“Pada malam pertama kunjungan sang nenek, seorang bocah berdoa, 'Mohon Tuhan,' teriaknya keras-keras, 'tambahin buat aku sepeda, mobil-mobilan, mainan, ....''Kamu kok berdoanya keras banget sih?' sela kakak lelakinya, 'Tuhan gak tuli tauk.''Aku tahu Tuhan gak tuli,' jawab sang bocah, 'taapii Nenek kaan iyyaa?'"“Pengarang fantasi dan fiksi ilmiah kondang, Ursula K. Le Guin menulis, 'People who deny the existence of dragons are often eaten by dragons. From within.' Pernyataan metaforis ini menunjukkan bahwa sama seperti naga merepresentasikan sesuatu yang misterius dan belum pernah dijelajahi, kita hendaknya tetap terbuka terhadap ide-ide, pengalaman-pengalaman, dan kemungkinan-kemungkinan baru,” ucap Kenanga sambil menyaksikan Hasinda Amin bercakap-cakap dengan Jenderal 08. Kata-kata sang Jenderal, jelas dan mudah dipahami. Ada dua hal yang terlintas dalam benak Kenanga: 'I will be genuine' dan 'the well-being of my people'. Sebuah awal yang bagus. Tapi, apakah ini sebuah 'restatement' atau sebuah 'konfirmasi'? Sebab ada ungkapan seperti ini, 'Sampaikan pada seseorang bahwa ada tiga ratus miliar bintang di alam semesta, dan ia akan percaya padamu. Katakan padanya ada bangku yang catnya masih basah, maka ia harus menyentuhnya, guna memastikannya.'"Terkadang, apa yang tampak fantastis, boleh jadi, mengandung kebenaran yang tersembunyi. Naga sebagai penjaga alam mengingatkan kita agar memelihara lingkungan. Menyangkal isu-isu ekologi dapat menimbulkan dampak yang berbahaya. Dengan mengakui dan mengatasinya, kita berkontribusi terhadap planet yang lebih sehat. Mereka yang menolak atau mengabaikan kebenaran-kebenaran penting atau kemungkinan-kemungkinan fantastis, pada akhirnya akan menanggung akibatnya, meskipun konsekuensinya, tak langsung terlihat. Ia mendorong kita agar tetap berpikiran terbuka dan ingin tahu, jangan sampai kita melewatkan keajaiban tersembunyi atau menghadapi tantangan yang tak terduga, itulah kira-kira yang dimaksud Le Guin dengan metaforanya 'Orang yang menyangkal keberadaan naga, selalu dimakan oleh naga. Dari dalam.' Pada akhirnya, konsep ini mendorong kekepoan, keberanian, dan perhatian kita.Waktu laksana permadani; dirajut dengan benang ingatan yang tak terhitung jumlahnya. Fiksi, kata Le Guin, imajinasi yang bekerja berdasarkan pengalaman. Banyak dari apa yang kita pandang sebagai pengalaman, ingatan kita, ilmu yang kita peroleh dengan susah-payah, dan sejarah kita, adalah fiksi. Tapi itu gak masalah. Ia tentang fiksi nyata—cerita, novel. Semuanya berasal dari pengalaman sang penulis mengenai realitas yang dikerjakan, diubah, disaring, diputarbalikkan, diklarifikasi, diubah rupa, oleh imajinasi.'Ide' datang dari dunia melalui kepala. Bagian yang menarik dari proses ini yalah perjalanan melalui kepala, aksi imajinasi pada bahan mentah. Namun itulah bagian dari proses yang tak disepakati oleh banyak orang.Pengalaman itu, tempat munculnya ide. Namun sebuah cerita bukanlah cerminan dari apa yang terjadi, imbuh Le Guin. Fiksi itu, pengalaman yang diterjemahkan, ditransformasikan, dan diubah rupa oleh imajinasi. Kebenaran mencakup, namun tak berdampingan, dengan fakta. Kebenaran dalam seni bukanlah peniruan, melainkan reinkarnasi.Dalam sejarah faktual atau memoar, bahan mentah pengalaman, agar bernilai, hendaklah dipilih, disusun, dan dibentuk. Dalam sebuah novel, prosesnya bahkan lebih radikal: bahan-bahan mentah tak cuma dipilih dan dibentuk, tapi juga dilebur, dikomposkan, digabungkan kembali, dikerjakan ulang, dikonfigurasi