Senin, 20 Mei 2024

Cerita dari Pohon Kenanga (16)

"Pada bulan Agustus, kepala suku Dayak mulai memperkirakan bahwa akan terjadi musim kering yang panjang. Maka ia memerintahkan sukunya mengumpulkan air dan pasir guna keperluan ritual sesuai tradisi mereka. Untuk mengecek kembali prediksinya, sang kepala suku menelepon Layanan Cuaca Nasional dan bertanya kepada sang ahli meteorologi, apakah musim kemarau ini memang akan sangat berat. Orang yang ditelepon menjawab, 'Berdasarkan indikator kami, itu kemungkinan bisa terjadi.'
Setelah menelepon, sang kepala suku memberi tahu orang-orangnya mencari air dan pasir tambahan, untuk berjaga-jaga. Ia lalu menelepon Layanan Cuaca Nasional lagi, dan mereka memastikan bahwa musim kemarau akan segera tiba.
Sang kepala suku memerintahkan penduduknya segera bersiap-siap melakukan ritual. Ia kemudian menelepon lagi Layanan Cuaca Nasional dan bertanya, 'Apa bapak yakin, musim panas ini, bakalan berat?'
'Oh, yakin pak,' jawab orang yang ditelepon. 'Soalnya, orang-orang Dayak, udah siap-siap dengan ritualnya, lagian ngumpulin air dan pasir, banyaak banget!'"

“Pendidikan di universitas meladeni lebih dari sekedar 'kebutuhan tersier'. Kendati pendidikan tinggi memainkan peran penting dalam menyediakan ilmu dan keterampilan khusus, pendidikan tinggi berkontribusi pula terhadap pertumbuhan pribadi, pemikiran kritis, dan pengembangan masyarakat. Universitas mendorong penelitian, inovasi, dan pertukaran budaya, menjadikannya penting bagi 'a well-rounded education',” lanjut Kenanga seraya membuka buku karya Salim Haji Said, 'Ini Bukan Kudeta'.
Prof. Dr. H. Salim Haji Said, M.A. (10 November 1943–18 Mei 2024) adalah tokoh pers dan perfilman Indonesia, akademikus, cendekiawan, dan mantan Duta Besar. Gagasan Said, yang diungkapkannya cukup menarik dalam karyanya 'Ini Bukan Kudeta', ia menulis, 'Setelah berakhirnya rezim Orde Baru, Mei 1998, Indonesia memulai suatu proses demokratisasi. Berkaitan dengan masalah pertahanan dan keamanan, ciri utama proses demokratisasi adalah demiliterisasi. Artinya, mengembalikan urusan dan keputusan-keputusan pertahanan dan keamanan kepada rakyat yang diwakili/dikelola para elected politicians (Presiden dengan para pembantunya dan anggota DPR). [...] Soal pertahanan dan keamanan akhirnya menjadi domain mutlak para perwira. Setelah polisi diintegrasikan ke dalam ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), masalah keamanan, ketertiban, dan penegakan hukum pun akhirnya dikelola secara militer. Lalu, kadang tidak bisa dibedakan lagi antara tugas-tugas militer dan tugas kepolisian.
Salah satu akibat dari dominasi militer tersebut terlihat dengan jelas ketika negara/pemerintah mempersepsikan ancaman. Segala manifestasi, apalagi tindakan, yang dianggap tidak sejalan dengan kebijakan penguasa, serta-merta dianggap dan diperlakukan sebagai ancaman. Dan lantas saja dihadapi secara militer. Kita tidak lagi punya waktu membedakan antara ancaman dan tantangan. Semua disederhanakan saja dan dimasukkan dalam satu kotak dan diberi cap sebagai ancaman. Akibatnya, dinamika kemajemukan kita sebagai bangsa yang plural yang masih terus berproses mengatasi kemajemukan, tidak bisa ditangani dengan baik. Di kemudian hari—setelah pemerintahan otoriter Orde Baru berakhir—meledaklah berbagai konflik vertikal dan horizontal (Sulawesi Tengah, Ambon, Kalimantan Tengah, Aceh, dan dulu Timor Timur).'
Indonesia telah kehilangan lagi seorang intelektual, pengamat militer dan sastrawan. "Selamat jalan Pak Salim Said, kami turut berbelasungkawa atas kepergianmu!" 
"Bank Dunia merujuk pada pendidikan Tersier sebagai seluruh pendidikan formal pasca sekolah menengah, termasuk universitas negeri dan swasta, perguruan tinggi, lembaga pelatihan teknis, dan sekolah kejuruan. Pendidikan tinggi berperan penting dalam mendorong pertumbuhan, mengurangi kemiskinan, dan meningkatkan kemakmuran bersama. Tenaga kerja berketerampilan tinggi, yang berakses panjang terhadap pendidikan pasca sekolah menengah, merupakan prasyarat bagi inovasi dan pertumbuhan: masyarakat berpendidikan tinggi, akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan dan produktif, memperoleh upah lebih tinggi, dan mengatasi guncangan ekonomi dengan lebih baik.
Pendidikan tinggi tak semata memberi manfaat bagi individu, namun bagi masyarakat secara keseluruhan. Lulusan pendidikan tinggi lebih sadar lingkungan, punya kebiasaan hidup sehat dan tingkat partisipasi masyarakat yang lebih tinggi. Selain itu, peningkatan pendapatan pajak dari pendapatan yang lebih tinggi, anak-anak yang lebih sehat, dan mengurangi jumlah anggota keluarga, semuanya akan membangun negara yang lebih kuat. Singkatnya, lembaga pendidikan tinggi mempersiapkan individu tak cuma dengan membekali mereka dengan keterampilan kerja yang memadai dan relevan, tapi juga dengan mempersiapkannya agar menjadi anggota aktif dalam komunitas dan masyarakatnya.

