Jumat, 19 April 2019

Bintang-bintang, sang Mentari dan Rembulan (8)

"Akhirnya, engkau bangun juga, anak muda!" kata sang negarawan. Sang musafir muda menyeka kedua matanya, lalu berkata, "Sudah berapa lama aku tertidur, yang mulia?" Sang negarawan berkata, "Cukup lama, anak muda! Dan tampaknya, engkau masih mengantuk. Lebih baik, kita akhiri saja kisah ini!" Sang musafir muda berkata, "Tidak, tidak, yang mulia, aku ingin mendengarkan kisahnya hingga selesai, mohon, lanjutkanlah!"

Sang negarawan tersenyum, lalu berkata, "Sebelum aku melanjutkan kisahnya, ada sesuatu yang akan kusampaikan kepadamu!" Sang musafir muda berkata, "Mohon, sampaikanlah padaku!" Sang negarawan berkata, "Ketahuilah bahwa, dalam hal pencapaiannya, sesungguhnya, ada tiga jenis kemenangan. Pertama, kemenangan yang dicapai dengan segala cara, baik dengan kekuatan maupun taktik, dalam hal ini, satu kebaikan dicampur dengan seribu macam kejahatan. Kemenangan semacam ini terjadi atas seizin Allah, namun takkan pernah memperoleh ridha Allah. Kemenangan jenis ini, bisa bertahan lama, bisa berjalan singkat, tergantung pada kehendak dan hikmah Allah. Secara historis, jika kemenangan seperti ini telah runtuh, engkau takkan dapat menemukan puing reruntuhannya, hanyalah seberkas nama yang tersisa. Perhatikanlah kekuasaan Mongolia, yang pahlawannya kita kenal sebagai Temujin. Sejarah dunia mencatat bahwa Mongolia adalah satu-satunya negara yang kekuasaannya hampir mendominasi kekuasaan global. Pembunuhan dan penghancuran selama abad ke-13, saat Mongol berkuasa, telah banyak tercatat baik dalam literatur ilmiah dan populer. Namun, ketidakcakapan pasukan dan mabuk-mabukan, sering melemahkan pasukan militer mereka, menjadi penyebab utama, yang akhirnya, kerajaan ini runtuh, meninggalkan hanya sebuah patung Temujin, yang mati karena jatuh dari kudanya sendiri.

Jenis kemenangan kedua, adalah kemenangan sebagai hadiah dari Allah, yang terjadi atas seizin Allah, namun tampak terjadi seperti kebetulan, dan hanya terjadi sekali. Jenis kemenangan ini, biasanya ditemukan dalam permainan olahraga, kadang-kadang ada tim yang tak pernah menang, tiba-tiba menang, dan setelah itu, tak pernah menang lagi.
Jenis kemenangan ketiga, adalah kemenangan dimana sang pemenang pantas memperolehnya, karena selama perjuangan, sang pemenang hanya berharap akan ridha Allah. Kemenangan seperti inilah kemenangan abadi, seperti yang diperoleh Nabi Yusuf, alaihissalam. Jadi, mari kita lanjutkan kisahnya!

Reaksi Yusuf, alaihissalam, adalah pelajaran yang sulit dipelajari oleh saudara-saudaranya dalam berurusan dengan orang lain tanpa rasa-iri atau cemburu. Setiap orang ditakdirkan bagi apa yang ia diciptakan untuknya. Saudara-saudaranya sangat menyesal atas apa yang telah mereka lakukan. Mereka mengakui dosa mereka,
قَالُوا تَاللَّهِ لَقَدْ آثَرَكَ اللَّهُ عَلَيْنَا وَإِنْ كُنَّا لَخَاطِئِينَ
"Mereka berkata, “Demi Allah, sungguh Allah telah melebihkan engkau di atas kami, dan sesungguhnya kamilah orang yang bersalah (berdosa).”' – (QS.12:91)
Yusuf memaafkan mereka dengan berkata,
قَالَ لا تَثْرِيبَ عَلَيْكُمُ الْيَوْمَ يَغْفِرُ اللَّهُ لَكُمْ وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
"Ia (Yusuf) berkata, 'Pada hari ini, tiada cercaan terhadapmu, mudah-mudahan Allah mengampunimu. Dan Dia Maha Penyayang di antara para penyayang.'" – (QS.12:92)
Salah satu ciri dimana kemenangan itu di ridhai Allah, ada saling memaafkan, secara wajar, tanpa paksaan ataupun sandiwara, tak ada ribut-ribut. Berkumpul kembali, berpelukan, cinta, ketenangan, belas-kasih dan memohon ampunan-Nya. Inilah perayaan saling memaafkan dimana tiada saling menyalahkan dan mencela, yang ada hanyalah pemberian maaf dan saling memohonkan ampunan.