ulang, dilahirkan kembali, dan pada saat yang sama, dibiarkan menemukan bentuk dan wujudnya sendiri, yang mungkin hanya secara tak langsung terkait dengan akal-sehat. Semuanya barangkali tampak seperti penemuan belaka. Seorang gadis dirantai ke batu sebagai korban monster. Kapten gila dan paus putih. Sebuah cincin yang memberikan kekuatan absolut. Seekor naga.Namun tiada yang namanya penemuan yang benar-benar asli. Semuanya dimulai dengan pengalaman. Penemuan itu, rekombinasi. Kita hanya bisa bekerja dengan apa yang kita punya. Ada monster, leviathan, dan chimera dalam otak manusia; itu fakta psikis. Naga itu, salah satu kebenaran tentang kita. Kita tak punya cara lain mengungkap kebenaran tentang kita.Otakmu selalu mendengarkan naga yang tersembunyi, kata Daniel G. Amen. Caramu berpikir dan berbicara kepada diri sendiri, serta konsep diri, citra tubuh, trauma emosional, masa kecil, dan peristiwa penting dalam hidup (semisal menjalani isolasi diri selama berbulan-bulan, sepanjang pandemi virus corona). Naga mempengaruhi kesehatan psikologismu dengan mengatakan apakah dirimu sudah cukup—cukup baik, cukup pintar, cukup cantik, cukup kuat, cukup kaya, dan seterusnya. Manakala dikau telah menjinakkan nagamu dan yakin bahwa dirimu memang cukup, engkau akan menjadi lebih bahagia dan percaya diri. Namun ketika dirimu merasa kurang dari cukup, otakmu bisa takluk pada kesedihan, kecemasan, dan kegagalan.Bila dirimu punya hubungan yang solid, keluarga yang sehat, peran atau karier yang dikau nikmati, dan stabilitas keuangan, otakmu cenderung bekerja jauh lebih baik dibanding saat salah satu dari area tersebut bermasalah. Naga bisa menjadi tak berdaya dikala situasi kehidupan sulit, seperti pandemi global, putusnya hubungan atau perceraian, PHK, atau kematian orang yang dicintai, meningkatkan kadar hormon stres. Dikala lingkaran ini tak sehat, dirimu lebih rentan terhadap penyakit, depresi, gangguan kecemasan, dan banyak lagi.Angan-angan tak berbahaya kecuali kita mempercayainya. Bukan angan-angan kita, melainkan keterikatan pada angan-angan kita, yang menyebabkan nestapa. Melekat pada suatu angan-angan berarti mempercayai bahwa hal itu benar, tanpa dikepoin sama sekali. Keyakinan adalah sebuah angan-angan yang telah kita lekatkan, seringkali selama bertahun-tahun. Otak sadar dan tak sadarmu mengekspresikan aspirasi, kekhawatiran, ketakutan, stres, cinta, kegembiraan, kebencian, dan kebahagiaan melalui reaksi tubuhmu.Otakmu selalu mendengarkan dan merespons setiap angan-angan yang engkau miliki, baik terutama angan-angan yang membuat stres maupun yang positif. Ribuan angan-angan yang dikau miliki setiap hari, didasarkan pada berbagai faktor, termasuk Naga dari masa lalu; genetika; pengalaman masa lalu; masukan sensorik; mimpi; apa yang engkau makan malam tadi; dan kesehatan bakteri ususmu. Pikiran negatif menyebabkan otakmu segera melepaskan bahan kimia yang mempengaruhi setiap sel dalam tubuhmu, membuatmu merasa tak nyaman; namun yang terjadi justru sebaliknya—pikiran yang positif, bahagia, dan penuh harapan melepaskan bahan kimia yang membuatmu merasa bugar. Pola pikirmu juga dapat berefek jangka panjang. Berpikir negatif berulang-ulang dapat mendorong penumpukan simpanan berbahaya yang terlihat di otak penderita penyakit Alzheimer dan dapat meningkatkan risiko demensia.Angan-angan juga otomatis. Ia terjadi begitu saja. Hanya karena dirimu berangan-angan yang tak ada hubungannya dengan kebenarannya. Angan-angan berbohong. Ia banyak bo'ongnya, dan angan-angan yang tak dipertanyakan itulah, yang membegal kebahagiaanmu. Jika engkau tak mempertanyakan atau mengoreksi angan-anganmu yang keliru, dikau akan mempercayainya, dan bertindak seolah angan-angan tersebut 100 persen benar.Jika ada ajakan untuk memilih antara membaca (novel, misalnya) dan nonton (seumpama Film atau acara TV), mana yang akan engkau pilih?Secara umum, hampir semua dari kita lebih suka nonton ketimbang membaca. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat memang cenderung nonton konten. Beberapa faktor berkontribusi terhadap preferensi nonton dibanding membaca: Manusia secara alami tertarik pada konten visual. Video, gambar, dan infografis dapat menyampaikan informasi dengan lebih menarik dibandingkan teks biasa; Nonton video atau mendengarkan audio bisa lebih cepat daripada membaca. Penonton dapat menyerap informasi secara pasif saat melakukan banyak tugas; Media visual dapat membangkitkan emosi dengan lebih efektif. Ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan musik meningkatkan penceritaan; Video menyediakan gaya belajar yang berbeda. Ia memberikan alternatif bagi mereka yang kesulitan membaca atau punya gangguan penglihatan; Konten visual sangat mudah dibagikan di platform media sosial, sehingga menyebabkan penyebarannya lebih luas.Preferensi individu berbeda-beda, tetapi alasan-alasan ini secara kolektif berkontribusi pada popularitas menonton konten!Akan tetapi, ada hal menarik antara 'nonton' dan membaca' dalam perpektif Le Guin. Membaca itu, aktif, kata Le Guin. Membaca sebuah cerita bermakna berpartisipasi aktif dalam cerita tersebut. Membaca berarti menuturkan kisahnya, menyampaikannya pada diri sendiri, menghidupkannya kembali, menulis ulang bersama penulisnya, kata demi kata, kalimat demi kalimat, bab demi bab. Membaca itu, tindakan yang amat misterius. Ia belum tergantikan dan takkan tergantikan oleh tontonan apa pun. Nonton itu, upaya yang sama sekali berbeda, dengan imbalan yang berbeda.Bacaan sang pembaca akan mewujudkan buku yang dibacanya, dan membuatnya bermakna, dengan menerjemahkan simbol-simbol yang berubah-ubah, dan huruf-huruf tercetak, ke dalam realitas batiniah. Membaca itu, suatu tindakan yang kreatif. Nonton relatif pasif. Seorang penonton yang nonton film, tak membuat film itu berwujud. Nonton film berarti terikut ke dalamnya—berpartisipasi di dalamnya—menjadi bagian di dalamnya. Diserap olehnya. Pembaca menyantap bukunya. Film menyantap penontonnya. Film, bisa juga sih, jadi indah. Betapa menyenangkannya disantap oleh film yang bagus, membiarkan mata dan telingamu membawa daya-khayalmu ke dalam kenyataan yang tak pernah dirimu kenal sebelumnya. Namun, kepasifan bermakna kerentanan; dan itulah yang banyak dieksploitasi dalam media storytelling.Membaca merupakan transaksi aktif antara teks dan pembaca. Teks berada di bawah kendali pembaca—ia dapat melewatkannya, berlama-lama dengannya, menafsirkannya, salah menafsirkannya, balik lagi, merenungkannya, mengikuti ceritanya, atau menolak mengikuti alurnya, menilainya, dan merevisi penilaiannya; ia punya waktu dan ruang berinteraksi dengan sungguh-sungguh. Sebuah novel itu, kolaborasi aktif dan berkelanjutan antara sang penulis dan sang pembaca.Nonton itu, transaksinya beda. Ia tak bersifat kolaboratif. Penonton setuju berpartisipasi dan menyerahkan kendalinya pada sang pembuat film atau pemrogram acara TV-nya. Secara psikis, tak ada waktu atau ruang di luar narasi audiovisual terhadap apa pun kecuali program acaranya. Bagi