Keuntungan ekonomi bagi lulusan pendidikan Tersier, menurut Bank Dunia, yang tertinggi di antara seluruh sistem pendidikan—diperkirakan terjadi peningkatan pendapatan sebesar 17% dibanding dengan 10% pada pendidikan dasar dan 7% pada pendidikan menengah. Tingkat pengembalian yang tinggi ini, bahkan lebih besar lagi di Afrika Sub-Sahara, dengan perkiraan peningkatan pendapatan sebesar 21% bagi lulusan pendidikan tinggi.
Di banyak pemerintahan, mereka semakin menyadari bahwa seluruh sistem pendidikan—mulai dari anak usia dini hingga pendidikan tinggi—semestinya mencerminkan dan responsif terhadap tuntutan dan kebutuhan sosial dan ekonomi, yang berkembang pesat dalam ilmu ekonomi global yang semakin berkembang, yang semakin menuntut pendidikan yang lebih baik, lebih terampil, dan tenaga kerja yang dapat beradaptasi.

Disaat dunia berupaya membangun kembali era baru pertumbuhan ekonomi yang ramah lingkungan dan adil, sistem pendidikan tinggi merupakan inti dari transformasi besar yang diperlukan di seluruh perekonomian dan masyarakat. Pendidikan tinggi sangat penting bagi pengembangan sumber daya manusia dan inovasi. Investasi strategis dan efektif dalam pendidikan tinggi dapat bermanfaat bagi setiap negara—dari negara termiskin hingga terkaya—dengan mengembangkan sumber daya manusia dan kepemimpinan, menghasilkan, dan menerapkan ilmu guna menghadapi tantangan lokal dan global, serta berpartisipasi dalam ekonomi global. Sistem pendidikan tinggi yang efektif, memastikan bahwa negara-negara memiliki dokter, perawat, guru, manajer, insinyur, dan teknisi terlatih, yang merupakan aktor utama dalam penyelenggaraan pendidikan dan layanan kesehatan yang efektif, serta pengembangan sektor publik dan swasta.
Keharusan berinvestasi pada pendidikan tinggi, berasal dari dua pertanyaan utama: Apa manfaat investasinya, dan apa konsekuensinya, jika tak berinvestasi? Manfaatnya mencakup tingkat lapangan kerja yang lebih tinggi (yaitu, tingkat pengangguran yang lebih rendah), upah yang lebih tinggi, stabilitas sosial yang lebih baik, peningkatan keterlibatan masyarakat, dan hasil kesehatan yang lebih baik. Yang lebih penting dan mungkin mengungkap adalah mengkaji apa yang terjadi bila negara kurang berinvestasi dalam sistem pendidikan tinggi mereka. Konsekuensi dari kurangnya investasi mencakup berkurangnya sumber daya manusia (brain drain) dan sirnanya bakat, terbatasnya akses terhadap kapasitas penelitian terapan guna memecahkan masalah lokal, terbatasnya pertumbuhan ekonomi karena rendahnya tingkat keterampilan dalam angkatan kerja, rendahnya kualitas pengajaran dan pembelajaran di setiap tingkat pendidikan, dan, barangkali yang paling mencolok ialah, meningkatnya ketimpangan kekayaan di dalam dan di antara negara-negara, dimana negara-negara yang melakukan investasi secara proporsional, mengalami tingkat pertumbuhan yang jauh lebih tinggi dibanding negara-negara dengan tingkat investasi dan pembangunan strategis yang lebih rendah.

