"Usai briefing dengan atasan mereka, para karyawan berjalan menuju ruangan masing-masing. Seorang karyawan bertanya kepada karyawan lainnya, 'Kenapa anak bos dipromosiin?''Karena doi membawa makna baru agar 'tetap dalam keluarga', jawab sang kolega.'Apa kata bos sewaktu ditanya soal dugaan nepotisme?' sang karyawan kepo.Yang ditanya menjawab, 'Doi bilangnya gini, 'Aku lebih suka menyebutnya 'family planning'!''Trus, kenapa sih guyonan nepotisme gak ada lagi yang nertawain di kantor?' orang tersebut nanya lagi.'Soalnya, semua yang ngetawain, udah pada dipromosi'in!' jawab yang lain.""Pernah, New York Times mengabarkan dalam sebuah artikel, membahas masa jabatan Arnold Schwarzenegger sebagai gubernur, surat kabar harian tersebut menyebutkan bahwa Schwarzenegger menolak menerima gaji tahunan sebesar $175.000. The Guardian juga mencatat bahwa Schwarzenegger mengesampingkan gaji gubernurnya selama masa jabatannya, menekankan komitmennya bagi pelayanan publik. Sebuah artikel dari ABC News menyoroti keputusan Schwarzenegger tak menerima gajinya, menggarisbawahi fokusnya dalam mengatasi krisis anggaran negara tanpa kompensasi finansial.Keputusan Schwarzenegger tak menerima gaji sebagai Gubernur California, terdokumentasi dengan baik selama masa jabatannya dari tahun 2003 hingga 2011. Dalam sebuah wawancara, Schwarzenegger merefleksikan suka dan duka jabatan gubernurnya dan membahas betapa mustahilnya mempersiapkan diri bagi peran tersebut. Selama penampilan pertamanya di Meet the Press, ia mengisahkan bagaimana pengalaman aktingnya, membantunya memimpin negara bagiannya. Dikau dapat pula menyaksikan pidato kemenangan pemilunya sebagai gubernur terpilih California pada tahun 2003, dimana ia menghimbau masyarakat agar bersatu dan membangun kembali negara bagian tersebut bersama-sama. Sumber-sumber ini, menyajikan konfirmasi atas keputusan Schwarzenegger menjabat sebagai gubernur, tanpa menerima gaji standar.Schwarzenegger memilih tak menerima gajinya selama menjabat sebagai Gubernur California. Dikala ia menjabat pada tahun 2003, ia menolak gaji tahunan sebesar $175.000 [sumber lain menyebutkan $187,000/tahun, Schwarzenegger bahkan dapat memperoleh penghasilan sampai $206.500/tahun; bila kurs rata-rata tahun 2003 senilai Rp. 8.465,- , berkisar eqv. Rp. 1.481.375.000,- atau Rp. 1.582.955.000,- per tahun, hingga Rp. 1.748.022.500,- bagi kerja kemasyarakatannya. Itu tahun 2003 saja, padahal ia tak menerima gaji selama 8 tahun, sejak 2003-2011], dengan menyatakan bahwa ia tak membutuhkan uangnya dan hendak mengabdi pada negara tanpa kompensasi. Sebaliknya, Schwarzenegger fokus pada tugasnya dan bertujuan mengatasi masalah keuangan California dan berbagai tantangan lain negara bagiannya, selama masa jabatannya sebagai gubernur. Langkah inspiratifnya menunjukkan komitmennya terhadap pelayanan publik dan 'well-being' orang lain,” ucap Kenanga seraya membuka sebuah buku bertajuk 'Obat Dungu, Resep Akal Sehat: Filsafat untuk Republik Kuat', karya seorang filsuf, demikian disebutkan dalam kata pengantarnya, tapi daku lebih suka menyebut dirinya seorang 'pakar-pikir', Bung 'Rocky Gerung'. Bukunya berisi tentang pandangan-pandangan yang mengundang pemikiran kita tentang keadaan terkini di Indonesia."Sebelum kita lanjut dengan Schwarzenegger, bolehkan daku menyampaikan tentang 'Obat Dungu'-nya Rocky Gerung. Dalam karyanya tersebut, banyak gagasan memikat dihaturkan sang filsuf kita. Diantaranya tentang 'Menunggu Pemimpin Baru' di Indonesia, ia menuliskan, 'Sesungguhnya negeri ini sedang menunggu pemimpin baru. Suasana politik menggambarkan keinginan itu, berarti harapan tentang perubahan masih hidup dalam masyarakat. Namun, kita juga mengalami political fatigue. Indikasinya, tingkat partisipasi politik dalam sejumlah Pilkada cenderung menurun. Secara umum orang menyebutnya sebagai gejala politik golput. Lalu, bagaimana menjelaskan suatu gairah perubahan