Kutipan & Rujukan:“'Al-Qur'an terdiri dari Tauhid, Perintah-perintah, dan Peristiwa Sejarah,' berkata seorang Syekh kepada seorang Lelaki, usai menyampaikan Tausiyah—semacam dakwah informal, yang dibedakan dari khutbah biasa yang lebih bernada serius—di sebuah Masjid," Rembulan memulai setelah mengucapkan Basmalah dan Salam. "'Dengan demikian,' sang Syekh melanjutkan, 'Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar itu, apa yang dengannya Allah menurunkan kitab-kitab yang diwahyukan, dan dengannya, Dia mengutus utusan-Nya, dan yang merupakan bagian integral dari Dien. Firman-firman Allah terdiri dari bagian informatif dan direktif. Adapun yang bersifat informatif, yakni Allah menyampaikan kepada kita tentang diri-Nya, seperti Tauhid atau Teologi, atau menginfromasikan kepada kita tentang ciptaan-Nya, semisal kisah-kisah orang-orang terdahulu dan para Nabi yang di dalamnya terkandung pelajaran, ancaman, dan janji bagi kita. Bagian direktif terdiri dari perintah yang boleh, dan tidak-boleh dilakukan, serta hal-hal yang diserahkan kepada pilihan dan kearifan kita.'Amar ma'ruf Nahi munkar itu, kewajiban komunal (Fardhu Kifayah), kewajiban hukum yang harus dijalankan oleh umat Islam secara keseluruhan, seperti wajib-militer; jika cukup banyak anggota dalam komunitas Muslim yang melaksanakannya, umat Islam yang tersisa, dibebaskan dari pertanggungjawabanya kelak di hadapan Allah. Namun, apabila kewajiban komunal tak memadai, maka setiap individu Muslim wajib bertindak mengatasi kekurangan tersebut. Dalam literatur Islam terkini, terminologi ini digunakan membahas Tanggungjawab-Sosial, contohnya, memberi makan orang yang lapar. Jadi, Amar ma'ruf dan Nahi munkar itu, salah satu amal shalih teragung, yang diperintahkan kepada kita.'Sang Lelaki bertanya, 'Apa itu, Ma'ruf, dan apa itu, Munkar?' Sang Syekh menjawab, 'Ma'ruf atau Kebaikan, mencakup segala sesuatu yang, baik internal maupun eksternal, telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya (ﷺ). Ini termasuk: keikhlasan mutlak kepada Allah, ketergantungan kepada Allah (tawakkal), bahwa Allah dan Rasul-Nya (ﷺ) lebih dicintai oleh orang yang beriman daripada yang lain, berharap akan rahmat Allah dan takut akan adzab-Nya, bersabar atas ketetapan Allah dan berserah diri sepenuhnya pada perintah-Nya, kebenaran dalam ucapan, memenuhi kewajiban, mengembalikan amanah kepada pemiliknya, tatakrama yang baik terhadap orangtua, menjaga ikatan keluarga, kerjasama dalam segala tindakan keshalihan dan kebajikan, bermurah-hati dan dermawan terhadap tetangga, anak yatim, orang-orang fakir, musafir yang terlantar, sahabat, pasangan, dan pelayan, bersikap adil dan jujur dalam ucapan dan tindakan, mengajak orang agar berkarakter yang baik, dan bersikap sabar seperti menjalin hubungan dengan orang yang memutuskan tali persahabatan atau pertemanan, memberi orang yang menolakmu, dan memaafkan mereka yang menindasmu. Mengajak manusia agar bekerjasama dan bergotong-royong, serta mencegah Berselisih dan Berpecah-belah, merupakan pula bagian dari Amar Ma'ruf.Adapun Munkar, atau Keburukan, ialah yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya (ﷺ), bentuk yang paling utama dan paling buruknya, menyekutukan Allah. Menyekutukan bermakna berdoa kepada seseorang atau sesuatu yang lain, bersama dengan Allah. Sekutu ini, bisa berwujud matahari, bulan, bintang atau planet, malaikat, salah seorang nabi, orang yang shalih atau suci, bangsa jin, gambar atau kuburan, atau apapun yang diseru selain Allah Ta'ala. Penyekutuan ini, termasuk pula memohon pertolongan