami menggali tanah dan membangun rumah yang dapat menampung enam ratus ribu anai-anai. Meskipun kami hidup di bawah tanah, kami punya sebuah sistem udara dan kadang-kadang kami membangun terowongan paralel di bawah tanah. Setiap terowongan terletak langsung di bawah yang lain.
Selain itu, kami memasang kerikil pasir dan debu dengan air liur kami sehingga menjadi seperti pembatas semen yang dibuat bangsa manusia karena sangat keras. Raja anai-anai hidupnya panjang, dan ratunya bertanggung jawab untuk bertelur. Selama rentang hidupnya, ratu menelurkan sekitar sepuluh juta telur dan kemudian telur-telur yang menetas ini menjadi tentara dan pekerja, baik jantan maupun betina. Para prajurit anai-anai lebih besar dalam ukuran dibandingkan anai-anai pekerja dan kepalanya besar dan padat.

Ketika kami, para anai-anai, menyerang kota semut lain, para prajurit berada dalam sebuah pasukan yang di depan mereka berdiri komandan. Komandan anai-anai berhidung panjang yang menyerupai paruh dan ketika semut biasa menyerang anai-anai berparuh ini, ia mengeluarkan cairan lengket yang menempel pada leher semut prajurit musuh bagai perekat. Dengan cara ini, kami melumpuhkan musuh dan menang. Kami memakan terutama pada kayu. Perut kami mengandung beberapa jenis bakteri yang membantu kami mencerna kayu dan membuatnya terasa lezat, seperti makanan berselera bangsa manusia.

Anai-anai berhijrah, khusus dimana kami keluar dalam jumlah yang sangat besar, sekali dalam seumur hidup. Kami terbang dalam kawanan besar jantan dan betina, mencari rumah baru. Sebagian besar dari kami menjadi mangsa unggas dan satwa, atau kami mati karena sebab lain. Kemudian jantan dan betina bertahan dalam kelompoknya dan mulai langsung menggali rumah baru setelah mereka menyingkirkan sayapnya karena tak diperlukan lagi. Setelah itu, mereka berkahwin di rumah bawah tanah mereka dan mulai membangun koloni baru. Dengan cara ini, hanya dibutuhkan dua dari kami untuk menghasilkan generasi baru.

Itulah kehidupan sosialku. Tapi, aku ingin memberitahukanmu tentang sesuatu! Saat kami hanyalah anai-anai kecil yang hidup di rumah-rumah kami, kami pernah mendengar banyak cerita yang berbeda tentang hubungan antara jin dan manusia. Terlepas dari ukuran kami yng kecil, kami sadar bahwa hubungan ini benar-benar senjata bagi para jin. Allah 'Azza wa-Jalla telah menaklukkan jin bagi Nabi Sulaiman, ʿalaihissalam, untuk melayaninya. Bangsa jin mampu menyelam jauh ke dalam laut, mereka dapat membangun apapun yang Nabi Sulaiman, 'alaihissalaam, inginkan, seperti istana dan rumah-rumah dalam beberapa hari, mereka bisa membuka jalan hanya dalam beberapa jam.

Penaklukan ini terjadi hanya di masa Nabi Sulaiman, 'alaihissalam, untuk melawan hukum lama yang telah memisahkan jin dari manusia. Penaklukan para jin inilah salah satu mukjizat Nabi Sulaiman, 'alaihissalam, yang Allah 'Azza wa-Jalla berikan kepadanya. Dan bangsa manusia menyaksikan banyak hal yang tak dapat dijelaskan secara ilmiah apa yang dapat dilakukan para jin, sedangkan manusia tak bisa. Oleh karena itu, iman manusia kepada Allah 'Azza wa-Jalla seharusnya bertambah. Selain itu, kesadaran mereka terhadap kekuatan tak terbatas Allah seharusnya juga bertambah.
Namun apa yang terjadi adalah bahwa khurafat dan angan-angan itu mulai menyebar. Orang-orang mulai percaya pada kemampuan bangsa jin tanpa menghubungkan keajaiban itu untuk Allah 'azza wa-jalla. Orang-orang bodoh itu semakin jauh berkata bahwa para jin mengetahui yang ghaib, semua yang tersembunyi. Bagi seekor anai-anai, aku tak tahu siapa yang menyebarkan selentingan konyol ini. Karena tak ada yang mengetahui tentang hal ghaib kecuali Allah 'azza wa-jalla, bukan bangsa jin, bukan bangsa manusia, bukan para nabi, bukan pun para malaikat.
Aku tahu pasti bahwa bangsa jin tak tahu hal ghaib. Kakek buyutku menjadi satu-satunya saksi dari pembuktian kasus bahwa jin tak tahu hal ghaib. Beri aku kesempatan menyampaikan padamu apa yang terjadi.

