Senin, 22 April 2019

Bintang-bintang, sang Mentari dan Rembulan (9)

Sang negarawan diam sejenak, lalu berkata, "Wahai anak muda, sesungguhnya Al-Quran itu, sumber ilmu yang tiada habisnya, laksana mata-air yang terus terpancar. Bila kemarin, engkau mempelajari Al-Quran dan engkau memperoleh setimba ilmu, dan jika hari ini engkau kembali mempelajarinya, maka engkau akan memperoleh segayung ilmu. Dan kelak, jika hari esok engkau mempelajarinya kembali, maka engkau akan memperoleh ilmu sebeledi. Insya Allah. Oleh karenanya, apa yang akan kusampaikan ini, hanyalah bagian terkecil dari hikmah kisah yang telah kusampaikan padamu. Dan di luar sana, akan engkau temukan dari para ulama khair, hikmah yang lebih banyak lagi.

Allah menyebutkan pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah Nabi Yusuf, alaihissalam. Dia, Subhanahu wa Ta'ala, berfirman,
ذَلِكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيْكَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ أَجْمَعُوا أَمْرَهُمْ وَهُمْ يَمْكُرُونَ
"Itulah sebagian berita ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad); padahal engkau tak berada di samping mereka, ketika mereka bersepakat mengatur tipu muslihat (untuk memasukkan Yusuf ke dalam sumur)." – (QS.12:102)
وَمَا أَكْثَرُ النَّاسِ وَلَوْ حَرَصْتَ بِمُؤْمِنِينَ
"Dan kebanyakan manusia takkan beriman walaupun engkau sangat menginginkannya." – (QS.12:103)
وَمَا تَسْأَلُهُمْ عَلَيْهِ مِنْ أَجْرٍ إِنْ هُوَ إِلا ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ
"Dan engkau tak meminta imbalan apapun kepada mereka (terhadap seruanmu ini), sebab (seruan) itu adalah pengajaran bagi seluruh alam." – (QS.12:104)
Allah Ta’ala berfirman kepada Rasulullah (ﷺ) setelah mengisahkan saudara-saudara Nabi Yusuf, bagaimana Allah meninggikan Nabi Yusuf, alaihissalam, di atas mereka dan menjadikan untuknya akibat yang baik, kemenangan, kerajaan, dan kekuasaan, padahal mereka bermaksud berbuat kejahatan, kehancuran, dan kematian baginya.
Allah berfirman, "Kisah ini dan kisah-kisah serupa adalah sebagian dari kabar ghaib yang terjadi pada masa lampau, yang Kami wahyukan dan Kami beritahukan kepadamu wahai Muhammad, karena di dalamnya terdapat suri tauladan bagimu, dan nasehat bagi orang-orang yang menyelisihimu. Padahal kamu tak berada di sisi mereka, tak hadir di sisi mereka dan tak pula menyaksikan mereka. Ketika mereka memutuskan rencana mereka untuk memasukkan Yusuf ke dalam sumur. Dan mereka sedang mengatur tipu daya terhadap Yusuf, tetapi Kami memberitahukannya melalui wahyu yang diturunkan kepadamu.
Allah berfirman bahwa beliau
(ﷺ) adalah Rasul-Nya dan diberitahukan-Nya berita-berita masa lampau yang mengandung suri tauladan dan keselamatan agama dan dunia bagi manusia. Walaupun demikian, tetap sebagian besar di antara mereka masih tak mau beriman. Karena itu Allah berfirman, "Dan sebagian besar manusia tak beriman walau kamu sangat menginginkannya."

