Sabtu, 19 Oktober 2024

Siapakah Orang yang Kuat? (1)

Suatu hari ada seorang anak yang kepo dan bertanya kepada ayahnya, Gatotkaca bertanya kepada Bhimasena, "Ramanda, siapakah orang yang kuat itu?"
"Orang yang kuat dapat ditentukan dengan beragam cara, tergantung pada jenis kekuatan yang engkau maksud—fisik, emosional, mental, atau bahkan moral," jawab Bima.
"Kekuatan fisik tak semata tentang mengangkat beban berat—tapi juga tentang daya tahan, kesehatan, dan mengelola stres melalui aktivitas fisik. 'The Art of Resilience' karya Ross Edgley menyoroti bagaimana melatih tubuh tak hanya meningkatkan kekuatan fisik, melainkan pula ketangguhan mental. Pengalamannya menunjukkan bagaimana tantangan fisik membangun ketahanan melalui ketidaknyamanan dan pemulihan. Kebugaran fisik mempengaruhi mental well-being dengan mengurangi stres dan meningkatkan fokus. Mengembangkan dan mempertahankan rutinitas kebugaran membantu orang tetap berkomitmen, bahkan ketika motivasi goyah. Kekuatan fisik merupakan alat untuk mengembangkan disiplin batin dan pengaturan emosi, yang mendukung ketahanan.
Edgley mengawali dengan menepis mitos bahwa ketahanan muncul semata-mata dari pengendalian setiap keadaan. Sebaliknya, ia menganjurkan agar mengakui dan menerima unsur-unsur yang berada di luar kendali seseorang, sehingga membebaskan energi berkonsentrasi pada hal-hal yang dapat diubah. Keselarasan dengan filosofi Stoik ini menggarisbawahi pentingnya menguasai ranah internal sambil menerima realitas eksternal.
Inti dari pendekatan Edgley adalah gagasan bahwa ketahanan tumbuh melalui konfrontasi dan mengatasi kesulitan. Dengan secara sukarela melangkah ke zona tak nyaman, individu dapat memperkuat kapasitasnya agar bertahan dan berkembang di bawah tekanan. Kemauan menghadapi kesulitan ini mengubah tantangan menjadi peluang agar tumbuh dan berkembang.
Menurut Edgley, kualitas yang kontras semisal kecepatan dan kekuatan terbukti hidup berdampingan secara harmonis. Prinsip ini mendorong para pencari ketahanan mengintegrasikan atribut-atribut yang berbeda daripada memilih di antara keduanya secara eksklusif. Pendekatan yang seimbang ini mendorong pengembangan holistik, mempersiapkan individu dalam berbagai skenario yang dihadapi dalam kehidupan.
Menjaga kesehatan fisik melalui olahraga teratur dan nutrisi yang tepat berkontribusi pada kesejahteraan dan ketahanan secara keseluruhan. Kemampuan bertahan terhadap tantangan atau kesulitan fisik juga dapat dilihat sebagai bentuk kekuatan. Kebugaran fisik mempengaruhi mental well-being dengan mengurangi stres dan meningkatkan fokus. Mengembangkan dan mempertahankan rutinitas kebugaran membantu orang tetap berkomitmen, bahkan saat motivasi sedang menurun.
Kekuatan fisik adalah alat untuk mengembangkan disiplin batin dan pengaturan emosi, yang mendukung ketahanan.