Ketika kakek buyutku terbang bersama ribuan bagsaku, ia tiba-tiba jatuh. Salah satu sayapnya terlepas saat ia terbang. Menurutmu, dimana kira-kira ia mendarat? Dalam mihrab Nabi Sulaiman, 'alaissalaam, tempat yang digunakan untuk menyembah Allah 'azza wa-jalla. Begitu ia jatuh, ia menyingkirkan sayap yang lain dan mulai menjelajahi tempat itu. Ia merasa sedikit pusing setelah jatuh, ia bahkan mulai merasa gamang ketika berjalan di sekitar mihrab itu.

Keagungan mihrab itu melampaui kemampuan berpikir yang dapat dipahami oleh seekor anai-anai sepertinya. Lantainya terbuat dari batu pualam yang tertutup permadani; dindingnya terbuat dari hablur murni, tak ada lelangit, dan kursi Nabi Sulaiman, 'alaihissalaam, terbuat dari emas. Nabi Sulaiman, 'alaihissalaam, sedang duduk di kursinya dan menopang dagunya dengan tongkat yang terpegang di tangannya. Tak ada yang berani menerobos masuk ke mihrab saat Nabi Sulaiman, 'alaihissalaam, sedang beribadah.
Kakek buyutku menyadari bahwa ia telah melakukan kesalahan besar karena ia satu-satunya makhluk yang telah berani memasuki mihrab Nabi Sulaiman, 'alaihissalam. Apa yang akan terjadi jika sang raja mengangkat kepalanya dan melihat kakek buyutku? Ia berkata kepada dirinya sendiri bahwa ia harus menyapa sang raja agar tak terkejut dengan kehadirannya. Ia berbisik, "Salam sejahtera atas Nabi Sulaiman, raja yang bijak. Tuanku, aku seekor anai-anai yang telah jatuh di sini tanpa sengaja. Aku mohon maaf padamu. Jika engkau menunjukkan pintu keluar, aku akan pergi." Nabi Sulaiman, tak menyahut.

Ia mengeraskan suaranya sedikit lebih tinggi, tetapi Nabi Sulaiman tetap diam. Ia lebih mendekat dengannya dan mengangkat kepalanya untuk melihat wajah Nabi Sulaiman yang takzim, tampan dan anggun. Matanya terbuka dan menatap ruang tanah di depannya. Sang raja tak berkedip. Kakek buyutku berkata pada dirinya sendiri bahwa Nabi Sulaiman mungkin sedang meresapi ibadahnya dan kakek buyutku pun berdiri terdiam. Waktu yang cukup panjang berlalu dan ia tak bergerak.

Ia lebih mendekat lagi pada Nabi Sulaiman dan berkata dengan suara lemah, "Tuanku Raja Sulaiman! Aku lapar. Sekarang inilah waktu makanku, namun tak ada sepotong kayupun di seluruh ruangan ini kecuali tongkat yang engkau jadikan topangan. Apa yang harus kulakukan?" Nabi Sulaiman, 'alaihissalaam, tak menjawab, jadinya kakek buyutku lebih dekat kepadanya dan memulai rayuan baru. Ia menjelaskan bahwa ia lapar dan hanya tongkat yang dijadikan sandaran oleh Nabi Sulaiman, satu-satunya makanannya. Disamping semua itu, kakek buyutku tetap diam.
Malam berlalu dan pagi pun tiba, namun Nabi Sulaiman masih tak beringsut. Kenyataan itu tiba-tiba menyadarkan kakek buyutku bahwa Nabi Sulaiman telah wafat. Bibirnya yang memutih; wajahnya yang memucat lesi, dan keheningan yang ada padanya; hal-hal itulah yang menyatakan padanya bahwa Nabi Sulaiman, 'alahissalaam, telah berpulang. Kakek buyutku berdoa panjang bagi jiwanya yang suci dan kemudian maju menuju tongkat itu. Itulah rezeki yang dilimpahkan oleh Allah 'azza wa-jalla.
Ia mulai memakan togkat itu. Aduhai! Tongkat itu terbuat dari kayu pohon cemara karob. "Tongkat ini mengingatkanku pada kehancuran yang akan menimpa rumah Nabi Sulaiman," pikir kakek buyutku sambil makan. "Wahai Nabi yang murah hati, damai dan sejahtera atas engkau, engkau yang pemurah, masihkah hidup atau telah tiada, jika engkau telah tiada, engkau bahkan memberiku tongkatmu sebagai makananku. Begitu mulianya hati engkau!" ia berkata pada diri sendiri. Ia mulai makan lagi. Butuh berhari-hari memakan seurai kayu itu. Tiba-tiba, tubuh Nabi Sulaiman, 'alaihissalam, limbung dan jatuh ke tanah. Kakek buyutku tak bermaksud melakukan itu. Begitu Nabi Sulaiman, 'alaihissalam, terjatuh ke tanah, kakek buyutku merasakan seluruh tubuhnya gemetar.
Para jin yang melewati mihrab, dan ketika mereka melihat tubuh Nabi Sulaiman, 'alahissalam, terbaring di muka bumi, mereka mulai menyebarkan warta. Menteri-menteri Nabi Sulaiman memasuki mihrab dan menemukannya telah berpulang. Para jin berhenti bekerja setelah mengetahui kematian Nabi Sulaiman, karena mereka sadar bahwa mereka sekarang terbebas dari penaklukan Nabi Sulaiman, 'alaihissalam. Butuh beberapa saat bagi orang banyak untuk mengetahui bahwa Nabi Sulaiman, 'alaihissalam, telah wafat sejak lama, dan atas semua ini, para jin masih bekerja tanpa menyadarinya. Kematian sang nabi yang mulia, hal yang ghaib, dan ternyata, para jin tak tak-menahu tentang hal yang ghaib. Buktinya sangat jelas.
Kakek buyutku, anai-anai kecil, menemukan apa yang ia temukan dan menghapuskan kebohongan para jin bahwa mereka mengetahui tentang yang ghaib. Kakek buyutku menjadi sarana pengungkap kebenaran ketika ia menjatuhkan tongkat itu. Meskipun mulutnya hampir tak terlihat, ia membiarkan tirai itu jatuh pada masa pemerintahan yang luas Nabi Sulaiman, 'alaihissalam. Itulah pemerintahan dimana baik makhluk terbesar maupun terkecil mengambil perannya. Anehnya, makhluk terkecil dan paling bersahaja adalah salah satu yang menjatuhkan tirai-tirai itu di atasnya.
Segala puji bagi Dia, Yang memberi dan mengambil, dan menganugerahkan pemerintahan dan mencabutnya kembali. Segala puji bagi Dia, Yang mentakdimkan dan Yang mentakhirkan segala sesuatu. Segala puji bagi Allah 'Azza wa-Jalla, Yang Maha Mendahulukan dan Yang Maha Mengakhirkan.
أَفَلَمْ يَرَوْا إِلَى مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ إِنْ نَشَأْ نَخْسِفْ بِهِمُ الأرْضَ أَوْ نُسْقِطْ عَلَيْهِمْ كِسَفًا مِنَ السَّمَاءِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِكُلِّ عَبْدٍ مُنِيبٍ
"Maka apakah mereka tak memperhatikan langit dan bumi yang ada di hadapan dan di belakang mereka? Jika Kami menghendaki, niscaya Kami benamkan mereka di bumi atau Kami jatuhkan kepada mereka kepingan-kepingan dari langit. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah) bagi setiap hamba yang kembali (kepada-Nya)." - [QS.34:9]
Rujukan :
- Ahmad Bahjat, Animals in The Glorious Qur'an, Islamic e-Books 