berdampingan dengan merosotnya partisipasi politik? Sangat mungkin dua soal itu berkaitan: political fatigue bukanlah apatisme terhadap keadaan, melainkan protes terhadap tertututupnya peluang perubahan.'Political fatigue [sakit encok karena 'cape deh ama politik'] yang disebut Bang Rocky, juga dikenal sebagai 'voter fatigue' atau 'political apathy', merupakan kondisi ketidaktertarikan atau pelepasan yang mungkin dialami individu atau kelompok terhadap aktivitas dan proses politik. Keadaan ini dapat terwujud dalam beragam bentuk, semisal berkurangnya jumlah pemilih, kurangnya partisipasi dalam diskusi politik, atau ketidakpedulian umum terhadap peristiwa dan isu politik. Political fatigue dapat disebabkan oleh beberapa faktor dan berimplikasi signifikan terhadap proses demokrasi dan pemerintahan.Apa sih penyebab Political fatigue? Siklus berita 24/7 dan banyaknya konten politik di media sosial dapat menyebabkan kelebihan informasi, sehingga menyebabkan masyarakat mengabaikannya. Kampanye pemilu yang panjang dan intens dapat melelahkan para pemilih, terutama jika pemilu sering diadakan. Siklus berita 24/7 merujuk pada pelaporan berita dan informasi secara terus menerus dan tanpa henti, yang dimungkinkan oleh kemajuan teknologi dan media. Tak seperti siklus berita tradisional, yang didasarkan pada waktu tertentu (misalnya siaran berita pagi dan sore atau surat kabar harian), siklus berita 24/7 memberikan pembaruan terus-menerus sepanjang siang dan malam. Siklus berita 24/7 merepresentasikan perubahan signifikan dalam cara berita diproduksi, disebarluaskan, dan dikonsumsi. Kendati terdapat keuntungan dalam menyediakan akses terus-menerus terhadap informasi, hal ini juga menghadirkan tantangan seperti kelebihan informasi, tekanan terhadap jurnalis, dan potensi dampak terhadap persepsi publik dan polarisasi politik. Sebagai konsumen berita, penting memperhatikan dinamika ini dan mencari sumber yang beragam dan dapat diandalkan agar tetap mendapatkan informasi.Polarisasi politik yang sangat lebar, juga dapat menjadikan wacana politik menjadi lebih kontroversial dan kurang konstruktif, sehingga menimbulkan frustrasi dan pelepasan diri. Maraknya iklan negatif dan 'smear campaigns' dapat membuat masyarakat enggan berpartisipasi dalam politik.Dikala individu merasa bahwa pilihan atau partisipasinya tak membawa perubahan, dapat menjadi apatis. Disaat pejabat terpilih tak mampu memenuhi janji kampanyenya, bisa menimbulkan sinisme dan kekecewaan.Kompleksitas permasalahan dan kebijakan politik bisa sangat besar, sehingga menyulitkan masyarakat secara bermakna, turut berperan-serta. Informasi yang kontradiktif dan misinformasi dapat menimbulkan keraguan dan mengurangi kepercayaan terhadap proses politik.Ketidakstabilan keuangan dan permasalahan ekonomi dapat mengalihkan fokus dari keterlibatan politik. Kurangnya dukungan masyarakat dan sosial dapat mengurangi partisipasi politik.Ada beberapa gejala umum terkait political fatigue:
- Apatis dan Disengagement. Masyarakat yang mengalami political fatigue mungkin menjadi tak tertarik pada proses politik, pemilu, dan partisipasi masyarakat. Mereka mungkin sama sekali menghindari perbincangan tentang politik.
- Sinisme dan Ketidakpercayaan. Rasa kecewa dapat membangkitkan sinisme dan ketidakpercayaan terhadap institusi politik, para pemimpin, dan sistem secara keseluruhan. Individu mungkin percaya bahwa partisipasinya takkan membuat perbedaan.
- Kepenatan Emosional. Mengikuti berita politik, perdebatan, dan konflik dapat menguras emosi. Paparan terus-menerus terhadap hal-hal negatif, polarisasi, dan isu-isu kontroversial dapat menyebabkan kelelahan.
- Berkurangnya toleransi terhadap perbedaan politik. Political fatigue dapat menyebabkan berkurangnya kesabaran ketika menghadapi sudut pandang yang bertolakbelakang. Masyarakat mungkin menjadi lebih terpolarisasi dan kurang bersedia turut dalam dialog konstruktif.
