Senin, 22 Mei 2023

Nafkah Halal : Perspektif Islam (1)

“Sikap fundamental Islam terhadap posisi manusia di dunia ini, bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala, telah menjadikan bumi bagi kepentingan manusia, yang telah Dia berikan kendali atasnya. Tugas manusialah, mengambil manfaat darinya dan berikhtiar mencari karunia Allah di seluruh muka bumi,” berkata Rembulan saat menyebutkan topik yang berkaitan dengan perbincangan sebelumnya [yang ini dan yang ini], usai mengucapkan Basmalah dan menyapa dengan Salam.

"Dalam perspektif Islam, prinsip dasar penghasilan atau nafkah, dapat dilihat secara luas sebagai berikut: Bahwa Allahlah yang menyediakan rezeki bagi kita; karenanya, dari Dialah kita memperoleh rezeki kita. Tugas kita ialah berikhtiar terhadap apa yang telah ditetapkan bagi kita. Fakta bahwa Allah Yang menyediakannya bagi kita, tak mengesampingkan fakta bahwa kita seyogyanya mencari cara mencapai apa yang telah ditetapkan untuk kita. Meskipun telah ditetapkan bahwa kita akan lapar, tak seorang pun cuma duduk-diam di satu tempat tanpa berusaha memuaskan rasa lapar itu, dan hanya bergantung pada fakta bahwa Allah akan memberinya makan. Ia semestinya mencari jalan untuk memuaskan rasa laparnya.

Demikian pula dengan mata pencaharian kita, kita takkan pernah memperoleh apa yang belum ditetapkan untuk kita, namun kita hendaknya mengupayakan apa yang telah ditetapkan. Allah berfirman,
فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
'Apabila shalat (Jumat) telah dilaksanakan, bertebaranlah kamu di bumi, carilah karunia Allah, dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya, agar kamu beruntung.' [QS. Al-Jumu'ah (62):10]
Rasulullah (ﷺ) bersabda,
لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا ‏
'Jika kalian bertawakal dengan sebenar-benarnya kepada Allah, maka Allah akan mengaruniakan kalian rezeki sebagaimana seekor unggas beroleh rezekinya. Ia keluar di pagi hari dalam keadaan perut kosong dan kembali di sore hari dalam keadaan kenyang.' [Jami' at-Tirmidzi; Hasan Shahih menurut Tirmidzi]
Sebagian dari kita, mungkin menanggapi sabda Rasulullah (ﷺ) ini, bermakna bahwa dimanapun kita berada, kita bakalan mendapatkan rezeki kita; akan tetapi, hendaknya hadits tersebut dimaknai pula bahwa sang unggas, memang keluar, mereka gak ogah-ogahan, tinggal-diam di sarangnya sepanjang hari. Yang dimaksud dalam Hadits ini, ialah gagasan tentang keluar rumah dan pulang kembali, berupaya dan bergerak; tentu saja bukan gagasan agar duduk diam, tak melakukan apa-apa dan kemudian mengklaim bahwa kita telah bertawakkal kepada Allah.

Lantas, bagaimana cara kita memperoleh nafkah? Dan bagaimana kita membelanjakannya? Dari Abu Huraira, radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,
« أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا وَإِنَّ اللَّهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ فَقَالَ ( يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّى بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ) وَقَالَ (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ) ». ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ ».
'Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thoyyib (baik). Allah takkan menerima sesuatu melainkan dari yang thoyyib. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya, ‘Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.[QS. Al Mu'minun (23:51)]’ Dan Allah juga berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang telah kami rezekikan kepadamu. [QS.Al-Baqah (2):172]' Beliau (ﷺ) lalu menceritakan tentang seorang lelaki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Ia mengangkat tangannya ke langit seraya berdo’a, 'Ya Rabbku, Ya Rabbku.' Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?' [Shahih Muslim]
Jadi, kita hendaknya mencari nafkah kita dengan cara yang telah diresepkan dan karenanya, mengharuskan kita mengetahui cara yang tak diperbolehkan. Hanya setelah kita mengetahui bahwa sesuatu itu tak halal, barulah kita bisa menjauhinya.

