Rabu, 20 Maret 2019

Parabel Sebuah Ladang

Burung serindit berkata, "Setiap orang akan mengalami cobaan dari Allah, ada yang mengalami cobaan yang sangat berat. Ada yang mengalami cobaan dengan menghadapi kesusahan dan ada yang dapat menjalani cobaan itu dengan mudah. Ada yang mengalami cobaan itu dengan sesuatu yang dicintainya.
Bagi orang beriman, setiap cobaan di dunia ini, laksana suntikan vaksin, menyakitkan namun penuh hikmah. Itu untuk kebaikan diri-sendiri, jika memahami setiap cobaan di dunia ini. Cobaan itu laksana vaksinasi yang kita berikan kepada anak-anak kita sendiri, yang Allah Subhanahu wa Ta'ala turunkan sesuatu untuknya, agar terbangun sebelum terlambat. Setiap berkah Allah, adalah ujian, dan ketika kita bersikap bakhil dengan berkah itu, maka tak hanya kebakhilan itu yang akan berhasil menguasai kita, mungkin berkah itu sendiri yang akan dicabut. Itulah pelajaran yang akan kita pelajari dari kisah yang paling pertama Allah wahyukan dalam Al-Qur'an.
Kebakhilan punya dua harga: Allah akan menurunkan bencana kepada kita di dunia ini, dan di akhirat, kita akan diadzab dengan kebakhilan itu. Diriwayatkan Haritsa bin Wahb bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ الْجَنَّةِ، كُلُّ ضَعِيفٍ مُتَضَاعِفٍ، لَوْ أَقْسَمَ عَلَى اللَّهِ لأَبَرَّهُ، أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ النَّارِ كُلُّ عُتُلٍّ جَوَّاظٍ مُسْتَكْبِرٍ
"Tahukah kalian tentang para penduduk Jannah? Mereka itu terdiri dari setiap orang yang rendah-hati dan merendahkan-hatinya, dan jika ia bersumpah karena Allah, akan ia laksanakan, Allah akan memenuhi sumpahnya (dengan ia melaksanakannya). Tahukah kalian tentang para penduduk Jahannam? Mereka terdiri dari setiap 'utul (orang yang kejam), jawwaz (serakah dan kikir), mustakbir (orang yang sombong dan pongah)." - [Sahih Al-Bukhari]
Burung pipit bertanya, "Wahai saudaraku, sampaikanlah tentang kisahnya!" Burung serindit berkata, "Kisah ini adalah sebuah perumpamaan yang dibuat Allah tentang perilaku orang-orang kafir Quraisy atas rahmat yang banyak, dan nikmat luar biasa, yang Dia berikan kepada mereka. Rahmat dan kebaikan dengan diutusnya Rasulullah (ﷺ) kepada mereka. Namun mereka, dahulu, memperlakukan beliau dengan penolakan, pengingkaran dan pertentangan. Allah berfirman,
إِنَّا بَلَوْنَاهُمْ كَمَا بَلَوْنَا أَصْحَابَ الْجَنَّةِ إِذْ أَقْسَمُوا لَيَصْرِمُنَّهَا مُصْبِحِينَ
"Sungguh, Kami telah menguji mereka (orang musyrik Mekah) sebagaimana Kami telah menguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah pasti akan memetik (hasil)nya pada pagi hari,." - [QS.68:17]
Para Salaf menyebutkan bahwa, orang-orang ini, pemilik ladang yang disebutkan Allah, berasal dari Yaman. Said bin Jubair berkata, “Mereka berasal dari sebuah desa yang disebut Darawan yang berjarak enam mil dari San'a '(di Yaman).” Juga dikatakan, “Mereka berasal dari orang-orang Ethiopia yang ayahnya mewariskan sebuah ladang, dan mereka berasal dari Ahli Kitab. Ayah mereka biasa mengelola ladang itu dengan cara yang baik. Apapun yang ia petik darinya, akan ia masukkan kembali ke kebun sesuai kebutuhan, dan ia akan menyimpannya sebagai makanan untuk tanggungannya selama setahun, dan ia akan memberikan kelebihannya dalam bentuk sedekah." Kita takkan meneliti secara terperinci dimana lokasi kejadiannya, karena takkan menambah nilai pelajaran yang bisa dipetik dari kisah ini.

