Sang negarawan berkata, "Wahai anak muda, tahukah engkau bahwa Allah menceritakan sebuah kisah paling indah dalam Al-Quran?" Sang musafir muda berkata, "Tidak, aku tak tahu. Mohon, sampaikanlah padaku, yang mulia!" Sang negarawan diam, lalu ia membaca sebuah ayat,
رَبِّ قَدْ آتَيْتَنِي مِنَ الْمُلْكِ وَعَلَّمْتَنِي مِنْ تَأْوِيلِ الأحَادِيثِ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ أَنْتَ وَلِيِّي فِي الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ
"Rabbku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kekuasaan dan telah mengajarkan kepadaku sebagian takwil mimpi. (Wahai Rabb) pencipta langit dan bumi, Engkaulah pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan muslim dan gabungkanlah aku dengan orang yang shalih.” - [QS.12:101]
Lalu, sang negarawan berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah menempatkan dalam kisah para nabi pelajaran sebagai teladan bagi mereka yang berfikir. Selawat dan salam teruntuk teladan kehidupan dan moralitas sempurna, Nabi Muhammad (ﷺ). Wahai anak muda, jika engkau merasa sedih, bacalah Surah Yusuf. Kisah Nabi Yusuf (عليه السلام), merupakan puncak dari semua cerita Al-Qur'an dalam hal kesatuan topik dan daya pikat artistiknya, dan juga berkaitan dengan pelajaran keimanan yang terkandung dalam kisah itu.
Yusuf (عليه السلام), orang yang shalih, teladan dari seorang pemuda yang sabar, yang telah mengangkat dirinya di atas hasrat duniawi dan godaan Setan terkutuk. Ia adalah contoh seorang da'i muda yang bekerja siang dan malam, dalam segala keadaan dan kondisi, untuk menegakkan kalimat-kalimat Allah. Ia memanfaatkan segala kesempatan untuk memperkenalkan manusia kepada agama Kebenaran. Ia juga memanfaatkan apa yang telah Allah berikan kepadanya dengan ilmu dan keterampilan untuk mentakwilkan mimpi dan ilmu manajemen.
Ia menggunakan keterampilan ini untuk membangun agama Allah dan memikat hati manusia untuknya. Tak diragukan lagi, inilah model seorang Muslim muda yang kita butuhkan di dunia kita saat ini. Ia menggabungkan ketekunan dan keteguhan, wawasan dan pemahaman dengan iman dan ilmu dalam berurusan dengan kehidupan. Ia melakukan ini sedemikian rupa sehingga orang bisa melihat kode yang ideal dalam Islam. Kode ini cukup untuk menyelesaikan masalah di semua bidang kehidupan.
Kisah Nabi Yusuf (عليه السلام), merupakan suar bagi kaum muda khususnya. Ia berisi keadaan-keadaan penting yang menunjukkan kebenaran dan kesucian dalam menghadapi motif naluriah dan keinginan alami. Nabi Yusuf (عليه السلام), mampu berdiri menghadapi cobaan, meskipun semua elemen yang memikat hadir di depan matanya. Ia orang muda, di negeri yang asing, belum menikah, dan ia diperintahkan oleh seorang wanita cantik dengan kedudukan tinggi memanggilnya secara sembunyi-sembunyi, mengancamnya dengan penjara dan penghinaan jika ia tak melakukan apa yang diinginkannya. Dengan segala keadaan yang menggoda ini, ia memilih bersabar dan memilih jalan Allah.
Salah satu pelajaran paling penting yang bisa didapat dari kisah ini adalah kontinuitas konflik antara kebaikan dan kejahatan serta kemenangan kebaikan dan kebajikan. Kemenangan atas kejahatan ini, bagi para pengikut yang setia, selalu terjadi di akhir masa sulit.
Pelajaran lain dari kisah ini adalah bahwa apapun yang menimpa manusia, dari cobaan yang tak tertahankan atau krisis dalam hidup, akan selalu dipecahkan dan diatasi. Seperti yang diucapkan seorang penyair, "Keadaannya sulit dan memburuk dari hari ke hari, kelegaan datang pada saat kupikir itu takkan pernah tiba." Ata' bin Rabah, berbicara tentang kebenaran yang hakiki ketika ia mengatakan bahwa, "Siapa saja yang merasa berduka dan sedih, saat menyimak surah Yusuf, akan merasa lega."
