Sang negarawan menjawab dengan tenang, "Berdasarkan wahyu 1400 tahun yang lalu, Rasulullah (ﷺ) menunjukkan tiga sumber utama mimpi, dari Allah; setan, dan diri manusia. Beliau (ﷺ) juga menggambarkan karakteristik utama setiap jenis mimpi itu agar umatnya dapat membedakannya dan memahami bagaimana mimpi itu dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka. Abu Hurairah (رضي الله عنه) meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,
إِذَا اقْتَرَبَ الزَّمَانُ لَمْ تَكَدْ رُؤْيَا الْمُسْلِمِ تَكْذِبُ وَأَصْدَقُكُمْ رُؤْيَا أَصْدَقُكُمْ حَدِيثًا وَرُؤْيَا الْمُسْلِمِ جُزْءٌ مِنْ خَمْسٍ وَأَرْبَعِينَ جُزْءًا مِنَ النُّبُوَّةِ وَالرُّؤْيَا ثَلاَثَةٌ فَرُؤْيَا الصَّالِحَةِ بُشْرَى مِنَ اللَّهِ وَرُؤْيَا تَحْزِينٌ مِنَ الشَّيْطَانِ وَرُؤْيَا مِمَّا يُحَدِّثُ الْمَرْءُ نَفْسَهُ فَإِنْ رَأَى أَحَدُكُمْ مَا يَكْرَهُ فَلْيَقُمْ فَلْيُصَلِّ وَلاَ يُحَدِّثْ بِهَا النَّاسَ
"Ketika waktu semakin dekat (yakni bila Kiamat sudah dekat), mimpi seorang mukmin tak mungkin salah. Dan mimpi yang paling nyata adalah dari mereka yang paling jujur dalam ucapannya, karena mimpi seorang Mukmin adalah bagian dari keempat puluh lima Nubuwah, dan mimpi ada tiga jenis: pertama, mimpi yang baik, yang merupakan khabar baik dari Allah; mimpi buruk yang menyebabkan rasa sakit, berasal dari setan, dan yang ketiga adalah dari pikiran manusia itu sendiri, jadi jika ada diantara kalian yang bermimpi, yang tak ia sukai, ia hendaknya bangun dan shalat, dan ia tak boleh menceritakannya kepada orang lain."- [Sahih Muslim]
Jadi, mimpi ada tiga jenis. Pertama, hadits-nafs -mimpi yang berasal dari imajinasimu. Jenis ini adalah karya pikiran manusia. Mimpi jenis ini biasanya merupakan citra yang terputus-putus dari pengalaman manusia, dulu atau sekarang, imajiner atau nyata. Semua teori ilmiah modern menganggap bahwa keadaan mimpi sebagai perpanjangan dari keadaan terjaga yang mencerminkan pengalaman terjaga. Ulama abad keduabelas, al-Baghawi, menyatakan bahwa mimpi basah mungkin merupakan produk dari refleksi mental saat bermimpi, seperti halnya orang yang terlibat dalam suatu kegiatan saat bangun, dapat melihat dirinya terlibat dalam kegiatan itu dalam mimpi mereka. Demikian juga, orang yang sedang jatuh cinta dapat melihat kekasihnya.
Prinsip utama mengenai mimpi yang berasal dari manusia, bahwa mimpi itu, tak ada artinya. Bukan kabar gembira dari Allah atau godaan jahat dari Setan. Refleksi mental hanyalah bagian dari fungsi biologis otak. Akibatnya, tak perlu dicari ta'wilnya dari orang lain. Namun, bentuk mimpi ini hendaknya dianggap sebagai berkah dari Allah. Bukti ilmiah telah menunjukkan bahwa tidur bermimpi lebih baik daripada tidur tanpa mimpi. Orang-orang yang secara kronis kehilangan tidur bermimpi akhirnya bermimpi lebih banyak untuk mengimbangi tidur mimpi yang terlewat. Selain itu, hormon yang bertanggung jawab untuk pertumbuhan dan perkembangan pada manusia, yang disebut hormon pertumbuhan, dilepaskan secara nokturnal, terutama selama tidur REM. Oleh karena itu, kurang tidur mimpi dapat berkontribusi pada faktor-faktor yang menyebabkan pertumbuhan terganggu.
Periode mimpi utama, ditandai dengan kombinasi gerakan mata cepat (Rapid Eye Movement/REM), pola gelombang otak yang mirip dengan yang dihasilkan selama terjaga, dan peningkatan aktivitas fisiologis, disebut tidur REM.
Mimpi jenis kedua adalah Hulum. Hulum adalah mimpi mimpi buruk. Mimpi buruk berasal dari campur tangan jin dalam mimpi kita. Dengan cara yang sama, jin-jin jahat mampu memperkenalkan pikiran-pikiran jahat dalam pikiran manusia dalam kondisi terjaga, mereka mampu melakukannya dalam kondisi tidurnya.
