Senin, 06 Mei 2024

Cerita dari Pohon Kenanga (10)

“Seorang guru yang sedang mengajar di kelas, bertanya kepada murid-muridnya, 'Apa sesuatu yang penting, tapi belum ada lima puluh tahun yang lalu?'
Para murid serempak menjawab, 'Akuuu!'"

Kenanga melanjutkan, "Hidup bukanlah satu perjalanan saja, melainkan banyak perjalanan. Setiap orang punya pengalaman, tujuan, dan rencana perjalanan yang berbeda. Adakalanya, seseorang meniru pepatah lama, 'Cobalah dan coba sampai engkau berhasil,' agar mencapai apa yang dicita-citakannya, semisal Sylvester Stallone. Atau ala Soichiro Honda, ia berkata, 'Sukses hanya bisa dicapai melalui kegagalan yang berulang-ulang dan introspeksi.' Perjalanannya panjang dan rumit, hidupnya penuh cobaan dan tantangan. Beberapa kali ia jatuh-bangun melanjutkan apa yang disukainya. Kegagalan tak pernah menghalanginya mengejar mimpinya; kegagalan mendorongnya menemukan cara untuk melakukannya dan meningkatkan kebutuhannya agar belajar. Ia menggunakan kecintaannya pada mobil, pengetahuan, dan keterampilannya, guna mengejar visinya, dan, kendati menghadapi banyak rintangan, ia berjuang dengan alasan yang masuk akal agar mencapai impiannya.
Atau, seperti Joanne 'J.K.' Rowling, hidupnya laksana roda; ia mengalami pasang-surut kehidupan. Orangtua tunggal yang harus membesarkan seorang gadis kecil sendirian dengan uang bantuan subsidi pemertintah di sakunya, ia mengalami depresi. Selama bertahun-tahun, hanya satu hal yang tetap dalam kehidupan J.K. Rowling—kecintaannya pada bahasa Inggris dan sastra. Ia mulai menulis sejak usia 6 tahun dan tak pernah berhenti. Ia sangat menikmati menulis cerita fantasi anak-anak dan sebagian besar karyanya bersifat seperti itu. Ide tentang Harry Potter muncul di benaknya saat ia berada di kereta dari Manchester ke London. Sebagian besar pengalaman pribadinya menjadi sumber ide bagi buku tersebut. Beberapa karakter dipilihnya dari daftar keluarga, teman, dan kenalannya, yang diberi kehidupan dalam dunia sihir. Apa yang dilakukannya semata melakukan yang terbaik dan yakin bahwa suatu hari keadaan akan menguntungkannya. Kesabaran telah menghadiahinya lebih dari yang dimohonkannya.