Selasa, 12 Februari 2019

Tigaratus

Burung nasar bertanya pada sang geluh, "Wahai saudaraku, aku mendengar bahwa pertempuran antara pasukan Thalut dan orang-orang Filistin, merupakan indikasi awal perang Badar. Sampaikan pada kami tentang Perang Badar!" Sang geluh berkata, "Thalut berangkat dengan tiga ratus sembilan belas orang, dalam perang Badar, sejumlah kecil umat Islam menghadapi pasukan yang jauh lebih besar dan mengalahkannya. Tentara Muslim berjumlah sekitar tigaratusan, kebanyakan dari kaum Ansar. Diriwayatkan Al-Bara, radhiyallahu 'anhu,
كُنَّا نَتَحَدَّثُ أَنَّ أَصْحَابَ بَدْرٍ ثَلاَثُمِائَةٍ وَبِضْعَةَ عَشَرَ، بِعِدَّةِ أَصْحَابِ طَالُوتَ الَّذِينَ جَاوَزُوا مَعَهُ النَّهَرَ، وَمَا جَاوَزَ مَعَهُ إِلاَّ مُؤْمِنٌ‏.
"Kami dulu mengatakan bahwa para pejuang Badar berjumlah sekitar tiga ratus sepuluh, sebanyak pasukan Thalut yang menyeberangi sungai bersamanya; dan tak ada yang menyeberangi sungai bersamanya kecuali orang beriman." - [Sahih al-Bukhari]
‘Abdullah ibn‘ Umar, radhiyallahu 'anhu, meriwayatkan,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم خَرَجَ يَوْمَ بَدْرٍ فِي ثَلاَثِمِائَةٍ وَخَمْسَةَ عَشَرَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏ "‏ اللَّهُمَّ إِنَّهُمْ حُفَاةٌ فَاحْمِلْهُمُ اللَّهُمَّ إِنَّهُمْ عُرَاةٌ فَاكْسُهُمُ اللَّهُمَّ إِنَّهُمْ جِيَاعٌ فَأَشْبِعْهُمْ ‏"‏ ‏.‏ فَفَتَحَ اللَّهُ لَهُ يَوْمَ بَدْرٍ فَانْقَلَبُوا حِينَ انْقَلَبُوا وَمَا مِنْهُمْ رَجُلٌ إِلاَّ وَقَدْ رَجَعَ بِجَمَلٍ أَوْ جَمَلَيْنِ وَاكْتَسَوْا وَشَبِعُوا
"Rasulullah (ﷺ) berangkat di hari Badar bersama tiga ratus lima belas (orang). Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Ya Allah, mereka berjalan kaki, berikanlah mereka tunggangan; Ya Allah, mereka tak punya pakaian, berikanlah mereka pakaian; Ya Allah, mereka lapar, berilah mereka makan.' Allah kemudian memberikan kemenangan kepada mereka. Mereka kembali dengan pakaian. Tak ada seorang pun di antara mereka kecuali kembali dengan satu atau dua ekor unta; mereka berpakaian dan makan sampai kenyang." - [Sunan Abu Dawud; Hasan oleh Al-Albani]
Pertempuran ini terjadi pada tanggal 17 Ramadhan, tahun 2 Hijriah. Latarbelakangnya, bahwa Rasulullah (ﷺ) beserta para Sahabat telah beberapa kali mencegat kafilah Quraisy yang kembali dari Suriah ke Mekah. Beliau tak ingin berperang, melainkan karavan, yang dipimpin oleh Abu Sufyan, dibawa lari setelah mengirim pesan kepada kaum Quraisy agar mengerahkan pasukan untuk melindungi kafilah. Maka kaum Quraisy mengirim sekitar seribu orang, termasuk enam ratus orang bersenjata dan seratus prajurit berkuda di samping pasukan infanteri yang mengenakan pakaian perang. Ada juga tujuh ratus unta, dan para penyanyi memukul genderang dan menyanyikan lagu-lagu yang menghina kaum Muslimin.
Pasukan Muslim hanya memiliki tujuh puluh unta dan dua atau tiga kuda. Kelompok-kelompok kecil bergiliran mengendarai unta. Sebelum pertempuran berkecamuk, Rasulullah (ﷺ) berkonsultasi dengan para sahabat, terutama kaum Ansar, tentang perlukah terlibat dalam pertempuran. Para Muhajirin mendukung pertempuran. Kemudian kaum Ansar menyadari bahwa jawaban mereka ditunggu-tunggu, maka Sa‘d bin Mu'adz, yang merupakan pemimpin Ansar, berkata,
"Wahai Rasulullah, kami beriman padamu, kami menyatakan kebenaranmu, dan kami bersaksi bahwa apa yang engkau bawa adalah kebenaran, dan kami telah memberimu mandat dan persetujuan kami untuk didengar dan dipatuhi; maka bawalah kami ke tempat yang engkau tuju, kami akan bersamamu. Demi Allah, jika engkau meminta kami agar menyeberangi laut ini dan engkau terjun ke dalamnya, kamipun akan terjun ke dalamnya bersamamu, dan tak seorangpun yang akan lari. Kami menunggu musuhmu di hari esok. Kami telah banyak mengalami peperangan, dapat dipercaya dalam pertempuran. Semoga Allah meberikkan kami kesempatan yang menunjukkan sesuatu yang akan membawa memnyenngkanmu, maka bawalah kami bersama ridha Allah.” Yang lain juga mengatakan hal yang sama, dan Rasulullah (ﷺ) merasa senang karenanya. Kemudian beliau bersabda, "Majulah dengan berkah Allah, dan bersoraklah, karena Allah telah menjanjikanku salah satu dari dua, kafilah atau pasukan."

Kemudian Rasulullah (ﷺ) melanjutkan sampai beliau mencapai sumber-air terdekat dengan Badar dan berkemah di sana. Al-Hubab bin al-Mundzir berkata kepadanya, "Wahai Rasulullah, tempat inikah yang telah diperintahkan Allah kepadamu untuk diduduki, sehingga kami tidak dapat maju atau mundur darinya, atau hanya masalah pendapat dan taktik? "Rasulullah (ﷺ) menjawab, "Ini masalah opini dan taktik militer." Al-Hubab menunjukkan bahwa akan lebih baik berpindah ke tempat lain, yang lebih sesuai dan dimana umat Islam akan lebih mampu memotong pasokan air Badar bagi kaum musyrikin. Maka Rasulullah (ﷺ) dan para sahabat bangkit dan pergi ke tempat yang disarankan Al-Hubab. Mereka mendidirkan tenda di sana, kemudian Sa'd bin Mu'adz menyarankan agar sebuah gubuk kecil didirikan untuk Rasulullah (ﷺ) di belakang barisan Muslim, maka jika Allah memberi mereka kemenangan, akan menjadi apa yang beliau inginkan, namun jika terjadi sebaliknya, beliau akan dapat mempersiapkan untanya dan dapat segera kembali ke Madinah. Sa'd berkata, “Wahai Rasulullah, ada orang-orang yang diam dibelakang, dan yang telah sangat terikat denganmu seperti kami. Jika mereka berpikir bahwa engkau akan bertempur, mereka takkan diam di belakang."
Rasulullah (ﷺ) berdoa, dan memerintahkan agar gubuk itu dibangun. Ketika kedua kelompok bertemu, Rasulullah (ﷺ) mulai merapatkan barisan kaum Muslimin, mendorong mereka agar berjihad dan mengejar kesyuhadaan. Beliau bersabda,
‘‘Demi Dia yang jiwaku ada dalam genggaman-Nya, tiada orang yang akan bertempur dan terbunuh hari ini, bersaksi bahwa dengan kesabaran dan mencari pahala, maju dan tak gentar, melainkan Allah akan memasukkannya ke surga.