Abu Salamah berkata, "Aku pernah bermimpi yang menyebabkan aku menggigil, namun aku tak menutupi diriku dengan selimut. Ini terus terjadi hingga aku bertemu Abu Qataadah dan menyampaikan padanya tentang hal itu. Ia mengutip perkataan Rasulullah (ﷺ), "Mimpi [baik] berasal dari Allah dan mimpi [buruk] dari iblis. Jadi ketika salah seorang darimu bermimpi yang tak ia sukai, ia harus meludah ke sisi kirinya tiga kali dan memohon perlindungan Allah dari kejahatan itu; maka itu takkan membahayakannya. "- [Sahih Muslim]
Gambaran mimpi buruk ini bertepatan dengan gambaran ilmiah teror malam yang tak terkait dengan mimpi biasa. Menurut para peneliti, mimpi buruk kemungkinan berasal dari sumber selain dari kondisi tidur mimpi REM normal. Mimpi ini digambarkan 'muncul secara spontan', yaitu, sumber atau sebab yang tak diketahui. Karena penolakan mereka terhadap alam ruh, para ilmuwan berspekulasi bahwa mimpi buruk mungkin terkait dengan bangun dengan tiba-tiba dari tidur nyenyak yang secara eksperimental tampak tanpa mimpi. Namun sebenarnya, sumber mimpi-mimpi seperti itu adalah kekuatan jahat dari alam ruh seperti yang dijelaskan dalam Sunnah.
Mimpi dari setan dapat megakibatkan kesedihan atau kesakitan, seperti dalam riwayat Abu Hurairah (رضي الله عنه) yang disebutkan sebelumnya. Ini berkaitan dengan rencana Setan agar membawa kesedihan di antara manusia, Allah telah berfirman sebagai berikut,
نَّمَا النَّجْوَى مِنَ الشَّيْطَانِ لِيَحْزُنَ الَّذِينَ آمَنُوا وَلَيْسَ بِضَارِّهِمْ شَيْئًا إِلا بِإِذْنِ اللَّهِ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
"Sesungguhnya pembicaraan rahasia itu termasuk (perbuatan) setan, agar orang-orang yang beriman itu bersedih hati, sedang (pembicaraan) itu tidaklah memberi bencana sedikit pun kepada mereka, kecuali dengan izin Allah. Dan kepada Allah hendaknya orang-orang yang beriman bertawakal." - [QS.58:10]
Kesedihan mungkin saja terjadi karena bermimpi seorang teman dekat atau saudara meninggal atau terluka. Mimpi buruk jenis ini, akan berpengaruh pada orang beriman maupun yang tak beriman, secara merata. Di sisi lain, melihat seseorang berbuat zinah, minum khamr atau mencuri, hanya akan membuat orang mukmin merasa sedih. Orang yang zhalim akan lebih mungkin menikmati mimpi seperti itu dan didorong untuk mempraktikkannya.
Mimpi buruk juga dapat menyebabkan ketakutan. Pikiran yang menakutkan bisa datang dalam bentuk kecelakaan atau malapetaka yang mengerikan, atau mungkin juga disebabkan oleh rasa yang menakutkan seperti jatuh dari ketinggian atau mati lemas karena terperangkap dalam ruang sempit. Ini mungkin juga bisa terjadi dimana ketakutan individu terhadap hewan dan serangga tertentu, seperti ular dan laba-laba, berperan. Jenis-jenis ketakutan ini menyebabkan kondisi kelemahan emosional dan spiritual yang, pada gilirannya, membuat manusia rentan terhadap bentuk-bentuk serangan iblis lainnya.
Prinsip pertama mengenai mimpi buruk adalah bahwa semua mimpi dengan konten buruk, berasal dari setan. Tak perlu menafsirkannya secara positif, karena bukan dari Allah. Mimpi buruk dimaksudkan untuk menyesatkan manusia dan dengan menyadari tujuan ini, orang-orang beriman dari melindungi diri mereka darinya. Ibnu Hajar al-‘Asqalani dan Imaam al-Baghawi, keduanya berkata, “Tiada keraguan bahwa mimpi basah adalah di antara permainan Setan dengan menggunakan mimpi. Mimpi seperti itu tak memiliki penta'wilan."
Prinsip kedua mengenai mimpi buruk adalah bahwa orang yang mengalaminya, hendaknya meludah ke sisi kiri sebanyak tiga kali dan berlindung kepada Allah tiga kali. Tindakan dan pernyataan ini hendaknya dilakukan dengan takzim dan bukan sebagai ritual yang tak berarti. Juga disarankan agar seseorang mengubah posisi tidurnya. Jika seseorang berbaring di sisi kanan seseorang - sesuai dengan sunnah, ia hendaknya berbalik ke sisi kiri dan sebaliknya. Namun, jika ia berbaring telentang, ia hendaknya menghadap ke kanan dan bukan tertelungkup, karena Rasulullah (ﷺ) melarang tidur dengan tertelungkup.
