Minggu, 20 Oktober 2024

Siapakah Orang yang Kuat? (2)

Bhimasena meneruskan, "Robin Sharma menuturkan kepada kita dalam bukunya The Monk Who Sold His Ferrari bahwa di sebuah kota yang ramai, hiduplah seorang pengacara yang sukses tapi tak pernah puas bernama Julian Mantle. Kehidupan mewahnya, yang disimbolkankan oleh Ferrari kesayangannya, tak dapat menutupi kekosongan yang menggerogoti batinnya. Suatu hari, serangan jantung yang parah menjadi peringatan keras, mendesaknya mencari kehidupan yang lebih bermakna.
Julian memulai perjalanan ke negeri mistis Sivana, yang tinggi di Himalaya. Di sana, ia bertemu dengan para orang bijak Sivana, yang memberinya kearifan mendalam. Para orang bijak itu mengajari pentingnya menguasai pikiran dan menumbuhkan dunia batin yang positif. Ia belajar bahwa pikiran membentuk realitas, dan pikiran yang disiplin menuntun pada kehidupan yang disiplin.
Orang-orang bijak tersebut memperkenalkan Julian pada praktik Kaizen, yang menekankan perbaikan diri secara terus-menerus dan pengejaran keunggulan pribadi. Mereka berbagi pentingnya menetapkan tujuan yang jelas dan merangkul rasa tujuan dalam hidup. Julian menemukan bahwa kebahagiaan sejati terletak pada hidup dengan niat dan menyelaraskan tindakan seseorang dengan nilai-nilainya.
Julian juga belajar tentang kekuatan waktu. Orang-orang bijak menekankan pentingnya manajemen waktu dan kebutuhan menghargai setiap momen. Mereka mengajarinya agar fokus pada masa kini dan hidup sepenuhnya di setiap momen, daripada nanti terlahap oleh penyesalan masa lalu atau kecemasan masa depan.
Pelajaran penting lainnya yang diserap Julian ialah pentingnya melayani orang lain. Orang-orang bijak ini meyakini bahwa kehidupan yang penuh pelayanan dan kasih sayang tak hanya memperkaya kehidupan orang lain, tapi juga membawa kepuasan mendalam bagi diri sendiri. Julian menemukan kegembiraan dalam memberi dan belajar bahwa kekayaan sejati terletak pada kedalaman hubungan antarmanusia dan dampak yang dibuat seseorang terhadap dunia.
Selama perjalanannya, Julian belajar tentang pentingnya memelihara hubungan dan menjalani hidup sepenuhnya di masa kini. Ia menghargai kegembiraan kecil setiap hari ("mencium aroma bunga mawar") dan menghindari terjebak dalam tenggat waktu atau gangguan lain yang mencegahnya menghargai keindahan hidup. Menghadapi ketakutannya secara langsung merupakan langkah penting dalam transformasi Julian dari seorang pengacara yang penakut menjadi seorang biarawan pemberani. Dengan bertindak tanpa rasa takut meskipun menghadapi tantangan, ia mengalami pertumbuhan pribadi yang bermakna dan memperkaya pengalaman hidupnya. Praktik mindfulness memerlukan upaya untuk agar sengaja membawa perhatian seseorang ke momen saat ini sambil menumbuhkan kesadaran tanpa menghakimi terhadap pengalaman internal dan fenomena eksternal. Praktik ini bertujuan mengurangi stres, meningkatkan fungsi kognitif, dan meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan. Perjalanan spiritual Julian menuntunnya menemukan kedamaian dan kebahagiaan batin melalui rutinitas meditasi dan praktik mindfulness. Ia belajar bahwa kebahagiaan sejati berasal dari dalam dan tak dapat tergantikan oleh ukuran keberhasilan eksternal semata.
Saat Julian kembali ke kota, ia membawa serta kearifan orang-orang bijak tersebut, mengubah hidupnya dan menginspirasi orang lain mencari kepuasan yang lebih dalam di luar kesuksesan materi. Kisahnya menjadi mercusuar harapan, menunjukkan bahwa kekayaan sejati berasal dari dalam diri dan bahwa kehidupan yang dijalani dengan baik adalah kehidupan yang berakar pada hikmah, pelayanan, dan pertumbuhan terus-menerus.