Berlawanan dengan kepercayaan umum tentang kekuatan yang identik dengan stoikisme, individu-individu yang kuat secara emosional seringkali menunjukkan kerentanan. Mereka memahami bahwa mengekspresikan emosi dapat menjadi tanda keberanian, bukan kelemahan. Mereka dapat berempati dengan orang lain, yang memungkinkan mereka terhubung secara mendalam sambil mempertahankan batasan yang sehat. Keseimbangan ini memungkinkan mereka mendukung orang lain tanpa mengabaikan kebutuhan mereka sendiri. Individu yang kuat bersedia mengambil risiko, baik dalam hubungan maupun pilihan karier. Mereka mengejar hasrat mereka meskipun ada ketakutan atau kegagalan di masa lalu, yang menunjukkan komitmen terhadap pertumbuhan dan pemenuhan pribadi.
Seseorang yang kuat secara emosional ialah orang yang tangguh, mengelola perasaannya secara efektif di saat krisis atau stres. Ia tak kebal terhadap emosi negatif tetapi terampil dalam memprosesnya secara konstruktif. Kekuatan emosional meliputi:
  • Kesadaran diri: Memahami dan mengenali emosi, pikiran, dan pemicunya.
  • Kemampuan beradaptasi: Mengubah perspektif guna menangani perubahan tanpa gangguan emosional.
  • Kerentanan: Seperti yang dibahas BrenĂ© Brown dalam 'Daring Greatly', kekuatan emosional bukan tentang menekan emosi, melainkan merangkul kerentanan guna menumbuhkan hubungan yang autentik.
Kekuatan mental mengacu pada ketekunan dalam menghadapi tantangan, disiplin, dan fokus. Menurut "Grit: The Power of Passion and Perseverance" karya Angela Duckworth, orang yang kuat secara mental mempertahankan motivasi jangka panjang guna mencapai tujuannya, bahkan disaat kemajuannya lambat. Atribut mereka meliputi:
Optimisme dan keyakinan: Bahkan saat menghadapi kemunduran, mereka mempertahankan keyakinan pada kemampuannya agar berkembang.
Pola pikir berkembang: Mereka melihat tantangan sebagai peluang untuk belajar.
Fokus dan disiplin diri: Jocko Willink dalam "Discipline Equals Freedom" berpendapat bahwa disiplin merupakan dasar dari ketangguhan mental, membantu para individu mengendalikan emosi dan tindakan mereka.
Kekuatan mental ialah tentang membuat pilihan yang disengaja meskipun tak nyaman dan mempertahankan konsistensi dari waktu ke waktu. Individu-individu yang kuat mengelola emosinya secara efektif, memahami bahwa mereka bertanggungjawab atas respons mereka terhadap keadaan. Mereka tak membiarkan faktor eksternal mendikte perasaan atau tindakannya. Mereka merangkul perubahan dan fleksibel dalam pemikiran. Alih-alih menolak keadaan baru, mereka menyambut perubahan positif dan menyesuaikan strategi sesuai dengannya.
Orang yang kuat tak takut gagal; sebaliknya, mereka melihat kemunduran sebagai peluang agar tumbuh. Mereka gigih menghadapi tantangan dan belajar dari kesalahan, menunjukkan komitmen untuk terus memperbaiki diri. Mereka berkesadaran diri yang tinggi, mengenali kekuatan dan kelemahannya. Sifat ini memungkinkan mereka menghadapi interaksi sosial dan tantangan pribadi dengan anggun dan percaya diri.

Kekuatan moral adalah kemampuan hidup sesuai nilai-nilai seseorang dan tegak beridiri dalam menghadapi dilema etika. Salah satu aspek dasar kekuatan moral adalah integritas, yang mengacu pada penyelarasan tindakan dan keputusan seseorang dengan nilai-nilai inti dan etikanya. Orang yang kuat menunjukkan integritas, bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip seseorang, bahkan ketika itu sulit. Aspek lainnya adalah Empati, menyeimbangkan nilai-nilai pribadi dengan kasih sayang bagi orang lain.