Atau, dengan ketekunan dan kemauan yang tak tertandingi, Michael Jeffrey Jordan menjadikan namanya kondang. Atau, meninggalkan kehidupan penuh kekerasan yang ia jalani dan belajar cara berolahraga di gym seperti Arnold Schwarzenegger.
Atau, teristimewa, serupa dengan Abraham Lincoln. Ia menghadapi banyak rintangan dalam perjalanannya menuju jabatan, yang akhirnya, jadi presiden. Jalannya menuju kursi kepresidenan teramat melelahkan, ia juga menderita depresi yang akut sehingga ia menghabiskan enam bulan terkurung di rumah. Popularitasnya tumbuh dikala ia secara terbuka menyatakan ketidaksetujuannya terhadap perdagangan dan hasil jual-beli budak di negerinya. Ia membayangkan sebuah dunia dimana semua orang setara dan pemerintah tak memihak ras tertentu.
Aspirasi Lincoln merebut hati rakyat dan, walaupun ia tak terpilih menjadi senator, ia tetap populer dan namanya selalu dibicarakan setiap kali ada perbincangan tentang Kepresidenan. Keadaan dalam kehidupan Abraham Lincoln menghasilkan kepemimpinan yang hebat selama Perang Saudara. Seperti yang selalu dilakukannya, ia mempelajari taktik dan operasi militer secara mandiri untuk memimpin pasukannya. Lebih jauh lagi, ia tetap menekankan konsep kesetaraan di antara semua manusia dan, pada masa jabatannya, ia menyelesaikan dekrit bahwa semua budak harus dibebaskan.
Dengan keterampilan operasi militer dan pengetahuannya tentang manipulasi politik, Amerika Serikat berhasil mengalahkan negara-negara Konfederasi. Keberhasilannya mengakhiri Perang Saudara menjadikan Abraham Lincoln memperoleh masa jabatan kedua sebagai Presiden. Ia berbicara kepada rekan-rekan Amerikanya dan mengatakan bahwa sudah waktunya membangun bangsa, sebagai negara yang merdeka. Namun, ia tak dapat hidup melihat hari-hari yang diidamkannya. Tak lama setelah perang berakhir, Lincoln terbunuh saat menonton pertunjukan panggung bersama istrinya. Meskipun kehidupan pemimpin politik ini, berakhir sangat dini, hasil perjuangannya masih dapat dinikmati hingga kini. Amerika sekarang menjadi negeri kebebasan dimana gender dan ras tak lagi menjadi ukuran status sosial. Yang terpenting, dan sesuai cita-cita Abraham Lincoln, Amerika Serikat membangun pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Saat kita naik kereta api menuju tujuan baru, tulis Héctor García dan Francesc Miralles, awalnya, boleh jadi, kita dilanda kekhawatiran saat meninggalkan dunia yang kita kenali. Namun, setelah beberapa saat melihat pemandangan keluar jendela, kita merasakan penuh ketenangan khas para pengelana yang mengikuti perjalanan dan menerima sifat hidup fana.
Tekad inilah, yang hendaknya menemani kita saat memulai petualangan apa pun, baik profesional, artistik, atau bahkan emosional. Kita seyogyanya sadar bahwa kita akan meninggalkan zona nyaman kita, yang akan menimbulkan ketidakpastian bagi kita, namun cakrawala baru yang menanti kita, patut dihadapi dengan membangun keberanian.

Salah seorang kandidat presiden Indonesia tahun 2024, Anies 'Abah' Baswedan—aku tak hendak mengatakan bahwa ia 'kalah' atau 'dikalahkan' pada pemilu 2024, sebab ia telah memenangkan hati sebagian besar generasi muda Indonesia, walaupun kandidat lain menyatakan diri sebagai representasi kaum muda Indonesia—merujuk pada apolog 'Boiling Frog'. Metafora ini melukiskan seekor katak yang direbus hidup-hidup secara perlahan. Premisnya ialah, jika dikau secara mendadak memasukkan katak ke dalam air mendidih, ia akan melompat keluar menghindari bahaya. Namun, jika engkau meletakkannya ke dalam air hangat lalu memanaskannya sedikit demi sedikit hingga mendidih, katak tersebut takkan sadar akan bahaya dan akan mati digodok—kemudian disajikan sebagai sop swike. Hikayat ini seringkali digunakan sebagai metafora atas ketidakmampuan atau keengganan masyarakat agar bereaksi terhadap ancaman yang terjadi secara perlahan-lahan, bila dibandingkan ancaman yang datangnya tiba-tiba. Maka, bukan semata tentang katak; rekaan ini merupakan peringatan tentang kesadaran dan kemampuan beradaptasi kita terhadap perubahan. Zona nyaman kita merupakan tempat atau keadaan dimana kita merasa tenteram karena kita berada di lingkungan yang terkemuka, tempat persemayaman kita untuk menggunakan respons kebiasaan kita, tanpa perlu melakukan improvisasi solusi baru atau menghadapi kecemasan akan perubahan.
Alasdair White mendefinisikan zona nyaman sebagai keadaan perilaku dimana seseorang beroperasi dalam kondisi netral terhadap kecemasan, menggunakan serangkaian perilaku terbatas agar menghasilkan tingkat kinerja yang stabil, biasanya tanpa pertimbangan risiko. Akan tetapi, selalu berada di 'dunia yang dikenal' menghalangi kita berkembang, dan banyak orang harus membayar mahal karena tak meninggalkan apa yang terasa nyaman, dalam bentuk sikap apatis, rasa lelah terhadap kehidupan ini, dan malahan depresi.
Kabar baiknya yalah, menantang zona nyaman kita merupakan sesuatu yang terjadi secara alami dan naluriah sejak kita lahir. Ia memungkinkan kita tumbuh, belajar, dan menjadi dewasa. Anak-anak selalu bertualang ke hal-hal yang tak diketahui sampai mereka menjadi dewasa.
Masalahnya, pada saat itulah kita menyadari bahwa kita rentan. Kita jadi tersadar bahwa kita akan kehilangan banyak hal dan kita bisa terluka. Kita terkungkung di tempat dimana kita merasa nyaman. Kita bagaikan katak dalam fabel, yang menetap di dalam panci, karena, tatkala ia terbiasa dengan suhu yang perlahan naik, ia tetap tak sadar akan bahaya yang dihadapinya, lalu dijerang hingga mati.