Kita seyogyanya membelanjakan penghasilan kita dengan cara yang diresepkan; dan untuk melakukannya, berarti, kita juga hendaknya tahu, keadaan dimana nafkah itu tak dibelanjakan. Allah berfirman,
اِنَّ الْمُبَذِّرِيْنَ كَانُوْٓا اِخْوَانَ الشَّيٰطِيْنِ ۗوَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِرَبِّهٖ كَفُوْرًا وَاِمَّا تُعْرِضَنَّ عَنْهُمُ ابْتِغَاۤءَ رَحْمَةٍ مِّنْ رَّبِّكَ تَرْجُوْهَا فَقُلْ لَّهُمْ قَوْلًا مَّيْسُوْرًا
'Berikanlah kepada kerabat dekat haknya, (juga kepada) orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan. Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya para pemboros itu, saudara-saudara setan, dan setan itu, sangat ingkar kepada Rabbnya.' [QS. Al-Isra (17):26-27]
Dasar ekonomi Islam ialah bekerja dan berikhtiar mencari nafkah yang halal. Bekerja merupakan sumber utama pendapatan halal. Bekerja merupakan sarana yang ditentukan dengan mana manusia dapat mencapai tujuan untuk mengisi bumi dimana ia telah diberi wewenang. Pula, bekerja merupakan sarana memanfaatkan hal-hal yang ditaklukkan Allah bagi manusia, sehingga ia dapat bermanfaat bagi dirinya sendiri dan sesama manusia, dengan memenuhi dan memuaskan kebutuhannya. Islam menganjurkan kita agar berusaha dan bekerja melalui banyak cara. Diantaranya,

Takwa. Jika engkau ingin menambah rezekimu dari Allah dan menjalani kehidupan yang nyaman, maka bertakwalah kepada Allah dan bertakwalah dalam segala urusanmu: di rumah, di tempat kerja dan dengan keluargamu. Lindungi dirimu dari dosa, patuhi perintah Rabbmu, jauhi larangan-Nya dan lindungi dirimu dari apa pun yang mengakibatkan adzab-Nya.

Bertobat dan memohon ampunan. Jenis permohonan ampunan yang membawa rezeki seseorang, menambahnya dan memberkahinya, yakni yang dilakukan dari qalbu dan juga lidah, sementara ia tak berkanjang-kanjang dalam berbuat dosa. Akan tetapi, orang yang memohon ampunan dengan lisan, sementara pada saat yang sama, melakukan berbagai jenis dosa, tak ikhlas dalam doanya, maka doa-doa ini, bakalan sia-sia. Jika Allah telah menganugerahkanmu keberlimpahan, maka bergegaslah bertobat dan ikuti kata-katamu itu, dengan perbuatan.

Tawakkal. Barangsiapa yang hatinya berharap semata kepada Allah dalam mendatangkan manfaat atau mencegah bahaya, dan bertawakal penuh kepada-Nya, Dia akan mencukupkannya, membebaskannya dari segala kesedihan dan memberinya sumber yang tak dipunyai orang lain. Beberapa Salaf mengatakan, 'Jika engkau mengandalkan Allah, rezeki akan datang kepadamu tanpa usaha.'
Tawakkal mengungkapkan ketidakmampuan bawaan seseorang, ketergantungan penuh dan inklusif hanya kepada Allah, bersama dengan kepastian bahwa hanya Allah Yang punya kendali atas alam semesta, dan bahwa urusan semua ciptaan, berada di bawah Kehendak-Nya. Hanya Dialah Yang menyediakan, menciptakan, menganugerahkan, dan mencabut karunia, manfaat, kesengsaraan, memberi kekayaan, menyebabkan kemiskinan, kesehatan, penyakit, hidup dan mati.
Tawakkal bukan berarti meninggalkan penggunaan sarana duniawi, karena Allah telah memerintahkan kita menggunakan semua sarana yang memungkinkan, serta mengandalkan-Nya. Berusaha secara fisik untuk menggunakan segala sarana duniawi, sebenarnya merupakan tindakan ketaatan kepada Allah, dan bersandar kepada-Nya dengan hati yang tulus, mencerminkan keyakinannya kepada-Nya.
Seorang Muslim hendaknya menggunakan segala cara, namun, tak menggantungkan hasilnya pada sarana itu. Sebaliknya, ia seyogyanya yakin dengan teguh, bahwa urusan itu, sepenuhnya ada pada Allah, dan semata Dialah Sang Pemberi Rezeki.

Menjaga tali silaturahmi [atau silaturahim, keduanya punya maksud yang sama]. Rasulullah (ﷺ) menjelaskan bahwa hubungan baik dengan kaum-kerabat, berbuah banyak dan hasil yang baik; silaturahmi menambah rezeki, memperpanjang umur, melindungi dari kematian yang buruk dan membawa cinta antar kerabat. Oleh karenanya, timbul pertanyaan: siapa sih kaum-kerabat itu, dan bagaimana seseorang menjaga hubungan baik dengan mereka?
Kerabat merupakan sanak sedarah atau perkawinan, terlepas dari apakah seseorang, secara Islami, memperoleh warisan dari mereka atau tidak. Tali silaturahmi terhadap kaum-kerabat, dapat dirawat dengan berbagai cara: mengunjungi mereka, memberi mereka hadiah, menanyakan keadaan mereka, bersedekah kepada yang miskin di antara mereka, bersikap baik dan hormat kepada orang tua di antara mereka, mengundang dan beramah-tamah dengan mereka, bergabung dalam acara perayaaan dan kegembiraan mereka, menghibur mereka saat kesulitan, berdoa bagi mereka, tak menyimpan dendam terhadap mereka, menerima undangan mereka, mengunjungi mereka ketika sakit, menasihati mereka, mengajak mereka ke dalam kebaikan dan mencegah mereka dari berbuat mungkar, melindungi mereka dari kejahatan, dan banyak lainnya.

