Jumat, 26 April 2019

Bintang-bintang, sang Mentari dan Rembulan (10)

Sang negarawan melanjutkan, "Wahai anak muda, seluruh nabi itu, manusia, bukanlah malaikat. Ibnu Abbas, radhiyallahu 'anhu, berkata, 'Mereka tak berasal dari penghuni langit (malaikat), seperti yang engkau nyatakan.' Ucapan Ibnu 'Abbas ini didukung oleh firman Allah,
وَمَا أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنَ الْمُرْسَلِينَ إِلا إِنَّهُمْ لَيَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَيَمْشُونَ فِي الأسْوَاقِ وَجَعَلْنَا بَعْضَكُمْ لِبَعْضٍ فِتْنَةً أَتَصْبِرُونَ وَكَانَ رَبُّكَ بَصِيرًا
"Dan Kami tak mengutus rasul-rasul sebelummu (Muhammad), melainkan mereka pasti memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar. Dan Kami jadikan sebagian kamu sebagai cobaan bagi sebagian yang lain. Maukah kamu bersabar? Dan Rabb-mu Maha Melihat." – (QS.25:20)
Dan Allah berfirman,
وَمَا جَعَلْنَاهُمْ جَسَدًا لا يَأْكُلُونَ الطَّعَامَ وَمَا كَانُوا خَالِدِينَ
"Dan tidaklah Kami jadikan mereka (rasul-rasul) suatu tubuh yang tak memakan makanan, dan mereka tidak (pula) hidup kekal.
" – (QS.21:8)

ثُمَّ صَدَقْنَاهُمُ الْوَعْدَ فَأَنْجَيْنَاهُمْ وَمَنْ نَشَاءُ وَأَهْلَكْنَا الْمُسْرِفِينَ
"Kemudian Kami tepati janji (yang telah Kami janjikan) kepada mereka. Maka Kami selamatkan mereka dan orang-orang yang Kami kehendaki, dan Kami binasakan orang-orang yang melampaui batas." – (QS.21:9)
Lalu Allah berfirman, "Bukankah orang-orang yang menolakmu ini, wahai Muhammad, melakukan perjalanan ke negeri itu dan melihat kaum-kaum terdahulu yang menolak para Utusan, dan bagaimana Allah menghancurkan mereka?" Akhir yang serupa sedang menunggu seluruh orang kafir. Ketika mereka mendengar pernyataan ini, mereka seyogyanya menyadari bahwa Allah menghancurkan orang-orang kafir dan menyelamatkan orang-orang beriman, dan inilah cara-Nya terhadap ciptaan-Nya. Inilah sebabnya Allah berfirman, "Sama seperti Kami menyelamatkan orang beriman dalam kehidupan ini, Kami juga menetapkan keselamatan bagi mereka di Akhirat, yang jauh lebih baik bagi mereka dari kehidupan di dunia saat ini."

Selanjutnya Allah berfirman,

حَتَّى إِذَا اسْتَيْئَسَ الرُّسُلُ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ قَدْ كُذِبُوا جَاءَهُمْ نَصْرُنَا فَنُجِّيَ مَنْ نَشَاءُ وَلا يُرَدُّ بَأْسُنَا عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِينَ
"Sehingga apabila para rasul tak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan kaumnya) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada mereka (para rasul) itu pertolongan Kami, lalu diselamatkan orang yang Kami kehendaki. Dan siksa Kami tak dapat ditolak dari orang yang berdosa." – (QS.12:110)
Nabi Allah ditolong pada saat susah dan dalam keadaan kekurangan. Allah menyatakan bahwa Dia mengirimkan bantuan dan pertolongan-Nya kepada para utusan-Nya, alaihimassalam, ketika kesusahan dan kesulitan mengepung mereka dan dengan bersemangat, mereka menunggu pertolongan Allah. Ummul Mukminin, Aisyah, radhiyallahu 'anha, menjelaskan ayat ini, "Mereka itulah pengikut-pengikut para Rasul yang beriman kepada Rabb dan membenarkannya, setelah menderita cobaan panjang dan merasa bahwa pertolongan Allah datang terlambat. Sehingga saat para Rasul tak mempunyai harapan lagi tentang keimanan orang-orang dari kaum mereka yang mendustakan mereka, dan mereka menduga pula bahwa pengikut merekapun telah mendustakan mereka, maka pertolongan Allah pun datang pada saat itu."
Nabi kita (ﷺ) diselamatkan beberapa kali. Beliau (ﷺ) diselamatkan pada malam hijrah dan upaya pembunuhan. Beliau (ﷺ) diselamatkan dalam perang Badar ketika hanya ada sedikit harapan untuk menang. Beliau (ﷺ) diselamatkan dalam pertempuran Aḥzāb dan Uḥud. Setiap situasi pertempuran ini, sangat tegang.