- Gejala fisik. Stres kronis terkait peristiwa politik dapat berdampak pada kesehatan fisik. Sakit kepala, gangguan tidur, dan kelelahan adalah gejala umum.
- Perilaku menghindar. Beberapa individu mungkin secara aktif menghindari diskusi politik, berita, atau media sosial agar melindungi kesehatan mental mereka.
- Menurunnya kepercayaan terhadap Media. Political fatigue dapat mengikis kepercayaan terhadap sumber media, sehingga sulit membedakan informasi yang dapat dipercaya dan informasi yang keliru.
Lalu apa dampak dari political fatigue? Political fatigue sering menyebabkan rendahnya partisipasi pemilih dalam pemilu, yang dapat mempengaruhi legitimasi pejabat terpilih dan proses demokrasi. Selain memilih, political fatigue dapat pula menurunkan partisipasi dalam kegiatan sipil seperti menghadiri pertemuan akbar, berpartisipasi dalam protes, atau bergabung dengan organisasi politik. Pemilih yang tak terlibat dapat menyebabkan lemahnya institusi dan proses demokrasi, karena lebih sedikit orang yang terlibat dalam meminta pertanggungjawaban para pemimpin dan beradvokasi bagi perubahan. Partisipasi masyarakat umum yang lebih rendah dapat berpengaruh yang lebih besar bagi kelompok ekstrem dan pinggiran yang tetap aktif. Kurangnya tekanan publik dapat menyebabkan stagnasi dalam pengembangan dan implementasi kebijakan, lantaran para politisi mungkin merasa kurang terdorong memenuhi kebutuhan dan kekhawatiran masyarakat yang apatis.Bagaimana cara mengatasi political fatigue? Meningkatkan Pendidikan Politik dengan meningkatkan pendidikan kewarganegaraan dapat membantu masyarakat memahami proses politik dan dampak dari partisipasi mereka. Transparansi dalam tindakan dan pengambilan keputusan pemerintah juga dapat membangun kepercayaan dan mengurangi sinisme. Menggalakkan wacana politik yang positif dan konstruktif dapat melawan negativitas dan polarisasi yang berkontribusi terhadap political fatigue.Mempermudah partisipasi dalam proses politik, semisal menyederhanakan pendaftaran pemilih dan menyediakan opsi pemungutan suara yang mudah diakses, dapat membantu mengurangi hambatan dalam partisipasi masyarakat. Memperkuat jaringan komunitas dan sistem pendukung dapat pula meningkatkan kohesi sosial dan mendorong partisipasi politik.Mengenai cendekiawan, budaya, dan politik di Indonesia, Bung Rocky mengutarakan, 'Transmisi kebudayaan dunia telah dipercepat oleh teknologi informasi. Implikasinya bagi kita seharusnya adalah mendayagunakan fasilitas itu untuk memperkuat basis awal demokrasi, yaitu rasionalitas dan pluralitas. Tetapi sekaligus dalam agenda semacam ini, penguatan kembali identitas-identitas lokal (local truths) sedang menjadi arus balik kebudayaan global. Itu berarti ada tantangan dialektis oleh krisis ideologi global sekarang ini, akan menjadi faktor krusial bagi semua obsesi yang hendak membawa kembali golongan cendekiawan ke dalam dunia politik. Pesimisme hari-hari ini tentang nasib demokrasi sebetulnya tidak terletak pada ketergantungan historis kita pada kalangan cendekiawan tetapi lebih pada ketidakmampuan para pemimpin dalam memelihara bibit awal demokrasi itu sendiri.'Barangkali, gagasan ini berselaras dengan topik kita tentang Schwarzenegger. Nah sekarang, mari kita balik ke topik tentang dirinya.Terlepas dari kontroversinya semisal tuduhan pelecehan seksual 'Gropegate'; dugaan perselingkuhan dan uang tutup mulut; krisis anggaran dan keputusan kontroversial; jabatannya sebagai gubernur tetap merupakan perpaduan antara momen positif dan negatif, meninggalkan kesan mendalam pada lanskap politik California, keputusan Schwarzenegger menolak gaji gubernurnya, menyoroti nilai-nilai komitmen terhadap pelayanan publik, tanggungjawab fiskal, standar etika yang tinggi, pentingnya persepsi publik, dan kekuatan pengorbanan pribadi. Pelajaran ini menjadi