Dalam "Who Will Cry When You Die?", Robin Sharma menawarkan harta karun berupa hikmah yang dipetik dari novel ikoniknya, "The Monk Who Sold His Ferrari". Mari kita selami jalinan berharga yang dirajut oleh refleksi mendalam Sharma.
Di kota yang ramai, hiduplah seorang lelaki bernama Ravi, yang sangat dikagumi karena kebaikan dan kearifannya. Saat mendekati usia senjanya, Ravi sering merenungkan dampak dari hidupnya dan warisan yang akan ditinggalkannya. Terinspirasi oleh ajaran Robin Sharma, ia mulai merenungkan pelajaran yang telah membentuk perjalanannya.
Ravi mengingat pentingnya menghargai masa lalunya, memahami bahwa setiap pengalaman telah berkontribusi pada dirinya saat ini. Ia merangkul masa lalunya dengan rasa syukur, belajar dari kemenangan dan cobaannya.
Setiap pagi, Ravi memulai harinya dengan niat. Ia akan bermeditasi, menetapkan tujuannya, dan mengisi pikirannya dengan pikiran-pikiran positif. Latihan ini, menurutnya, memberikan suasana untuk hari yang produktif dan memuaskan.
Ravi telah menghadapi banyak tantangan dalam hidupnya, tetapi ia telah belajar melihat masalah sebagai berkah tersembunyi. Setiap kemunduran telah memberinya pelajaran berharga dan membantunya tumbuh lebih kuat. Ia tahu bahwa kesulitan bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, tetapi kesempatan belajar dan berkembang.
Ia menemukan panggilan hidupnya sejak dini, mendedikasikan dirinya membantu orang lain. Baik melalui pekerjaannya maupun komunitasnya, Ravi menemukan kepuasan yang mendalam melayani orang lain. Tujuan hidupnya memberinya arah dan alasan bangun setiap pagi dengan penuh semangat.
Menguasai waktunya adalah pelajaran lain yang sangat penting bagi Ravi. Ia mengatur waktunya secara efektif, selalu memastikan menyeimbangkan pekerjaan, istirahat, dan bermain. Ia memahami bahwa waktu adalah sumber daya yang berharga yang, setelah dihabiskan, takkan pernah bisa diperoleh kembali.
Keampunan adalah landasan filosofi Ravi. Ia tahu bahwa menyimpan dendam hanya akan membebani dirinya. Dengan mempraktikkan keampunan, ia menemukan kedamaian dan kebebasan, memungkinkan dirinya melangkah maju dengan hati yang ringan.
Ravi juga menghargai pembangunan lingkungan yang bersih. Ia mengelilingi dirinya dengan pengaruh positif dan menyingkirkan hal-hal negatif dari hidupnya. Lingkungan yang bersih ini, baik secara fisik maupun mental, memelihara kesejahteraan dan kreativitasnya.
Membantu orang lain merupkan tema yang berulang dalam kehidupan Ravi. Ia menjadi relawan di tempat penampungan lokal, membimbing para profesional muda, dan selalu menyediakan waktu untuk membantu. Melalui tindakan kebaikannya, ia menemukan kegembiraan dan kepuasan yang mendalam.
Hidup dengan tujuan adalah prinsip panduan Ravi. Ia membuat pilihan sadar yang sejalan dengan nilai-nilainya, selalu berusaha untuk jujur ​​pada dirinya sendiri. Kehidupan yang penuh kesadaran ini memungkinkannya untuk menjalani kehidupan yang autentik dan bertujuan.
Akhirnya, Ravi menyadari pentingnya menikmati hal-hal sederhana. Ia menikmati momen sehari-hari—hangatnya matahari, tawa anak-anak, dan keindahan alam. Kesenangan-kesenangan kecil ini membawa kegembiraan dan makna yang luar biasa dalam hidupnya.