Imam Muslim meriwayatkan dari 'Umar bin al-Khattab, yang berkata
لَمَّا كَانَ يَوْمُ بَدْرٍ ح وَحَدَّثَنَا زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ - وَاللَّفْظُ لَهُ - حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ يُونُسَ الْحَنَفِيُّ حَدَّثَنَا عِكْرِمَةُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنِي أَبُو زُمَيْلٍ - هُوَ سِمَاكٌ الْحَنَفِيُّ - حَدَّثَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ قَالَ حَدَّثَنِي عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ قَالَ لَمَّا كَانَ يَوْمُ بَدْرٍ نَظَرَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم إِلَى الْمُشْرِكِينَ وَهُمْ أَلْفٌ وَأَصْحَابُهُ ثَلاَثُمِائَةٍ وَتِسْعَةَ عَشَرَ رَجُلاً فَاسْتَقْبَلَ نَبِيُّ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم الْقِبْلَةَ ثُمَّ مَدَّ يَدَيْهِ فَجَعَلَ يَهْتِفُ بِرَبِّهِ ‏"‏ اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي اللَّهُمَّ آتِ مَا وَعَدْتَنِي اللَّهُمَّ إِنْ تَهْلِكْ هَذِهِ الْعِصَابَةُ مِنْ أَهْلِ الإِسْلاَمِ لاَ تُعْبَدْ فِي الأَرْضِ ‏"‏ ‏.‏ فَمَازَالَ يَهْتِفُ بِرَبِّهِ مَادًّا يَدَيْهِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ حَتَّى سَقَطَ رِدَاؤُهُ عَنْ مَنْكِبَيْهِ فَأَتَاهُ أَبُو بَكْرٍ فَأَخَذَ رِدَاءَهُ فَأَلْقَاهُ عَلَى مَنْكِبَيْهِ ثُمَّ الْتَزَمَهُ مِنْ وَرَائِهِ ‏.‏ وَقَالَ يَا نَبِيَّ اللَّهِ كَذَاكَ مُنَاشَدَتُكَ رَبَّكَ فَإِنَّهُ سَيُنْجِزُ لَكَ مَا وَعَدَكَ فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ‏{‏ إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُمْ بِأَلْفٍ مِنَ الْمَلاَئِكَةِ مُرْدِفِينَ‏}‏ فَأَمَدَّهُ اللَّهُ بِالْمَلاَئِكَةِ ‏.‏ قَالَ أَبُو زُمَيْلٍ فَحَدَّثَنِي ابْنُ عَبَّاسٍ قَالَ بَيْنَمَا رَجُلٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ يَوْمَئِذٍ يَشْتَدُّ فِي أَثَرِ رَجُلٍ مِنَ الْمُشْرِكِينَ أَمَامَهُ إِذْ سَمِعَ ضَرْبَةً بِالسَّوْطِ فَوْقَهُ وَصَوْتَ الْفَارِسِ يَقُولُ أَقْدِمْ حَيْزُومُ ‏.‏ فَنَظَرَ إِلَى الْمُشْرِكِ أَمَامَهُ فَخَرَّ مُسْتَلْقِيًا فَنَظَرَ إِلَيْهِ فَإِذَا هُوَ قَدْ خُطِمَ أَنْفُهُ وَشُقَّ وَجْهُهُ كَضَرْبَةِ السَّوْطِ فَاخْضَرَّ ذَلِكَ أَجْمَعُ ‏.‏ فَجَاءَ الأَنْصَارِيُّ فَحَدَّثَ بِذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَقَالَ ‏"‏ صَدَقْتَ ذَلِكَ مِنْ مَدَدِ السَّمَاءِ الثَّالِثَةِ ‏"‏ ‏.‏ فَقَتَلُوا يَوْمَئِذٍ سَبْعِينَ وَأَسَرُوا سَبْعِينَ ‏.‏ قَالَ أَبُو زُمَيْلٍ قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ فَلَمَّا أَسَرُوا الأُسَارَى قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم لأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ ‏"‏ مَا تَرَوْنَ فِي هَؤُلاَءِ الأُسَارَى ‏"‏ ‏.‏ فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ يَا نَبِيَّ اللَّهِ هُمْ بَنُو الْعَمِّ وَالْعَشِيرَةِ أَرَى أَنْ تَأْخُذَ مِنْهُمْ فِدْيَةً فَتَكُونُ لَنَا قُوَّةً عَلَى الْكُفَّارِ فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَهْدِيَهُمْ لِلإِسْلاَمِ ‏.‏ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ مَا تَرَى يَا ابْنَ الْخَطَّابِ ‏"‏ ‏.‏ قُلْتُ لاَ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَرَى الَّذِي رَأَى أَبُو بَكْرٍ وَلَكِنِّي أَرَى أَنْ تُمَكِّنَّا فَنَضْرِبَ أَعْنَاقَهُمْ فَتُمَكِّنَ عَلِيًّا مِنْ عَقِيلٍ فَيَضْرِبَ عُنُقَهُ وَتُمَكِّنِّي مِنْ فُلاَنٍ - نَسِيبًا لِعُمَرَ - فَأَضْرِبَ عُنُقَهُ فَإِنَّ هَؤُلاَءِ أَئِمَّةُ الْكُفْرِ وَصَنَادِيدُهَا فَهَوِيَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم مَا قَالَ أَبُو بَكْرٍ وَلَمْ يَهْوَ مَا قُلْتُ فَلَمَّا كَانَ مِنَ الْغَدِ جِئْتُ فَإِذَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَأَبُو بَكْرٍ قَاعِدَيْنِ يَبْكِيَانِ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَخْبِرْنِي مِنْ أَىِّ شَىْءٍ تَبْكِي أَنْتَ وَصَاحِبُكَ فَإِنْ وَجَدْتُ بُكَاءً بَكَيْتُ وَإِنْ لَمْ أَجِدْ بُكَاءً تَبَاكَيْتُ لِبُكَائِكُمَا ‏.