“Seorang petani bertanya kepada petani lainnya, 'Kenapa sih orang-orangan sawah itu, dapat penghargaan?''Soalnya, doi berdiri sindirian di tengah-tengah sawah!' jawab sang kompanyon."“Mengapa manusia kudu bekerjasama? Apa karena kita semua bergerak ke arah yang sama dan semua orang bekerja mencapai tujuan bersama dan berkolaborasi dalam kebersatuan? Ataukah lantaran kita semua roda penggerak dalam sebuah mesin, yang masing-masing memainkan peran tertentu, berkontribusi pada kelancaran keseluruhannya? Secara umum, jawaban terhadap pertanyaan ini, dapat berbentuk perspektif normatif ('apa yang seharusnya') atau positif ('apanya'),' lanjut Kenanga sambil memperhatikan The Berlin Wall Memorial. Pernah memisahkan Berlin Timur dan Barat selama Perang Dingin, runtuhnya Tembok Berlin pada tahun 1989 menandai kemenangan persahabatan atas pembelahan."Banyak perilaku manusia bersifat kultural karena perilaku tersebut dipelajari secara sosial melalui observasi dan interaksi dalam kelompok sosial—pembelajaran sosial kemudian dapat dipahami sebagai kapasitas dasar yang mendasari apa yang biasanya disebut sebagai 'budaya'. Semua perilaku, keyakinan, preferensi, strategi, dan praktik yang diperoleh secara budaya, juga bersifat genetik dalam artian bahwa perolehannya memerlukan mesin otak yang memungkinkan sejumlah besar perilaku kompleks, pembelajaran sosial dengan kejelian yang tinggi.Secara lebih umum, walau kemampuan belajar sosial yang terbatas ditemukan di tempat lain di alam, pembelajaran sosial pada spesies kita, punya tingkat kejituan yang tinggi, sering terjadi, termotivasi secara internal, seringkali tak disadari, dan dapat diterapkan secara luas, dimana manusia mempelajari segala sesuatu mulai dari pola motorik hingga tujuan dan respons afektif, dalam berbagai bidang. mulai dari pembuatan alat dan preferensi makanan hingga altruisme dan kognisi spasial. Jika spesies hewan lain 'berkultural', maka kitalah spesies hiperkultural.Perilaku kerjasama (atau prososial) merujuk pada persoalan-persoalan dimana seseorang membayar beban atau biaya pribadi agar memberikan manfaat kepada individu atau kelompok individu lain. Biaya mengacu dalam pengertian luas, dengan mempertimbangkan berbagai potensi beban biaya termasuk waktu dan tenaga, sumber daya dan uang, serta kerugian fisik. Di hampir segala persoalan yang dipertimbangkan, biaya kerjasama lebih kecil dibanding manfaat yang dihasilkan, sehingga menjadikan kerjasama produktif: mitra atau kelompok individu yang sukses bekerjasama akan lebih beruntung ketimbang mereka yang tak bisa bekerjasama. Karena manfaat yang dihasilkan oleh kerjasama, banyak orang menganggap adanya kewajiban moral untuk bekerjasama.Apa maksudnya dijadikan bermoral? Secara tradisional, para filsuf berfokus pada jawaban normatif terhadap pertanyaan ini, sedang psikolog, ahli biologi evolusi, dan ilmuwan sosial, berfokus pada aspek positif moral: Bagaimana dan mengapa pemahaman kita tentang moral berkembang? Proses psikologis apa yang berkontribusi terhadap penilaian moral kita? Aturan moral manakah yang bersifat universal dan berbeda antar budaya?Di sekeliling kita, kita menyaksikan orang-orang berkontribusi terhadap kesejahteraan orang lain, meskipun hal tersebut tak nyaman dan barangkali merugikan dalam hal waktu dan uang, atau dapat mempengaruhi hubungan pribadi atau profesional mereka. Kita sering melihat altruisme semacam ini dalam kehidupan sehari-hari sehingga kita biasanya tak menyadari atau berhenti bertanya mengapa orang mau bersusah-payah membantu orang lain, atau bagaimana kemurahan hati yang tampak