Bahkan setelah semua apa yang telah dilakukan saudara-saudaranya, Nabi Yusuf, alaihissalam, memaafkan saudara-saudaranya. Maka, maafkanlah teman-temanmu, kerabatmu, dan tetanggamu, bahkan sampai ke seluruh negeri, karena apapun yang mereka lakukan, takkan lebih buruk daripada apa yang terjadi pada Nabi Yusuf, alaihissalam.
Yusuf kemudian memberi perintah yang langsung diikuti,
اذْهَب وا بِقَمِيصِي هَذَا فَأَلْقُوهُ عَلَى وَجْهِ أَبِي يَأْتِ بَصِيرًا وَأْتُونِي بِأَهْلََُُُُِِ
"Pergilah kamu dengan membawa bajuku ini, lalu usapkan ke wajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah seluruh keluargamu kepadaku." - (QS.12: 93)
Duhai selembar baju! Ia menyimpan makna besar karena bukti yang diberikan oleh saudara-saudara Yusuf sebagai dalih bahwa serigala telah melahapnya. Itulah bukti ayah mereka tentang tipu-daya mereka. Juga disajikan bukti yang jelas untuk membebaskan Yusuf dari apa yang dituduhkan kepadanya. Akhirnya, itulah obat hilangnya penglihatan sang ayah, serta juga sebagai obat bagi nestapa dan gundahnya.
وَلَمَّا فَصَلَتِ الْعِيرُ قَالَ أَبُوهُمْ إِنِّي لأجِدُ رِيحَ يُوسُفَ لَوْلا أَنْ تُفَنِّدُونِ
"Dan ketika kafilah itu telah keluar (dari negeri Mesir), ayah mereka berkata, 'Sesungguhnya Aku mencium bau Yusuf, sekiranya kamu tak menuduhku lemah akal (tentu kamu membenarkan aku).'” – (QS.12:94)
قَالُوا تَاللَّهِ إِنَّكَ لَفِي ضَلالِكَ الْقَدِيمِ
"Mereka (keluarganya) berkata, 'Demi Allah, sesungguhnya engkau masih dalam kekeliruanmu yang dahulu.'” – (QS.12:95)
فَلَمَّا أَنْ جَاءَ الْبَشِيرُ أَلْقَاهُ عَلَى وَجْهِهِ فَارْتَدَّ بَصِيرًا قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ مِنَ اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ
"Maka ketika telah tiba pembawa kabar gembira itu, maka diusapkannya (baju itu) ke wajahnya (Yakub), lalu ia dapat melihat kembali. Ia (Yakub) berkata, 'Bukankah telah aku katakan kepadamu, bahwa aku mengetahui dari Allah apa yang tak kamu ketahui.'” – (QS.12:96)
قَالُوا يَا أَبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا إِنَّا كُنَّا خَاطِئِينَ
"Mereka berkata, 'Wahai ayah kami! Mohonkanlah ampunan untuk kami atas dosa-dosa kami, sesungguhnya kamilah orang yang bersalah (berdosa).'” – (QS.12:97)
قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّي إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
"Ia (Yakub) berkata, 'Aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Rabb-ku. Sungguh, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang.'”– (QS.12:98)
فَلَمَّا دَخَلُوا عَلَى يُوسُفَ آوَى إِلَيْهِ أَبَوَيْهِ وَقَالَ ادْخُلُوا مِصْرَ إِنْ شَاءَ اللَّهُ آمِنِينَ
"Maka ketika mereka masuk ke (tempat) Yusuf, ia merangkul (dan menyiapkan tempat untuk) kedua orang tuanya seraya berkata, 'Masuklah ke negeri Mesir, insya Allah dalam keadaan aman.'” – (QS.12:99)
وَرَفَعَ أَبَوَيْهِ عَلَى الْعَرْشِ وَخَرُّوا لَهُ سُجَّدًا وَقَالَ يَا أَبَتِ هَذَا تَأْوِيلُ رُؤْيَايَ مِنْ قَبْلُ قَدْ جَعَلَهَا رَبِّي حَقًّا وَقَدْ أَحْسَنَ بِي إِذْ أَخْرَجَنِي مِنَ السِّجْنِ وَجَاءَ بِكُمْ مِنَ الْبَدْوِ مِنْ بَعْدِ أَنْ نَزَغَ الشَّيْطَانُ بَيْنِي وَبَيْنَ إِخْوَتِي إِنَّ رَبِّي لَطِيفٌ لِمَا يَشَاءُ إِنَّهُ هُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
"Dan ia menaikkan kedua orang tuanya ke atas singgasana. Dan mereka (semua) tunduk bersujud kepadanya (Yusuf). Dan ia (Yusuf) berkata, “Wahai ayahku! Inilah takwil mimpiku yang dahulu itu. Dan sesungguhnya Rabb-ku telah menjadikannya kenyataan. Sesungguhnya Rabb-ku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskanku dari penjara dan ketika membawamu dari dusun, setelah setan merusak (hubungan) antara aku dengan saudara-saudaraku. Sungguh, Rabb-ku Mahalembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Maha Mengetahui, Mahabijaksana. – (QS.12:100)
Mahasuci Allah Yang Maha Kuasa, Maha Besar dan selalu benar dalam firman-firman-Nya,
وعسى أن تكرهوا شيئا وهو خير لكم وعسى أن تحبوا شيئا وهو شر لكم والله يعلم وأنتم لا تعلمون
"...Tetapi boleh jadi kamu tak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tak mengetahui.." - (QS.2: 216)
Siapa yang bisa mempercayai peristiwa yang menimpa Yusuf? Pembuangannya ke dalam sumur, jatuh ke tangan para musafir, dijual ke Mesir hanya seharga beberapa dirham, muslihat majikan wanita dan tipu-dayanya dengan sekelompok wanitanya, dan keterpenjaraannya.
Siapa yang menyangka atau dapat berpikir bahwa para kawula itulah benang yang ditenun untuk sebuah takhta atau mahkota bagi seorang raja baru. Seorang raja yang lahir dari konflik dan duduk di atas takhta besar itu dan dimahkotai dengan megah. Semua itu takkan dapat terwujud tanpa seizin Allah Yang Maha Kuasa dan Yang Maha Perkasa.
إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
"Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berfirman kepadanya, “Kun!” Maka jadilah sesuatu itu. – (QS.36:82)
Allah menggenggam penyebab itu, dengan rahmat-Nya, dan menetapkan peristiwa itu, dengan perintah-Nya, yang kemudian mengalir dengan hikmah-Nya. Status, gengsi, dan karunia berlimpah, tak membuat Yusuf melupakan Sang Pemberi karunia dan Raja segala raja, yang segalanya ada dalam Genggaman-Nya. Yusuf melihat bahwa adalah tanggung jawabnya untuk bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, atas apa yang telah Dia limpahkan untuk dirinya. Karena itu, ia kembali kepada-Nya dalam sebuah doa,
رَبِّ قَدْ آتَيْتَنِي مِنَ الْمُلْكِ وَعَلَّمْتَنِي مِنْ تَأْوِيلِ الأحَادِيثِ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَنْتَ وَلِيِّي فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ
"Duhai Rabb-ku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kekuasaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian takwil mimpi. (Wahai Rabb) Pencipta langit dan bumi, Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan gabungkanlah aku dengan orang yang shalih." – (QS.12:101)
Seorang muslim hendaknya menyadari bahwa segala perbuatan dalam hidup ini adalah bukti untuk Akhirat. Menuju hal ini, ia hendaknya mempersiapkan diri dengan tekun. Penderitaan hanyalah akhir bagi orang yang tak mempersiapkannya.