Prinsip ketiga tentang mimpi buruk adalah memohon perlindungan kepada Allah dari Setan. Prinsip keempat mengenai mimpi buruk adalah bahwa seseorang juga dapat bangun dan .mengerjakan shalat sunnat dua raka'at atau lebih. Nasihat ini memungkinkan orang-orang beriman memanfaatkan keutungan rohani dari pengalaman buruk yang menyebabkan mereka terbangun di tengah malam. Shalat malam adalah salah satu shalat terbaik menurut riwayat Abu Hurairah (رضي الله عنه) dimana Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Shalat terbaik setelah shalat wajib adalah yang dilakukan di tengah malam." - [Sahih Muslim]
Prinsip kelima mengenai mimpi buruk adalah bahwa mimpi itu tak boleh disampaikan kepada siapapun. Penafsirannya tak perlu dicari, baik dari para ulama atau buku, karena Rasulullah (ﷺ) telah dengan tegas menyatakan bahwa mimpi ini berasal dari Setan dan karenanya, tak mungkin mimpi ini benar atau baik.
Gangguan setan dalam proses berpikir manusia dimaksudkan agar umat manusia menyimpang dari jalan kebenaran dan memicu ketidakpatuhan kepada Allah. Karena rasa takut yang dihasilkan dalam mimpi, ada orang menggunakan cara tak benar untuk melindungi diri mereka dari bahaya imajiner. Karena gangguan setan berada di luar kendali manusia, Rasulullah (ﷺ) menyampaikan kepada para pengikutnya bahwa Allah tak menghukum pikiran buruk, asalkan mereka tak membicarakannya kepada orang lain, atau bertindak sesuai yang dipikirkan itu. Abu Hurairah mengutip Rasulullah (ﷺ) yang bersabda, "Allah mengabaikan pikiran buruk umat Islam selama mereka tak membicarakannya atau menindaklanjutinya." Demikian pula, ketika seseorang bermimpi buruk, ia tak boleh menuturkan kepada orang lain tentang mimpinya itu, juga tak bertindak sesuai mimpinya itu, dan tak ada dosa yang dicatat terhadap orang yang bermimpi itu.
Jenis mimpi ketiga adalah Mubasysyirat - mimpi dari Allah. Inilah mimpi yang baik. Tak ada mimpi dari Allah yang akan menyebabkanmu bangun dalam keadaan ketakutan. Engkau takkan bangun ketakutan, atau kalau tidak, berrarti mimpi itu bukanlah mubasysyir. Apa arti mubasysyir? Asal kata dari basyir dan basyara. Kabar gembira, kabar baik, sesuatu yang optimis. Bahkanpun jika tak positif, akan menjadi pernyataan faktual. Akan menjadi sesuatu yang benar dan bukan sesuatu yang menakutkan.
Apa tanda dari jenis mimpi ini? Engkau akan bangun dan mengingat mimpinya dengan jelas, jadi bukan mimpi dari imajinasi manusia. Engkau takkan bangun dalam keadaan ketakutan. Ketika kedua kondisi ini terpenuhi, maka sangat mungkin dan kemungkinan itulah mubasyir. Terkadang engkau akan bangun dalam keadaan positif karena engkau melihat sesuatu yang positif. Terkadang engkau akan bangun dalam keadaan netral (tak takut dan juga tak bahagia) dan engkau mungkin bingung dengan apa yang engkau lihat, namun engkau takkan pernah bangun ketakutan. Jika engkau bangun dengan ketakutan, itu bukan dari Allah, melainkan dari Setan.
Mimpi dari Allah ada dua jenis. Yang pertama, yang kurang umum, bahwa engkau melihat peristiwa aktual dengan engkau di dalamnya tanpa simbolisme apapun. Itulah mimpi sejati. Engkau melihat sesuatu yang akan terjadi di masa depan, dan tak ada simbolisme di dalamnya. Inilah pemberlakuan masa depan. Rasulullah (ﷺ) melihat dalam mimpi bahwa ia megerjakan tawaf di sekitar Ka'bah pada tahun keenam hijrah. Tak ada simbolisme, dan ketika beliau melihat mimpi itu, ia tahu bahwa itu bukan mimpi simbolik. Beliau (ﷺ) bersabda, “Wahai Muslim,aku melihat mimpi bahwa aku melakukan tawaf di sekitar Ka‘bah. Marilah kita pergi berumrah.” Tahun itu mereka dihentikan memasuki Mekah, dan terjadilah Perjanjian Hudhaibiyah.
Rasulullah (ﷺ) melihat mimpi tanpa simbolisme. Beliau melihat dirinya melakukan tawaf dan mencukur rambutnya dan itu akan terjadi. Allah berfirman dalam Al Qur'an, "Mimpi yang kamu lihat ini adalah mimpi yang sebenarnya. Engkau akan memasuki Masjid Al-Haram. ”Itu terjadi di tahun berikutnya.