Jadi, konon, ada seorang lelaki tua yang memiliki ladang yang berisi berbagai jenis buah-buahan dan tumbuh-tumbuhan. Setiap musim, pada waktu panen, ia akan memberikan potongan pertama hasil panennya kepada orang miskin dan yang membutuhkan dan hanya menggunakan apa yang tersisa. Amalan ini sangat dikenal banyak orang sehingga orang miskin selalu menanti setiap musim panen. Seperti halnya sifat orang shalih, lelaki tua itu juga sangat murah-hati dalam memberikan sedekah dan berbagi dengan orang yang membutuhkan.
Sang lelaki tua memiliki tiga orang putra, dan ketika ia meninggal, mereka mewarisi ladangnya. Namun, mereka tak mewarisi keshalihan dan kedermawanannya, dan tak suka berbagi kekayaan dengan orang miskin. Mereka merasa bahwa mereka berhak atas seluruh buah yang ada di sana, mengabaikan bahwa itu semua karunia Allah, yang mereka hendaknya, sebagai orang beriman, berbagi dengan yang kurang beruntung.
Karena itu, setelah beberapa waktu, tiga bersaudara itu memutuskan meninggalkan kebiasaan lama dan melarang orang-orang miskin memasuki taman selama musim panen. Bahkan, mereka melangkah lebih jauh lagi, mereka saling bersumpah pada malam hari, bahwa mereka akan memetik buah kebun di pagi hari, sehingga orang miskin dan pengemis tak tahu apa yang mereka lakukan. Dengan cara ini, mereka akan dapat menyimpan buahnya untuk diri mereka sendiri dan tak memberikannya dalam bentuk sedekah. Tak ada seberkaspun dalam rencana mereka, mereka teringat menyebutkan "In sya' Allah" (jika Allah menghendaki) atas sumpah yang mereka buat. Karena itu, Allah membatalkan sumpah mereka.

Salah seorang dari tiga bersaudara ini, merasa tak nyaman dengan rencana mereka. Ia ingin melanjutkan warisan yang ditinggalkan ayahnya, namun ia tak sanggup menyuarakan pendapatnya, juga tak mencegah saudara-saudaranya menerapkan rencana mereka. Akhirnya, ia bukan saja tak dapat mengingatkan saudara-saudaranya, melainkan ia juga mengikuti mereka ke ladang saat mereka ingin melaksanakan rencana jahat mereka.
Perlu kita perhatikan bahwa seperti kebanyakan orang yang pelit dan serakah, tiga bersaudara itu, tak mensyukuri nikmat Allah. Mereka menghubungkan panen yang melimpah dengan keterampilan dan kemampuan mereka sendiri, tanpa memberikan pengakuan bahwa pohon-pohon itu hanya menghasilkan buah yang begitu indah karena kekuasaan Allah.
Ladang itu menghasilkan panenan berlimpah, dan sebenarnya, dengan memberikan sedekah yang terbaik, takkan membuat tiga bersaudara itu kehilangan apapun. Namun, kekufuran mereka, menjadikan qalbu mereka dihinggapi penyakit bakhil, keserakahan dan cinta dunia. Begitulah watak orang pelit: mereka tak dapat menghubungkan takdir mereka dengan Allah, selalu meremehkan dan mengabaikan orang lain, dan selalu lapar untuk menambah lebih banyak lagi.
Suatu hari, dalam gelapnya malam, Allah menyebabkan kebun-ladang itu terbakar. Seluruh pohon rata dengan tanah, segala yang tersisa menjadi debu. Allah berfirman,
وَلا يَسْتَثْنُونَ
"tetapi mereka tak menyisihkan (dengan mengucapkan, “In sya' Allah”)." - [QS.68:18]
فَطَافَ عَلَيْهَا طَائِفٌ مِنْ رَبِّكَ وَهُمْ نَائِمُونَ
"Lalu kebun itu ditimpa bencana (yang datang) dari Rabb-mu ketika mereka sedang tidur." - [QS.68:19]
فَأَصْبَحَتْ كَالصَّرِيمِ
"Maka jadilah kebun itu hitam bagai malam yang gelap gulita." - [QS.68:20]
Tiga bersaudara tak mengetahui bencana itu. Begitu pagi tiba, mereka saling memanggil dan berangkat diam-diam dengan penuh percaya diri untuk menuai panen ladang dengan sembunyi-sembunyi. Lalu Allah berfirman,
فَتَنَادَوْا مُصْبِحِينَ
"lalu pada pagi hari mereka saling memanggil." - [QS.68:21]
أَنِ اغْدُوا عَلَى حَرْثِكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَارِمِينَ
”Pergilah pagi-pagi ke kebunmu jika kamu hendak memetik hasil.” - [QS.68:22]
فَانْطَلَقُوا وَهُمْ يَتَخَافَتُونَ
"Maka mereka pun berangkat sambil berbisik-bisik." - [QS.68:23]
أَنْ لا يَدْخُلَنَّهَا الْيَوْمَ عَلَيْكُمْ مِسْكِينٌ
”Pada hari ini jangan sampai ada orang miskin masuk ke dalam kebunmu.” - [QS.68:24]
وَغَدَوْا عَلَى حَرْدٍ قَادِرِينَ
"Dan berangkatlah mereka pada pagi hari dengan niat menghalangi (orang-orang miskin) padahal mereka mampu (menolongnya)." - [QS.68:25]
فَلَمَّا رَأَوْهَا قَالُوا إِنَّا لَضَالُّونَ
"Maka ketika mereka melihat kebun itu, mereka berkata, “Sungguh, kita ini benar-benar orang-orang yang tersesat," - [QS.68:26]
بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ
"bahkan kita tak memperoleh apa pun," - [QS.68:27]
Mereka saling berbisik tentang apa yang mereka lakukan, sehingga tak ada yang dapat mendengar apa yang mereka ucapkan. Kemudian Allah, Yang Maha Mengetahui rahasia dan pembicaraan tersembunyi, menjelaskan apa yang mereka ucapkan dalam bisikan mereka. Ada dari mereka berkata kepada yang lain, "Jangan biarkan orang miskin masuk ke dalam ladangmu hari ini." Dan mereka pergi di pagi hari dengan kemampuan dan kekuatan mereka. Berpikir bahwa mereka punya kekuatan untuk melakukan apa yang mereka nyatakan dan inginkan.
Ketika mereka sampai di sana dan menapak di atasnya, dan dalam kadaan itulah Allah telah merubah dari ladang yang berkilauan, cemerlang dan berlimpah buah, menjadi ladang yang hitam, suram, dan kosong, tak ada manfaat apapun. Mereka merasa bahwa mereka telah menempuh jalan yang salah menuju ke ladang. Karenanya mereka berkata, "Kita telah menjalani tapak yang bukan menjadi tujuan kita." Kemudian mereka berubah pikiran dan menyadari dengan pasti bahwa itu sebenarnya jalan yang benar. Lalu mereka berkata, "Tidak, ini sudah benar, namun kita tak punya bagian dan tak ada hasil panen."

