Senin, 04 Maret 2019

Kemenangan Tak Bergantung pada Jumlah

Sang geluh berkata, "Setiap berkah yang dinikmati manusia, dianugerahkan oleh Allah. Ia hendaknya bersyukur atas berkah itu dan tak menjadi angkuh atau merasa lebih unggul dan istimewa. Jika ada orang yang merasa sombong atau menunjukkan gejala keangkuhan, maka berkah itu akan dicabut darinya.
Allah menunjukkan nikmat dan kebajikan kepada para nabi-Nya, alaihimassalam. Kisah yang akan kita bicarakan, juga menyangkut seorang Nabi yang kepadanya telah Allah sirami berkah spiritual dan bantuan duniawi. Ia memiliki umat yang sangat banyak. Ada sejumlah besar individu dalam komunitasnya, pasukan besar berada di bawah komandonya, dan mereka memiliki semangat juang yang luar biasa.
Sang nabi diberikan nikmat ini, dan ia merasa senang dan menunjukkan gejala sikap keangkuhan hingga ia berkata, "Adakah diluar sana yang akan dapat melawan pasukanku dan melawan para pejuangku." Sikap atau pemikiran ini, tak diridhai. Itulah pertanda bahwa pandangannya telah beralih dari Penolong dan Kekuatan Sejati. Para nabi, alaihimassalam, sangat dekat dengan Allah, sehingga mereka segera diperingatkan tentang perilaku tersebut. Adalah kehendak Allah bahwa tujuh puluh ribu dari jumlah mereka, gugur dalam peperangan melawan musuh.
lmam Ahmad telah mencatat dalam Musnad-nya, sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Suhaib, radhiyallahu 'anhu. Ia berkata, "Saat Rasulullah (ﷺ) mengimami shalat, mengucapkan sesuatu dengan lembut, yang tak dapat kupahami dan beliau juga tak memberitahu kami tentangnya. Beliau bertanya kepada kami, inginkah kami mengetahui apa yang beliau ucapkan, dan kami membenarkan bahwa kami sungguh ingin tahu. Beliau bersabda, "Tiba-tiba aku teringat seorang Nabi dari para Nabi yang diberi pasukan besar dari rakyatnya dan ia berkata, 'Adakah yang bisa menandingi mereka?' Atau, ia berkata, 'Siapa yang bisa bertahan melawan mereka?' Atau, katanya, sesuatu yang lain, yang sama arah pembicaraannya.
Ia menerima wahyu dari Allah. Ia diperintahkan memilih satu dari tiga pilihan bagi umatnya yang ia banggakan itu. Pertama, umat lain akan menaklukkan mereka, atau kedua, mereka akan menderita kelaparan, atau ketiga, mereka akan dihukum mati.
Ia lalu bermusyawarah dengan umatnya tentang pilihan itu, dan mereka mengatakan kepadanya bahwa ia adalah nabi Allah, dan ia berwenang dalam setiap urusan sehingga dapat memilih apa yang ia pilihkan bagi mereka.
Sang nabi berdiri menegakkan shalat, karena itu kebiasaan mereka, berdiri dalam shalat setiap kali mereka diperhadapkan dengan masalah. Ia berdiri dalam shalat selama Allah menghendaki dan kemudian berdoa kepada-Nya. Ia berkata, 'Wahai Rabb-ku! Bilamana mereka akan ditaklukkan oleh orang asing, janganlah lakukan itu. Juga, jangan biarkan kelaparan membebani mereka. Namun, biarlah kematian yang menguasai mereka.' Maka, merekapun dihukum mati dan tujuh puluh ribu orang gugur. "
Rasulullah (ﷺ) bersabda, "Kata-kata yang kuucapkan dengan lembut dan kalian mendengarnya adalah karena peristiwa ini. Aku mengucapkan permohonan ini, 'Ya Allah! Aku bertempur dengan pertolongan-Mu. Aku menyerang dengan dukungan-Mu. La haula wa laa quwwata illa billah.'
Adalah kebiasaan Rasulullah (ﷺ), yang beliau tuturkan kepada para sahabat, radhiyallahu 'anhum, episode-episode yang membantu membangun karakter mereka. Mereka seharusnya memikul tanggung jawab besar di kemudian hari dalam hidup mereka. Mereka hendaknya menjalankan pemerintahan, memainkan peran dalam politik, masyarakat dan dalam mengangkat harkat martabat Dien Islam. Rasulullah (ﷺ) meriwayatkan kepada mereka alasan-alasan kebangkitan dan kejatuhan bangsa-bangsa sehingga mereka dapat berpikir pada garis yang tepat dan mengembangkan seni tatakelola negara.
Rasulullah (ﷺ) meriwayatkan kasus seorang Nabi yang telah diberikan Allah kekuatan manusia yang unggul dan banyak. Suatu hari, ia merasa gembira dengan kekuatan yang luar biasa dibawah komandonya dan ia mengira bahwa pasukannya itu tak tertandingi. Ia berpikir bahwa tak ada yang sanggup melawannya dan bertahan terhadapnya.
Jelas, pemikiran ini tak diridhai Allah. Seorang Nabi yang mengandalkan kekuatan makhluk-makhluk ciptaan dan manusia selain Allah dan mengabaikan Dia Yang memberikan kekuatan itu, dan Pemilik kekuatan itu!
Para nabi, alaihimassalam, qadarullah, dijadikan berbuat keliru sedemikian rupa sehingga derajat mereka dapat dinaikkan begitu ada kealpaan mereka, merekapun segera memohon ampunan yang sungguh-sungguh dan dengan ketulusan yang dalam. Ketika mereka terus bertobat, Allah menganugerahkan pahala peringkat tinggi sementara kesalahan kecil ini tak sedikit pun meredam kepolosan mereka. Karena itu, ketika sang nabi berkata demikian, ia segera ditegur oleh Allah. "Engkau adalah nabi Kami dan dekat dengan Kami, namun engkau telah mengalihkan perhatianmu dari Kami, padahal kemenangan itu, tergantung pada pertolongan Kami yang ghaib. Kemenangan itu tak bergantung pada jumlah, besar ataupun kecil.
Dengan demikian, jumlah bukanlah tanda kemenangan atau kekalahan yang dapat diandalkan dalam pandangan-Nya. Hal yang nyata adalah keyakinan pada-Nya dan permohonan kepada-Nya. Siapapun yang mengandalkan kemampuan dan kekuatannya sendiri, sangat tak diridhai oleh-Nya. Dia telah berfirman tentang mereka yang mengandalkan jumlah mereka.
Karenanya, sangat penting bahwa seluruh Muslim, khususnya para Nabi, alaihimassalam, mengingat hal ini. Ketika ia bersukacita atas jumlahnya yang banyak, Allah tak menyukainya dan Dia memperingatkannya. Allah menawarkan kepadanya memilih satu dari tiga jenis hukuman, yakni musuh menaklukkan mereka, kelaparan menghantui mereka atau kematian menimpa mereka.