Saat Ravi merenungkan perjalanannya, ia menyadari bahwa ukuran sebenarnya dari kehidupan yang dijalani dengan baik bukanlah dalam kesuksesan materi, tetapi dalam cinta, hikmah, dan kebaikan yang dibagikan bersama orang lain. Ia tahu bahwa ketika saatnya tiba, ia akan meninggalkan warisan berupa cinta-kasih dan inspirasi, dan bahwa hidupnya akan dirayakan oleh orang-orang yang pernah disentuhnya.

Ada beberapa pelajaran hidup utama dan mutiara hikmah dari "Who Will Cry When You Die" karya Robin Sharma. Pertama dan terutama, attitude determines altitude (sikap menentukan ketinggian budi). Pandangan kita membentuk segala sesuatu di sekitar kita. Sama seperti pendaki gunung yang membutuhkan pijakan yang kokoh dan tekad yang kuat, kita juga hendaknya menumbuhkan sikap positif guna mendaki puncak kehidupan. Pikiran negatif dapat membebani kita, menghalangi kemajuan kita, dan menghambat impian. Sebaliknya, mengadopsi semangat yang tangguh memberdayakan kita mengatasi rintangan dan mencapai ketinggian yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Kemudian muncul kekuatan saat ini (the power of now), mantra yang bergema sepanjang sejarah tetapi masih sangat relevan saat ini. Hidup di saat ini membebaskan kita dari kenangan masa lalu yang membebani dan kecemasan tentang hari esok. Dengan merangkul setiap momen sepenuhnya, kita membuka harta karun tersembunyi di dalam diri kita sendiri—kemampuan menghargai kenikmatan bersahaja atau tak berlebih-lebihan, menemukan pelipur lara dalam perenungan yang tenteram, dan memperoleh kekuatan dari momen-momen yang cepat berlalu.
Selain itu, berfokus pada berkah daripada kemalangan, mengubah perspektif kita secara dramatis. Daripada berkubang dalam keputusasaan atas kejadian yang tak menyenangkan atau kekurangan yang dirasakan, kita mengubah arah dengan mengakui—dan bahkan merayakan—berbagai karunia yang diberikan kepada kita setiap hari. Rasa syukur menjadi jangkar kita terhadap lautan yang bergolak; rasa syukur membuat kita tetap teguh sambil mengangkat semangat ke langit.
Menemukan tujuan hidup adalah hal utama untuk mencapai kepuasan sejati. Sharma menggambarkan hal ini melalui perjalanan Julian Mantle, dimana ia awalnya mengejar kekayaan dan status tetapi akhirnya menemukan bahwa kebahagiaan sejati datang dari menyelaraskan tindakannya dengan hasrat dan nilai-nilai yang tertanam dalam dirinya. Tetap fokus pada tujuan hidup memastikan bahwa usaha hidup menjadi bermakna dan bermanfaat.
Sharna memadukan berbagai prinsip spiritual ke dalam kehidupan sehari-hari. Konsep seperti meditasi dan menerima setiap momen sebagaimana adanya membantu pembaca mengembangkan kesadaran dan kedamaian batin. Praktik-praktik ini diadaptasi untuk khalayak sekuler, sehingga dapat diakses oleh khalayak yang lebih luas.
Hidup dengan disiplin sangat penting dalam mencapai kesuksesan pribadi dan profesional. Sharma menganjurkan membangun rutinitas yang meningkatkan pengendalian diri, menyoroti bagaimana kurangnya disiplin menyebabkan kekacauan dalam konteks pribadi dan sosial. Dengan merangkul disiplin, individu dapat mengatasi godaan dan gangguan, yang pada akhirnya mencapai potensi penuh mereka. Waktu digambarkan sebagai sumber daya kita yang paling berharga; sekali hilang, ia tak dapat diperoleh kembali. Sharma menekankan pentingnya menghargai waktu secara bijaksa dengan merencanakan setiap momen secara efektif agar memaksimalkan produktivitas sekaligus memastikan keseimbangan antara kehidupan kerja dan personal well-being.