Tiada satupun terobosan yang akan membuat kemajuan masyarakat jika umat manusia tetap berada dalam zona nyamannya. Demikian pula, pada tingkat individu, hanya dengan menjelajah ke hal yang tak dikenali, kita akan mencapai apa yang kita inginkan. Dale Carnegie bilang begini, 'Kita belajar sembari mempraktikkan. Anak-anak tak belajar berjalan dengan memperhatikan orang lain, mereka berusaha berdiri, dan terjatuh ratusan kali sebelum belajar bagaimana meletakkan satu kaki di depan kaki lainnya dengan keseimbangan sempurna. Melakukan hal-hal yang tak nyaman dan baru, pada akhirnya memperluas zona nyamanmu. Keadaan ini memungkinkanmu menghadapi tugas-tugas baru dengan berani—bukan tanpa rasa-takut sama sekali, melainkan dengan rasa takut yang terkontrol.'
Jika engkau melakukan hal yang menurutmu tak dapat dirimu lakukan, dikau akan merasakan ketahanan, harapan, martabat, dan keberanianmu semakin kuat. Kelak, dikau bakalan menghadapi pilihan sulit yang mungkin memerlukan lebih banyak keberanian. Dikala momen itu tiba, dan dikau memilih dengan baik, keberanianmu akan diakui oleh orang-orang yang paling berarti bagimu. Ketika orang lain melihatmu memilih untuk lebih menghargai keberanian daripada rasa-takut, mereka akan belajar seperti apa keberanian itu, dan mereka hanya akan takut akan ketidakhadirannya.

Terkadang, 'those who fly alone have the strongest wings', mereka berkemampuan mengubah kekalahan menjadi kemenangan, mereka mampu bangkit kembali dari masalah dengan lebih mudah dibanding mereka yang terlalu bergantung pada orang lain. Kemampuan mengendalikan orang dan peristiwa, mengacu pada kekuasaan. Ia mewakili kapasitas mengarahkan atau mempengaruhi perilaku orang lain atau jalannya peristiwa. Kata Ingglisy 'power' punya beberapa makna, dan dapat digunakan dalam konteks yang berbeda. Power merujuk pada kemampuan mengendalikan atau mempengaruhi orang dan peristiwa. Jika mengacu pada kekuatan fisik atau energi, 'power'' dapat bermakna: kekuatan untuk melaksanakan tugas; energi yang dihasilkan oleh mekanik, listrik, atau cara lain; listrik yang digunakan dalam berbagai konteks; kemampuan alami. Power dapat pula merujuk pada hak resmi atau hukum untuk melakukan sesuatu. Power dapat pula menggambarkan kepemilikan kendali atau komando atas orang atau situasi. Makna 'power' dapat berbeda-beda berdasarkan konteks penggunaannya. Dalam bahasa Indonesia, [menurut KBBI] Kekuasaan bermakna: kuasa untuk mengurus, memerintah, dan sebagainya; kemampuan, kesanggupan; atau daerah yang dikuasai. Kekuatan bermakna: perihal kuat tentang tenaga, gaya; keteguhan; kekukuhan.
Para filsuf, feminis, dan sosiolog, memahami 'social power' sebagai kontrol, dominasi, penindasan, kekerasan, pilihan, pengaruh, kapasitas, dan agensi. Ia mencakup kemampuan mencipta, kemampuan mengubah sesuatu, dan kemampuan menghasilkan efek yang dikehendaki. Ia merupakan kemampuan mendapatkan apa yang engkau inginkan atau butuhkan. Ia juga kemampuan mengajak sekelompok orang bergabung denganmu agar menghasilkan efek yang dikau inginkan. Ia merupakan kemampuan menjadikan lawan melakukan apa yang sebaliknya takkan mereka lakukan.
Rebecca Subar mendefinisikan 'power' [dalam konteks ini, merujuk pada kekuasaan] sebagai kemampuan suatu kelompok mencapai tujuan tertentu meskipun ada hambatan dari kelompok-kelompok lain. Daku cukup berkuasa buat nyolong sebotol air dari koperasi tanpa takut pada pegawai atau polisi. Tetanggaku gak bakalan berani. Seperti kurangnya kesadaranku mengenai hak istimewa yang memungkinkanku nyolong tanpa mendapat hukuman, perasaan berkuasa suatu kelompok mungkin bersifat intuitif dan tanpa disadari. Namun para karyawan, tetangga, dan warga negara, yang sengaja menyusun strategi mengenai perubahan, akan mendasarkan strategi mereka pada penilaian sadar terhadap hubungan kekuasaan. Jika kekuatan mereka seimbang dengan kekuatan lawannya, mereka akan berbicara dengan lawannya, bernegosiasi, dan berusaha mencapai kesepakatan.