‏ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏"‏ أَبْكِي لِلَّذِي عَرَضَ عَلَىَّ أَصْحَابُكَ مِنْ أَخْذِهِمُ الْفِدَاءَ لَقَدْ عُرِضَ عَلَىَّ عَذَابُهُمْ أَدْنَى مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ ‏"‏ ‏.‏ شَجَرَةٍ قَرِيبَةٍ مِنْ نَبِيِّ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ‏.‏ وَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ ‏{‏ مَا كَانَ لِنَبِيٍّ أَنْ يَكُونَ لَهُ أَسْرَى حَتَّى يُثْخِنَ فِي الأَرْضِ‏}‏ إِلَى قَوْلِهِ ‏{‏ فَكُلُوا مِمَّا غَنِمْتُمْ حَلاَلاً طَيِّبًا‏}‏ فَأَحَلَّ اللَّهُ الْغَنِيمَةَ لَهُمْ ‏.
"Ketika itu, hari berkecamuknya Pertempuran Badar, Rasulullah (ﷺ) melirik orang-orang kafir, dan mereka berjumlah seribu sedangkan para sahabat hanya tiga ratus sembilan belas orang. Rasulullah (ﷺ) menghadapkan (wajahnya) ke arah Kiblat. Kemudian beliau menengadahkan tangan dan memulai permohonan kepada Rabb-nya, "Ya Allah! Sempurnakanlah bagiku apa yang telah Engkau janjikan padaku. Ya Allah! Wujudkanlah apa yang telah Engkau janjikan padaku. Ya Allah! Jika sekelompok kecil Muslim ini dikalahkan, takkan ada lagi yang menyembah-Mu di muka bumi ini." Beliau meneruskan permohonan kepada Rabb-nya, menegadahkan tangannya, menghadap kiblat, sampai mantelnya terlepas dari bahunya. Maka Abu Bakar mendatanginya, memungutkan mantelnya dan meletakkannya di atas bahunya. Kemudian ia memeluk beliau dari belakang dan berkata, 'Nabi Allah, doamu untuk Rabb-mu ini, akan mencukupimu, dan Dia akan memenuhi apa yang telah Dia janjikan kepadamu.' Maka Allah, Subhanahu wa Ta'ala, mewahyukan (ayat Al-Qur'an), "(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu, “Sungguh, Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut." Maka Allah membantunya dengan para malaikat. Abu Zumail mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan kepadanya oleh Ibnu Abbas yang mengatakan: Ketika pada hari itu seorang Muslim mengejar orang-orang kafir yang berjalan di depannya, ia mendengar desingan cambuk dan suara pengendara mengatakan, "Majulah, Haizum!" Ia melirik orang musyrik yang (sekarang) jatuh terlentang. Ketika ia memperhatikannya (dengan cermat, ia menemukan) ada bekas luka di hidungnya dan wajahnya tercabik-cabik seolah-olah tercabik oleh cambuk, dan telah berubah menjadi hijau karena racunnya. Seorang Ansar mendatangi Rasulullah (ﷺ) dan menceritakan hal ini kepadanya. Beliau bersabda, "Engkau telah mengatakan yang sebenarnya. Inilah pertolongan dari langit ketiga" Kaum Muslimin pada hari itu (yaitu hari Pertempuran Badar) membunuh tujuh puluh orang dan menangkap tujuh puluh orang. Rasulullah (ﷺ) berkata kepada Abu Bakar dan 'Umar, radhiyallahu' anhum, 'Apa pendapatmu tentang para tawanan ini?' Abu Bakar berkata, 'Mereka adalah kaum-kerabat kita. Menurutku, engkau harus membebaskan mereka setelah mendapat tebusan dari mereka. Ini akan menjadi sumber kekuatan bagi kita melawan orang-orang kafir. Sangat mungkin bahwa Allah menuntun mereka masuk Islam. ' Kemudian Rasulullah (ﷺ) berkata, 'Apa pendapatmu, Ibnu Khattab?' Ia berkata, 'Rasulullah, aku tak sependapat dengan Abu Bakar. Aku berpendapat bahwa engkau harus menyerahkannya kepada kami agar kami dapat memenggal kepala mereka. Serahkan `Aqil kepada` Ali agar ia dapat memenggal kepalanya, dan serahkan Fulan bin Fulan kepadaku, sehingga aku dapat memenggal kepalanya. Mereka adalah pemimpin orang-orang kafir dan yang paling berpengalaman di antara mereka. 