Penerapan ilmu yang inovatif telah menjadi pendorong mendasar kemajuan sosial dan pembangunan ekonomi. Ilmu yang maju dan teknologi modern juga mempengaruhi laju persaingan dan mengubah sifat kebutuhan pasar tenaga kerja melalui perubahan besar dalam konfigurasi dan isi pekerjaan.
Pendidikan tinggi, dalam perspektif Jamil Salmi, sangat diperlukan bagi penciptaan, penyebaran, dan penerapan ilmu yang efektif dan efisien serta membangun kapasitas kelembagaan, profesional, dan teknologi.
Ekosistem pendidikan tinggi berkembang dengan kecepatan yang semakin cepat, dipengaruhi oleh unsur-unsur ketidakpastian, kompleksitas, dan gangguan, seperti perubahan demografi, persaingan global, ketidakstabilan politik, berkurangnya pendanaan publik, keterlibatan swasta yang lebih besar, tuntutan akuntabilitas yang semakin meningkat, cara penyampaian alternatif dan teknologi yang mengubah permainan.

Ilmu sangat diperlukan tak hanya untuk pertumbuhan ekonomi, tetapi juga bagi tujuan pembangunan sosial. Negara-negara yang punya kapasitas minimum kelembagaan, sains dan teknologi, untuk menerapkan hasil penelitian, kemungkinan besar akan tertinggal dalam mewujudkan manfaat sosial dan kemanusiaan yang penting, seperti peningkatan harapan hidup, penurunan angka kematian bayi, dan peningkatan kesehatan, gizi, dan sanitasi. Negara-negara seperti ini, akan semakin rentan terhadap munculnya ancaman lingkungan hidup.
'Knowledge' dan 'know-how' memainkan peran yang sama pentingnya sebagai mesin utama inovasi sosial, yang didefinisikan sebagai upaya perusahaan, universitas, lembaga pemerintah, dan LSM dalam merancang dan menerapkan model bisnis baru dan menawarkan layanan, yang membantu meningkatkan kehidupan masyarakat rentan dan kelompok dalam masyarakat. Inovasi sosial diwujudkan melalui inisiatif, produk, dan proses inovatif yang bertujuan menemukan solusi baru terhadap tantangan masyarakat yang kompleks, yang tahan lama dan adil, dari sudut pandang kelompok paling rentan.