Menolong orang lain tanpa pamrih mendatangkan kedamaian tak hanya bagi mereka yang ditolong tetapi juga bagi mereka yang turut-serta dalam tindakan kebaikan tersebut. Prinsip ini menggarisbawahi bahwa kepuasan sejati muncul dari kontribusi positif terhadap masyarakat daripada hanya berfokus pada pencapaian individu atau harta yang dimiliki.
Sharma menggunakan metafora sebuah taman untuk menggambarkan bagaimana pikiran kita dapat tumbuh subur atau ditumbuhi rumput liar. Sama seperti taman yang membutuhkan perawatan, perhatian, dan usaha agar tumbuh subur, begitu pula pikiran kita. Ia menekankan bahwa kita punya kendali penuh atas pikiran kita, yang berarti kita dapat memilih apa yang akan ditanam dan dipelihara dalam lanskap mental kita. Dengan secara sadar menumbuhkan pikiran positif, kita dapat menciptakan surga mental yang menumbuhkan kebahagiaan dan kepuasan.

Untuk menguasai pikiran, Sharma menyarankan agar individu melatihnya dengan cara yang sama seperti seseorang memperkuat otot. Pelatihan ini memerlukan praktik seperti meditasi dan Opposition Thinking. Meditasi memungkinkan individu memfokuskan pikirannya dan mengembangkan kesadaran yang lebih besar, sementara Opposition Thinking mendorongnya menantang pikiran negatif dengan menggantinya dengan afirmasi positif. Teknik-teknik ini membantu mengurangi gangguan dan meningkatkan konsentrasi, yang mengarah pada wawasan yang lebih dalam dan peningkatan emotional well-being.
Konsep Opposition Thinking (Berpikir Oposisi) merupakan latihan mental yang ampuh, yang dirancang membantu para individu mengelola pikirannya secara efektif. Teknik ini khususnya berguna dalam menumbuhkan pola pikir positif dan mengatasi pola pikir negatif. Berpikir Oposisi memerlukan pengenalan pikiran negatif saat muncul dan secara sadar menggantinya dengan alternatif positif. Inti dari praktik ini terletak pada pemahaman bahwa pikiran manusia hanya dapat berfokus pada satu pikiran pada satu waktu. Dengan secara sengaja mengarahkan perhatian ke pikiran positif, para individu dapat mengurangi dampak negatif dalam kehidupan mereka.
Langkah pertama ialah menyadari pikiran negatif atau yang membatasi saat pikiran itu muncul. Hal ini memerlukan kesadaran dan refleksi diri da\lam menangkap pikiran-pikiran ini secara langsung. Setelah pikiran negatif teridentifikasi, langkah berikutnya adalah mengabaikannya secara sadar. Ini dapat dilakukan dengan mengakui kehadirannya tetapi memutuskan tak terlibat lebih jauh dengannya. Setelah mengabaikan pikiran negatif, gantilah secara aktif dengan afirmasi atau pikiran positif. Misalnya, jika pikirannya adalah "Saya tidak cukup baik," gantilah dengan "Saya mampu dan pantas sukses." Perubahan ini membantu mengubah pola pikir dan mendorong pandangan yang lebih konstruktif.
Dengan berkonsentrasi pada pikiran positif, para individu dapat meningkatkan fokus dan kejelasannya, sehingga memungkinkannya terlibat lebih penuh dalam tugas dan hubungan mereka. Mengganti pikiran negatif dengan pikiran positif dapat membantu mengurangi perasaan cemas dan stres, yang berkontribusi pada emotional well-being secara keseluruhan. Mempraktikkan Opposition Thinking menumbuhkan ketahanan dengan melatih pikiran menanggapi tantangan secara positif daripada menyerah pada keraguan atau ketakutan diri. Teknik ini, menyelaraskan pikiran seseorang dengan tujuan dan aspirasi pribadi, yang memperkuat tujuan dan arah dalam hidup.