Keberanian, seperti yang dibincangkan Ryan Holiday dalam "The Obstacle Is the Way", kekuatan moral melibatkan penerimaan tanggungjawab dan mengambil tindakan dalam menghadapi rasa takut atau ketidakpastian.
Dalam "The Obstacle Is the Way", Ryan Holiday mengajak para pembaca ke dalam sebuah perjalanan yang dibentuk oleh kearifan Stoik kuno, yang menunjukkan bagaimana kesulitan dapat menjadi katalisator menuju kebesaran. Terinspirasi oleh tokoh-tokoh semisal Marcus Aurelius, narasi mengalir melalui tiga fase yang berbeda: Persepsi, Tindakan, dan Kehendak—semua langkah yang diperlukan agar mengubah hambatan menjadi peluang.
Imajinasikan bila berdiri di hadapan tantangan yang sangat besar, yang dipenuhi rasa takut dan frustrasi. Holiday berpendapat bahwa yang membedakan yang kuat dari yang lemah ialah bagaimana kita memilih melihat rintangan-rintangan ini. Orang yang reaktif secara emosional melihat kegagalan, sementara orang yang stoik melihat sebuah pelajaran. Dalam fase ini, fokusnya adalah tetap tenang, objektif, dan rasional disaat menghadapi kesulitan. Seperti yang dicatat Holiday, emosi mengaburkan penilaian kita, tetapi dengan mengubah perspektif, kita dapat mengendalikan bagaimana kita bereaksi.
Ia menghidupkan kisah-kisah nyata: Thomas Edison, menyaksikan hasil karyanya terbakar dalam kebakaran laboratorium, tak berduka tapi tersenyum dan mengatakan bahwa bencana itu telah membersihkan kesalahan-kesalahan lama. Keterpisahan inilah yang memungkinkan kita melihat dengan jelas—bahkan dalam krisis.
Mengetahui cara memahami dunia dengan benar tidaklah cukup; seseorang harus bertindak tegas dan terus-menerus. Holiday melukiskan tindakan sebagai semacam kegigihan metodis—yang menyadari bahwa kemajuan kerap terasa lambat dan mengecewakan. Namun, melalui upaya yang disengaja, setiap kemenangan kecil terakumulasi menjadi sesuatu yang lebih besar.
Kita teringat akan misi Apollo 13. Ketika sebuah ledakan melumpuhkan pesawat antariksa, para astronot dan pengawas darat tak meratapi keadaannya. Sebaliknya, mereka berfokus pada apa yang dapat dilakukan dengan sumber daya yang mereka miliki, menunjukkan bahwa kreativitas dan komitmen dapat mengatasi tantangan yang tampaknya tak dapat diatasi. Holiday mendorong para pembacanya memulai dari tempat mereka berada, berfokus pada langkah-langkah yang dapat dilakukan secara langsung dan mudah, alih-alih menunggu kondisi yang sempurna agar bertindak.
Pelajaran terakhirnya, mengembangkan kemauan yang kuat. Hidup akan menempatkan rintangan di luar kendali kita—penyakit, kehilangan, ketidakadilan—dan kita semestinya belajar menerima keadaan ini tanpa mengeluh. Itu bukan berarti menyerah, tetapi lebih kepada pengakuan bahwa menolak hal yang tak terelakkan merupakan kesia-siaan. Holiday menekankan bahwa kekuatan sejati datang dari dalam: kemampuan agar terus maju, biarpun keadaan sulit. Amelia Earhart merupakan contoh utama. Dihadapkan dengan keterbatasan masyarakat dan kegagalan yang berulang, ia terus maju dengan kemauan yang kuat, dan akhirnya menjadi pelopor penerbangan.
Pemaparan Holiday menjelaskan bahwa Rintangan bukanlah akhir, melainkan jalan ke depan. Sama seperti kaum Stoa yang mengajarkan bahwa kesulitan itu kesempatan memperbaiki diri, Holiday mengajak kita menerima ketidaknyamanan dan ketidakpastian sebagai alat pertumbuhan pribadi. Dengan memandang kesulitan sebagai sesuatu yang netral, mengambil tindakan yang terfokus, dan mengembangkan ketahanan batin, kita mengubah rintangan menjadi jalan kemenangan. Dalam kalimat Marcus Aurelius, "Rintangan untuk bertindak memicu tindakan. Apa yang menghalangi, menjadi jalan."
Pesan Holiday jelas: Setiap tantangan menyimpan benih peluang, yang hanya menunggu kita agar menumbuhkannya melalui keberanian, kejelasan, dan disiplin.