yang melihatnya, layar atau monitor TV, untuk sementara menjadi alam semesta. Hanya ada sedikit peluang, dan tiada cara mengendalikan aliran informasi dan gambaran yang terus-menerus—kecuali jika seseorang menolak menerimanya, dan melepaskan diri secara emosional dan intelektual, yang dalam hal ini, pada dasarnya tak bermakna. Atau seseorang boleh saja mematikan TV-nya.Kendati banyak pembicaraan tentang tayangan transaksional dan interaktif amerupakan kata kesukaan para pemrogram, media elektronik adalah surga kendali bagi pemrogramnya dan surga kepasifan bagi penontonnya. Tiada apa pun dalam apa yang disebut program interaktif kecuali apa yang dimasukkan oleh pemrogram ke dalamnya; apa yang disebut pilihan hanya mengarah pada subprogram yang dipilih oleh pemrogram, tak ada pilihan selain catatan kaki—apakah dirimu membacanya atau tidak? Peran dalam permainan karakter bersifat tetap dan konvensional; tak ada karakter dalam permainan, hanya persona. Itulah mengapa remaja menyukainya; remaja membutuhkan persona. Namun pada akhirnya, mereka harus melepaskan persona tersebut jika mereka ingin kembali jadi manusia.Pembaca tak mengontrol teksnya: mereka benar-benar berinteraksi dengannya, hingga akhirnya mencapai jawabannya. Penonton dikendalikan oleh program atau mencoba mengendalikannya. Permainan bolanya berbeda. Kosmosnya pun berbeda.Kesadaran setiap orang, selalu berubah, kata U.S. Andersen, terjebak dalam masa lalu dan masa depan yang saling tumpang tindih, hanya bereaksi daripada bertindak, tak lengkap dan parsial, dan selalu mencari dirinya sendiri, karena hanya keadaan keberadaan yang tak memberikan cahaya pada keadaan itu, kesadaran, belajar sendiri melalui reaksi terhadap rangsangan luar. Jika seseorang percaya bahwa ia tak berhasil, itu lantaran ia mempunyai kesan bahwa ia tak berhasil, dan kesimpulan ini, begitu diambil, pasti akan membentuknya sesuai dengan keyakinannya, mengurungnya dalam penjara yang dibuatnya sendiri.Pernahkah engkau memperhatikan bahwa orang yang cenderung cemas akhirnya mengkhawatirkan segala hal? Tak peduli apa yang terjadi—kecemasanlah kenyataan yang mereka alami. Disaat mereka mengatasi kekhawatirannya, keresahan lain seketika muncul. Jika engkau memikirkannya, ada-ada saja sesuatu yang perlu dirimu susahkan—cuanlah, kesehatanlah, politiklah, cuacalah—yang jumlahnya tak terbatas.Kecemasan itu, keadaan kronis yang gak ada habisnya, kata Victor Levy. Kita semua mengenal seseorang yang mengkhawatirkan segala hal, seperti apakah akan turun hujan atau akan terjadi kemacetan. Sekalipun gak ada kemacetan, mereka berkata, 'Ada apa sih? Kok gak macet ya?' Kapan pun dirimu cemas dan membayangkan skenario terburuk, dikau melatih pikiranmu bagaimana meresponsnya. Setiap kali dirimu mengeluh, dikau menghubungkan momen saat ini seolah-olah momen tersebut, musuhmu.Kecemasan itu, ibarat bawang yang gak ada habisnya. Engkau mengupas bawang bombay, dan semakin mengecil ukurannya, garis pandangmu pun berubah. Engkau terus-menerus mengupas dan mengupas, namun ukuran bawang bombay selalu tampak sama. Setiap kali dirimu mengupas bawang, air-matamu menetes. Demikian pula, setiap kali dirimu cemas, sel-selmu mulai menangis. Kecemasan berdampak pada keseluruhan sistem dirimu. Jika engkau cenderung cemas, engkau tak membiarkan sel-selmu, beregenerasi. Kekhawatiran, kecemasan, dan stres itu, akibat sampingan dari sebagian besar penyakit.Stres dan kecemasan memutus hubungan kreativitas dari alam semesta dengan mu. Engkau menikmati