Senin, 03 Juni 2024

Cerita dari Pohon Kenanga (24)

“Seorang biksu, pengacara, dan insinyur akan dipenggal di bawah guillotine. Sang biksu meletakkan kepalanya, dan tambangnya pun ditarik, tapi, gak terjadi apa-apa. Ia mengumumkan bahwa Langit telah menyelamatkannya, lalu ia pun dibebaskan.
Sang pengacara menaruh kepalanya di guillotine, namun sekali lagi, gak ada apa-apa, ia pun mengklaim ia tak boleh dihukum dua kali terhadap kejahatan yang sama, maka ia pun bebas.
Sang insinyur, menempatkan kepalanya di bawah sang mesin pembunuh. Ia mencermati mekanisme tambang pelepasnya dan berkata, 'Bentar ... bentar, hmmm, sekarang gua tahu masalahnya!'"

"Metafora 'tarik-tambang' menangkap dinamika pertentangan dan konflik. Bayangkan dua tim menarik ujung tali yang berlawanan, masing-masing berusaha mendapatkan posisi. Dalam tarik-tambang, kedua belah pihak mengerahkan upaya yang sama. Tak ada tim yang memperoleh keuntungan kecuali mengalahkan yang lain. Ia mencerminkan keadaan dimana kekuatan lawan berimbang, memicu kebuntuan yang menegangkan. Jika kedua tim menarik dengan kekuatan yang sama, talinya tetap diam—terkunci. Ungkapannya menekankan perjuangan, keseimbangan, dan kegigihan yang melekat dalam oposisi,” lanjut Kenanga sambil melihat dua tim saling berhadapan dalam uji kekuatan: kedua tim saling berhadapan di ujung tali yang berlawanan, dengan tujuan menarik tali tersebut pada jarak tertentu dalam searah melawan gaya tarikan tim lawan. Ungkapan 'tug of war' awalnya bermakna 'persaingan yang menentukan; perjuangan atau pergumulan yang sesungguhnya; persaingan yang ketat demi supremasi'.

"Dengan cara yang sama, dalam konflik kehidupan nyata, pihak-pihak yang beroposisi dapat mencapai titik dimana tak ada satu pun pihak yang mencapai kemajuan berarti. Talinya mungkin bergoyang ke depan dan ke belakang saat salah satu tim bereroleh momentum sesaat. Begitu juga dalam oposisi, terjadi pergeseran—kemenangan atau kemunduran sementara—sebelum keseimbangan dapat dipulihkan. Tim menyusun strategi, menyesuaikan cengkeraman dan waktunya. Pula, lawan dalam konflik mengadaptasi taktik, mengusahakan kemenangan atau mengeksploitasi kelemahan.
Partai-partai oposisi menghadapi beberapa tantangan yang dapat mempengaruhi efektivitas dan kemampuan mereka dalam menjaga akuntabilitas pemerintah. Dalam sistem Presidensial, dinamika 'winner-takes-all' seringkali terlihat. Dinamika winner-takes-all berdampak signifikan di berbagai sektor masyarakat. Dari sudut pandang bisnis, menurut R. Srinivasan, beberapa pasar pada dasarnya didominasi oleh satu atau beberapa platform. Pasar-pasar ini, dicirikan oleh apa yang dikenal sebagai dinamika 'winner-takes-all' (WTA). Hal ini mungkin tak selalu disebabkan oleh keunggulan konvensional sebagai penggerak pertama atau skala ekonomi klasik—sumber keunggulan tradisional ini dapat mengakibatkan oligopoli atau persaingan monopolistik. Di pasar jaringan, dinamika WTA terwujud melalui kekuatan efek jaringan, dan biaya peralihan/multi-homing yang terkait dengan hal yang sama. Dalam pasar winner-takes-all, beberapa pemain berkinerja terbaik mengumpulkan imbalan secara tak proporsional (misalnya, kekayaan, pendapatan, atau pangsa pasar). Situasi ini memperburuk ketimpangan ekonomi dan menyebabkan mayoritas hanya memperoleh keuntungan marginal.
Dalam sistem presidensial, partai-partai kecil kesulitan mendapatkan keterwakilan, sehingga membatasi keberagaman politik. Keadaan ini berdampak pada pilihan dan representasi kebijakan. Pada dasarnya, hal ini menggambarkan sebuah skenario dimana 'pemenang' mengambil sebagian besar imbalan, dan hanya menyisakan sedikit bagi yang lain. Dalam sistem pemilu, aturan winner-takes-all (misalnya, siapa yang menjadi pemenang pertama seusai mendapatkan jabatan) menguntungkan partai-partai besar.