ada dimana-mana ini, bisa dijelaskan. Saat orang ditanya mengapa mereka membantu orang lain, jawaban yang umum ialah bahwa melakukan hal tersebut 'the right thing to do’ dan bahwa orang ‘semestinya’ saling-menolong. Kita sering hanya menerima tindakan seperti itu sebagai bagian dari kemanusiaan, tanpa berusaha mempertanyakan mengapa kita kadang membantu, tapi di waktu lain, tidak, atau mengapa masyarakat yang berbeda sepertinya memberikan bantuan pada tingkat yang berbeda dan dalam bidang yang berbeda. Faktanya, tak cuma ada saat-saat dimana kita tak membantu, padahal kita tahu bahwa kita bisa membantu, ada pula saat-saat dimana kita bahkan tak melihat peluang untuk membantu, padahal sebenarnya ada.Kerjasama ada dimana-mana di dunia sekitar kita, dalam skala besar dengan organisasi kemanusiaan seperti the Red Cross hingga kelompok konservasi semisal World Wildlife Fund dan dalam skala kecil dengan orang-orang yang memilih mengganti sif piket rekan kerja yang sakit atau membantu rekan yang pindah dari satu apartemen ke apartemen lainnya. Kendati pandangan evolusi dari sudut pandang gen dapat menjelaskan kerjasama di antara kerabat, kerjasama antara individu yang tak berkerabat dapat membingungkan baik dari sudut pandang seleksi alam maupun dari sudut pandang kepentingan rasional. Mengapa individu hendak berkorban membantu calon pesaingnya sukses? Apa yang mendorong perilaku prososial ini?Penelitian menunjukkan bahwa jika kerjasama benar-benar membuahkan hasil, evolusi dan kepentingan rasional dapat mendukung kerjasama. Mungkin mekanisme yang terpenting bagi sebagian besar interaksi manusia ialah direct reciprocity (tukar-menukar langsung): individu terus-menerus berinteraksi dan mengkondisikan perilaku bekerjasamanya berdasarkan kerjasama mitramya.Agar direct reciprocity bisa berhasil, kedua belah pihak harus berulangkali melakukan kontak sehingga ada peluang saling membalas kebaikan. Mereka dapat tinggal di jalan atau desa yang sama. Mungkin mereka bekerjasama. Atau mereka barangkali saling bertemu setiap hari Jumat di Masjid. Dengan cara ini, mereka dapat membentuk 'kontrak' berdasarkan saling-menolong.Salah satu cara menentukan direct reciprocity mana yang nyata adalah dengan memikirkan kualitas-kualitas yang diperlukan agar mekanisme ini dapat berfungsi. Evolusi kerjasama melalui direct reciprocity mengharuskan para pemain mengenali mitranya saat ini dan mengingat hasil pertemuan sebelumnya dengannya. Mereka memerlukan ingatan untuk mengingat apa yang telah dilakukan makhluk lain terhadap mereka, dan sedikit kekuatan otak guna memikirkan apakah akan membalasnya. Dengan kata lain, direct reciprocity memerlukan kemampuan kognitif yang cukup maju.Direct reciprocity dapat membawa keuntungan bagi kerjasama antar mitra individu. Namun, bagaimana dengan kerjsama dalam skala lebih besar daripada interaksi diadik [interaksi yang terdiri dari dua pihak]? Pertanyaan ini sebagian terjawab melalui indirect reciprocity (tukar-menukar tak langsung), yakni 'perbuatanku terhadapmu bergantung pada perbuatanmu sebelumnya terhadap orang lain'. Dalam hubungan indirect reciprocity, orang mendapatkan reputasi yang baik manakala mereka bekerjasama dengan orang lain, dan dengan demikian, di masa depan dapat mengharapkan peningkatan kerjasama dari mitranya.Kebaikan akan mendatangkan kebaikan. Dengan cara ini, lingkaran kemanusiaan, toleransi, dan pengertian dapat menyebar ke seluruh masyarakat kita. Apa pun yang terjadi, ia merupakan bentuk kerjasama yang kuat, dan dampaknya sangat besar, membentuk cara kita berperilaku, cara kita