Kebijakan pendidikan tinggi semakin penting dalam agenda nasional. Kesadaran luas bahwa pendidikan tinggi merupakan pendorong utama daya saing perekonomian di tengah perekonomian global yang semakin didorong oleh ilmu, telah menjadikan pendidikan tinggi berkualitas tinggi menjadi semakin penting dibanding sebelumnya. Hal yang sangat penting bagi negara-negara adalah meningkatkan keterampilan ketenagakerjaan tingkat tinggi, mempertahankan basis penelitian yang kompetitif secara global, dan meningkatkan penyebaran ilmu demi kepentingan masyarakat.
Pendidikan tinggi berkontribusi terhadap pembangunan sosial dan ekonomi melalui empat misi utama:
  • Pembentukan sumber daya manusia (terutama melalui pengajaran);
  • Pembangunan berbasis ilmu (terutama melalui penelitian dan pengembangan ilmu);
  • Penyebaran dan penggunaan ilmu (terutama melalui interaksi dengan pengguna ilmu); dan
  • Pemeliharaan ilmu (inter-generational storage and transmission of knowledge).
Ruang lingkup dan pentingnya pendidikan tinggi telah berubah secara signifikan. Lebih dari 40 tahun yang lalu pendidikan Tersier, yang lebih sering disebut sebagai Pendidikan Tinggi, merupakan sesuatu yang terjadi di universitas. Hal ini sebagian besar mencakup pengajaran dan pembelajaran, yang memerlukan keterampilan konseptual dan intelektual tingkat tinggi di bidang humaniora, sains, dan ilmu sosial, persiapan siswa memasuki sejumlah profesi seperti kedokteran, teknik, dan hukum, serta penelitian dan pengkajian lanjutan tanpa pamrih. Saat ini, pendidikan tinggi jauh lebih terdiversifikasi dan mencakup jenis institusi baru seperti politeknik, perguruan tinggi, atau institut teknologi. Keadaan ini terbangun lantaran berbagai latarbelakang: mengembangkan hubungan yang lebih erat antara pendidikan tinggi dan dunia luar, termasuk peningkatan respons terhadap kebutuhan pasar tenaga kerja; meningkatkan akses sosial dan geografis terhadap pendidikan tinggi; menyediakan persiapan kerja tingkat tinggi dengan cara yang lebih terapan dan tak terlalu teoretis; dan mengakomodasi semakin beragamnya kualifikasi dan harapan lulusan sekolah.

Literatur empiris memberikan bukti kuat bahwa masyarakat yang berpendidikan lebih tinggi, berkemungkinan lebih besar masuk ke dalam angkatan kerja, dan jika aktif secara ekonomi, kecil kemungkinannya jadi pengangguran. Ada juga bukti kuat bahwa kualifikasi yang lebih baik, juga menarik premi upah. Di beberapa negara, angka ini sangat besar, mencerminkan penyebaran upah yang lebih besar di pasar tenaga kerja dan kemungkinan keuntungan yang lebih tinggi terhadap keterampilan tertentu. Secara keseluruhan, studi empiris memberikan bukti kuat bahwa mengikuti pendidikan tinggi merupakan investasi yang sangat menguntungkan dari sudut pandang individu. Ukuran yang biasanya digunakan menilai profitabilitas investasi pada pendidikan tinggi, adalah tingkat pengembalian internal terhadap pendidikan tinggi.
Ada bukti signifikan mengenai keuntungan pendapatan yang diberikan oleh pendidikan tinggi. Ukuran paling sederhana dari manfaat swasta dari pendidikan tinggi adalah gaji yang lebih tinggi, yang diterima lulusan dibanding dengan non-lulusan—tampaknya tak hanya terdapat keuntungan pendapatan awal saat memasuki pasar tenaga kerja, namun juga premi upah yang meningkat seiring dengan lamanya waktu yang dihabiskan di pendidikan tinggi. Dengan mengendalikan beberapa karakteristik individu dan karakteristik spesifik konteks (selain tingkat pendidikan) yang mungkin mempengaruhi pendapatan upah individu, kita dapat memperkirakan persentase kenaikan upah kotor per jam yang diperoleh seseorang yang menyelesaikan pendidikan tinggi dibandingkan dengan upah yang diperoleh oleh individu serupa, yang hanya memiliki gelar sekolah menengah atas. Perkiraan premi pendidikan bruto dengan cara ini, mencerminkan antara lain kualitas rata-rata keterampilan yang diperoleh lulusan perguruan tinggi dan kelangkaannya dibandingkan dengan jenis keterampilan lainnya. Hal ini diterjemahkan ke dalam premi pasar tenaga kerja bersih dengan mempertimbangkan durasi studi, kemungkinan lebih tinggi untuk mendapatkan pekerjaan setelah menyelesaikan studi dan pengaruh sistem pajak dan tunjangan terhadap pendapatan bersih.
Para individu yang menempuh pendidikan tinggi, juga memperoleh manfaat non-moneter dari pendidikannya. Literatur telah mengidentifikasi beberapa manfaat pendidikan non-moneter bagi sektor swasta, namun hanya sedikit penelitian yang berfokus pada sejauh mana pendidikan tinggi berkontribusi terhadap manfaat tersebut. Manfaat swasta non-moneter dari pendidikan, sebagaimana diidentifikasi dalam literatur, mencakup hal-hal berikut: Kesehatan individu dan keluarga yang lebih baik; Perkembangan kognitif anak; Kesuburan, jumlah anggota keluarga, dan pengentasan kemiskinan (sebagai keuntungan pribadi); Efisiensi konsumsi; Pengembalian aset keuangan yang lebih tinggi (yakni individu yang lebih berpendidikan menginvestasikan uangnya dengan lebih baik); Mengurangi keusangan sumber daya manusia melalui pembelajaran baru di waktu senggang; Kepuasan kerja non-pasar (misalnya kondisi kerja yang lebih baik); Fasilitas yang lebih baik dalam kehidupan perkotaan (misalnya tinggal di daerah yang tingkat kejahatannya rendah); dan efek konsumsi yang lebih jernih (misalnya menikmati kehidupan mahasiswa saat berada di perguruan tinggi dibandingkan bekerja).