Jenis mimpi pertama dimana engkau melihat akan berlakunya sesuatu yang akan terjadi. Ini jarang terjadi, tetapi terjadi. Ini terjadi lebih umum bagi para nabi. Mimpi para nabi adalah bentuk wahyu. Allah berfirman dalam Al Qur'an bahwa wahyu diberikan kepada para nabi dalam tiga cara,
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ
"Dan tidaklah patut bagi seorang manusia bahwa Allah akan berbicara kepadanya kecuali dengan perantaraan wahyu atau dari belakang tabir atau dengan mengutus utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan izin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Mahatinggi, Mahabijaksana.." - [QS.42:51]
Oleh karena itu, caranya adalah, "ilham" [misal, mimpi yang benar]; ucapan langsung tanpa terlihat; dan melalui malaikat pembawa pesan, Jibril (عليه السلام).
Nabi Ibrahim melihat dirinya mengorbankan putranya - tak ada simbolisme, dan itu tampak jelas dipenggal. Sehubungan dengan jenis mimpi seperti itu, Ummul Mukminin, Aisyah (رضي الله عنها) memberi tahu kita bahwa Rasulullah (ﷺ) menceritakan bahwa selama enam bulan sebelum wahyu Al-Qur'an, setiap malam, Rasulullah (ﷺ) sering bermimpi. Selama enam bulan tanpa henti, setiap kali Nabi kita (ﷺ) akan tidur, beliau akan bermimpi apa yang akan terjadi esok. Beliau mungkin bermimpi berada di tempat jual beli, dan hari berikutnya hal yang persis sama terjadi. Beliau bermimpi, akan bertemu seseorang dan hari berikutnya orang itu datang dan beliau bertemu dengannya. Beliau melihat mimpi itu, dan keesokan paginya, itulah yang terjadi. Selama enam bulan tanpa henti, mengapa? Allah Subhanahu wa Ta'ala menyampaikan bahwa sesuatu yang istimewa dan hebat akan terjadi, dan Dia sedang mempersiapkan untuk beliau wahyu Iqra. Selama enam bulan, ini terjadi, dan kemudian, diwahyukanlah ayat Iqra.
Jenis kedua adalah Simbolisme. Inilah jenis mimpi yang lebih umum. Terkadang para nabi juga bermimpi seperti mimpi ini. Lebih umum, yang bukan nabi bermimpi ini. Dalam jenis mimpi ini, setiap objek yang engkau lihat melambangkan dan mewakili sesuatu yang lain. Misalnya, sebutir jagung mewakili satu tahun air menurut kisah Yusuf. Sapi yang sangat gemuk dan sapi yang sangat kurus mewakili tahun surplus dan tahun kekeringan. Sebuah pohon mewakili ini, atau Ka‘bah mewakili itu. Cahaya mewakili sesuatu yang lain.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah (ﷺ) bersabda, “Aku melihat banyak orang mengenakan jubah dengan ukuran berbeda, dan beberapa jubah ada di leher mereka dan ada yang sampai ke perut mereka. Aku melihat Umar bin Al-Khattab dan bajunya menyeret di belakangnya. "Mereka berkata," Bagaimana engkau menafsirkan ini? "Beliau (ﷺ) bersabda, "Agama." Orang-orang memiliki ukuran agama yang berbeda. Agama sebagian kecil dan agama sebagian besar. Agama Umar sangat kuat, itu akan sangat jauh ke sana. Baju berarti agama dalam mimpi ini. Namun, ini bukan berarti bahwa dalam setiap mimpi, sebuah jubah melambangkan agama, tetapi hanya dalam mimpi itu. Mimpi jenis inilah mimpi simbolis.
Kita melihatnya sekarang dalam kisah Yusuf karena ia melihat sebelas bintang dan matahari dan bulan. Ini simbolis. Setiap warna, binatang, gambar, tanaman dan benda mati yang engkau ingat, mewakili sesuatu. Tak semua orang bisa membuka atau menjelaskan jenis representasi ini.
Prinsip pertama mengenai mimpi yang benar adalah bahwa mimpi ini karunia dari Allah. Karunia ini tak terbatas pada para nabi dan orang-orang shalih, karena ada banyak kasus orang kafir yang tercatat mengalami mimpi yang seperti ini. Selanjutnya, Abu Qataadah meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,
الرُّؤْيَا مِنَ اللَّهِ، وَالْحُلْمُ مِنَ الشَّيْطَانِ
"Mimpi baik yang benar dari Allah, dan mimpi buruk dari Setan." - [Sahih al-Bukhari]
Ini pernyataan umum dari Rasulullah (ﷺ) tentang mimpi yang baik. Tak terbatas hanya pada mimpi bagi orang mukmin. Kisah yang diberikan dalam Al-Qur'an, Nabi Yusuf, yang menafsirkan mimpi dua narapidana penjara dan penguasa kafir Mesir, adalah contoh mimpi baik yang diterima oleh orang-orang kafir. Mimpi-mimpi yang baik adalah di antara tanda-tanda yang Allah ciptakan di dalam manusia yang menunjuk pada keberadaan-Nya. Mereka yang tak percaya kepada Allah, mungkin bisa menemukan penjelasan yang memuaskan tentang keberadaan fisik mereka dalam teori evolusi Darwin dan teori relativitas Einstein, namun, mereka tak punya penjelasan tentang mimpi yang menjadi kenyataan.