'Rasulullah (ﷺ) menyetujui pendapat Abu Bakar dan tak menyetujui apa yang kukatakan. Keesokan harinya, ketika aku menemui Rasulullah (ﷺ), aku menemukan bahwa beliau dan Abu Bakar duduk menangis. Aku berkata, 'Rasulullah, mengapa engkau dan sahabatmu meneteskan air mata? Katakan alasannya. Karena aku akan menangis, atau setidaknya, aku akan berpura-pura menangis, bersimpati denganmu. 'Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Aku menangis atas apa yang terjadi pada para sahabatmu karena mengambil uang tebusan (dari para tawanan). Aku telah ditunjukkan siksa yang seharusnya mereka terima. Dibawa kepadaku sedekat pohon ini.' (Beliau menunjuk ke sebuah pohon yang dekat dengannya.) Kemudian Allah mewahyukan ayat (QS.8:67-68), "Tidaklah pantas, bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di bumi..." sampai akhir ayat, "Sekiranya tidak ada ketetapan terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena (tebusan) yang kamu ambil."
Walaupun jumlah pasukan kaum Muslimin jauh lebih sedikit, mereka memperoleh kemenangan besar, mengalahkan pasukan Quraisy dan membunuh sebagian besar pemimpinnya. Di antara orang-orang terkemuka Quraisy yang terbunuh adalah Abu Jahal dan Umayyah Ibnu Khalaf, yang dibunuh oleh bekas budaknya, Bilal. Selain itu, 70 orang Quraisy menjadi tawanan. Diriwayatkan Jabir bin `Abdullah,
لَمَّا كَانَ يَوْمَ بَدْرٍ أُتِيَ بِأُسَارَى، وَأُتِيَ بِالْعَبَّاسِ وَلَمْ يَكُنْ عَلَيْهِ ثَوْبٌ، فَنَظَرَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم لَهُ قَمِيصًا فَوَجَدُوا قَمِيصَ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أُبَىٍّ يَقْدُرُ عَلَيْهِ، فَكَسَاهُ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم إِيَّاهُ، فَلِذَلِكَ نَزَعَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم قَمِيصَهُ الَّذِي أَلْبَسَهُ‏.‏ قَالَ ابْنُ عُيَيْنَةَ كَانَتْ لَهُ عِنْدَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم يَدٌ فَأَحَبَّ أَنْ يُكَافِئَهُ‏.‏
"Saat hari (pertempuran) Badar, para tawanan perang dibawa, termasuk Al-Abbas yang tak berpakaian. Rasulullah (ﷺ) mencarikan sebuah kemeja untuknya. Ditemukan bahwa kemeja` Abdullah bin Ubai sesuai dengannya, sehingga Rasulullah (ﷺ) memakaikannya. Itulah alasan mengapa Rasulullah (ﷺ) melepas dan memberikan bajunya sendiri kepada `Abdullah. (Periwayat menambahkan,"Ia telah membantu Rasulullah (ﷺ) sehingga Rasulullah (ﷺ) dengan senang-hati membalasnya.")" - [Sahih al-Bukhari]
Pada hari Badar, Rasulullah (ﷺ) memerintahkan agar jasad dua puluh empat pemimpin Quraisy dibuang ke salah satu sumur kering Badar yang kotor. Telah menjadi kebiasaan Rasulullah (ﷺ) bahwa setiap kali beliau menaklukkan musuh, beliau biasa tinggal di medan laga selama tiga malam. Jadi, pada hari ketiga pertempuran Badar, beliau memerintahkan agar unta betinanya dipersiapkan, lalu ia berangkat, dan para sahabat mengikutinya, berkata di antara mereka sendiri, “Tentulah beliau (yaitu, Nabi (ﷺ)) sedang menuju ke arah tujuan besar." Ketika beliau (ﷺ) berhenti di tepi sumur, beliau (ﷺ) menyapa mayat-mayat Quraisy dengan nama mereka dan nama ayah mereka, "Wahai Fulan bin Fulan! Bukankah menyebangkan bila engkau mematuhi Allah dan Rasul-Nya? Kami telah menemukan apa yang dijanjikan Rabb kami kepada kami. Akankah juga engkau temukan apa yang dijanjikan oleh Rabb-mu kepadamu?" Umar berkata, "Wahai Rasulullah! Engkau berbicara kepada orang-orang yang sudah tak bernyawa!" Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Demi Dia yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman-Nya, engkau tak mendengar, apa yang kuucapkan lebih baik dari yang dapat mereka dengarkan."
Mengomentari hal ini, Qatadah berkata, "Allah menghidupkan mereka (lagi) untuk membiarkan mereka mendengarnya, untuk menegur mereka dan menindas mereka dan membalas atas mereka dan membuat mereka merasa sangat menyesal dan kecewa."