Allah berfirman, “Dan engkau sekali-kali tak meminta upah.” Maksudnya, engkau wahai Muhammad tak meminta dari mereka upah sebagai imbalan dari nasehat dan seruan kepada kebaikan serta petunjuk ini, tetapi engkau melakukannya hanya karena mengharapkan ridha Allah dan kasih yang tulus kepada makhluk-Nya. Itu tak lain hanyalah pengajaran semesta alam, agar mereka menjadikannya peringatan, petunjuk dan dapat selamat di dunia dan akhirat.
وَكَأَيِّنْ مِنْ آيَةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ
"Dan berapa banyak tanda-tanda (kebesaran Allah) di langit dan di bumi yang mereka lalui, namun mereka berpaling daripadanya." – (QS.12:105)
Allah memberitahukan bahwa kebanyakan manusia lalai berfikir tentang ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan) Allah dan dalil-dalil keesaan-Nya dengan berbagai macam ciptaan Allah di langit dan di bumi, berupa bintang-bintang yang berkerlap-kerlip cemerlang yang tetap maupun yang berjalan, dan falak yang berputar dalam peredarannya, yang semuanya dikendalikan oleh Allah. Betapa banyak di bumi ini terdapat bagian-bagian yang berdampingan, kebun-kebun dan taman, gunung-gunung yang tegak kuat, lautan yang mengandung banyak kekayaan, gelombang yang saling menghantam, dan padang kering yang luas.
Dan berapa banyak makhluk yang hidup dan yang mati, binatang dan tumbuh-tumbuhan, buah-buahan yang serupa tetapi berbeda-beda rasanya, baunya, warnanya, dan sifatnya. Mahasuci Allah yang Mahaesa, Pencipta segala makhluk, satu-satunya yang kekal, abadi, dan tempat berlindung dan Esa dalam nama dan sifat-sifat-Nya, dan lain-lainnya.

Selanjutnya Allah berfirman, "Dan keadaan sebagian besar dari mereka, tak beriman kepada Allah melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan ilah-ilah lain).” Ibnu ‘Abbas berkata, “Di antara iman mereka adalah apabila mereka ditanya; ‘siapakah yang menciptakan langit, siapakah yang menciptakan bumi, siapakah yang menciptakan gunung-gunung itu?,’ mereka pasti menjawab, ‘Allah.’ Sedangkan mereka tetap menyekutukan (musyrik) kepada Allah.
Disebutkan dalam shahih al-Bukhari dan shahih Muslim, bahwa orang-orang musyrik mengatakan dalam talbiyah mereka, “ Aku memenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, kecuali sekutu yang memang ia milik-Mu, Engkau memilikinya dan apa yang dimilikinya.” Disebutkan dalam shahih Muslim bahwa bila mereka mengatakan, “ Aku memenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu,” Rasulullah (ﷺ) bersabda, “ Cukup, cukup, jangan kalian tambah lagi!”

Allah berfirman dalam ayat lain,

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ ۖ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
"Dan (ingatlah) ketika Lukman berkata kepada anaknya, ketika ia memberi pelajaran kepadanya, 'Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar.'” - (QS. 31:13)
Inilah syirik besar, yaitu beribadah kepada Allah, juga kepada ilah yang lain. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud, aku bertanya kepada Rasulullah (ﷺ), “Dosa apakah yang paling besar?” Beliau (ﷺ) menjawab, “ Kamu menjadikan sekutu bagi Allah, sedang Dia-lah yang menciptakanmu.”

Allah selanjutnya berfirman

وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلا وَهُمْ مُشْرِكُونَ
"Dan kebanyakan mereka tak beriman kepada Allah, bahkan mereka mempersekutukan-Nya." – (QS.12:106)
Al-Hasan al-Bashri mengatakan tentang firman Allah, "‘Dan keadaan sebagian mempersekutukan besar dari mereka Allah tidak (dengan berilah-ilah lain)” , yang dimaksud adalah orang munafik, kalau ia berbuat sesuatu, hal itu karena pamer (riya’) kepada orang lain, dengan demikian ia mempersekutukan Allah dalam amal perbuatannya tadi.

Ada syirik jenis lain, yaitu syirik yang tersembunyi, yang biasanya tak dirasakan (disadari) oleh pelakunya, sebagaimana diriwayatkan oleh Hammad bin Salamah dari ‘Ashim bin Abi an-Najud, dari ‘Urwah ia berkata, “ Hudzaifah menjenguk seorang yang sakit dan ia melihat ikatan pada pangkal lengannya, maka ia memotong, atau melepaskannya, seraya berkata, "'Dan sebagian besar dari mereka tak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan ilahilah lain).

Disebutkan dalam hadits bahwa,

وَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا
“ Barangsiapa bersumpah selain dengan nama Allah, maka ia telah berbuat syirik (mempersekutukan Allah).”
Hadits ini diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dari Ibnu ‘Umar, radhiyallahu 'anhu, dan ia menilainya sebagai hadits hasan.