Dalam sistem presidensial, jabatan petahana memberikan beberapa keuntungan bagi presiden yang sedang menjabat. Presiden petahana merupakan tokoh terkenal yang mendapat manfaat dari pengakuan nama besarnya. Aksi, pidato, dan kebijakannya, mendapat liputan media yang luas, sehingga memastikan visibilitas yang tinggi di kalangan pemilih. Petahana dapat secara langsung mempengaruhi implementasi kebijakan. Mereka dapat mengusulkan undang-undang, mengeluarkan perintah eksekutif, dan membentuk agenda nasional, memanfaatkan posisi mereka melakukan perubahan yang dikehendaki. 
Di kanal YouTube-nya—bagi pemerhati politik hukum di Indonesia, channel ini sangatlah baik bila diikuti dan dicermati, Prof Mahfud MD mengemukakan perbedaan antara 'rule of law'  dan 'rule by law'.
Konsep 'rule by law' dan 'rule of law' sering digunakan dalam perbincangan mengenai pemerintahan dan sistem hukum. Dalam sistem yang bercirikan rule by law, hukum digunakan sebagai instrumen oleh mereka yang berkuasa untuk mengontrol dan memerintah. Pemerintah menggunakan undang-undang guna menjaga ketertiban, namun undang-undang ini bisa saja sewenang-wenang dan lebih mementingkan kepentingan penguasa dibanding kepentingan rakyatnya. Dalam rule by law, pemerintah dan pejabatnya boleh jadi bukan subyek hukum. Mereka dapat memanipulasi hukum demi membenarkan tindakannya dan mempertahankan otoritas, kerapkali mengabaikan prinsip-prinsip keadilan dan kepatutan. Rule by law tak menjamin bahwa mereka yang memerintah bertanggungjawab kepada rakyat. Keadaan ini memungkinkan adanya potensi penyalahgunaan kekuasaan, sebab undang-undang dapat diubah atau diinterpretasikan agar sesuai dengan kebutuhan kelas penguasa. Penerapan hukum bisa sewenang-wenang dan selektif. Hukum ditegakkan secara ketat terhadap warga negara  biasa, sementara pihak yang berkuasa, dapat menghindari atau memanipulasinya.
Rule of law merupakan suatu prinsip pemerintahan dimana seluruh individu dan lembaga, termasuk pemerintah, tunduk dan bertanggung jawab di hadapan hukum. Hal ini memastikan bahwa hukum diterapkan secara setara dan adil. Dalam sistem yang diatur berdasarkan rule of law, pemerintah tunduk pada hukum. Artinya, tindakan pemerintah dibatasi oleh asas hukum, dan pejabat dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan yang melanggar hukum. Rule of law mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pemerintahan. Undang-undang jelas, dipublikasikan, dan stabil, serta melindungi hak-hak dasar. Hal ini memastikan bahwa warga negara dapat memahami dan mematuhi hukum, serta dapat meminta pertanggungjawaban pemerintah. Hukum diterapkan secara setara kepada seluruh individu, tanpa memandang status atau kekuasaan. Peradilan bersifat independen dan tak memihak, memastikan bahwa keadilan ditegakkan tanpa bias atau pilih kasih. Rule of law melindungi hak dan kebebasan individu dengan memastikan bahwa hukum adil, dan proses hukum juga adil. Keadaan ini menghadirkan penyelesaian keluhan dan perlindungan terhadap kekuasaan sewenang-wenang.
Ringkasnya, rule by law ada ketika hukum digunakan sebagai alat pemerintah untuk mengendalikan masyarakat. Pemerintah berada 'above the law', yang dapat diterapkan secara sewenang-wenang demi mempertahankan kekuasaan dan melayani kepentingan penguasa. Sebaliknya, rule of law ada ketika hukum mengatur baik yang berkuasa maupun yang diperintah, menjamin akuntabilitas, keadilan, dan kesetaraan. Pemerintah beroperasi dalam kerangka hukum yang melindungi hak-hak individu dan menerapkan hukum secara tak memihak.
Oleh karenanya, pemerintah seyogyanya bertindak dalam kerangka hukum. Rule of law memastikan bahwa setiap orang, termasuk pejabat pemerintah, tunduk pada hukum. Ini memberikan perlindungan terhadap pemerintahan yang sewenang-wenang dan melindungi hak-hak individu. Pemerintah hendaklah transparan dalam tindakan dan keputusannya, sehingga memungkinkan warga negara meminta pertanggungjawabannya. Mekanisme seperti kebebasan pers, dokumen-dokumen keterbukaan pemerintah, dan badan pengawas independen membantu menjaga transparansi dan akuntabilitas.