berkomunikasi, dan cara kita berpikir.Meskipun direct reciprocity bergantung pada pengalamanmu sendiri terhadap orang lain, indirect reciprocity juga memperhitungkan pengalaman orang lain. Mengeksplorasi bentuk indirect reciprocity penting karena sangat penting bagi masyarakat. Direct reciprocity—'Daku akan menggaruk punggungmu dan dikau menggaruk punggungku'—berlaku dengan baik dalam kelompok kecil, atau di desa-desa yang berkomunitas erat sehingga akan sulit menghindari saling berbuat curang.Masyarakat dapat lebih mudah berkembang menjadi lebih besar, lebih kompleks, dan saling terhubung jika warganya bergantung pada pertukaran ekonomi yang mengandalkan indirect reciprocity. Hal ini penting saat ini dalam cara kita menjalankan urusan dan bekerjasama. Dengan bantuan gosip, obrolan, dan olok-olok, kita dapat mengukur reputasi orang lain, menaksir atau menilai mereka, dan memutuskan cara menghadapinya. Keadaan ini menyoroti menjamurnya badan amal dan majalah gosip selebriti yang glossy.Norma-norma sosial dalam sebuah komunitas menentukan standar perilaku yang dapat diterima, dan informasi tentang perilaku individu disebarkan melalui selentingan. Norma-norma sosial yang berhasil, kerap memberikan reputasi yang baik kepada mereka yang bekerjasama dengan orang lain yang bereputasi baik, dan membelot terhadap mereka yang bereputasi buruk. Dengan demikian, individu yang bereputasi baik, kemudian diberi penghargaan sebab mereka lebih berpeluang menjadi penerima perilaku kerjasama.Ada dua alasan berbeda mengapa seseorang lebih suka bekerjasama dengan individu yang dikenal mau bekerjasama. Boleh jadi, salah satu alasannya bahwa individu yang dikenal mau kerjasama lebih cenderung tukar-menukar perilaku bekerjasama. Dengan demikian, individu dapat melakukan pemisahan berdasarkan reputasi sebagai cara untuk memilih mitra interaksi yang dikehendakinya. Alternatifnya, seseorang dapat bekerjasama dengan pekerjasama lain semata untuk menjaga reputasi baiknya, dan dengan demikian, menerima lebih banyak kerjasama di masa depan. Daripada menggunakan perilaku mitra sebelumnya sebagai sinyal tentang perilakunya di masa depan, perilaku mitra sebelumnya menentukan apa yang harus dikau lakukan demi menjaga reputasi baik.Kajian eksperimental menegaskan pentingnya reputasi dalam mendorong kerjasama manusia: orang-orang yang melakukan permainan ekonomi, belajar bekerjasama bila ada kemungkinan besar bahwa orang lain mengetahui perbuatan mereka sebelumnya. Selain itu, bukti menunjukkan bahwa manusia sangat peka terhadap reputasinya, sehingga bintik mata yang halus sekalipun, dapat meningkatkan kerjasama dengan secara tak sadar menimbulkan perasaan diawasi. Sistem reputasi juga telah terbukti meningkatkan kerjasama di luar laboratorium: donor darah dan sumbangan-derma meningkat jika nama donor dipublikasikan, dan orang-orang tiga kali lebih mungkin untuk mendaftar program pengurangan pemadaman energi jika pendaftaran terlihat.Dalam skala yang lebih luas, institusi menyediakan alat penting guna memelihara kerjasama dalam kelompok besar. Manusia kerap secara eksplisit merancang institusi agar mendorong perilaku baik. Contoh, pemerintah membangun sistem peradilan pidana, yang acapkali mempekerjakan polisi dan pengadilan guna mencegah perilaku anti-sosial seperti pencurian dan pemerkosaan. Lembaga-lembaga hukum semacam ini, punya sejarah panjang dalam masyarakat manusia. Organisasi yang lebih kecil, juga menerapkan kode etik formal dan kerap menunjuk individu tertentu menegakkan aturannya.Institusi dapat pula merujuk pada struktur sosial yang memunculkan