Rasulullah (ﷺ) menyampaikan kepada umat Islam bahwa saat akhir dunia semakin dekat, salah satu tanda-tandanya adalah bahwa sebagian besar mimpi orang-orang beriman akan terwujud. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,
إِذَا اقْتَرَبَ الزَّمَانُ لَمْ تَكَدْ تَكْذِبُ رُؤْيَا الْمُؤْمِنِ، وَرُؤْيَا الْمُؤْمِنِ جُزْءٌ مِنْ سِتَّةٍ وَأَرْبَعِينَ جُزْءًا مِنَ النُّبُوَّةِ
"Ketika Hari Kiamat mendekat, mimpi-mimpi orang beriman akan selalu menjadi kenyataan, dan mimpi orang beriman adalah salah satu dari empat puluh enam bagian nubuwah, dan apapun yang termasuk sifat kenabian takkan pernah salah." - [Sahih al-Bukhari]
Pernyataan kenabian seperti di atas dapat menggoda orang agar berasumsi bahwa mimpi mereka akan menjadi nyata. Namun, mimpi yang benar hanya dapat diketahui benar ketika mimpi benar-benar menjadi kenyataan.
Prinsip kedua mengenai mimpi yang benar adalah bahwa hanya Rasulullah (ﷺ) yang dapat mengatakan dengan pasti bahwa mimpi-mimpinya adalah mimpi-mimpi sejati sebelum mimpi itu menjadi kenyataan. Manusia lain harus menunggu mimpi mereka menjadi kenyataan untuk mengetahui itukah mimpi yang benar, terlepas dari tingkat keshalihan mereka, seberapa jelas mimpi mereka atau berapa banyak mimpi mereka sebelumnya yang menjadi kenyataan.
Prinsip ketiga mengenai mimpi yang benar adalah bahwa mimpi ini dapat dibagi menjadi dua kategori dasar: yang tak memerlukan ta'wil, baik karena kejelasannya atau makna yang jelas dari simbolnya bagi yang bermimpi, dan yang membutuhkan ta'wil karena ketidakjelasannya, simbolisme atau ketidaktahuan yang bermimpi.
Prinsip keempat mengenai mimpi yang benar adalah bahwa mimpi ini terkait dengan karakter manusia. Meskipun setiap orang dapat mengalami mimpi-mimpi yang benar, semakin seseorang menjadi shalih, semakin benar mimpinya.
Prinsip kelima mengenai mimpi sejati adalah bahwa mimpi itu dapat disampaikan oleh banyak orang.
Rasulullah (ﷺ) juga menyebut mimpi-mimpi yang menyenangkan datang dari Allah. Tentu saja, pernyataan kenabian ini hanya merujuk pada mimpi tentang tindakan atau objek halal (halal menurut Islam). Karena seseorang dapat dapat melihat kezhaliman dan dosa dalam mimpi seseorang, dan senang dengannya. Namun, mimpi buruk bukan berasal dari Allah. Mimpi itu terjadi atas izin Allah, dan dengan cara yang sama bahwa kejahatan di dunia yang tetap ada adalah atas seizin Allah, namun bukan dari-Nya. Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,
إِنَّ الرِّسَالَةَ وَالنُّبُوَّةَ قَدِ انْقَطَعَتْ فَلاَ رَسُولَ بَعْدِي وَلاَ نَبِيَّ " . قَالَ فَشَقَّ ذَلِكَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ " لَكِنِ الْمُبَشِّرَاتُ " . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا الْمُبَشِّرَاتُ قَالَ " رُؤْيَا الْمُسْلِمِ وَهِيَ جُزْءٌ مِنْ أَجْزَاءِ النُّبُوَّةِ " . وَفِي الْبَابِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَحُذَيْفَةَ بْنِ أَسِيدٍ وَابْنِ عَبَّاسٍ وَأُمِّ كُرْزٍ . قَالَ هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ غَرِيبٌ مِنْ هَذَا الْوَجْهِ مِنْ حَدِيثِ الْمُخْتَارِ بْنِ فُلْفُلٍ
"Sesungguhnya Kerasulan dan Kenabian telah dihentikan, sehingga takkan ada lagi Rasul setelahku, juga seorang Nabi. '" Ia (Anas) berkata, "Orang-orang prihatin tentang hal itu, maka beliau (ﷺ) bersabda, 'Tetapi akan ada Mubasysyirat. " Lalu mereka berkata, "Wahai Rasulullah! Apa itu Mubasysyirat?" Beliau bersabda, 'Mimpi seorang Muslim, karena itu adalah bagian dari sifat kenabian.' "- [Jami at-Tirmidzi; Shahih]
Dalam riwayat lain, Rasulullah (ﷺ) menjelaskan bahwa tak hanya bermimpi yang baik oleh setiap Muslim yang mirip dengan aspek kenabian, tetapi mimpi yang baik dari orang yang shalih. Mimpi yang baik menjadi nubuwah ke empat puluh enam bisa berarti satu dari tiga hal. Makna yang jelas adalah bahwa nubuwah terdiri dari empat puluh enam kualitas atau karakteristik, dan mimpi yang baik dari seorang Muslim yang shalih adalah salah satunya. Penjelasan kedua adalah bahwa mimpi yang baik adalah bagian dari ilmu yang terkandung dalam kenabian. Meskipun kenabian berakhir dengan wafatnya Nabi terakhir (ﷺ), bagian dari ilmu nubuwah ini bertahan dalam bentuk mimpi-mimpi indah. Penjelasan ketiga adalah bahwa selama enam bulan sebelum memulai misinya, Rasulullah (ﷺ) mengalami mimpi yang menjadi kenyataan. Karena beliau menerima wahyu selama dua puluh tiga tahun, periode mimpi yang benar setara dengan bagian ke empat puluh enam dari kenabian.