prinsip berharga bagi para pemimpin di bidang apa pun, menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati, seringkali lebih mengutamakan kebutuhan orang lain dan mewariskan teladan positif.Tak semata seorang Arnold Schwarzenegger yang melakukannya. José Mujica, yang menjabat Presiden Uruguay dari tahun 2010 hingga 2015, dikenal dengan gaya hidupnya yang keras dan dedikasinya terhadap pelayanan publik. Mujica menyumbangkan sekitar 90% gaji presidennya bagi amal dan inisiatif yang mendukung masyarakat miskin dan pengusaha kecil. Ia menetap di sebuah pertanian sederhana dan mengendarai Volkswagen Beetle tua. John F. Kennedy, Presiden Amerika Serikat ke-35, berasal dari keluarga bercuan dan sugih banget. Kennedy menyumbangkan gaji kepresidenannya bagi kerja-amal selama masa jabatannya. Sebelum menjadi presiden, ia juga menyumbangkan gajinya sebagai Anggota Kongres dan Senator AS. Michael Bloomberg, pengusaha sultan, dan mantan Walikota New York City, contoh lain dari pejabat publik yang memilih tak menerima gaji yang seharusnya. Mantan Perdana Menteri Inggris, David Cameron, melakukan pengurangan gaji secara simbolis selama masa jabatannya. Pada tahun 2010, Cameron mengumumkan bahwa ia dan menteri senior lainnya, akan dipotong gajinya sebesar 5% sebagai bentuk solidaritas terhadap pekerja sektor publik yang harus melakukan langkah-langkah penghematan.Contoh-contoh ini, menggambarkan bahwa para pemimpin di seluruh dunia terkadang memilih merelakan gajinya atau mengurangi kompensasi sebagai bentuk solidaritas, komitmen etika, dan pelayanan publik. Tindakan-tindakan ini, acapkali berfungsi membangun kepercayaan, menunjukkan integritas, dan menyoroti fokus pada 'the greater good'. Keputusan merelakan atau mengurangi gaji mereka sebagai 'pejabat publik' menawarkan pembelajaran moral dan wawasan yang dapat diterapkan secara luas.
- Komitmen terhadap Pelayanan Publik. Dengan mengurangi gajinya, mereka menunjukkan komitmen melayani masyarakat tanpa keuntungan finansial pribadi. Tindakan ini menggarisbawahi pentingnya mengutamakan kesejahteraan rakyat dibanding keuntungan pribadi. Keputusan mereka memberikan panutan yang kuat ('Leadership by Example') bagi pejabat publik dan warga negara lainnya, yang menunjukkan bahwa pelayanan publik itu, tentang memberikan kontribusi kepada masyarakat dan bukan memperkaya diri-pribadi.
- Tanggungjawab Fiskal. Di negara yang menghadapi tantangan keuangan yang amat berarti, pemotongan gaji mereka merupakan bentuk solidaritas terhadap warga negara dan pengakuan terhadap masalah fiskal negara. Hal ini menyoroti pentingnya tanggungjawab fiskal dan pengorbanan demi kebaikan yang lebih besar ('budget awareness'). Kendati dampaknya terhadap keseluruhan anggaran kecil, tindakan ini menekankan pentingnya mencari cara mengurangi biaya dan mengelola dana publik secara efisien ('cost-saving measures').
- Standar Etika. Tindakan para pemimpin ini memperkuat gagasan bahwa para pemimpin seyogyanya mematuhi standar etika yang tinggi. Dengan tak menerima gaji, mereka menghindari munculnya konflik kepentingan atau pertanyaan tentang motivasi keuangan mereka ('integritas dan transparansi'). Sikap seperti ini, dapat membangun kepercayaan masyarakat, menunjukkan bahwa perhatian utama seorang pemimpin adalah kesejahteraan negara dan rakyatnya ('trust building').
- Persepsi Publik dan 'Morale'. Selama masa-masa sulit, tindakan pengorbanan simbolis yang dilakukan para pemimpin, dapat meningkatkan moral dan solidaritas masyarakat. Dapat pula mendorong masyarakat bersatu dan mendukung kebijakan dan tindakan yang diperlukan, meskipun menantang (agar meningkatkan 'Semangat Rakyat'). Hal ini meningkatkan kredibilitas dan legitimasinya sebagai seorang pemimpin yang bersedia berbagi kesulitan dan pengorbanan yang dibutuhkan masyarakat (“kredibilitas”).