Yang paling bijak dan yang terbaik dari mereka berkata, "Bukankah aku sudah bilang, ‘Mengapa kalian tak Tusabbihun?' maksudnya, "Mengapa kalian tak mengucapkan, 'Jika Allah berkehendak?'" Ini berarti bahwa, yang terbaik dari mereka berkata, "Tidakkah aku menyampaikan, mengapa kalian tak memuliakan Allah dan bersyukur kepada-Nya atas apa yang telah Dia berikan dan segala nikmat yang Dia limpahkan?" Allah berfirman,
قَالَ أَوْسَطُهُمْ أَلَمْ أَقُلْ لَكُمْ لَوْلا تُسَبِّحُونَ
"Berkatalah seorang yang paling bijak di antara mereka, “Bukankah aku telah mengatakan kepadamu, mengapa kamu tak bertasbih (kepada Rabbmu).” " - [QS.68:28]
قَالُوا سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنَّا كُنَّا ظَالِمِينَ
"Mereka mengucapkan, 'Mahasuci Rabb kami, sungguh, kami adalah orang-orang yang zhalim'." - [QS.68:29]
فَأَقْبَلَ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ يَتَلاوَمُونَ
"Lalu mereka saling berhadapan dan saling menyalahkan." - [QS.68:30]
قَالُوا يَا وَيْلَنَا إِنَّا كُنَّا طَاغِينَ
"Mereka berkata, “Celaka kita! Sesungguhnya kita orang-orang yang melampaui batas." - [QS.68:31]
عَسَى رَبُّنَا أَنْ يُبْدِلَنَا خَيْرًا مِنْهَا إِنَّا إِلَى رَبِّنَا رَاغِبُونَ
"Mudah-mudahan Rabb kita memberikan ganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada yang ini, sungguh, kita mengharapkan ampunan dari Rabb kita'." - [QS.68:32]
كَذَلِكَ الْعَذَابُ وَلَعَذَابُ الآخِرَةِ أَكْبَرُ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
"Seperti itulah azab (di dunia). Dan sungguh, adzab akhirat lebih besar sekiranya mereka mengetahui." - [QS.68:33]
Inilah pelajaran yang sangat pahit, namun tiga bersaudara menyadari bahwa semua itu, karena kesalahan mereka sendiri sehingga turunlah adzab Allah. Pada saat itu, mereka merasa bersalah dan menyesal, dan kembali kepada Allah, bertaubat dengan tulus atas dosa-dosa mereka, karena mereka sadar bahwa apa yang telah mereka lakukan itu, keliru, baik di dunia ini dan juga akan mendapat siksa yang berat di akhirat kelak jika mereka tak bertaubat.
Allah menerima taubat mereka dan pada waktunya, ladang mereka dikembalikan ke masa kejayaannya. Kali ini, ketiga bersaudara, setelah belajar dari pengalaman mereka, dengan tekun melanjutkan apa yang diinginkan ayah mereka, dan memberikan sedekah dengan bermurah-hati dan setelah itu, tak pernah lagi mengabaikan orang-orang miskin. Wallahu a'lam.