Jika dirimu masih kanak-kanak di tahun 1995 atau sejak dikau mungkin akrab dengan lebih dari 800 spesies karakter anime Jepang, penghuni Pokémon World. Kendatipun belum pernah, engkau mungkin mengetahuinya, sebab pada tahun 2020, video game, acara TV, film, dan merchandise Pokémon, menjadi franchise media dengan pendapatan kotor tertinggi di dunia. Karakter Pokémon selalu mencari peluang menaklukkan wilayah di luar wilayahnya, kata Subar. Mereka terus-menerus saling menilai, saling memperkirakan kekuatan. Mereka melakukannya demi keselamatan mereka sendiri dan untuk tujuan potensi penaklukan.
Bagaimana cara Pokémon saling memperkirakan kekuatan? Nah, setiap Pokémon diberi kode memiliki atau kehilangan atribut tertentu. Masing-masing punya penetapan gender perempuan, lelaki, atau tanpa gender. Masing-masing memiliki ukuran dan tingkat kilau, dan titik-titik pada kotak kecil yang berfungsi sebagai rumah bagi Pokémon berbeda dalam jumlah dan posisinya. Pokémon punya kemampuan yang dapat diukur, dan 'sifat' dari setiap Pokémon ditentukan oleh salah satu dari kemampuan berikut: tangguh, kesepian, berani, pantang-menyerah, nakal, berani, patuh, santai, badung, lemah, penakut, tergesa-gesa, serius , periang, naif, rendah-hati, lembut, pendiam, pemalu, gegabah, tenang, lemah lembut, lancang, hati-hati, atau unik. Kemampuan yang dapat diukur inilah salah satu atribut 'konstan' Pokémon. Satu Pokémon bisa mendapatkan bantuan memprediksi perilaku Pokémon lain dengan memperhitungkan tanggal kalender, minuman yang terakhir kali diminum oleh Pokémon tersebut, dan atribut konstan Pokémon lainnya. Pokémon pemberani bisa mendapatkan akses ke kalkulator kekuatan tersembunyi Pokémon dan menentukan dengan tepat seberapa besar dan jenis kekuatan yang dimiliki Pokémon musuh.
Menakar kekuatan suatu kelompok manusia tidaklah sesederhana itu. Akan bermanfaat untuk mereduksi segala bentuk kekuatan perubahan sosial menjadi satu mata uang, seperti atribut kekuasaan Pokémon bagi manusia, namun dalam konflik manusia, tak pernah semudah ini menilai kekuatan. Untungnya, kita tidak memerlukan mata uang tunggal untuk mengukur kekuatan atau ukuran kekuasaan yang absolut. Kita hanya perlu menentukan apakah suatu kelompok punya kuasa yang cukup untuk bernegosiasi, kata Subar.