aktivitas apa pun yang benar-benar dirimu hadiri. Singkirkan ilusi bahwa keadaannya tak sempurna. Jika engkau memprotes apa pun yang terjadi, dirimu otomatis memblokir kekuasaanmu. Dikala engkau bertanggungjawab atas segala sesuatu yang terjadi, engkau mendapatkan akses terhadap kekuatan saat ini. Tujuan hidup bukan di masa depan, tapi jika engkau mau mencarinya disana, dirimu akan mencarinya terus menerus.Hidupmu adalah alam semestamu, dan diciptakan berdasarkan persepsimu. Engkau membangun realitas melalui caramu memandang diri sendiri, caramu memandang orang-orang di sekitarmu, dan caramu berhubungan dengan lingkungan sekitar. Pernahkah engkau perhatikan bahwa setiap kali dirimu mempersepsi rasa takut, hidup menjadi sangat membosankan? Engkau tak mengalami sesuatu yang baru atau menarik. Ketakutan selalu membuat keputusan yang dapat diprediksi. Keputusan yang dibuat karena rasa takut cenderung tak membawamu kemana-mana. Mereka tak membolehkanmu meneropong cara-cara baru menyelami dirimu sendiri, arah baru yang dapat dikau tuju, dan petualangan baru yang dapat dirimu nikmati. Ketakutan membuatmu hendak mempertahankan perilaku yang sudah biasa dalam hidupmu. Ketakutan itu, musuh pertumbuhan. Ketakutan itu, sesuatu yang muncul secara alami dalam keadaan tertentu.Dirimu cenderung bereaksi terhadap keadaan tanpa memahami alasannya. Bila terjadi kesalahan, program bawah sadarmu bereaksi secara otomatis dan dapat diprediksi. Jika seseorang atau sesuatu membuatmu kesal sehingga mengubah keadaan internalmu, dirimu biasanya bereaksi secara kompulsif ketimbang meresponsnya. Situasi inilah kesempatan sempurna untuk evaluasi diri. Disaat dirimu tak terjebak dalam tahap reaktif, engkau dapat memperoleh informasi berharga dengan mengamati apa yang memicumu.Keajaiban yang membuat manusia menjadi bebas adalah imajinasi. Dengan melatih dirinya membayangkan gambaran mental tentang apa yang diinginkannya, dengan menolak rangsangan indra, bahkan membayangkan hal yang sebaliknya, ia cenderung mengambil posisi faktual melalui penglihatannya, karena penglihatannya kemudian menjadi pengalamannya, bukan rangsangan inderawi yang sebelumnya menggerakkan dirinya. Kesadaran selalu mengambil bentuk yang sesuai dengan pengetahuannya tentang dirinya sendiri, dan ketika pengetahuan tersebut melampaui batas-batas yang ditentukan oleh pengalaman indrawi, manusia mulai tumbuh menjadi citra Diri Rahasia.Tindakan dan kerja sempurna berasal dari keyakinan batin akan penyebab mental di balik segala sesuatu. Seseorang mengubah keadaan dunia luarnya dengan terlebih dahulu mengubah keadaan dunia batinnya. Segala sesuatu yang datang kepadanya dari luar adalah hasil dari kesadarannya sendiri. Disaat ia mengubah kesadaran itu, ia mengubah persepsinya dan dunia yang dilihatnya. Dengan mencapai pemahaman yang jelas tentang proses dan efek dari gambaran mental, ia dituntun tanpa dapat ditarik kembali ke jalan yang benar menuju tujuannya. Dengan memanfaatkan penyebab segala sesuatu ini—kesadarannya sendiri—ia mencapai kesempurnaan dalam bekerja, karena sejauh gambaran mentalnya mendorongnya bertindak, maka tindakan tersebut selalu sesuai dengan gambaran yang ada dalam pikirannya dan tentu saja akan mengantarkannya pada pasangan materialnya.Sekarang kita balik ke Kalender Islam, bulan keempat adalah Rabiʽul Thani, disebut juga Rabi'ul Akhirah atau Rabiul Akhir. Kata 'Rabi' bermakna 'musim semi' dan Al-thani maknanya 'yang kedua' dalam bahasa Arab, jadi 'Rabi'ul Thani' berarti 'musim semi