Abdullah bin Abbas, radhiyallahu anhu', mengatakan bahwa ini hanyalah sebuah perumpamaan untuk menunjukkan bagaimana dulu, keadaan orang-orang Mekah. Ini bukan peristiwa aktual yang terjadi. Said bin Jubair, radhiyallahu 'anhu, mengatakan bahwa kisah ini benar-benar terjadi. Sekarang, baik itu sebuah kejadian maupun hanya sebuah perumpamaan, Al-Qur'an telah membuat pelajaran darinya untuk dijadikan peringatan. Kisah ini menceritakan tentang ketidaktaatan kaum Quraisy dan penolakan mereka terhadap Rasulullah (ﷺ), terutama merujuk pada perbuatan jahat salah seorang pemimpin mereka, Walid bin Mughira. Sekarang dengan menceritakan kisah ini, dikatakan bahwa rencana melawan Rasulullah (ﷺ) dan mengabaikan ajaran Al-Qur'an tentang hak-hak Allah dan hak-hak manusia, dan terus merendahkan dan menghina Rasulullah. (ﷺ) dan kaum Muslimin - akan mengarah pada hasil yang sama seperti yang terjadi pada para pemilik ladang itu.
Ini karena Allah memiliki hukum dimana Dia memberikan tangguh kepada orang yang telah berbuat dosa, agar mereka segera sadar. Namun ketika kesempatan seperti itu telah diberikan dan orang itu tak mau mengambil keuntungan darinya, atau menganggapnya sebagai tanda bahwa ia telah berada di jalan yang benar, maka tiba-tiba hukuman Allah akan datang dan mengejutkannya serta menghancurkannya. Maka ia akan menjadi pelajaran bagi orang lain dan tiada penyesalan yang akan bermanfaat."

Lalu, burung serindit berkata, "Wahai saudara-saudariku, Allah menciptakan alam semesta ini bagi manusia guna menjalani kehidupan sosialnya dengan orang lain. Dan Dia telah memunculkan kebutuhan manusia begitu terjalin di antara mereka sendiri, sehingga pabrik kehidupan ini tak dapat berfungsi tanpa kerjasama timbal-balik, dan karena kehidupan kolektif terdiri dari kehidupan individu, dan bahwa untuk pertumbuhan dan kelanjutan kehidupan di bumi ini, maka hukum Ilahi hendaknya ditegakkan agar menjamin terpeliharanya persaudaraan dan cinta sesama, dan untuk memastikan ketiadaan perselisihan dan kebencian. Oleh karena itu, untuk menyempurnakan sistem, Allah telah menetapkan dua hak, yakni hak kehidupan sosial dan hak berbagai tingkatan masyarakat.
Yang pertama adalah hak atas mata pencaharian. Hukum ini menyatakan bahwa di dunia ini, setiap makhluk hidup memiliki hak untuk hidup dan tak ada yang dapat dirampas darinya. Inilah hak setiap orang secara individu. Dalam hal ini, seluruh makhluk hidup adalah sama dan tak ada yang memiliki keunggulan di atas yang lain. Yang kedua adalah hak berbagai tingkat kehidupan. Memang benar bahwa masing-masing harus memilikinya, namun belum tentu bahwa setiap orang harus menerima yang setara. Namun perbedaan dalam tingkat mata pencaharian dan pemberian, lebih atau kurang, kepada beberapa orang, bukan berarti bahwa apapun yang diperoleh atau diterima seseorang adalah miliknya sendiri, melainkan semakin banyak yang dihasilkan seseorang, juga akan menjadi hak Allah dan hak-hak itu, ada hak manusia di atasnya. Barangsiapa menganggapnya menjadi hak individu dan menolak hak orang lain di dalamnya, maka itu juga takkan baik baginya dan ia akan mungkin mendapati dirinya, dimurkai Allah. Wallahu a'lam."
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ
"Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezeki datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu, Allah menimpakan kepada mereka bencana kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang mereka perbuat." - [QS.16:112]
وَلَقَدْ جَاءَهُمْ رَسُولٌ مِنْهُمْ فَكَذَّبُوهُ فَأَخَذَهُمُ الْعَذَابُ وَهُمْ ظَالِمُونَ
"Dan sungguh, telah datang kepada mereka seorang rasul dari (kalangan) mereka sendiri, tetapi mereka mendustakannya, karena itu mereka ditimpa adzab dan mereka adalah orang yang zhalim." - [QS.16:113]
Rujukan :
- Ibn Katheer, Stories of the Qur'an, Dar al-Manarah.
- Maulana Hifzur Rahman Seoharwy, Qasasul Ambiyaa, Idara Impex
- Shaykh Safiur-Rahmnan Al-Mubarakpuri, Tafsir Ibn Kathir (Abridged) Volume X, Darussalam.