Singkatnya, pendidikan di universitas menawarkan beberapa manfaat yang lebih dari sekedar pengetahuan tertentu:
  • Pertumbuhan dan Perkembangan Pribadi: Universitas menyediakan lingkungan bagi penemuan diri, pemikiran kritis, dan pertumbuhan pribadi. Siswanya belajar navigasi perspektif yang beragam, berkolaborasi, dan beradaptasi dengan tantangan baru.
  • Memperluas Cakrawala: Pemaparan terhadap berbagai mata kuliah, budaya, dan ide, memperluas wawasan siswanya. Hal ini mendorong rasa ingin tahu dan pembelajaran sepanjang hidup.
  • Peluang Jaringan: Universitas menghubungkan mahasiswa dengan rekan-rekannya, para profesor dan profesional. Jaringan dapat menghasilkan peluang kerja, bimbingan, dan persahabatan sepanjang hidup.
  • Riset dan Inovasi: Universitas mendorong riset dan inovasi. Siswa dapat berpartisipasi dalam proyek-proyek inovatif dan berkontribusi terhadap kemajuan sains, teknologi, dan bidang lainnya.
  • Soft Skills: Keterampilan komunikasi, kerja tim, manajemen waktu, dan pemecahan masalah diasah melalui kuliah atau kursus, kegiatan ekstrakurikuler, dan interaksi dengan beragam individu.
  • Prospek Karir: Gelar, tak selalu namun seringkali di negara tertentu, membuka pintu menuju prospek pekerjaan yang lebih baik dan potensi penghasilan yang lebih tinggi. Pengusaha menghargai keterampilan dan disiplin yang diperoleh selama pendidikan di universitas.
  • Paparan Budaya dan Sosial: Universitas mendorong pertukaran budaya, toleransi, dan saling pengertian. Siswanya berinteraksi dengan orang-orang dari latar belakang berbeda, meningkatkan kesadaran global.
Pengalaman setiap orang berbeda-beda, namun manfaat ini, secara kolektif berkontribusi pada nilai pendidikan universitas!

KIta lanjutkan perbincangan kita pada episode berikut, biidznillah."

Lalu Kenanga pun bersyair,

Politisi berpuisi, Rakyat berpuisi,
Presiden berpuisi, Oposisi berpuisi
Ketika semua berpuisi, beberapa penyair mengamini
Sambil memegang erat puisi-puisi itu di dadanya
Karena mereka menulis puisi dengan ketulusan
Karena mereka membaca puisi dengan kejujuran *)
Kutipan & Rujukan:
- Salim Haji Said, Ini Bukan Kudeta, 2018, Mizan
- The World Bank, Tertiary Education, worldbank.org, retrieved on 20.05.2024.
- Jamil Salmi, The Tertiary Education Imperative: Knowledge, Skills and Values for Development, 2017, Sense Publishers
- Paulo Santiago, Karine Tremblay, Ester Basri & Elena Arnal, Tertiary Education for the Knowledge Society, Volume I, 2008, OECD
*) "Negeriku Berpuisi" karya Aloeth Pathi