Membelanjakan harta karena Allah. Ibnu Katsir, rahimahullah, mengatakan bahwa apa pun yang engkau belanjakan di bidang yang Allah perintahkan atau perbolehkan agar engkau belanjakan, akan diganti di kehidupan ini dan dibalas di akhirat. Ibnu 'Abbas, rahiyallahu 'anhu, berkata, 'Dua hal dari Allah dan dua hal dari setan. Setan berkata, 'Jangan membelanjakan hartamu, dan simpanlah karena engkau membutuhkannya,' dan kemudian, setan memerintahkanmu berbuat kejahatan. Allah menjanjikanmu ampunan atas dosa-dosamu, dan lebih banyak berkah dalam rezekimu. Allah menyembunyikan dosa hamba-Nya di kehidupan ini dan di akhirat, dan menambah rezekinya di kehidupan ini dan melimpahkan karunia-Nya di akhirat.'
Banyak hadits menganjurkan membelanjakan harta di jalan Allah dan menjanjikan pahala dan karunia yang besar dari Allah, ditambah mengangkat derajat orang yang membelanjakannya.

Sering-sering mengerjakan ibadah haji dan umrah. Lantaran keduanya menghapuskan kepapaan dan dosa seperti halnya api memurnikan partikel-partikel dalam logam, emas dan perak. Ibadah Haji yang ditunaikan dengan benar, akan berpahala, yang tak kurang dari Surga.

Memperlakukan orang-orang yang lemah dengan ramah. Rasulullah (ﷺ) menjelaskan bahwa orang memperoleh rezeki dan kemenangan, karena berbaik hati kepada yang lemah di antara mereka. Orang lemah yang dimaksud oleh Rasulullah (ﷺ), beragam, semisal fakir, miskin, anak yatim, orang sakit, musafir dan wanita yang tak punya wali atau pendukung. Cara agar menunjukkan keramahan kepada mereka, berbeda-beda: orang miskin diperlakukan dengan memberi mereka uang dan derma, anak yatim dan wanita tanpa wali dengan memperhatikan dan menolong mereka secara finansial, orang sakit dengan mengunjungi dan mendorong mereka agar tabah, dan lain sebagainya.
Jika engkau ingin menambah rezekimu, usahakanlah memperoleh dukungan Allah, dengan berbaik hati kepada yang lemah dan jangan merugikan mereka.

Mengabdikan diri untuk beribadah. Allah menjanjikan dua hal kepada orang yang mengabdikan dirinya, beribadah kepada Allah: kepuasan dan kekayaan. Diketahui bahwa orang yang Allah berikan qalbu yang ridha, kemiskinan takkan pernah menemukan jalan merenggut dirinya.
Mengabdikan diri beribadah kepada Allah, bukan berarti berhenti mencari rezeki, berhenti bekerja dan duduk di masjid siang dan malam. Sebaliknya, yang dimaksud ialah, seorang hamba hendaknya senantiasa memusatkan perhatian qalbunya selama beribadah kepada Allah, merendahkan diri kepada-Nya, menyadari keagungan-Nya dan mengingat bahwa ia sedang memohon kepada Rabb langit dan bumi.

Ada cara lain memperbanyak rezeki yang dapat disebutkan secara ringkas: berhijrah karena Allah; berjihad karena Allah; bersyukur kepada Allah; menikah; berdoa kepada Allah pada saat-saat yang dibutuhkan; Menjauhi dosa dan menjaga diri di atas agama Allah dengan melakukan ketaatan.
Yang terpenting dari semua yang telah disebutkan, karena rizki diperoleh dengan ketaatan dan hilang bersama kemaksiatan, maka seseorang kan kehilangan rezeki oleh dosa yang diiperbuatnya. Dosa-dosalah penyebab terbesar kehilangan rezeki, kesulitan hidup dan sirnanya keberkahan dalam hidup.

Trus, konkritnya, pekerjaan atau profesi apa yang diperbolehkan dalam perspektif Islam? Akan kita perbincangkan dalam sesi selanjutnya, bi idznillah."
[Sesi 2]