Karena mimpi yang benar berasal dari Allah dan dikaitkan dengan kenabian, berbohong tentang hal itu dilarang. Orang yang melakukannya mengklaim bahwa Allah menunjukkan kepadanya sesuatu yang tak Dia lakukan. Berbohong tentang Allah adalah dosa yang lebih besar daripada berbohong tentang ciptaan-Nya.
Prinsip pertama mengenai mimpi yang baik adalah bahwa mimpi itu berasal dari Allah. Mimpi yang baik bukanlah produk dari aktivitas mental manusia seperti yang diklaim oleh para psikolog modern. Mimpi dimunculkan oleh Allah selama keadaan mimpi, seperti halnya beberapa pikiran baik tercipta dalam pikiran manusia, yang dalam keadaan terjaga melalui ilham ilahi. Prinsip kedua tentang mimpi yang baik adalah bahwa pada dasarnya mimpi ini adalah kabar gembira. Artinya, mimpi ini hendaknya hanya dilihat dari sudut pandang positif. Dengan demikian, orang yang mengalaminya hendaknya bersyukur kepada Allah. Prinsip ketiga tentang mimpi yang baik adalah bahwa mimpi ini dapat dituturkan kepada orang lain dengan cara yang sama seperti halnya kabar baik disampaikan. Namun, Rasulullah (ﷺ) menjelaskan bahwa mimpi yang baik tak boleh diceriterakan kepada semua orang. Imam an-Nawawi berpendapat bahwa Rasulullah (ﷺ) melarang menyampaikannya kepada orang-orang yang tak disukai, karena mereka dapat menafsirkannya secara negatif, yang disebabkan kecemburuan atau dendam, dan dengan demikian, orang yang bermimpi itu bisa menjadi sedih, bukannya bahagia. Imam al-Baghawi menambahkan bahwa menceriterakan mimpi kepada mereka yang tak disukai, juga dapat membuat mereka merencanakan beberapa kerugian terhadap orang yang memimpikannya. Akibatnya, perintah Rasulullah (ﷺ) seperti perintah Nabi Ya'qub kepada putranya, Yusuf. "
Sang musafir muda berkata, "Sampaikan padaku tentang menafsirkan mimpi!" Sang negarawan berkata, "Bertentangan dengan persepsi umum, menafsirkan mimpi atau tafsir ar-ru'yah atau ta'wil mimpi, bukanlah sesuatu yang dapat dengan mudah engkau melihat ke dalam sebuah buku dan mempraktekkannya. Banyak buku seperti, The Dictionary of Interpreting Dreams, The Encyclopedia of Dream Interpretation. Ada sebuah buku palsu yang dikaitkan dengan Ibnu Sirin berjudul "Kamus Mimpi Ibnu Sirin," yang dipalsukan. Ibnu Sirin tak pernah menulis buku semacam itu. Buku ini ditulis 700 tahun setelah Ibnu Sirin meninggal. Buku ini tidak benar. Dalam hal apapun, jika engkau pergi ke toko buku Islam, dalam bahasa Arab, Urdu, Persia, atau Inggris, engkau akan menemukan buku-buku tentang menafsirkan mimpi.
Perlu kita perjelas disini. Penafsiran mimpi bukanlah ilmu yang bisa diajarkan oleh manusia ke manusia. Inilah salah satu dari sedikit ilmu yang Allah karuniakan padamu, secara bawaan. Tak mungkin engkau bisa mempelajari ilmu menafsirkan mimpi. Penafsiran mimpi bukanlah 'ilmu buku'. Ini berkah dari Allah, yang Allah jelas firmankan dalam ayat-ayat ini, "Aku akan mengajarimu bagaimana menafsirkan mimpi." Dia berfirman kepada Yusuf [12: 6].