Dalam perang Badar, para malaikat turut-serta dalam pertempuran. Al-Bukhari meriwayatkan atas otoritas Rafi 'Al-Zurqi yang merupakan salah seorang pejuang Badar bahwa Jibril, alaihissalam, datang kepada Rasululllah (ﷺ) dan berkata,
"‏ مَا تَعُدُّونَ أَهْلَ بَدْرٍ فِيكُمْ قَالَ مِنْ أَفْضَلِ الْمُسْلِمِينَ ـ أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا ـ قَالَ وَكَذَلِكَ مَنْ شَهِدَ بَدْرًا مِنَ الْمَلاَئِكَةِ ‏"
"Bagaimana engkau menilai para pejuang Badar di antara kalanganmu?" Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Yang terbaik dari umat Islam." atau mengatakan pernyataan serupa. Tentang itu, Jibril berkata, "Demikian juga para Malaikat yang turut-serta dalam perang Badar."
Dalam konteks ini, Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Waqid Al-Laitz mengatakan bahwa, "Aku mengejar seorang musyrik dalam perang Badar untuk menghajarnya, ketika kepalanya jatuh sebelum aku bisa menyambarnya dengan pedangku, dan aku tahu ada orang lain yang telah membunuhnya. Ibnu 'Abbas, radhiyallahu' anhu, mengatakan bahwa para malaikat tak bertempur dalam pertempuran apapun kecuali dalam perang Badar. Dalam pertempuran lain, mereka ada di sana sebagai bala bantuan, namun mereka tak turut bertempur.

