"Ovid, Penyair Romawi, punya kosakata yang luas, rasa METAFORA yang brilian, dan menceritakan tentang Metamorfosis. Ia menekankan, bahwa Keadilan dan Perdamaian, menentukan Zaman Keemasan. Ia menambahkan pula, bahwa pada zaman itu, manusia belum mengetahui seni navigasi, dan karenanya, tak menjelajahi dunia yang lebih luas. Selanjutnya, tiada manusia yang punya pengetahuan tentang seni apapun kecuali pertanian primitif. Di Zaman Perak, Jupiter, atau Thursday, memperkenalkan musim, dan akibatnya, manusia mempelajari seni pertanian dan arsitektur. Di Zaman Perunggu, Ovid menulis, manusia rentan terhadap peperangan, namun tak mengurangi ketaatan terhadap Tuhan yang mereka yakini. Akhirnya, di Zaman Besi, manusia mendemarkasi bangsa-bangsa dengan batas-batas; mereka belajar seni navigasi dan pertambangan; mereka suka berperang, serakah, dan tak bertuhan. Kebenaran, kesantunan, dan kesetiaan, tak dapat ditemukan," Rembulan menyapa dengan Salam, usai mengucapkan Basmalah.Lalu, ia meneruskan, "Apa jadinya Zaman-zaman itu, bila sang Jagat sinambung senyum pada Umat Manusia? Masa Keemasankah, yang disebut oleh Ovid itu, citra yang masih menyenangkan dan menggembirakan kita? Asa yang legit, meski hambar dan hampa.Namun kutakkan disini, mengenang hari-hari yang tenteram, serta malam yang teduh dan bahagia, tatkala sang Jagat penuh ceria, indah dan menawan; saat Flora hasilkan beragam Puspita, lebih banyak buah Pomona. Bukan ini yang membuatku sedikit kesal atau risau, bukan, kusesali sukacita lain selain ini; polosnya Keyakinan, dan bersahajanya Ketulusan-hati, Kebajikan yang merasuki Qalbu, dan bahkan sebuah Ketidaktahuan tentang Kejahatan dan Kekejian.Ya, semuanya, Harta Karun pada Zaman yang bahagia ini, ketika Percakapan tak didandani dengan Seni merancang, atau Kata-kata dan Pikiran, yang dipisahkan secara fatal oleh Perceraian abadi. Lalu? akankah seseorang berkata, 'Inikah Makhluk Manusia? Begitu garib perilaku mereka, dan sangat beda dengan kita.Ya, memang demikian, orang-orang baik dan jujur ini, nenek moyang manusia. Dan bisakah engkau percaya bahwa engkaulah keturunan mereka? Bahwa engkau, darah-daging dari leluhur yang sangat tulus ini? Saat ini, engkau memberikan pelajaran tentang kebathilan yang saling-sinambung, semuanya menipu dan merusak. Sumpah dan Janji, semata kolam tembang; keledai yang percaya pada yang satu, dan orang-bodoh, yang menunaikan yang lain.Melihat diri kita dalam keadaan tak bahagia ini, membuat kita saat ini, tak menyesali lagi Zaman Keemasan. Tidak, akan terlalu berlebihan, mengharapkan kembalinya saat-saat berkah itu. Harapanku yang paling besar, agar Zaman Perunggu kembali, karena pada zaman itu, keganjenanku yang molek, tumbuh-kembang.Dahulu kala, ada Mawar yang tumbuh di Raudah indah, penuh Kembang rupawan, yang sangat ingin unggul atas segala Sekar musim-semi yang mekar.Seekor Rama-rama muda, dengan sayap ceria dengan corak berbinar, sesuai menjadi Favoritnya, saat terbitnya sang Mentari, mendesahkan, hasrat lembutnya. Rosa, tersipu dan mendesau. Pada hari-hari itu, tak demikian halnya dengan kita, tiada ruang penagguhan yang lama, mereka seketika melakukan tawar-menawar.'Aku milikmu, Jiwaku,' kata Rama-rama, 'dan aku selalu milikmu,' kata Rosa, 'Sayangku, Hidupku, Semuaku,' dan bersumpah selamanya 'tuk jadi kenyataan.Rama-rama yang puas, meninggalkannya 'tuk sementara waktu, dan tak kembali pada siang hari. 