Opposition Thinking merupakan alat praktis yang memberdayakan para individu mengendalikan lanskap mental mereka. Dengan mengenali pikiran negatif dan menggantinya dengan afirmasi positif, seseorang dapat menumbuhkan pola pikir yang lebih optimis, yang meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Pendekatan ini tak semata membantu pertumbuhan pribadi, tapi mendorong pula sikap proaktif terhadap tantangan hidup, yang sejalan dengan pesan utama Sharma tentang hidup yang bertujuan dan penuh sukacita.

Sharma menekankan pentingnya agar selalu waspada terhadap apa yang kita biarkan masuk ke dalam pikiran kita. Di dunia yang penuh dengan gangguan—mulai dari notifikasi terus-menerus di ponsel hingga berita yang amat banyak—sangat penting menyaring hal-hal negatif dan berfokus pada konten yang membangkitkan semangat. Dengan mengonsumsi informasi yang menginspirasi harapan dan kepositifan, kita dapat membentuk alam bawah sadar kita dengan cara yang mendorong tindakan dan sikap yang konstruktif.
Sharma menyoroti bagaimana mengakui dan menghargai kegembiraan kecil dalam hidup dapat mengubah perspektif kita secara dramatis. Dengan berfokus pada apa yang kita miliki daripada apa yang tak kita miliki, kita menumbuhkan sikap berkelimpahan yang memperkaya hidup kita dan meningkatkan kebahagiaan kita secara keseluruhan.
Pada akhirnya, menumbuhkan pikiran positif sangat erat kaitannya dengan menjalani hidup yang bermakna. Sharma mendorong para pembacanya menentukan misi pribadi mereka dan tetap berfokus pada tujuan. Ketika kita mengarahkan pikiran kita memenuhi tujuan kita, secara alami kita menumbuhkan kepositifan yang mendorong kita maju, bahkan dalam menghadapi tantangan.

Sementara The Monk Who Sold His Ferrari dan Who Will Cry When You Die? membahas berbagai aspek pertumbuhan dan pemenuhan pribadi, ada benang merah yang menghubungkan keduanya: konsep kekuatan batin dan ketahanan. Keduanya menekankan pentingnya:
  • Kecerdasan emosional: Memahami dan mengelola emosi seseorang sangat penting dalam menghadapi tantangan hidup. Memahami emosi diri merupakan dasar dari kecerdasan emosional. Hal ini memungkinkan para individu mengenali kekuatan dan kelemahan mereka, dan menanggapi tantangan dengan cara yang lebih konstruktif. Kemampuan mengelola emosi secara efektif sangat penting mempertahankan pandangan positif dan menghindari perilaku impulsif. Memahami dan menanggapi emosi orang lain merupakan komponen utama dari hubungan yang kuat. Hal ini memungkinkan individu terhubung dengan orang lain pada tingkat yang lebih dalam dan membangun kepercayaan. Dengan mengembangkan kecerdasan emosional, para individu dapat menjadi lebih kuat, lebih tangguh, dan lebih sukses dalam hubungan dan kariernya.
  • Kesadaran: Hadir di saat ini membantu mengurangi stres dan menumbuhkan kedamaian batin. Bayangkan dirimu sedang berjalan di hutan, tetapi alih-alih memperhatikan keindahan pepohonan, warna-warna cerah dedaunan, dan aroma udara yang harum, dikau malah tenggelam dalam pikiran tentang masa lalu atau masa depan. Ini pengalaman yang umum, tetapi dapat mencegah kita sepenuhnya menghargai momen saat ini. Kesadaran penuh merupakan praktik agar hadir sepenuhnya di sini dan saat ini. Ia memerlukan perhatian pada pikiran, perasaan, dan sensasi tanpa menghakimi. Saat dirimu sadar penuh, engkau cenderung:
    • Mengurangi stres: Kesadaran penuh dapat membantu menenangkan pikiran dan mengurangi kecemasan.
    • Meningkatkan fokus: Dengan hadir di saat ini, dirimu dapat meningkatkan konsentrasi dan produktivitasmu.