Tentara Muslim pertama yang mati syahid adalah Mahja', budak 'Umar bin Al-Khattab; yang kedua adalah Haritzah bin Suraqah. Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas bahwa Haritsah mati syahid pada hari (pertempuran) Badar, dan ia masih muda saat itu. Ibunya, Ummi Ar-Rubaiy'i binti Al-Bara', datang kepada Rasulullah (ﷺ) dan berkata,
يا رسول الله ألا تحدثني عن حارثة‏.‏ وكان قتل يوم بدر، فإن كان في الجنة صبرت، وإن كان غير ذلك اجتهدت عليه في البكاء، فقال‏:‏ ‏ "‏يا أم حارثة إنها جنان في الجنة، وإن ابنك أصاب الفردوس الأعلى‏"
"Wahai Utusan Allah! Tidakkah engkau akan memberitahuku tentang Haritsah? (Ia terbunuh dalam perang Badar). Jika ia di Jannah, aku akan bersabae, namun jika ia bernasib lain, aku dapat memaksakan diriku menangis karena dirinya." Beliau (ﷺ) menjawab, "Wahai ibu Haritsah, di taman Jannah ada banyak tingkatan, dan putramu telah mencapai Al-Firdaus, yang tertinggi."
Lalu, sang geluh berkata, "Wahai saudara-saudariku, orang takkan menghargai kesehatan hingga mereka didera oleh penyakit, dan mereka tak menghargai harta hingga kemiskinan menerpa mereka. Dan siapakah yang mampu belajar lebih cepat daripada Muhajirin dan Ansar dari pelajaran masa lalu? Islam memasuki Madinah pada saat pasukan kafir mengejarnya dari sudut pandang yang sama, dan kaum Muslimin berlindung dalam pemukiman baru mereka saat para pasukan berlindung dalam benteng mereka. Mereka mempersiapkan diri agar tak ada yang bisa menyerang mereka dari arah manapun. Mereka telah belajar dengan pahit dari pengalaman bertahun-tahun di Mekah, bahwa kelemahan, menyebabkan kehinaan dan kesengsaraan."
وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ وَأَنْتُمْ أَذِلَّةٌ فَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
"Dan sungguh, Allah telah menolong kamu dalam perang Badar, padahal kamu dalam keadaan lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, agar kamu mensyukuri-Nya." - [QS.3:123]
Rujukan :
- Dr. Mustafa as-Sibaa'ie, The Life of Prophet Muhammad Highlight and Lesson, IIPH
- Ibn Kathir, The Battles of the Prophet, Dar al-Manarah
- Muhammad al-Ghazali, Fiqh-us-Seerah, IIFSO