Sang musafir muda berkata, "Yang mulia, sampaikanlah kisahnya!" Sang negarawan berkata, "Sekarang mari kita lihat kisah Nabi Yusuf (عليه السلام), seperti yang telah disebutkan Surah 12 dalam Al-Quran. Surah ini bernama Yusuf dan dimulai dengan huruf suku kata Arab, Alif, Lam, Ra. Dalam pandangan banyak ahli tafsir, bahwa huruf-huruf ini adalah simbol dan tanda-tanda yang tak diketahui kecuali oleh Allah dan orang-orang yang ilmunya telah mengakar kuat. Surah lain dari Al-Quran dimulai dengan tiga huruf suku kata Arab ini, adalah surahYunus dan Hud, dan keduanya adalah surah yang lebih awal sebelum surah Yusuf dalam hal urutan Al-Quran. Surah Ibrahim dan Al-Hijr, ada setelah surah Yusuf. Keduanya dipisahkan dari surah Yusuf oleh surah Al-Ra'd.
Enam ayat pertama dari Surat Yusuf sebagai berikut,
الر تِلْكَ آيَاتُ الْكِتَابِ الْمُبِينِ
"Alif Lam Ra. Ini adalah ayat-ayat Kitab (Al-Qur'an) yang jelas." - [QS.12:1]
Surah ini dimulai dengan huruf Alif-Laam-Raa. Para ulama tafsir menyebutnya huruf al-muqatta'at. Setiap kali Allah menyebutkan huroof al-muqatta'at dalam beberapa ayat pertama, ada hubungannya dengan Al-Qur'an. Jadi, hal pertama yang kita perhatikan, pembukaan surah, adalah hubungan antara tiga suku-kata dan "Kitab". Kitab dan Qur'an saling melengkapi. Kitab ditulis, dan Al-Qur'an dibacakan. Ini mendorong kita agar menuntut ilmu dan belajar, baik itu secara lisan maupun tulisan. Ini juga panggilan untuk mengambil manfaat dari ilmu dan moralitas yang terkandung dalam Kitab ini.
Kita dianjurkan agar merenungkan, berpikir, dan merefleksikan apa yang telah diwahyukan dari Kitab yang perkataan dan ilmunya tak ada habisnya ini. Panggilan ini berkelanjutan dan permanen serta akan ada selama Kitab ini ada. Kitab ini untuk semua orang, sepanjang zaman.
Ada sebuah Hadis yang relevan setelah menyebutkan ayat yang mulia ini, yang memuji Al-Quran dan menunjukkan bahwa cukuplah kitab ini saja, tak dbutuhkan lagi kitab selainnya. Imam Ahmad mencatat riwayat dari Jabir bin Abdullah bahwa Umar bin Khattab menemui Rasulullah (ﷺ) dengan membawa sebuah kitab yang ia ambil dari para Ahli Kitab. ‘Umar mulai membacakannya kepada Rasulullah (ﷺ), yang lalu menjadi marah. Beliau bersabda, "Tak yakinkah engkau tentang hal ini, Ibnu Al-Khattab? Demi Dia Yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya! Aku diutus kepadamu dengannya, putih dan bersih. Jangan bertanya kepada mereka tentang apapun, karena mereka mungkin mengatakan sesuatu yang benar dan engkau menolaknya, atau mereka mungkin mengatakan sesuatu yang salah dan engkau mempercayainya. Demi Dia Yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya! Jika Musa hidup, ia tak punya pilihan selain mengikutiku. "
Imam Ahmad juga mencatat riwayat dari 'Abdullah bin Tsabit yang mengatakan, "Umar menemui Rasulullah (ﷺ) dan berkata," Wahai Rasulullah! Aku melewati seorang saudara lelakiku dari [suku] Quraizah, maka ia menulis beberapa pernyataan menyeluruh dari Taurat untukku, maukah kubacakan untukmu? " Wajah Rasulullah (ﷺ) berubah [dengan amarah]. Jadi aku berkata kepadanya, "Tidakkah engkau melihat wajah Rasulullah?" Umar berkata, "Kami ridha Allah sebagai Rabb kami, Islam sebagai dien kami, dan Muhammad sebagai rasul kami. " Maka kemarahan Rasulullah (ﷺ) mereda, dan beliau bersabda, "Demi Dia Yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman-Nya, jika Musa muncul di antara kalian dan kalian akan mengikutinya, meninggalkanku, maka kalian akan tersesat. Sesungguhnya, kalianlah bagianku dari para ummat, dan aku bagianmu dari para nabi."
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
"Sesungguhnya Kami menurunkannya sebagai Qur'an berbahasa Arab, agar kamu mengerti." - [QS.12:2]
Hal ini jelas menunjukkan bahwa Al-Quran Mulia datang dalam bahasa yang dapat dipahami dan digunakan oleh manusia. Bahasa itu adalah bahasa Arab. Bahasa Arab adalah bahasa yang paling fasih, paling jelas, paling luas dan paling tepat untuk dapat menyampaikan makna yang ada di dalam benak seseorang. Oleh karena itu, Kitab yang paling mulia ini diturunkan dengan bahasa yang paling mulia, kepada Rasul yang paling mulia, dengan utusan Malaikat yang paling mulia, di bumi yang mulia, diturunkan pada bulan yang paling mulia, yaitu bulan Ramadhan. Dengan demikian, al-Qur’an ini sempuma dari segala seginya.