infrastruktur bagi pertukaran kerjasama, seperti pasar. Pasar menyediakan lingkungan yang diatur bagi orang asing agar turut-serta dalam perdagangan barang dan jasa yang produktif. Secara umum, institusi dapat meningkatkan kerjasama dengan mencegah perilaku buruk dan meningkatkan kepercayaan bahwa pihak lain akan mau bekerjasama. Peran institusi dalam kerjasama manusia kurang mendapat perhatian di kalangan eksperimentalis yang menggunakan permainan ekonomi dibanding hubungan direct dan indirect reciprocity.Pendapat bahwa kerjasama semata bertujuan memaksimalkan keuntungan jangka panjang, tak sesuai dengan pengalaman hidup kita sehari-hari. Bila kita merenung sebentar, akan menunjukkan bahwa segala perilaku kerjasama, tak dihasilkan dari perhitungan sadar akan keuntungan yang diharapkan. Kita dikelilingi pola orang-orang yang kelihatan membantu lantaran mereka benar-benar peduli terhadap orang lain. Hampir semua kita, pernah bertindak altruistik [tidak egois] tanpa mempertimbangkan keuntungan di masa depan, hanya dimotivasi oleh gagasan kita tentang perilaku moral dan etika.Alasan mengapa orang-orang bekerjasama, dapat dijelaskan dengan menguraikan bagaimana kerjasama akan membuahkan hasil dalam jangka panjang. Menguraikan motivasi, emosi, dan kognisi yang mengarah pada kerjasama, dapat menjelaskan bagaimana orang bekerjasama. Empati merupakan salah satu penjelasan terpenting memotivasi perilaku kerjasama. Kepedulian empati adalah respons emosional manusia dalam mengambil sudut pandang orang lain yang membutuhkan. Kepedulian yang berempati memotivasi manusia melihat apa yang perlu dilepaskan, acapkali melalui pertolongan kerjasama. Sejumlah besar penelitian menunjukkan bahwa memanipulasi perhatian empati, secara eksperimental meningkatkan perilaku kerjasama dan berpartisipasi dengan target dalam permainan-permainan yang bersifat ekonomis. Lebih jauh lagi, bukti menunjukkan bahwa individu yang berempati, mengalami perubahan suasana hati yang positif ketika mereka melihat suatu kebutuhan terpuaskan, bahkan jika orang lain yang menyebabkan pelepasan tersebut—menunjukkan bahwa kepedulian yang berempati mencerminkan kepedulian yang tulus terhadap orang lain.Sebagai makhluk sosial yang hidup dan bekerja bersama serta berbagi dan bersaing untuk mendapatkan sumber daya yang terbatas, kita terus-menerus menghadapi, dan terkadang, menimbulkan masalah dalam kerjasama. Adakalanya kita bekerjasama oleh kebiasaan, tanpa kita sadari. Di lain waktu, karena tiadanya norma sosial, kita kehilangan peluang bekerjasama. Skala masalahnya bisa berkisar dari masalah yang melibatkan dua orang yang dapat dengan mudah diselesaikan melalui tukar-menukar, hingga masalah global yang melibatkan setiap orang di planet ini, yang dapat diselesaikan hanya dengan peraturan, struktur insentif yang dibangun dengan hati-hati, pemantauan, dan penegakan hukum, serta evolusi norma-norma sosial yang sesuai.Masalah kerjasama yang paling nyata ialah yang melibatkan pemanfaatan dan perlindungan lingkungan hidup dan sumber daya alam. Setiap orang menggunakan dan dipengaruhi oleh lingkungan. Dampak dari tindakan seseorang mungkin tak begitu berarti, tapi dampak kumulatif dari tindakan banyak individu sangatlah besar. Semua orang menggunakan sumber daya lingkungan, dan beberapa sumber daya lingkungan, seperti udara, digunakan oleh setiap orang di bumi. Dikala miliaran orang menggunakan sumber daya yang sama, maka akan timbul dilema kerjasama yang hanya dapat diselesaikan jika para pemimpin mengambil langkah maju dan mengatur, meregulasikan, atau menginspirasi