Lalu Allah berfirman,

لَقَدْ كَانَ فِي قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لأولِي الألْبَابِ مَا كَانَ حَدِيثًا يُفْتَرَى وَلَكِنْ تَصْدِيقَ الَّذِي بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيلَ كُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
"Sungguh, pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang yang berakal. (Al-Qur'an) itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi menegaskan (kitab-kitab) yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan (sebagai) petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman." – (QS.12:111)
Allah menyatakan di sini bahwa kisah-kisah para Rasul dan kaum mereka dan bagaimana Dia menyelamatkan orang-orang beriman dan menghancurkan orang-orang kafir, adalah ‘ibrah bagi orang-orang yang berakal. ‘Ibrah berasal dari kata ‘abara yang bermakna menyeberang. Engkau menyeberangi jembatan. ‘Ibrah adalah manfaat yang engkau peroleh di tingkat yang lebih dalam. Engkau menyeberang ke makna tersembunyi atau batin. Engkau berpikir tentang hal itu, menyeberang ke makna batin, dan mendapatkan ‘ibrah, sebuah hikmah.
Allah berfirman di sini bahwa Al-Qur'an tak mungkin dipalsukan; Al-Qur'an benar-benar berasal dari Allah, namun konfirmasi dari apa yang sebelumnya mengacu pada Kitab-kitab Ilahi yang diturunkan sebelumnya, dimana Al-Qur'an ini memberikan kesaksian tentang bagian-bagian yang benar yang tetap ada di dalamnya, dan menyangkal dan membantah bagian-bagian yang ditambahkan, diubah dan dipalsukan Al-Qur'an menerima atau membatalkan apa pun yang dikehendaki Allah dari kitab-kitab ini, dan penjelasan rinci tentangnya.

Al-Qur'an membahas tentang amalan-amalan ibadah, yang wajib dan yang sunnah, mencegah kemungkaran dan melarang yang haram dilakukan. Al-Qur'an berisi fakta-fakta utama tentang kehidupan dan tentang masalah masa depan secara umum atau rinci. Al-Qur'an memberitahu kita tentang Allah Subhanahu wa Ta'ala, dan tentang Nama dan Sifat-Nya serta mengajarkan kepada kita bahwa Allah tak serupa, dengan cara apapun, terhadap ciptaan. Oleh karena itu, Al-Qur'an adalah pedoman dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, yang dengannya qalbu mereka diarahkan dari kesesatan menuju bimbingan dan dari penyimpangan menuju kesesuaian, dan dengan mana mereka mencari rahmat Rabb semesta alam dalam kehidupan dunia ini, dan kelak pada Hari Kembali. Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar menjadikan kita di antara orang-orang yang mendapat rahmat dalam kehidupan dunia saat ini dan di akhirat, pada hari ketika mereka yang berhasil akan memiliki wajah yang memancarkan cahaya, sedangkan mereka yang wajahnya gelap akan berakhir dengan kerugian.

Sang negarawan diam sejenak, lalu berkata, "Wahai anak muda, akhirnya, inilah pandangan sekilas tentang kisah Nabi Yusuf seperti yang telah disebutkan dalam Al-Qur'an. Aku tak ingin menyatakan bahwa apa yang telah kusampaikan telah mencakup seluruh aspek kisah ini. Tak mungkin bagiku atau orang lain melakukannya. Karena Al-Qur'an adalah mata air yang takkan pernah habis. Oleh karena itu, beberapa 'ulama berkata, "Ilmu tentang Tafsir tetap merupakan laut yang dalam, dimana manusia perlu menggalinya untuk mengeluarkan harta yang tak ternilai, dan menyimpulkan keajaiban dan rahasianya.
Maka, tadabburilah, dan ada satu hal yang perlu engkau ingat, bahwa kisah-kisah dalam Al-Qur'an bukanlah cerita khayal belaka. Kisah-kisahnya bukanlah film Hollywood dan bukanlah cerita rekaan atau dongeng. Semuanya kisah nyata. Perhatikanlah sebagaimana memperhatikan kisah nyata dan film dokumenter. Saat kita mendengar dongeng, kita mendengarkannya dari sudut pandang yang sangat berbeda. Saat kita mendengar kisah nyata, secara psikologis dan secara tak sadar, kita menyimak dan mendengar dengan pikiran yang berbeda. SubḥānAllāh, kita semua paham. Saat kita nonton film Hollywood dan film dokumenter, apa sikap kita? Film Hollywood: hiburan. Dokumenter: membawa pengaruh dalam diri kita, dan engkau melihat citra sejati, bukan sandiwara."