Adalah tanggung jawab para pemimpin bahwa mereka tak tergesa-gesa mengambil keputusan dalam masalah nasional yang penting. Juga, mereka tak boleh memutuskan sendiri. Sebaliknya, mereka pertama-tama hendaknya merenungkan dan membahas masalah ini secara mendalam dan kemudian bermusyawarah dengan orang-orang yang bertanggung jawab dan cerdik-pandai dari bangsa mereka. Maka mereka hendaknya mengambil keputusan dengan mempertimbangkan positif dan negatif yang ada. Ini akan mencegah kemungkinan kehilangan atau mundur pada tahap selanjutnya. Nabi yang telah kita dengar dalam Hadits ini, pertama kali berkonsultasi dengan umatnya dan kemudian menyimpulkannya.
Mengapa tiga pilihan ini diberikan kepadanya? Mungkin ada pilihan lain. Tentu saja, wallahu a'lam, tetapi ketiga jenis hukuman ini, qadarullah, melemahkan kekuatan kolektif seluruh rakyatnya, dan mereka merasa tercela, sehingga hal yang membawa kesan superioritas dalam pikiran mereka, dihilangkan oleh hukuman ini.
Sang nabi memilih kematian dari tiga pilihan yang tersedia baginya. Kenapa demikian? Kenyataannya, ia memohon kepada Allah agar menentukan pilihannya. Jika ia sendiri yang membuat keputusan, ia mungkin telah memilih pilihan yang lain. Jika musuh mengalahkan dan menaklukkan mereka, maka ada banyak aibnya. Jadi, pilihan itu tak dipilih. Ada banyak kesulitan dalam kelaparan, dan itu menyebabkan kelemahan luar biasa yang akan memungkinkan musuh menguasai mereka. Jadi, pilihan itu juga ditolak. Kematian lebih disukai daripada pilihan lain, karena pilihan yang berbeda dengan kedua pilihan pertama, kematian tak dapat disangkal, akhir yang harus dihadapi suatu saat oleh semua orang.