Mencermati dan merenungkan kisah ini, akan mengungkapkan bahwa kisah ini merupakan kemenangan bagi moralitas dan kebajikan, dan kekalahan bagi keserakahan dan hasrat duniawi. Kemenangan bagi pemberian maaf dan ampunan, dan kekalahan bagi iri hati dan dengki. Kisah ini juga mengungkapkan kekuatan dan kelemahan manusia. Kekuatan, jika seorang manusia kembali pada kekuatan pikirannya dan mendengarkan bisikan hati nuraninya, dan jika ia tahu batas-batas kemanusiaannya, dan merasa dengan sepenuh hati bahwa ia bukanlah siapa-siapa, ia hanyalah makhluk Allah di atas bumi ini. Bahwa ia adalah orang yang telah diciptakan untuk memerintah dan mengatur dengan apa yang telah ditentukan oleh Allah. Dan bila dalam kelemahannya, jika ia menyerah pada nafsu dan amarahnya serta menyerahkan hasratnya pada bisikan jahat yang ada dalam jiwanya, maka ia ditakdirkan untuk hancur.

Kebenaran universal dan tak lekang oleh waktu, yang hendaknya disadari oleh seluruh umat islam, bahwa Allah akan selalu lebih memilih para 'Muhsinin' (orang yang selalu berbuat "ihsaan" atau kebaikan) daripada para penjahat. Maka, janganlah berputus-asa, dan janganlah menjadi salah seorang dari banyak Muslim yang berhenti menerapkan Islam karena mereka berpikir bahwa Islam takkan membuat mereka berhasil dalam hidup ini. Wahai anak muda, aku berharap engkau menyadari bahwa siapapun yang tetap beriman kepada Allah, pada akhirnya akan selalu berhasil.

Dan akhirnya, kisahnya berakhir, dan orang-orang baik, pada akhirnya menang. Namun dengan ujian yang sangat berat, iman mereka ditempa dengan guncangan berkali-kali. Namun mereka tetap berdiri tegak, tetap sabar dan memohon pertolongan Allah. Dan begitulah seharusnya kisah hidup kita, jika kita berhasil melanjutkan di jalan yang lurus."
Sang musafir muda bertanya, "Apa aspek moral dari kisah Nabi Yusuf, alaihissalam?"
[Bagian 9]