Karenanya, penafsiran mimpi adalah suatu berkah yang Allah berikan kepada orang-orang pilihan-Nya. Ada yang memilikinya, dan ada yang tidak. Jika engkau tak memilikinya, engkau tak dapat mempelajarinya. Engkau dapat memohon kepada Allah agar memberikannya kepadamu dan engkau dapat berdoa memohonkannya, namun engkau tak dapat membacanya melalui buku. Ini tak seperti ilmu teknik, dan tak seperti ilmu hadis, dan tak seperti ilmu fiqih, dan juga tak seperti ilmu obat-obatan. Inilah ilmu yang dikodifikasi. Penafsiran mimpi itu nyata, dan para nabi Allah, khususnya Nabi Yusuf mengetahui ilmu ini sepenuhnya. Tentu saja Nabi kita (ﷺ) mengetahui ilmu ini.
Tak semua orang diberkahi dengannya. Bagaimana engkau tahu ta'wil seseorang itu benar atau tidak? Berdasarkan pengalaman. Poin lain di sini adalah Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Ketika engkau melihat mimpi dari Allah [mimpi indah, mubasysyirat], jangan menceriterakan kepada siapapun kecuali orang yang engkau percayai." Engkau menyampaikan mimpi itu hanya kepada orang yang dipercaya karena orang lain mungkin akan merasa iri - seperti yang kita pelajari sekarang dalam kisah Yusuf - dan karena orang mungkin berpikiran jahat. Sapaikanlah hanya kepada orang yang dekat denganmu. Englau boleh menyampaikannya, danengkau harus menyampaikannya, namun hanya menyampaikan kepada orang-orang yang engkau percayai.
Ketika engkau menyampaikan orang-orang yang engkau percaya, jika engkau tak tahu bagaimana menafsirkan mimpi, maka sebaiknya engkau diam. Ada bahayanya bila menafsirkan mimpi secara keliru. Dalam ssebuah hadits, Rasulullah (ﷺ) bersabda, “Mimpi yang belum ditafsirkan, ibarat burung yang terbang di atasmu. Begitu seseorang menafsirkannya, burung itu akan jatuh." Carilah orang yang paling memenuhi syarat menafsirkan mimpimu itu. Engkau dapat menyampaikannya kepada orang yang engkau cintai, namun bila orang yang engkau cintai itu tak memiliki ilmu tentang penafsiran mimpi, hendaknya diam. Hendaknya engkau hanya menemui orang-orang yang engkau percaya, yang memiliki ilmu menafsirkan mimpi.
Secara umum, semakin engkau orang shalih, semakin besar kemungkinan engkau akan memiliki ilmu ini. Semakin dekat engkau dengan Allah, semakin banyak ilmu ini akan menjadi bawaan dan alami bagimu. Pergilah ke orang-orang seperti itu dan mereka menafsirkan mimpimu, dan kemudian engkau akan mengetahui benar atau tidakkkah mimpimu itu.
Jika seseorang bermimpi, penta'wil mimpi mengatakan kepadanya mimpi ini berarti bahwa ia akan lulus ujian yang sedang ia pelajari, dan lihatlah, ia lulus ujian, atau mimpi ini berarti bahwa ini dan itu akan terjadi, dan lihatlah, itu terjadi. Dari pengalaman kami mengetahui bahwa orang ini masha'Allah tahu penafsiran mimpi.
Namun, penafsiran mimpi, tak ada yang bisa 100% akurat selain dari para nabi Allah. Hanya para nabi Allah yang bisa menafsirkan mimpi 100% akurat. Apa buktinya? Hadits yang panjang dalam Sahih Bukhari. Rasulullah (ﷺ) bermimpi dan beliau menceritakannya kepada para Sahabat. Abu Bakar (رضي الله عنه) mengangkat tangannya dan berkata, "Wahai Rasulullah, aku mohon kepadamu, demi Allah, izinkan aku menafsirkan mimpi itu!" Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Baik, tafsirkanlah." Abu Bakar mengartikan setiap simbol dan berkata ini berarti ini, dan ini berarti ini, dan ini berarti ini dan kemudian bertanya, "Benarkah, wahai Rasulullah?" Beliau bersabda, "Engkau benar dalam beberapa hal dan engkau keliru dalam hal yang lain." Jika Abu Bakr Al-Siddiq tak bisa sepenuhnya menguasai ilmu penafsiran mimpi, maka tak ada manusia lain setelah para nabi, yang bisa. Ini berarti bahwa bahkan penafsir mimpi terbesar pun tidak memiliki interpretasi mimpi yang solid 100%.
Salah satu alasan mengapa penafsiran mimpi bukanlah ilmu buku adalah karena simbol bervariasi dari masyarakat ke budaya. Karena itu, engkau tak bisa hanya membuka buku dan mencari tahu apa arti simbol ini. Untuk memberimu sedikit gambaran, simbol kelapa bagi orang yang tinggal di pulau terpencil tak sama dengan simbol kelapa bagi orang yang tinggal di kota. Bagi orang di pulau itu, kelapa melambangkan kehidupan, air, dan makanan. Bagiku, kelapa tak melambangkan hal-hal itu. Itu adalah hal yang sangat berbeda.