Ketika orang lain memegang kunci kebahagiaanmu, konflik pun terjadi. Konflik merupakan situasi manakala orang dipihakmu membutuhkan sesuatu tetapi pihak lain tak mau menyerah. Pihakmu perlu mencari cara mendapatkannya. Engkau perlu menentukan apa dan bagaimana cara mendekati pihak lain. Baik disengaja atau tidak, kelompok sering mengambil keputusan ini dengan menilai dinamika kekuasaan dalam konflik. Disaat kekuatan kita setara dengan kekuatan lawan, kita punya kemungkinan mendapatkan apa yang kita inginkan.
Masing-masing kita, pernah mengalami konflik. Menurut Subar, 'konflik' ada tatkala orang-orang di pihakmu menginginkan sesuatu, namun pihak lain tak mau 'ngalah'. Konflik muncul pada saat pihakmu perlu memutuskan apakah akan berjuang membangun kekuasaan atau duduk bernegosiasi dengan pihak lain: akankah 'omon-omon' atau 'tawuran'. Saat menangani konflik, terkadang 'ngomong' lebih masuk akal ketimbang 'tukaran', dan terkadang berantem merupakan strategi yang lebih menjanjikan. Dalam beberapa keadaan, seseorang mungkin menganggap perkelahian sebagai hal yang salah secara moral dan, dalam situasi lain, sebagai satu-satunya tindakan yang berprinsip. Selain pertanyaan mengenai strategi dan prinsip, kebanyakan kita punya preferensi, zona nyaman, dan bahkan bias terhadap dialog atau perlawanan. Ada orang merupakan provokator alami. Bagi sebagian lainnya, upaya perdamaian bisa menjadi pilihan yang wajar.
Sebagai individu, kita memilih cara menghadapi konflik dengan kombinasi pilihan sadar dan kecenderungan pribadi terhadap satu pendekatan atau lainnya. Gaya kita dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa sebelumnya, Subar mengimbuhkan. Gaya konflik individu terdiri dari 'keyakinan, nilai, dan motif pribadi yang 'mendorong' perilaku konflik seseorang ke arah yang konsisten.' Kita mungkin menemukan diri kita tercermin dalam salah satu dari lima gaya konflik yang diidentifikasi dalam kisi-kisi Gaya Konflik Thomas-Kilmann: berkolaborasi, mengakomodasi, bersaing, menghindar, dan berkompromi.

Ada dua pendekatan dinamis terhadap konflik. Yang pertama: dialog, negosiasi, atau pembicaraan, mencakup kegiatan yang dilakukan dengan persetujuan kedua (atau semua) pihak yang berkonflik. Negosiasi, mediasi, dan pemungutan suara merupakan metode penyelesaian masalah berdasarkan konsensus. Setiap orang yang berpartisipasi dalam suatu negosiasi, tunduk pada mediasi atau pergi ke TPS buat nyoblos, berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan (atau semacam penyelesaian masalah) karena pilihannya.
Metode nir-kekerasan bukanlah satu-satunya cara membangun kekuasaan. Sebagai permulaan, aksi nir-kekerasan yang dilakukan seseorang merupakan teror bagi orang lain: blokade jalanan tanpa kekerasan yang mencegah jalan masuk ke bank yang dituduh melakukan praktik predator akibat menjajakan riba', diperkirakan akan dianggap oleh sebagian orang sebagai kekerasan. Maka, pendekatan kedua: perlawanan, protes, atau perkelahian, mencakup aktivitas yang dilakukan secara sepihak oleh kelompok pertama terhadap kelompok kedua, tanpa persetujuan kelompok kedua tersebut.
Pemerintah menggunakan kekerasan polisi dan militer, meskipun hal ini acapkali dilakukan untuk menggunakan kekuasaan yang dimiliki negara, bukan untuk membangun kekuasaan negara. Entah kita menyebut mereka teroris atau 'freedom fighter', kelompok non-negara terkadang memilih metode kekerasan sebagai landasan strategi pembangunan kekuasaan. Contoh-contoh sejarah akan muncul begitu dikau mulai memikirkannya: Tentara Republik Irlandia, perlawanan Yahudi di Polandia yang diduduki Nazi, perlawanan Aljazair terhadap pemerintahan Prancis, dan seterusnya. Kelompok-kelompok ini, menyasar kekuasaan negara, seperti halnya banyak negara yang terbentuk ketika kelompok-kelompok revolusioner menggunakan perjuangan bersenjata guna mengembangkan kekuatan mereka melawan pemerintah yang hendak mereka tumbangkan.