kedua'. Rabiʽul Akhir berarti musim semi terakhir.Musim semi adalah salah satu dari empat musim beriklim sedang, setelah musim dingin dan sebelum musim panas. Musim semi dikaitkan dengan cinta, gairah, dan awal yang baru. Bunga-bunga yang bermekaran dan siang hari yang lebih panjang membangkitkan perasaan romantis dan koneksi. Musim semi merupakan musim pembaharuan, melahirkan kehidupan baru dan harapan segar. Musim semi bagaikan alam yang menekan tombol penyegaran, menghadirkan kehidupan dan energi baru setelah dormansi musim dingin. Sama seperti alam yang terbangun dari tidur musim dinginnya, musim semi melambangkan pembaruan dan peremajaan pribadi. Inilah waktu untuk melepaskan kebiasaan lama dan menerima perspektif baru.Sama seperti ulat yang berubah menjadi kupu-kupu, musim semi melambangkan transformasi pribadi dan perubahan positif. Berdasarkan sifat siklus kehidupan, musim semi melambangkan kelahiran kembali dan transformasi. Kedatangan musim semi setelah bulan-bulan yang dingin dan gelap melambangkan harapan dan optimisme. Hal ini mengingatkan kita bahwa wlaupun setelah masa-masa sulit, hari-hari cerah masih menanti. Bunga musim semi tumbuh menembus tanah meskipun kondisinya buruk. Ketahanan ini berfungsi sebagai metafora mengatasi tantangan dan menemukan kekuatan dalam diri.Sama seperti tanaman yang mekar kembali, kita menemukan harapan di awal yang baru. Ketika suhu meningkat, menciptakan lingkungan yang kondusif, musim semi mendorong pertumbuhan dan perkembangan, baik di alam maupun diri kita sendiri. Kembalinya kehangatan dan cahaya menginspirasi harapan, mengingatkan kita bahwa hari-hari cerah menanti di depan. Dalam banyak kebudayaan, musim semi dikaitkan dengan kesuburan dan reproduksi. Hewan kawin, petani bercocok tanam, dan kehidupan berkembang.Musim semi melambangkan lembaran baru, kesempatan menerima perubahan positif dan meninggalkan masa lalu. Warna-warna cerah, wangi bunga, dan siang hari yang lebih panjang membangkitkan perasaan gembira dan perayaan.Metafora-metafora ini, menangkap esensi musim semi melebihi keindahan literalnya!Engkau menjalani hidupmu sesuai dengan kepercayaan-kepercayaanmu, dan gabungan dari kepercayaan-kepercayaanmu itu, membangun pengkondisianmu. Kepercayaan-kepercayaanmu itu, bukanlah dirimu! Apa yang engkau programkan atau rencanakan, menjalankan kehidupanmu sehari-hari. Ia membentuk pikiran, kata-kata, dan tindakanmu. Program-program ini berisi asumsi tentang siapa dirimu, bagaimana dirimu bertindak di dunia, dan apa yang engkau harapkan dari dirimu sendiri, orang lain, dan kehidupan. Namun engkau dapat mengubahnya bilamana mereka tak meladenimu. Mengganti program lama sangatlah penting. Meningkatkan kesadaran dan disiplin adalah langkah awal untuk meningkatkan pengalaman hidupmu.Perbincangan kita berlanjut di episode berikut, biidznillah."Sebelum bergerak maju, Kenanga membaca puisi,Kita ini peraguSering bertanyaTapi tak tahu apa atau siapaMelempar kosa kataYang haus akan rasa, melontarnya jadi apiYang lelah pada asa, menusuknya jadi beku *)
Kutipan & Rujukan:
- Ursula K. Le Guin, The Wave in the Mind: Talks and Essays on the Writer, the Reader, and the Imagination, 2004, Shambala
- Daniel G. Amen, MD, Your Brain is Always Listening, 2012, Tyndale House Ministries
- Victor Levy, Life is Setting Me up for Success: Free Yourself from the Illussion that You are not Enough, 2021, Balboa Press
- U. S. Andersen, The Magic in Your Mind, 1961, Thomas Nelson & Sons
*) "Peragu" karya Raidhatun Ni’mah