Dan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan lain-lain dari Ibnu Mas’ud, radhiyallahu 'anhu, ia berkata, “ Rasulullah (ﷺ) bersabda, “Sesungguhnya ar-ruqa’ (mantra/ jampi), at-tamaim (jimat untuk menolak hasad) dan at-tiwalah (sihir pengasih) itulah perbuatan syirik (mempersekutukan Allah).”
Keduanya juga meriwayatkan dengan lafazh lain, "“ Thiyarah (berfirasat buruk, merasa bernasib sial) itulah perbuatan syirik, tiada orang di antara kita yang tak melakukannya, tetapi Allah menghilangkannya dengan tawakkal.”

Selanjutnya, Allah berfirman,

أَفَأَمِنُوا أَنْ تَأْتِيَهُمْ غَاشِيَةٌ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ أَوْ تَأْتِيَهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً وَهُمْ لا يَشْعُرُونَ
"Merasa amankah mereka dari kedatangan siksa Allah yang meliputi mereka, atau kedatangan Kiamat kepada mereka secara mendadak, sedang mereka tidak menyadarinya?" – (QS.12:107)
Allah bertanya, "Merasa amankah mereka bahwa ghāshiyah takkan datang kepada mereka dari adzab Allah?" Apa itu ghāshiyah? Ghāshiyah adalah apa yang menutupi dan apa yang menyelubungi. Setiap satu adzab disebut ghāshiyah, karena engkau terselubungi di dalamnya. SubḥānAllāh, kita memohon perlindungan Allāh dari segala adzab Allāh. Lihatlah apa yang terjadi sekarang dengan tsunami dan gempa bumi. Inilah jenis ghāshiyah, karena engkau terbenam dan semuanya diabaikan selain adzab itu. Ghāshiyah berarti engkau terbenam di dalamnya dan engkau tak dapat memikirkan hal-hal selainnya. Lihatlah orang-orang ini sekarang. Inilah yang dimaksud dengan ghāshiyah. Semoga Allah menjadikan segala keadaan kita mudah dan melindungi kita dari cobaan apapun.

Al-Qur'an memiliki pemikat, namun juga memiliki pemecut. Al-Qur'an memikat dengan bashīr, pahala, Jannah, dan kasih-sayang, namun juga memecut dengan adzab. Jika engkau menolak, bersiaplah menghadapi Rabb-mu. Faktanya, bahwa di zaman kita ini, kita menganggap, secara politis, tidaklah tepat membicarakan tentang api Neraka. Kita mengatakan saat berdakwah, janganlah berbicara tentang "jika engkau menolak, engkau 'kan menghadapi murka Sang Pencipta," padahal Al-Qur'an punya keduanya. Manusia membutuhkan keduanya. Engkau perlu pemikat dan engkau juga perlu pemecut.

Setelah menyebutkan pemikat dan pemecut, dan setelah menyebutkan begitu banyak mukjizat Nabi (ﷺ) dan ciptaan, Rasulullah (ﷺ) kemudian diperintah mengatakan,