masyarakat agar bekerjasama. Karena begitu banyak orang yang menggunakan sumber daya yang sama, banyak orang yang percaya bahwa mereka tak boleh mengendalikan penggunaan sumber daya tersebut karena orang lain tak mengendalikan penggunaannya. Jika seseorang membatasi pemanfaatannya, namun orang lain tidak, maka ia akan menanggung kerugian tersendiri meskipun manfaat dari perilakunya yang diatur, takkan berdampak pada keberlanjutan atau kesehatan sumber daya secara keseluruhan selama semua orang di dunia terus melanjutkan penggunaan sumber daya tersebut tanpa henti.Masalah kerjasama dapat terjadi dimanapun lebih dari satu orang yang berinteraksi, misalnya di tempat kerja. Siapa pun yang bekerja di luar rumah pasti akrab dengan permasalahan karyawan yang masuk kerja saat sakit. Ada banyak alasan mengapa dikau berangkat kerja dalam keadaan sakit, walau dirimu berisiko menulari orang lain. Alasannya antara lain: menggunakan hari-hari sakit yang bisa dihemat agar saat-saat ketika engkau semakin sakit atau yang bisa digunakan mengambil cuti (mengapa membuang-buang hari sakit dengan tinggal di rumah dalam keadaan sakit jika dikau dapat menggunakannya mengambil akhir pekan yang panjang ?); kehilangan penghasilan, berupa upah, kehilangan penjualan, atau usaha; atau tertinggal dalam pekerjaan yang masih perlu diselesaikan. Jika dirimu tinggal di rumah karena sakit, boleh jadi dirimu harus mengeluarkan biaya, namun rekan kerjamu beroleh keuntungan dengan terus menikmati tempat kerja yang sehat. Namun, tempat kerja dapat mempertahankan lingkungan yang sehat hanya jika orang-orangnya tetap berada di rumah saat mereka sakit. Bila seseorang gering dan masuk kerja dalam keadaan sakit, maka status kesehatan tempat kerja tersebut menurun. Orang lain dapat memutuskan bahwa mereka juga akan masuk kerja dalam keadaan sakit sebab memang tempat kerja sudah tak sehat, sehingga tiada alasan tinggal di rumah atau karena mereka tak ingin mengeluarkan biaya tinggal di rumah ketika orang lain tak bersedia melakukannya. Tempat kerja mengembangkan budaya atau seperangkat norma mengenai datang bekerja ketika sakit. Kendati beberapa kantor mampu mempertahankan status kesehatan tempat kerjanya, tempat kerja lain menerima bahwa orang dapat masuk kerja dalam keadaan sakit.Kerjasama dengan individu yang tak punya hubungan kekerabatan merupakan ciri khas umat manusia kendati ada godaan berperilaku egoistik. Mekanisme yang berkonsekuensi di masa depan atas tindakan yang dilakukan saat ini, dapat menjadikan kerjasama membuahkan hasil dalam jangka panjang dan memungkinkan kerjasama muncul dan dipertahankan.Motivasi intrinsik terhadap perilaku kerjasama muncul sebagai akibat dari insentif ekstrinsik yang menjadikan kerjasama menguntungkan. Motivasi intrinsik didefinisikan sebagai motivasi agar terlibat dalam suatu perilaku karena kepuasan yang melekat pada aktivitas tersebut daripada keinginan mendapatkan imbalan atau hasil tertentu. Motivasi intrinsik terjadi manakala kita bertindak tanpa imbalan eksternal yang jelas: 'Kita hanya menikmati suatu aktivitas atau melihatnya sebagai peluang mengeksplorasi, belajar, dan mengaktualisasikan potensi kita.' Tiga elemen utama motivasi intrinsik adalah otonomi, tujuan, dan penguasaan. Orang-orang termotivasi secara intrinsik disaat mereka dapat bertindak secara mandiri, merasa bahwa upaya mereka penting, dan memperoleh kepuasan karena menjadi lebih terampil. Emosi seperti empati mendorong perilaku kerjasama.Motivasi intrinsik dapat dikontraskan dengan motivasi ekstrinsik, yang melibatkan keterlibatan dalam suatu perilaku agar memperoleh imbalan eksternal atau menghindari hukuman. Motivasi internal muncul dari dalam, sedangkan motivasi eksternal berasal dari kekuatan luar. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang didorong oleh imbalan eksternal. Ia bisa berwujud, seperti uang atau nilai, atau tak berwujud, semisal pujian atau ketenaran. Berbeda dengan motivasi intrinsik yang muncul dari dalam diri individu, motivasi ekstrinsik semata terfokus pada imbalan dari luar. Orang yang termotivasi secara ekstrinsik, akan terus melakukan suatu tugas, meskipun tugas itu mungkin tak bermanfaat. Misalnya, mereka akan melakukan sesuatu dalam pekerjaannya yang menurut mereka tak menyenangkan demi mendapatkan upah. Motivasi ekstrinsik terlibat dalam pengondisian operan, yaitu ketika seseorang atau sesuatu dikondisikan berperilaku tertentu oleh adanya imbalan atau konsekuensi.Insentif ekstrinsik juga dapat mengesampingkan, atau melemahkan, motivasi intrinsik. Orang-orang memperhatikan dan memantau perilaku kerjasama orang lain. Individu merespons perilaku kerjasama (dan tak bekerjasama) baik ketika perilaku tersebut berdampak langsung pada dirinya (sebagai pihak kedua) maupun saat tak berdampak (sebagai pihak ketiga).Nah sekarang, mari kita coba bayangkan bila di suatu tempat, ada orang-orang yang hendak memindahkan sebuah meja besar ke tengah-tengah sebuah ruangan. Tentulah, orang-orang yang mengangkat meja itu, kita sebut sebagai orang-orang yang bekerjasama. Tapi benarkah mereka disebut bekerjasama? Lalu, bagaimana dengan orang-orang yang hadir di situ tapi tak ikut mengangkat meja? Boleh jadi, pikiran nakal kita akan bergumam bahwa mereka itu cuma orang yang nonton, cuek, gak peduli.Tapi bagaimana jika orang-orang yang tak mengangkat meja itu, memberi aba-aba atau memperingatkan orang-orang yang mengangkat meja agar mereka beringsut ke kanan karena mereka bergeser terlalu kekiri atau sebaliknya? Lalu bagaimana penilaian kita terhadap orang-orang yang tak mengangkat meja, tapi mau memberi arahan tanpa diberi imbalan dibanding mereka yang mengangkat meja dengan bayaran? Barangkali, tanpa adanya mereka yang memberi aba-aba atau peringatan, target meletakkan meja ke tengah-tengah ruangan, takkan berhasil.'We’re all pieces of a puzzle'. Kita potongan puzzle yang unik dengan coraknya masing-masing. Setiap bagian memainkan peran tertentu, dan bersama-sama, mereka menyelesaikan tugas atau proyek guna bereroleh 'the big picture'. Dan gambar yang bagus, muncul dikala engkau menggabungkan keterampilan teknis dengan POV reflektif. Perspektif kita unik. Jangan puas dulu dengan sudut pandang awal yang dikau lihat, ubah POV-mu. Gambar yang bagus melampaui kebenaran teknisnya. Ia melibatkan pemerhatinya, membangkitkan emosi, dan menuturkan sebuah kisah. Ia punya perspektif yang khas, elemen-elemen dalam adegan kita, focal points, dan tentu saja, leading lines, garis alami guna mengarahkan mata mereka yang memandangnya, ke dalam bingkai.Kita lanjutin lagi bincang-bincang kita pada episode selanjutnya, biidznillah.
Kutipan & Rujukan:
- Jean Decety & Thalia Wheatley (Eds.), The Moral Brain: A Multidisciplinary Perspective, 2015, The MIT Press
- Natalie Henrich & Joseph Henrich, Why Humans Cooperate: A Cultural and Evolutionary Explanation, 2007, Oxford University Press
- Carol Sansone & Judith M, Harackiewicz, Intrinsic and Extrinsic Motivation: The Search for Optimal Motivation and Performance, 2000, Academic Press
- Martin A. Nowak & Roger Highfield, SuperCooperators: Altruism, Evolution, and Why We Need Each Other to Succeed, 2011, Free Press