Gaya rethorik memerlukan pertimbangan situasi dan bahwa manusia tak mau berbicara kecuali dalam bahasa yang mereka pahami. Mereka yang tak memiliki ilmu, takkan berbicara seperti halnya seorang berilmu berbicara, demikian pula sebaliknya. Dalam hal ini, Nabi kita yang tercinta (ﷺ) memerintahkan kita agar berbicara kepada orrang lain sesuai dengan yang dapat mereka pahami, dan meninggalkan apa yang tak dapat mereka pahami dengan mengajukan pertanyaan, "Inginkah engkau agar Allah dan rasulnya tak dipercaya?"
Kisah Nabi Yusuf (عليه السلام) diawali dengan firman Allah ini,
نَحْنُ نَقُصُّ عَلَيْكَ أَحْسَنَ الْقَصَصِ بِمَا أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ هَذَا الْقُرْآنَ وَإِنْ كُنْتَ مِنْ قَبْلِهِ لَمِنَ الْغَافِلِينَ
"Kami menceritakan kepadamu (Muhammad) kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al-Qur'an ini kepadamu, dan sesungguhnya engkau sebelum itu termasuk orang yang tidak mengetahui." - [QS.12:3]
Dari sini, jelas bahwa apa pun yang diriwayatkan dalam kisah, ini berasal dari Allah. Ada perbedaan besar antara apa yang dari Allah dan apa yang dari orang lain.
Latarbelakang di balik diwahyukannya ayat (12: 3), Ibnu Jarir At-Tabari mencatat bahwa ‘Abdullah bin ‘Abbas berkata, "Mereka (para sahabat) berkata kepada Rasulullah (ﷺ), 'Wahai Rasulullah, kami mohon engkau bercerita kepada kami!' Maka, turunlah ayat ini."
Kisah-kisah yang paling indah adalah kisah yang selalu mengungkapkan yang sebenarnya, kalimat-kalimatnya terbaik, dan tujuannya mulia, memiliki arah yang terhormat dan jalan yang paling lurus untuk diikuti. Kisah-kisah Al-Qur'an yang digunakan adalah kejadian atau peristiwa sejarah yang tak ada unsur fantasi atau imajinasi. Semuanya nyata! Meskipun demikian, semuanya unik dalam kegembiraan dan mendebarkan dengan fakta-fakta mutlak.
Kisahnya dimulai dengan Yusuf (عليه السلام), menyampaikan kepada ayahnya tentang mimpi aneh yang dialaminya saat tidur. Ia menunggu penafsirannya. Allah berfirman,
إِذْ قَالَ يُوسُفُ لأبِيهِ يَا أَبَتِ إِنِّي رَأَيْتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوْكَبًا وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ رَأَيْتُهُمْ لِي سَاجِدِينَ
"(Ingatlah), ketika Yusuf berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku! Sungguh, aku (bermimpi) melihat sebelas bintang, matahari dan bulan; kulihat semuanya sujud kepadaku'." - [QS.12:4]
Allah Ta'ala berfirman,“ Wahai Muhammad, sebutkan kepada umatmu dalam ceritamu kepada mereka tentang kisah Yusuf, ketika ia berkata kepada ayahnya, yaitu Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim." Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,
إِنَّ الْكَرِيمَ ابْنَ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ ابْنِ الْكَرِيمِ يُوسُفُ بْنُ يَعْقُوبَ بْنِ إِسْحَاقَ بْنِ إِبْرَاهِيمَ
“Orang yang mulia, putra orang mulia, putra orang yang mulia, putra orang yang mulia; Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim.” - [Al-Bukhari dalam al-'Adab Al-Mufrad; Shahih oleh Syaikh Al-Albani]
Ibnu ‘Abbas mengatakan bahwa mimpi para Nabi itu merupakan wahyu. Para ulama tafsir telah membicarakan ta'bir (penafsiran) mimpi Nabi Yusuf (عليه السلام) itu, bahwa sebelas bintang menunjukkan saudara-saudaranya yang berjumlah tepat sebelas orang lelaki, sedang matahari dan bulan menunjukkan kepada ibu dan ayahnya.
Tafsir mimpi Nabi Yusuf (عليه السلام) tersebut menjadi kenyataan empat puluh tahun kemudian. Ada pula yang mengatakan, delapan puluh tahun kemudian.
Namun ayahnya, Nabi Ya'qub (عليه السلام), hanya bisa mengungkapkan satu sisi dari mimpi itu kepada putranya. Yaitu, mimpi itu adalah mimpi yang benar dan bahwa ada banyak hal baik yang menanti dalam hidupnya. Namun, Nabi Ya'qub meminta Yusuf agar tak menyebutkan mimpi ini kepada saudara-saudaranya. Nabi Ya'qub takut, mereka akan iri padanya dan berkomplot melawannya dengan cara yang tak tertahankan.