atau bantuan dari salah satu dari yang telah disebutkan tadi, atau bersujud kepada mereka. Semua ini dan semacamnya, disebut Syirik, diharamkan Allah, dan dilisankan oleh seluruh nabi-Nya.Segala sesuatu yang diharamkan Allah, juga termasuk Munkar, misalnya membunuh tanpa alas-hak, mengambil harta orang dengan cara yang tak benar, mengambil harta dengan paksa atau intimidasi, riba, atau perjudian, segala jenis penjualan atau kontrak yang dilarang Rasul-Nya (ﷺ), memutus ikatan keluarga, berlaku-keji terhadap orangtua, curang dalam timbangan dan takaran, dan segala bentuk pelanggaran terhadap hak orang lain. Juga, dalam kategori ini, adalah segala bid'ah dalam hal 'ibadah,' yang terputus, atau yang tak ditahbiskan atau dikuatkan, oleh Allah dan Rasul-Nya (ﷺ).'Sang Lelaki lalu bertanya, 'Apa metodologi Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar?' Sang Syekh menjawab, 'Keramahan dan Simpati, merupakan cara yang benar dalam Amar ma'ruf dan Nahi munkar. Amar ma'ruf Nahi munkar menjadi salah satu kewajiban terbesar atau tindakan terpuji dalam Islam, penting bahwa manfaat di dalamnya, seyogyanya lebih besar dibanding konsekuensi negatifnya. Semangat umum inilah, pesan para nabi dan kitab-kitab yang diwahyukan, dan Allah tak menyukai kekacauan dan kerusakan. Segala yang diperintahkan Allah bermanfaat dan intisari manfaat. Allah telah memuliakan "Salah" [lawan dari Kerusakan] dan "Muslihin" [pembaru, atau mereka yang membawa Salah]. Dan di banyak tempat dalam Al Qur'an, Dia memuliakan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-shalih [salihaat], sementara mengutuk kerusakan [fasaad] dan mereka yang menyebabkannya. Jadi, bilamana dampak buruk [mafsada] dari suatu perintah atau larangan lebih besar daripada manfaatnya [maslaha], itu tak lagi menjadi bagian dari apa yang Allah perintahkan kepada kita, bahkan bila itu masalah melalaikan kewajiban atau melakukan yang dilarang. Hal ini lantaran orang beriman, wajib bertakwa kepada Allah dalam hubungannya dengan hamba-hamba-Nya. Manakala seorang muslim mengerjakan apa yang wajib baginya, berupa Amar Ma'ruf Nahi Munkar, sebagaimana ia menunaikan kewajiban-kewajiban lainnya, maka kesesatan orang-orang yang sesat, takkan merugikannya.Amar Ma'ruf Nahi Munkar, terkadang dilakukan dengan Qalbu, terkadang dengan Lisan, dan terkadang dengan Tangan—yaitu kekuatan fisik. Adapun mengamalkannya dengan Qalbu, wajib atas setiap orang, dalam setiap waktu dan suasana, sebab mengamalkannya, tak membawa kesulitan.Ketika manfaat dan kerugian bercampur menjadi satu, dan seseorang harus memilih antara berbuat baik dengan beberapa efek samping yang buruk, atau meninggalkan kebaikan itu, demi menghindari efek sampingnya yang buruk, maka wajib memilih jalan yang memiliki manfaat bersih atau keseluruhan, yang lebih besar. Sebab, kendatipun Amar Ma'ruf dan Nahi munkar mengandung manfaat, dan pencegahan dari beberapa kerugian, hendaknya diperhatikan pula, kebalikannya. Apabila dalam melaksanakan perintah atau larangan ini, terdapat manfaat yang hilang, lebih besar dari manfaat yang diperoleh, atau kerugian yang ditimbulkan, lebih besar dari kerugian yang dihindari, maka ini bukan bagian dari apa yang Allah perintahkan kepada kita, melainkan haram, karena kerugian bersihnya, lebih besar daripada manfaat bersihnya.Satu-satunya kriteria guna mengukur kerugian dan manfaat yang tadi disebutkan, yakni dengan takaran Syariah. Setiap kali seseorang mampu memahami apa yang tersurat, secara langsung, tak diperbolehkan baginya, beralih ke arah lain. Namun bila ia tak menemukan petunjuk