Kelompok-kelompok yang berkonflik, takkan mungkin menyepakati definisi kekuasaan, terlebih lagi tentang kelompok mana yang lebih berkuasa. Hubungan kekuasaan yang tak seimbang berdampak besar pada peran kita dalam sistem sosial dan perjuangan sosial. Sifat ketidakberdayaan relatif dan karakteristik mereka yang tak berdaya, cenderung tak terlihat oleh mereka yang berkuasa; kekuasaan menghalangi mereka yang berkuasa agar tak melihat melampaui realitas mereka. Lantaran fenomena inilah, kelompok-kelompok yang berada di sisi konflik yang berbeda, punya persepsi yang berbeda mengenai siapa yang lebih berkuasa. Ketidakseimbangan kekuasaan berpengaruh pada persepsi kekuasaan.
Kekuasaan yang tak berimbang terdapat dimana-mana dalam sistem manusia. Setiap hari, kita masing-masing menghadapi perbedaan kekuasaan dalam keluarga kita, di sekolah dan tempat kerja, di masjid, sinagoga, dan gereja, serta di lingkungan kita. Instansi pemerintah dan perusahaan menetapkan aturan dan mematuhi praktik tak resmi yang memandu perekonomian kita dan memastikan bahwa kekuasaan sulit dialihkan. Di setiap lingkungan manusia, terdapat kekuasaan yang mempengaruhi dinamika sosial. Dinamika kekuasaan ada di mana-mana, di seluruh organisasi, komunitas, dan masyarakat.
Orang umumnya tumbuh dewasa dengan pengetahuan bahwa mereka harus berkuasa atas keputusan yang mempengaruhi mereka. Masknanya, perbedaan kekuasaan—baik yang terlihat jelas, tidak kentara, atau tak terlihat—merupakan faktor penting dalam memotivasi pihak-pihak yang lebih lemah agar bertindak. Ketidakseimbangan ini menyebabkan perkelahian, perselisihan keluarga, dan peperangan. Maka, umumnya orang mencari kekuasaan.
Kekuasaan mengalir melalui keluarga, organisasi, komunitas, masyarakat, dan negara. Masing-masing dari kita merangkai kisah kekuasaan pribadi dikala kita memahaminya dari deretan tempat duduk di sebuah teater. Semakin kita merasakan kekuatan kelompok kita dan kelompok lain, semakin banyak kebebasan, fleksibilitas, dan pilihan yang kita miliki manakala kita menyusun strategi pemenangan.

Itulah salah satu dari selaksa makna yang dapat kita petik dari bulan Safar. Dan bulan ketiga dalam kalender Islam adalah Rabiul Awal. Muharram artinya 'terlarang', Safar artinya 'mengosongkan', Rabiul Awal artinya 'mata air pertama', dan juga berarti menggembalakan, lantaran ternak digembalakan pada bulan ini. Pula, bulan perayaan yang sangat suci bagi umat Islam, karena merupakan bulan kelahiran Rasulullah (ﷺ).
Berbicara tentang kelahiran, ia takkan bisa lepas dari perbincangan tentang peran orang tua, keluarga dan pendidikan. Kita lanjutkan pada episode selanjutnya. Bi 'idznillah."

Kemudian Kenanga bersenandung,

Life is dandy
[Hidup itu perlente]
We are what we don't see
[Kita adalah apa yang tak kita lihat]
We miss everything daydreaming *)
[Kita merindukan segala lamunan]
Kutipan & Rujukan:
- Kevin Johnson, Never Give Up: Motivational Stories of Determination, Perseverance and Success, 2016, CreateSpace Independent Publishing Platform
- Rebecca Subar, When to Talk and When to Fight: The Strategic Choice between Dialogue and Resistance, 2021, PM Press
- Héctor García and Francesc Miralles, The Ikigai Journey: A Practical Guide to Finding Happiness and Purpose the Japanese Way, translated from Spanish by Russell Calvert Tuttle Publishing
*) "All Good Things (Come to and End) written by C. Martin, Floyd Nathaniel Hills, Timothy Z. Mosley, Nelly Kim Furtado.