    • Meningkatkan hubungan: Kesadaran penuh dapat membantumu lebih hadir dan penuh perhatian dalam interaksimu dengan orang lain. Agar melatih kesadaran penuh, engkau dapat mencoba teknik semisal meditasi, pernapasan dalam, atau sekadar berfokus pada indramu. Tujuannya agar melepaskan gangguan dan terlibat sepenuhnya dengan momen saat ini.
  • Hidup yang punya tujuan: Menjalani hidup yang selaras dengan nilai dan hasrat seseorang dapat menghasilkan pemenuhan dan kepuasan yang lebih besar. Pernahkah engkau merasa hidupmu kurang memiliki sesuatu? Mungkin dirimu sedang mencari makna atau tujuan yang lebih dalam. Hidup yang bertujuan adalah tentang menyelaraskan tindakanmu dengan nilai dan tujuanmu. Hal ini melibatkan menjalani hidup yang bermakna dan memuaskan bagi dirimu. Ketika dirimu menjalani hidup yang bertujuan, engkau cenderung akan:
    • Mengalami kebahagiaan yang lebih besar: Menemukan makna dan tujuan dalam hidupmu dapat menghasilkan peningkatan kebahagiaan dan kepuasan.
    • Membangun hubungan yang lebih kuat: Rasa memiliki tujuan dapat membantumu terhubung dengan orang lain pada tingkat yang lebih dalam dan membangun hubungan yang bermakna.
    • Memberikan dampak positif: Ketika menjalani menjalani hidup yang bertujuan, dirimu cenderung akan memberikan kontribusi positif bagi dunia.
    • Agar menjalani hidup yang lebih bertujuan, engkau dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti:
    • Apa nilai-nilaiku?
    • Apa passionku?
    • Legacy seperti apa yang hendak kutinggalkan?
    • Dengan merenungkan pertanyaan-pertanyaan ini, engkau dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang apa yang benar-benar penting bagimu dan membuat pilihan yang sejalan dengan nilai-nilaimu.
  • Bersyukur: Menghargai hal-hal baik dalam hidup dapat menumbuhkan pandangan positif dan meningkatkan ketahanan. Bersyukur merupakan praktik menghargai hal-hal baik dalam hidupmu. Ia memerlukan pengenalan dan pengakuan terhadap aspek-aspek positif dari pengalamanmu. Saat dirimu memupuk rasa syukur, engkau cenderung akan:
    • Meningkatkan suasana hatimu: Rasa syukur dapat membantu meningkatkan suasana hatimu dan mengurangi perasaan stres dan cemas.
    • Memperkuat hubungan: Mengekspresikan rasa syukur kepada orang lain dapat membantu memperkuat hubunganmu dan membangun kepercayaan.
    • Meningkatkan ketahanan: Rasa syukur dapat membantumu mengatasi tantangan dan kemunduran dengan lebih efektif.
    • Untuk mempraktikkan rasa syukur, engkau dapat mencoba teknik-teknik seperti:
    • Mencatat rasa syukur: Tuliskan hal-hal yang engkau syukuri setiap hari.
    • Meditasi rasa syukur: Fokus pada hal-hal yang engkau syukuri selama latihan meditasimu.
    • Mengekspresikan rasa syukur kepada orang lain: Beri tahu orang lain betapa dirimu menghargai mereka.
    • Dengan memupuk rasa syukur, engkau dapat mengalihkan fokusmu ke aspek-aspek positif dalam hidupmu dan mengalami kebahagiaan dan kepuasan yang lebih besar.
Bimaputera mengangguk, lalu berkata, 'Tapi ramanda belum menjelaskan orang kuat dalam perspektif politik!"
Kutipan & Rujukan:
- Robin Sharma, The Monk Who Sold His Ferrari, 2013, Hundredth Jaico Impression
- Robin Sharma, Daily Inspiration from The Monk Who Sold His Ferrari, 2013, Jaico Publishing House
- Robin Sharma, Who Will Cry When You Die?: Life Lessons from the Monk Sold His Ferrari, 2009, Hundredth Jaico Impression