'Dan apakah semua nyala apimu, yang sangat indah nan tulus, begitu cepat dingin dan layu? Sebuah Zaman—sekitar tiga atau empat Jam—karena engkau telah membayar Sumpahmu padaku, Nyonya Hati-mu yang Tersumpah, sekar yang mabuk-kepayang dan gabir, yang masih hidup, yang rengsa, dimana tiada ada jiwa yang dipandang didalam tanah berpagar ini; namun, kendati berkulit gelap, tampak, ia punya pesona.'Tidak, engkau telah membelai Tulip yang tak berguna; menyerahkan pengabdianmu pada insang-kemayu berwajah kuning itu, kembang Narsis, dan Sari Sedap-malam, dengan napasnya yang berkedip. Demikiankah engkau mengkhianatiku, makhluk berbala? Dan puaskah engkau melakukannya?'Tuan muda kita, Rama-rama, mengelak dengan gaya yang sama. 'Engkau melakukannya dengan baik, Madam, godan-godaanmu, lalu mengutuk gerak-gerikku; akan tetapi, aku hanya melakukan seperti yang engkau perbuat. Sebab perlu kusampaikan padamu, aku bukan orang bodoh yang buta, lamun telah memperhatikan asmaramu yang mudah goyah.Begitu senangnya engkau, aku telah menyaksikanmu, tersenyum pada hembusan asmara angin sepoi-sepoi! Yang ini, masih bisa kumaafkan. Tapi, tak puas dengan itu, aku telah melihatmu, sangat senang akan ciuman penuh semangat dari sang Kumbang. Jentelmen yang manis ini, baru saja pergi, namun seperti tak pernah puas, engkau menerima pelukan kasar sang badut Tabuhan; tidak, engkau telah melacurkan diri, demi setiap lalar kecil, yang merusak nama-baikmu.' Sang Rama-rama pergi, meninggalkan Rosa yang layu.Mawar itu, merah, violet itu, biru. Dikala sekuntum mawar, layu, seonak duri 'kan tertinggal. Duri yang tajam, seringkali menghasilkan kucup mawar yang lembut. Kuterkenang, sebuah puisi, karya penyair Irlandia, Thomas Moore, 'The Last Rose of Summer,''Tis the last rose of summer,[Inilah mawar kemarau terakhir]left blooming alone[terhirau berbunga sendirian]All her lovely companions[Iringan khalil indahnya]are faded and gone[telah memudar dan sirna]No flower of her kindred[Tiada puspa kerabatnya]no rose-bud is nigh[tiada kuntum didekatnya]to reflect back her blushes[yang memantulkan ronanya]or give sigh for sigh![pun hantarkan desahan demi desahan!]I'll not leave thee, thou lone one[Takkan kubiarkan engkau, duhai sang gulana]to pine on the stem[merindu di ranting itu]Since the lovely are sleeping[Oleh yang terkasih sedang nyenyak]Go, sleep thou with them![Pergi, berbaringlah engkau bersamanya!]Thus kindly I scatter[Lalu dengan lembut kutebarkan]thy leaves o'er the bed[dedaunanmu di atas peraduan]where thy mates of the garden[dimana sejawatmu di raudah]lie scentless and dead[rebah hambar dan punah]So soon, may I follow[Selajaknya, semoga kusertai]when friendships decay,[dikala khianatnya sahabat]and from love's shining circle[dan dari mandala cinta berbinar]the gems drop away![sang ratna tersingkirkan!]When true hearts lie wither'd[Saat qalbu yang tulus tergeletak layu]and fond ones are flown[dan yang didamba telah pupus]Oh! who would inhabit[Duhai! Siapakah yang hendak menghuni]this bleak world, alone?[dunia yang suram ini, sendirian?]Rembulan pamit, berkata, "Takdir dalam Cinta, telah memerintahkan, bahwa Keadilan, seyogyanya didistribusikan secara proporsional, kepada semua orang. Wallahu a'lam."
Kutipan & Rujukan:
- Sieur De La Motte, One Hundred New Court Fables, Peter-Nofter-Row
- Sir Samuels Garth, Ovid's Metamorphoses, J.F. Dove