Ada prinsip-prinsip tentang penafsiran mimpi. Prinsip pertama penafsiran mimpi adalah bahwa orang lain selain Rasulullah (ﷺ) diperbolehkan menafsirkan mimpi. Abu Razin mengutip Rasulullah (ﷺ) yang bersabda,
الرُّؤْيَا عَلَى رِجْلِ طَائِرٍ مَا لَمْ تُعَبَّرْ فَإِذَا عُبِّرَتْ وَقَعَتْ " . قَالَ وَأَحْسِبُهُ قَالَ " وَلاَ يَقُصُّهَا إِلاَّ عَلَى وَادٍّ أَوْ ذِي رَأْىٍ
"Mimpi itu berkibar di atas seseorang selama tak ditafsirkan, tetapi ketika ditafsirkan, ia akan diteteapkan." Dan aku berpikir beliau bersabda, "Sampaikanlah hanya kepada orang yang mencintai (yaitu teman) atau orang yang berilmu." - [Sunan Abi Dawud; Shahih oleh Syaikh Al-Albani]
Hati manusia tetap gelisah selama mimpinya tak ditafsirkan. Adalah wajar mencari pemahaman tentang mimpi seseorang. Namun, Rasulullah (ﷺ) memang menetapkan bahwa mimpi hanya disampaikan kepada teman-teman terkasih atau orang yang berilmu.
Prinsip kedua dari penafsiran mimpi adalah bahwa hanya mimpi yang baik yang dapat ditafsirkan. Imam al-Baghawi berkata, “Ada tiga jenis mimpi yang menunjukkan bahwa tidak semua yang dilihat manusia dalam mimpinya adalah benar dan dapat ditafsirkan. Hanya apa yang berasal dari Allah yang benar, ... segala sesuatu yang selain itu hanyalah mimpi yang membingungkan dan yang tak punya ta'wil." Prinsip ini lebih lanjut didukung oleh larangan Rasulullah (ﷺ) menceritakan mimpi buruk seperti sebagaimana hadits orang Badui yang datang kepada Rasulullah (ﷺ) dan mengatakan kepadanya bahwa ia melihat dirinya dipenggal dalam mimpi. Rasulullah (ﷺ) tertawa dan mengatakan kepadanya, "Jangan sampaikan kepada orang lain tentang permainan Setan yang dimainkannya denganmu engkau tidur." Prinsip ini juga didukung oleh perintah Rasulullah (ﷺ) menceritakan mimpi-mimpi indah kepada mereka yang punya ilmunya.
Prinsip ketiga penafsiran mimpi adalah bahwa mimpi yang baik seharusnya hanya ditafsirkan secara positif. Agar memastikan ini, Rasulullah (ﷺ) memerintahkan agar disampaikan hanya kepada orang-orang terdekat saja dan Ulama. Abu Hurairah mengutip Rasulullah (ﷺ) yang bersabda, "Sesungguhnya, mimpi terjadi sesuai dengan bagaimana mereka ditafsirkan. Ini seperti seseorang yang mengangkat kakinya dan menunggu kapan harus meletakkannya. Jadi jika ada di antara kalian yang bermimpi, janganlah menyampaikannya kecuali kepada orang kepercayaan atau 'Ulama." - [Al-Hakim; Shahih]
Dari nasihat dan praktik Rasulullah (ﷺ), dapat disimpulkan bahwa penafsiran mimpi bukanlah ramalan yang ditawarkan oleh kebanyakan buku mimpi, melainkan optimisme yang diperintahkan oleh Syari'ah.
Prinsip keempat penafsiran mimpi adalah bahwa hanya para nabi yang dapat secara akurat menafsirkan mimpi seratus persen. Penafsiran manusia biasa, baik cendekiawan atau pengikut, tak lebih dari tebakan yang didasarkan pada ilmu tentang simbol, ada di antaranya yang mungkin benar dan mungkin salah.
Prinsip kelima penafsiran mimpi adalah bahwa seseorang dapat mengimplementasikan apa yang dilihat dalam mimpi yang baik. Yaitu, jika seseorang melihat dirinya melakukan sesuatu yang terpuji dalam mimpi itu, diperbolehkan bagi orang tersebut melakukannya dalam keadaan terjaga. ‘Umarah mengutip ayahnya, Khuzaimah bin Tsabit, yang mengatakan ia bermimpi dimana ia bersujud di dahi Rasulullah (ﷺ). Ketika ia mengatakannya kepada Rasulullah (ﷺ), beliau bersabda, "Sesungguhnya, jiwa tak bertemu." Kemudian Rasulullah (ﷺ) menundukkan kepalanya dan beliau meletakkan dahinya di dahi Rasulullah (ﷺ).