Rasulullah (ﷺ) telah mengajarkan kita bahwa kita hendaknya memohon pertolongan Allah dalam segala keadaan. Kita mungkin memiliki segala sarana dan alat di depan dan belakang kita, tetapi kita hendaknya selalu memohon pertolongan Allah, dan kita hendaknya bergantung pada-Nya. Sang nabi menegakkan Shalat. Setiap kali mereka dalam kesulitan, mereka beralih ke dalam shalat, karena itu, sangat penting dalam memusatkan rahmat Allah kepada jamaah. Ia memilih kematian dan Allah memutuskan bahwa mereka harus mati. Bayangan kematian menyebar di atas mereka sampai tujuh puluh ribu orang berguguran dalam sehari. Mereka yang gugur, semoga menjadi hamba Allah yang diridhai. Barisan mereka akan ditinggikan derajatnya karena mereka menemui ajal atas perintah Allah dan menghormati Nabi-Nya.
Mereka yang selamat mengambil pelajaran darinya dan tak berlaku angkuh sepanjang sisa hidup mereka. Adapun berkurangnya jumlah mereka karena ada yang gugur diantara mereka, Allah mampu menetralkan kehilangan itu, karena Dia berkehendak dan segalanya berada dalam Genggaman-Nya.
Secara khusus, semua orang pada umumnya, dan para pemimpin khususnya, hendaknya menggunakan doa yang diajarkan dalam Hadits ini di masa perang."

Kemudian, sang geluh berkata, "Riwayat hadits ini memberikan pelajaran kepada para pemimpin, pembimbing dan penguasa bangsa-bangsa, agar mengajak pengikut, pemerhati, dan bawahan mereka, ke jalan Allah dan menghindari egoisme, kebanggaan dan kesombongan. Kita telah melihat bagaimana Rasulullah (ﷺ) mengajak umatnya menaati Allah. Di zaman kita, para pemimpin, pembaharu dan pembimbing kita, membanggakan kekuatan dan jumlah mereka, namun mereka tak peduli memperbaiki karakter, perbuatan dan perkataan dari pengikut mereka. Mereka bahkan tak menasihati mereka agar bertindak sesuai dengan perintah Allah. Seringkali, para pemimpin itu, beragama dalam kehidupan pribadi mereka, akan tetapi, ketika mereka berada di antara pemerhati dan pengikut mereka, mereka mengikuti keinginan orang-orang itu dan berperilaku menentang ajaran Dien, agar mereka tak kehilangan dukungan dan pengikut mereka tak berkurang.
Bagi siapapun yang menganggap dirinya, atau bangsanya, atau pasukannya, lebih baik dan lebih unggul daripada orang lain, itulah penyebab keruntuhannya. Pemikiran seperti ini menghancurkan bangsa-bangsa terbesar dan terkuat, karena Allah sangat tak ridha. Apapun kelebihan yang dimiliki suatu bangsa, dan kebaikan dan kesempurnaannya, adalah rahmat dari Allah. Jika mereka kuat, kekuatan itu dianugerahkan oleh Allah, dan jika mereka berilmu yang mumpuni, itu merupakan berkah dari-Nya. Jika seseorang membanggakan kekuatan atau ilmunya, dan menganggap bangsa dan orang lain lebih rendah daripada mereka, maka Allah tak menyukainya sama sekali dan itulah titik dimulainya keruntuhan orang-orang itu. Kita telah melihat betapa sedikit saja melencengnya pemikiran seorang nabi, yang menyebabkan ia kehilangan tujuh puluh ribu umatnya. Maka, kita hendaknya senantiasa bertawakkal kepada Allah. Wallahu a'lam."
لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الأرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ
"Sungguh, Allah telah menolong kamu (mukminin) di banyak medan perang, dan (ingatlah) Perang Hunain, ketika jumlahmu yang besar itu membanggakan kamu, tetapi (jumlah yang banyak itu) sama sekali tak berguna bagimu, dan bumi yang luas itu terasa sempit bagimu, kemudian kamu berbalik ke belakang dan lari tunggang-langgang." - [QS.9:25]
Rujukan :
- Maulana Muhammad Zakaria Iqbal, Stories from the Hadith, Darul Isha'at.