قُلۡ ہٰذِہٖ سَبِیۡلِیۡۤ اَدۡعُوۡۤا اِلَی اللّٰہِ ۟ؔ عَلٰی بَصِیۡرَۃٍ اَنَا وَ مَنِ اتَّبَعَنِیۡ ؕ وَ سُبۡحٰنَ اللّٰہِ وَ مَاۤ اَنَا مِنَ الۡمُشۡرِکِیۡنَ
"Katakanlah (Muhammad), 'Inilah jalanku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan yakin, Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang musyrik.”'" - (QS. 12:108)
Jalan Islam adalah jalan yang menghubungkan engkau dengan Allāh Subḥānahu wa Ta‘āla. Jalan Nabi (ﷺ) dan tugas Nabi (ﷺ) adalah menyeru orang ke jalan ini. Bagaimana ia melakukan seruan ini? ‘Ala baṣīrah berarti ilmu yang jelas. "Aku takkan menyerumu berdasarkan kebodohan. Aku bukanlah orang yang jāhil. Aku tahu untuk apa aku menyerumu."
Baṣīrah berasal dari kata "baṣarah", yaitu melihat. Baṣīrah berarti sangat jelas. Nabi (ﷺ) bersabda dalam sebuah hadits, “Aku telah membawamu di jalan yang berbinar. Malamnya laksana siang hari. Tiada yang menyimpang dari jalan ini kecuali ia yang menginginkan kehancuran." Jalan itu sangatlah jelas.
Kemudian Allah berfirman,
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلا رِجَالا نُوحِي إِلَيْهِمْ مِنْ أَهْلِ الْقُرَى أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الأرْضِ فَيَنْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَدَارُ الآخِرَةِ خَيْرٌ لِلَّذِينَ اتَّقَوْا أَفَلا تَعْقِلُونَ
"Dan Kami tak mengutus sebelummu (Muhammad), melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri. Tidakkah mereka bepergian di bumi lalu melihat bagaimana kesudahan orang-orang sebelum mereka (yang mendustakan rasul). Dan sungguh, negeri akhirat itu lebih baik bagi orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti?" – (QS.12:109)
Karakteristik para nabi itu, bahwa merekalah orang-orang yang diilhami dari masyarakat perkotaan. Apa artinya? Maksudnya, bahwa Nabi (ﷺ) memiliki semua karakteristik yang dimiliki para nabi sebelumnya.
Semua nabi, lelaki. Inilah posisi standar ahlus-sunnah wa'l-jamā‘ah. Tiada nabi wanita. Kita sangat meyakini hal ini meskipun ada pendapat minoritas bahwa Maryam itu, seorang nabi, namun tampaknya tidaklah demikian. Sebaliknya, ia melihat seorang malaikat, dan malaikat berkomunikasi dengannya, namun ia tak menerima waḥyu. Ia tak menerima kitab dari Allāh ‘Azza wa Jalla. Malaikat dapat datang kepada wanita dan dapat muncul di depan wanita, namun keadaan ini tak membuat mereka menjadi nabi. Para nabi berarti mendapatkan wahyu dari Allah, dan pendapat dominan, selalu bahwa semua nabi itu, lelaki, dan cukup jelas dari ayat ini. Latarbelakangnya, karena bagi seorang wanita, untuk menjadi seorang nabi, akan lebih sulit baginya diterima dalam masyarakat manapun, terutama masyarakat patriarkal pada zaman dulu. Juga, seorang wanita memiliki masalah sendiri - seperti jika seorang lelaki tertarik padanya. Akan berbeda bila seorang lelaki yang menjadi seorang nabi.
 
Tak ada keraguan, dalam masyarakat kita, secara politis, tak benar mengatakan bahwa pria dan wanita sedikit berbeda. Kita meyakini bahwa mereka berbeda dan sama secara spiritual. Kita tak meyakini bahwa pria dan wanita, sama secara fisiologis atau emosional. Bukan berarti bahwa pria lebih baik atau wanita lebih baik. Adalah bahwa Allāh telah menciptakan mereka dengan peran dan tujuan masing-masing, dan Allāh ‘Azza wa Jalla telah menentukan ini di antara manusia. Jika ada orang Nasrani atau Yahudi yang berdebat denganmu, engkau dapat meminta mereka agar melihat Perjanjian Lama, yang penuh dengan para nabi lelaki. Tak ada nabiah wanita di situ.

Para nabi adalah kaum lelaki yang tinggal di perkotaan. Tak ada nabi orang Badui. Orang Badui (orang-orang yang tinggalnya di padang gurun), pada umumnya, berbicara dan bersuara kasar. Mereka tak ada tata-krama dan tak tahu bagaimana menempatkan pembicaraan. Kita semua tahu sebuah ḥadits orang Badui, yang berjalan masuk ke masjid dan membuka celananya di depan khalayak, lalu buang air kecil. Inilah yang dilakukan orang Badui karena ia tak hidup di antara manusia lain, sehingga ia tak terbiasa berinteraksi dengan orang lain.
Dari ciri-ciri para nabi, bahwa mereka berasal dari budaya perkotaan. Mereka punya adab dan akhlaq. Rasulullah (ﷺ) berasal dari suku Quraisy, dan suku Quraisy, suku yang paling terhormat dari semua orang Arab.