Elemen penting lainnya adalah ketahanan, yang memungkinkan individu melewati keadaan sulit tanpa mengorbankan etika atau prinsip mereka. "Relentless" oleh Tim Grover membicarakan bagaimana mengembangkan pola pikir yang tak terhentikan dapat membantu mengatasi rintangan sambil tetap setia pada keyakinan inti seseorang. Meskipun tak secara khusus difokuskan pada moralitas, ia menawarkan saran praktis tentang membangun ketangguhan mental yang sejalan dengan perilaku etis saat menghadapi kesulitan. Orang yang kuat secara moral menjalani dunia dengan tujuan yang kuat, menolak berkompromi dengan nilai-nilai mereka, walaupun berada di bawah tekanan.
Integritas, ketahanan, kesadaran diri, dan perilaku beretika secara bermakna berkontribusi dalam mendefinisikan seseorang dengan kekuatan moral yang tangguh.
Grover—yang dikenal melatih atlet elit semisal Michael Jordan, Kobe Bryant, dan Dwyane Wade—menyampaikan narasi mentah dan lugas tentang apa yang dibutuhkan mencapai dan mempertahankan kehebatan. Dalam dunia Grover, jalan menuju kesuksesan bukanlah untuk orang yang lemah hati. Ia memperkenalkan konsep "Cleaner's Mindset", tipe orang yang melampaui batas, menolak cari alasan, dan berkembang dalam menghadapi tekanan. Melalui pemaparannya, Grover mengeksplorasi apa yang membedakan yang baik dari yang hebat—dan apa yang membuat seseorang benar-benar tak terhentikan. Seorang Cleaner tak perlu disuruh bekerja lebih keras; mereka memotivasi diri sendiri dan terus-menerus mengejar penguasaan. Seperti yang dijelaskan Grover, Michael Jordan mewujudkan mentalitas ini dengan datang lebih awal berlatih, bahkan saat tidak ada yang melihat.
Grover mengkategorikan orang ke dalam tiga mentalitas:
  • Cooler: Pemain yang baik, yang mengikuti aturan dan memenuhi harapan.
  • Closer: Pemain hebat yang unggul di bawah tekanan tetapi membutuhkan bimbingan.
  • Cleaner: Beberapa orang yang menetapkan aturan, melampaui harapan, dan memberikan hasil apa pun pengorbanannya.
Grover memperingatkan para pembacanya bahwa pola pikir yang pantang menyerah menuntut pengorbanan—hubungan, kenyamanan, dan seringkali keseimbangan. Pola pikir ini tak cocok bagi mereka yang mencari persetujuan atau penghargaan eksternal. Grover menekankan bahwa kehebatan membutuhkan obsesi—jenis obsesi yang berbatasan dengan obsesi yang tak sehat menurut standar konvensional. Ia berpendapat bahwa naluri dan kepercayaan pribadi lebih dapat diandalkan daripada pendapat orang lain, menekankan bahwa orang yang pantang menyerah mengikuti jalan mereka sendiri terlepas dari kritik atau kemunduran.
Obsesi Kobe Bryant dalam meningkatkan permainannya menjadi contoh menarik, yang menyoroti bagaimana keunggulan sejati membutuhkan fokus yang pantang menyerah. Grover tak menutup-nutupi tantangan: kesuksesan menuntut kita menerima rasa sakit dan ketidaknyamanan. Ia menegaskan kembali bahwa kemunduran bukanlah kegagalan, tetapi langkah-langkah yang diperlukan menuju kesuksesan—jika seseorang pantang menyerah. Pemaparan Grover mendorong para pembacanya agar meninggalkan alasan, menerima ketidaknyamanan, dan menumbuhkan dorongan batin yang membuat mereka tak terhentikan.

Orang yang kuat adalah orang yang mandiri dan tak terlalu bergantung pada orang lain guna mendapatkan validasi atau dukungan. Mereka mampu membuat keputusan secara mandiri dan bertanggungjawab atas tindakannya.
Dalam olahraga atau kompetisi kekuatan, orang kuat dalam konteks ini merujuk pada atlet yang berkompetisi dalam ajang yang mengandalkan kekuatan, semisal mengangkat atau membawa benda berat (contohnya, batu Atlas, karung pasir), menarik truk, pesawat, atau kendaraan berat lainnya; mengangkat beban berat, menekan benda besar di atas kepala (seperti kayu gelondongan atau tong).
Dalam politik, orang kuat adalah pemimpin yang memerintah dengan gaya otoriter, kerapkali mengandalkan kekuasaan, kekuatan, atau karisma untuk mempertahankan kendali. Pemimpin seperti itu terkadang mengabaikan proses demokrasi atau menggunakan rasa takut agar tetap berkuasa. Contoh tokoh sejarah yang dipandang orang kuat termasuk Mussolini di Italia dan Stalin di Uni Soviet.

"Sampaikan lebih banyak tentang orang kuat dari perspektif politik, ramanda!" tanya Gatotkaca.
Kutipan & Rujukan:
- Ross Edgley, The Art of Resilience, 2020, HarperCollins
- Ryan Holiday, The Obstacle Is the Way: The Timeless Art of Turning Trials into Triumph, 2014, Portfolio
- Tim S. Grover & Shari Wenk, Relentless: From Good to Great to Unstoppable, 2013, Scribne