- Inspirasi dan Keteladanan. Pemimpin yang mau berkorban secara pribadi, dapat 'menginspirasi orang lain' di organisasi atau komunitasnya agar melakukan hal yang sama, sehingga menumbuhkan budaya pelayanan dan dedikasi. Sebagai figur publik, tindakan mereka menjadi 'role model' bagi calon politisi dan pelayan publik, yang menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati kerap melibatkan pengorbanan pribadi. Terkadang, isyarat simbolik berdampak yang besar. Dengan menolak gaji, mereka mengirim pesan kuat tentang dedikasinya terhadap pelayanan publik. Tindakan seperti ini, bisa berdampak jauh melampaui konteksnya. Menerima gaji yang tinggi, pada dasarnya tak salah, namun kerendahan hati dalam menolaknya, mencerminkan pemahaman yang lebih matang tentang kepemimpinan. Pemimpin yang rendah hati, memprioritaskan kebaikan kolektif ketimbang keuntungan pribadi, dan bukan sekedar keluar-masuk gorong-gorong.
- Fokus pada Tujuan Jangka Panjang. Dengan tak berfokus pada keuntungan finansial pribadi, para pemimpin ini dapat tetap memusatkan perhatian pada tujuan jangka panjang (atau visi jangka panjang) guna perbaikan dan pemulihan negara. Hal ini menggarisbawahi pentingnya fokus pada kepentingan publik jangka panjang dibandingkan keuntungan pribadi jangka pendek.
Keputusan merelakan atau mengurangi gaji mereka, menyoroti nilai-nilai komitmen terhadap pelayanan publik, tanggungjawab fiskal, standar etika yang tinggi, pentingnya persepsi publik, dan kekuatan pengorbanan pribadi. Walau bersifat simbolis, tindakan seperti ini dapat menginspirasi perubahan sosial yang lebih luas dan menumbuhkan budaya solidaritas dan filantropi.Para kritikus mungkin berpendapat bahwa kendati bersifat simbolis, tindakan tersebut tak mengatasi masalah sistemik yang lebih dalam. Perubahan nyata memerlukan reformasi kebijakan yang komprehensif dan penyesuaian struktural. Terkadang ada keraguan mengenai apakah tindakan ini 'genuine' atau cuma untuk kepentingan hubungan kemasyarakatan. Menjaga transparansi dan konsistensi dalam perilaku, amatlah penting mengatasi keraguan tersebut. Kendati positif, tindakan-tindakan ini juga dapat memberikan harapan yang tinggi bagi para pemimpin masa depan, sehingga berpotensi memunculkan tekanan agar mematuhi standar serupa, apa pun keadaan pribadinya.Nilai-nilai ini tak memandang apakah sistemnya Presidensial atau Parlementer, melainkan pelajaran moral ini menjadi prinsip berharga bagi para pemimpin di bidang apa pun, yang menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati acapkali lebih mengutamakan kebutuhan orang lain dan menyajikan teladan positif. Laksana 'Pilar-pilar rakyat', para pemimpin sejati ini bagaikan pilar kokoh yang menopang sebuah bangunan, mereka memberikan dukungan dan stabilitas yang berharga, yang kerap tak terlihat namun penting bagi 'collective well-being'. Atau sebagai 'Taman yang menyehatkan semua orang', mereka memberi nafkah bagi seluruh masyarakat, para pemimpin ini memelihara dan merawat orang lain, acapkali dengan mengorbankan sumber daya yang mereka miliki. Atau ibarat 'Debu-debu yang beterbangan membentuk burung Phoenix', mereka sering menanggung pengorbanan atau kesulitan pribadi yang berarti, namun tetap menjadi lebih kuat dan tangguh, menginspirasi orang lain bertahan dan berkembang.Pembicaraan kita kali ini akan menjadi acuan untuk melangkah ke bincang tentang risiko membangun koalisi yang, kata Dan Slater, dapat mengarah pada 'Oversized Coalition'. Biidznillah."Kemudian, Kenanga pun berpuisi,Tilik-menilik ... Sidik-menyidikUtak-atik ... Makar di tiang listrikPejabat nyentrik ... Kartu elektrikMeja hijau pelik ... Hakim bisik-bisikPembela usak-usik ... di tempat umum aromanya kecutPalu ... tarik-menarik *)
Kutipan & Rujukan:
- Rocky Gerung, Obat Dungu, Resep Akal Sehat: Filsafat untuk Republik Kuat, 2024, Komunitas Bambu
- Harold D' Lasswell, Politics: Who Gets What, When, How, 2018, Papamoa Press
- Colin Hay, Why We Hate Politics, 2007, Polity Press
- Pippa Norris, Critical Citizens: Global Support for Democratic Governance, 1999, Oxford University Press
- Peter Ferdinand (Ed.), The Internet, Democracy and Democratization, 2004, Routledge
*) "Njentit" karya Syahriannur Khaidir