"Wahai anak muda, yang kita pelajari dari kisah ini adalah, taubat sebelum berbuat dosa, bukanlah pertobatan sejati. Jika engkau berbuat dosa dan berkata," Oh, aku tahu aku salah. Semoga Allah mengampuniku," itu bukanlah pertobatan sebenarnya. Sebelum mereka melakukan kejahatan, saudara-saudara Yusuf mengatakan, "Kami akan melakukan kejahatan dan kemudian Allah akan mengampuni. Kami akan menebusnya. Kami akan bertaubat setelah itu." Taubat mereka tak diterima pada saat itu. Taubat mereka diterima menjelang akhir kisah saat mereka dengan tulus pulang dan berkata, "Wahai ayah kami, ampunilah kami. Kamilah orang-orang yang berdosa." Bukanlah taubat melainkan lelucon bila engkau akan membunuh saudaramu dan kemudian berkata, "Semoga Allah mengampuni kita, kita akan berbuat baik setelah melakukannya." Taubat sejati hendaknya memiliki niat tak kembali berbuat dosa. Jika engkau berniat akan berbuat dosa, maka itu bukanlah taubat yang sebenarnya. Pertobatan sejati hendaknya memiliki tekad bahwa engkau takkan berbuat dosa lagi. Jika itu terjadi, sehingga engkau kembali berbuat dosa, maka takkan membatalkan taubatmu. Intinya, engkau hendaknya berupaya dengan tulus agar tak kembali berbuat dosa. Jika engkau berbuat dosa lagi, bertobatlah lagi. Dan bila engkau berbuat lagi, bertobatlah lagi. Intinya, Allah tak melihat banyaknya dosa. Allāh melihat kualitas taubatmu. Bukan berapa kali engkau berbuat dosa melainkan kualitas taubat setiap kali engkau berbuat dosa."

"Wahai anak muda, hikmah yang kita dapat dari kisah ini adalah bahwa firasat orang yang beriman itu, benar. Firasat berarti naluri. Kita yakin bahwa naluri adalah sesuatu yang terkadang dirahmati Allāh. Namun bukan sesuatu yang dapat engkau gunakan dalam sidang pengadilan, engkau tak dapat menganggap seseorang bersalah di pengadilan karena nalurimu seperti tu. Semakin shalih engkau, semakin bijak engkau dan nalurimu akan terbimbing dengan baik. Dalam bahasa Arab, naluri ini disebut firaasah (firasat). Rasulullah (ﷺ ) bersabda, "Waspadalah terhadap firasat orang mukmin karena firasat orang mukmin selalu benar." Apa manfaatnya? Ketika anak-anak Nabi Ya'qub pulang dan berkata, "Ayah, maafkan kami, Yusuf telah dimakan serigala," Nabi Ya'qub tahu, ada sesuatu yang tak beres. Tak ada bukti kuat, namun hatinya mengatakan kepadanya," Anak-anakku tidak baik, dan ada sesuatu yang tak sesuai. Yusuf masih hidup, dan mereka telah melakukan sesuatu yang keliru.” Ia tak punya bukti, namun ia masih menuntut bahwa mereka telah berbuat sebuah kejahatan. "Aku tak tahu apa yang telah kalian lakukan, namun kalian telah berbuat sesuatu yang keliru." Firasat atau naluri batin orang mukmin itu, benar. Kapan engkau bisa menggunakannya? Engkau tak dapat menggunakannya untuk mendakwa siapapun dengan kejahatan dan tak dapat menggunakannya di pengadilan. Jika seseorang datang dan ingin melakukan transaksi bisnis denganmu dan secara lahiriah ia terlihat seperti orang yang dapat dipercaya, namun dalam dirimu merasa ada sesuatu yang serasa tidak benar, engkau tak berkewajiban menerima transaksi bisnis itu, atau bahkan dalam lamaran pernikahan. Jika seseorang datang dan melamar putrimu, dan engkau merasakannya, bukan pengadilan yang harus engkau jelaskan alasannya. Jika ada sesuatu yang serasa tak benar dan jika ini dari Allah, maka ada kenyataan di sana. Seperti yang tadi kukatakan, semakin dekat engkau dengan Allah, semakin benar firasatmu. Inilah berkah, sebab dekat dengan Allah, sehingga firasatmu akan terbimbing dengan baik."

"Semoga Allah Subḥanahu wa Ta'ala menjadikan kita di antara orang-orang beriman dan mukmin. Semoga Dia menjadikan kita di antara orang-orang yang mengikuti jejak Nabi (ﷺ) ketika beliau (ﷺ) menyeru manusia ke jalan Allah. Semoga Allah 'Azza wa Jalla menjadikan kita di antara orang-orang yang merenungkan Al-Qur'an, dan menggali hikmah dan manfaat serta menemukan 'ibrah, dan menjadikan kita sebagai ulil-albab. Semoga Allah 'Azza wa Jalla menjadikan kita memperoleh manfaat dari hikmah Nabi Ya'qūb dan kesabaran Nabi Yusuf, alaihimassalam, dan taubat saudara-saudara Nabi Yusuf, dan semoga Allah 'Azza wa Jalla menjadikan kita sebagai sahabat Al-Qur'an. Amien. Kesuksesan itu, dari Allah. Hanya kepada-Nya-lah kita beriman dan hanya kepada-Nya-lah kita bertobat."
Sang musafir muda menjawab, "Amien!" Lalu iapun tertidur.
 
Rujukan :
- Shaikh Shafiurrahman Al-Mubarakpury, Tafsir Ibn Katheer, Abridged Volume 5, Darussalam
- Yasir Qadhi, Behind the Close Door, IOU
- Muhammad Bilal Lakhani, Real Lesson from The Holy Qur'an, Darussalam
- Dr. Mahmood Shakeer Said, A Model for A Muslem Youth in the Story of Yusuf (peace upon him), translated by Khalid Ibraheem Al-Dossary
[Bagian 9]