قَالَ يَا بُنَيَّ لا تَقْصُصْ رُؤْيَاكَ عَلَى إِخْوَتِكَ فَيَكِيدُوا لَكَ كَيْدًا إِنَّ الشَّيْطَانَ لِلإنْسَانِ عَدُوٌّ مُبِينٌ
"Ia (ayahnya) berkata, “Wahai anakku! Janganlah engkau ceritakan mimpimu kepada saudara-saudaramu, mereka akan membuat tipu daya (untuk membinasakan)mu. Sungguh, setan itu musuh yang jelas bagi manusia'." - [QS.12:5]
وَكَذَلِكَ يَجْتَبِيكَ رَبُّكَ وَيُعَلِّمُكَ مِنْ تَأْوِيلِ الأحَادِيثِ وَيُتِمُّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَعَلَى آلِ يَعْقُوبَ كَمَا أَتَمَّهَا عَلَى أَبَوَيْكَ مِنْ قَبْلُ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ إِنَّ رَبَّكَ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
"Dan demikianlah, Rabbmu memilih engkau (untuk menjadi Nabi) dan mengajarkan kepadamu sebagian dari takwil mimpi dan menyempurnakan (nikmat-Nya) kepadamu dan kepada keluarga Ya'qub, sebagaimana Dia telah menyempurnakan nikmat-Nya kepada kedua orang kakekmu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishaq. Sungguh, Rabbmu Maha Mengetahui, Mahabijaksana." - [QS.12:6]
Allah berfirman, mengabarkan apa yang dikatakan oleb Ya’qub kepada putranya Yusuf, ketika ia menceritakan apa yang dilihatnya dalam mimpi yang ta’birnya tentang tunduknya saudara-saudara Yusuf, dan pengagungan mereka kepadanya secara berlebihan, dimana mereka bersujud untuk mengagungkan, menghormati dan memuliakannya. Maka Ya’qub khawatir, jika mimpi itu diceritakannya kepada salah seorang saudaranya yang akan membuat mereka merasa dengki kepadanya, serta berusaha mencelakakannya karena kedengkian tersebut. Oleh karena itu, ia mengatakan, "Mereka mungkin mengatur makar terhadapmu, yang menyebabkan kematianmu."
Ada sebuah Hadis yang menyatakan, "Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,
الرُّؤْيَا ثَلاَثٌ فَبُشْرَى مِنَ اللَّهِ وَحَدِيثُ النَّفْسِ وَتَخْوِيفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ فَإِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ رُؤْيَا تُعْجِبُهُ فَلْيَقُصَّهَا إِنْ شَاءَ وَإِنْ رَأَى شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلاَ يَقُصَّهُ عَلَى أَحَدٍ وَلْيَقُمْ يُصَلِّي
"Mimpi itu ada tiga jenis: Kabar gembira dari Allah, apa yang ada dalam benak seseorang, dan mimpi menakutkan dari Setan. Jika ada di antaramu yang melihat mimpi yang disukainya, bolehlah ia memberitahu orang lain tentangnya jika ia mau, namun jika ia melihat sesuatu yang tak disukainya, ia tak boleh memberitahu siapapun tentangnya, dan ia harus bangun dan mengerjakan shalat.” - [Sunan Ibnu Majah; Shahih]
Oleh karenanya, seseorang hendaknya menyembunyikan prospek atau kedatangan karunia sampai muncul dan diketahui.
Allah Ta’ala mengabarkan apa yang dikatakan oleh Nabi Ya’qub kepada putranya, Nabi Yusuf, bahwa sebagaimana Rabbmu telah memilihmu dan memperlihatkan kepadamu dalam mimpi bintang-bintang bersama matahari dan bulan yang semuanya sujud kepadamu, demikianlah Rabbmu memilihmu untuk menjadi seorang Nabi dan mengajarimu tentang ta’bir mimpi-mimpi, dan disempumakan-Nya nikmat-Nya kepadamu, dengan mengutusmu dan memberimu wahyu. Allah lebih mengetahui siapa yang pantas dipilih untuk menjadi Rasul.
Kita mendapat pelajaran pertama dari kisah ini. Para pemimpin besar memiliki mimpi. Mimpi yang merupakan gambaran mental masa depan. Mimpi yang memberi kita makna dan tujuan bagi apa yang sedang kita lakukan. Dengan demikian, kita didorong agar memenuhi kriteria kita dengan bijaksana dan berurusan dengan orang lain sesuai dengan kualitas pribadi mereka dan pengetahuan kita tentang mereka."