yang tepat bagi masalah yang dihadapinya, ia dapat menggunakan latarbelakangnya untuk memahami aturannya, dengan cara analogi.Kecintaan seorang mukmin terhadap kebaikan, dan kebenciannya terhadap keburukan, dan keinginannya agar mencapai kebaikan, dan keinginannya agar menghindari dan mencegah kejahatan, hendaknya selaras dengan apa yang dicintai dan dibenci Allah. Allah menyukai segala yang Dia perintahkan kepada kita dalam Syariat-Nya, dan tak menyukai segala yang Dia larang dalam Syariat-Nya. Selanjutnya, amalan seorang mukmin terhadap apa yang ia cintai—kebaikan, dan menjauhi dan menentang apa yang ia benci—kejahatan, seyogyanya sesuai dengan kemampuan dan kekuatannya, karena sesungguhnya, Allah tak menuntut dari kita, lebih dari apa yang ada dalam kemampuan kita.Apa yang ada pada seorang mukmin, dalam hal Perbuatannya, tak boleh dipersamakan dengan kewajibannya dalam hal tindakan Qalbu. Wajib bagi seorang mukmin atas ketaksukaannya pada kejahatan dan kecintaannya pada kebaikan, dan keinginannya berbuat baik dan keinginannya menentang dan menghindari kejahatan, agar menjadi sempurna dan tanpa kesangsian atau keragu-raguan. Bila hal ini terjadi, maka, tak lain disebabkan oleh kurangnya Iman. Hal ini berbeda dengan perbuatan Tubuh, yang hanya dalam batas kemampuannya.Sebagian manusia memiliki cinta dan benci yang tak sejalan dengan cinta Allah dan Rasul-Nya (ﷺ) dan ketidaksukaan Allah dan Rasul-Nya (ﷺ), dan inilah jenis Hawaa—kecenderungan, hawa-nafsu, atau hasrat-diri. Makna Hawaa itu, suka dan benci yang ada pada diri sendiri. Ia tak dengan sendirinya tercela, sebab tak berada di bawah kendali seseorang, melainkan yang tercela itu, mengikuti apa yang kecenderungan ini, kehendaki. Cinta dan benci yang sedang kita bicarakan, menghasilkan 'selera' dan perasaan dan keinginan tertentu di hadapan hal yang dicintai atau dibenci. Barangsiapa mengikuti hawa-nafsu dan perasaan ini, tanpa perintah dari Allah dan Rasul-Nya (ﷺ), termasuk orang yang digambarkan sebagai pengikut Hawaa-nya.Amar Ma'ruf Nahi Munkar, suatu amalan yang paling wajib dan salah satu amalan yang paling baik dan paling terpuji—sebaik-baiknya amalan. Setiap tindakan hendaknya mengandung dua hal: niat, dan gerakan. Setiap orang itu, penggarap dan pencari tujuan, ia bergerak, dan ia punya niat. Namun, satu-satunya niat terpuji yang diterima dan dihargai Allah, niat melakukan suatu tindakan semata-mata karena Allah. Amal yang terpuji itu, amal shalih, dan amalan yang diperintahkan kepada kita. Tiada amal-shalih tanpa adanya ilmu ['ilm] dan pemahaman hukum [fiqh]. Niat dan perbuatan yang tak didasari ilmu, semata kebodohan dan kesesatan, dan mengikuti hawa-nafsu, seperti yang telah kami sampaikan sebelumnya. Oleh karenanya, ilmu tentang yang ma'ruf dan yang munkar, merupakan kebutuhan mutlak sebagaimana kemampuan membedakan keduanya, dan ilmu tentang syarat-syarat yang diperintahkan dan diharamkan, juga penting. Agar manfaatnya optimal, amar ma'ruf nahi munkar hendkanya ditunaikan di Jalan Kebenaran. Jalan Kebenaran itu, jalan terpendek, dan jalan yang mengarah pada pencapaian tujuan yang dicari.Amar Ma'ruf membutuhkan Kasih-sayang, Kesabaran dan Ketabahan. Kasih-sayang tak masuk ke dalam sesuatu tanpa memperindahnya, dan tak dihilangkan dari sesuatu tanpa memperburuknya. Kasih-sayang tak diberikan berdasarkan paksaan, dan tak diberikan berdasarkan sebab lain. Pada saat yang sama, praktisi amar ma'ruf nahi munkar hendaknya tabah dan sabar dalam menghadapi kesulitan dan penganiayaan. Penganiayaan akan melawan para praktisi sejati dari perintah yang benar. Jika ia tak sabar, tabah dan arif dalam menghadapinya, akan menyebabkan lebih banyak kerusakan dibanding perbaikanJadi, tiga hal yang mutlak penting: ilmu, kasih-sayang, dan kesabaran.'Maafkan Syekh!' tiba-tiba Marbot Masjid mendekat. 'Yang menjemput, telah datang!' 'Baiklah kalau begitu, tapi mohon, sampaikan padanya agar menunggu beberapa menit!' jawab sang Syekh. Setelah itu, ia berkata, 'Allah telah memerintahkan setiap Muslim, baik pria dan wanita, agar beramar ma'ruf nahi munkar, yang merupakan salah satu pilar Islam, yang dengannya kejahatan ditolak, ketidakpedulian dihalau dengan kesadaran, dan kebodohan disirnakan dengan ilmu. Beginilah cara umat Islam, agar tetap awas dan waspada.Kebanyakan wanita di masa sekarang, berpandangan bahwa Amar Ma'ruf Nahi Munkar itu, pekerjaan kaum lelaki belaka, atau kementerian atau lembaga pemerintah tertentu. Saudari Muslimahku yang terhormat, para cendekiawan Islam sepakat bahwa Amar Ma'ruf Nahi Munkar itu, bagian penting dari ibadah Islam dan diwajibkan bagi mereka yang mampu menunaikannya. Selemah-lemahnya Iman, dimana seseorang cuma mampu melakukannya, di dalam Qalbu.Meskipun masyarakat Muslim, saat ini, mengalami banyak masalah, kita masih dapat menggunakan lisan dengan cara terbaik guna menunaikan tugas penting ini. Misalnya, seseorang dapat menggunakan kata-kata yang baik untuk menasihati temannya dengan keyakinan bahwa ia punya karakteristik tertentu yang perlu diperbaiki, dalam konteks Cinta-persaudaraan dan Saling-menasehati.Wanita, khususnya, sering bertemu dengan wanita lain dan banyak kekeliruan terjadi selama pertemuan tersebut, menggunakan lidah sebagai alat pilihan yang disukai. Bahkan beberapa wanita yang tampak benar secara lahiriah, tak memiliki dasar ilmu yang diperlukan, guna memperbaiki kekurangan ini, tanpa ragu-ragu. Engkau dapat melakukan tugas ini, dimanapun dan kapanpun engkau bertemu wanita lain, seperti di rumah, pertemuan, sekolah, dll. Selanjutnya, wanita Muslim yang mematuhi aturan dan pedoman berpakaian dan perilaku Islami, dengan pria asing, wajib menegur orang yang berbuat kekeliruan di depan umum, menggunakan tuturan-lembut sebagai metode Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar.Oleh karena itu, Saudariku yang terkasih, jangan abaikan hak-hak suami, anak-anak, kerabat, dan teman-temanmu, atasmu, dalam hal Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar. Engkau seyogyanya bersikap ramah saat melakukan tugas ini dan menghindari kata-kata dan perlakuan kasar terhadap orang lain, sehingga engkau menjadi salah seorang yang digambarkan dalam Ayat berikut ini,وَالْمُؤْمِنُوْنَ وَالْمُؤْمِنٰتُ بَعْضُهُمْ اَوْلِيَاۤءُ بَعْضٍۘ يَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ'Dan orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi Auliya' [penolong, pendukung, teman, pelindung] bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang Makruf, dan mencegah dari yang Mungkar ....' [QS. At-Tawbah (9):71]"Waktunya berangkat, Rembulan berkata, "Al-Hasan berkata kepada Mutarrif Al-Harasyi, 'Nasehatilah teman-temanmu.' Mutarrif berkata, 'Aku takut mengucapkan apa yang tak kulakukan.' Al-Hasan menjawab, 'Siapakah di antara kita yang mengerjakan semua yang diucapkannya? Setan sangat ingin mendengar ini darimu, sehingga tiada yang Beramar ma'ruf dan Bernahi munkar!' Wallahu a'lam.”
- Sheikh Al-Islam Ibn Taimiyyah, Enjoining Good and Forbidding Evil, translated by Salim Abdallah ibn Morgan, Islambasics
- Abdul-Malik Al-Qasim, Hindrances on the Path, translated by Jalal Abualrub, Darussalam.