Para pemilih seringkali menganggap petahana sebagai pemimpin yang berpengalaman dan kompeten. Keakrabannya dengan kompleksitas pemerintahan dapat menjadi suatu keuntungan, terutama pada masa stabilitas.
Petahana beroleh manfaat dari kondisi perekonomian selama masa jabatannya. Indikator ekonomi yang positif (seperti tingkat pengangguran yang rendah dan pertumbuhan PDB) meningkatkan peluangnya terpilih kembali. Umumnya, presiden petahana telah membangun rekam jejak yang baik dalam urusan luar negeri. Prestasi diplomasi atau manajemen krisis dapat meningkatkan kredibilitas dan daya-tariknya di mata pemilih. Presiden petahana punya rekam jejak yang baik dalam urusan luar negeri. Mekanisme partai, jaringan penggalangan dana, dan dukungan berkontribusi pada upaya kampanyenya.

Demokrasi yang sehat bergantung pada partisipasi aktif dan informasi dari warganya. Ini termasuk memberikan suara, turut dalam debat publik, bergabung dengan organisasi masyarakat sipil, dan berpartisipasi dalam kegiatan sipil. Keterlibatan masyarakat memastikan bahwa pemerintah tetap tanggap terhadap kebutuhan dan keinginan warganya. Meskipun kekuasaan mayoritas merupakan prinsip dasar demokrasi, melindungi hak-hak kelompok minoritas juga sama pentingnya. Pemerintahan yang demokratis hendaknya menjamin bahwa hak-hak seluruh individu, termasuk kelompok minoritas, terlindungi dari tirani mayoritas. Dalam masyarakat demokratis, pemerintahan semestinya dipimpin oleh rakyat melalui sistem demokrasi perwakilan, yang didasari oleh prinsip kedaulatan rakyat, checks and balances, rule of law, partisipasi masyarakat, perlindungan hak-hak minoritas, serta transparansi dan akuntabilitas. Hal ini memastikan bahwa pemerintah memenuhi tujuan utamanya dalam melindungi hak dan kesejahteraan warga negaranya.
Dalam sistem presidensial, ketiadaan partai oposisi formal dapat berimplikasi signifikan terhadap lanskap politik dan tatakelola negara. Tanpa adanya oposisi formal, partai yang berkuasa atau presiden mungkin akan menghadapi lebih sedikit pengamatan dan pengawasan. Hal ini dapat menyebabkan kekuasaan tak terkendali, meningkatkan risiko korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, dan praktik tak demokratis. Tiadanya oposisi mengurangi mekanisme meminta pertanggungjawaban pemerintah atas tindakan, kebijakan, dan pengeluarannya. Partai yang berkuasa mungkin akan memaksakan undang-undang dan kebijakan tanpa perdebatan yang memadai atau pertimbangan perspektif alternatif. Hal ini dapat mengakibatkan kebijakan yang dibuat dengan buruk atau hanya sepihak dan tak mampu memenuhi kebutuhan dan kekhawatiran semua warga negara. Boleh jadi, terdapat kurangnya inovasi dan dinamisme dalam pengambilan kebijakan, sebab tiadanya oposisi dapat menyebabkan rasa puas diri.
Demokrasi yang sehat bergantung pada lingkungan politik yang kompetitif di mana berbagai partai dapat saling menantang, mengusulkan kebijakan alternatif, dan mewakili sudut pandang yang berbeda. Tanpa adanya oposisi, proses demokrasi dapat terganggu, sehingga menyebabkan kurangnya perdebatan dan diskusi mengenai isu-isu penting. Disaat warga negara merasa bahwa pandangan dan kepentingan mereka tak terwakili oleh kurangnya oposisi, hal ini dapat menimbulkan ketidakpuasan dan kekecewaan publik terhadap sistem politik. Dalam hal yang ekstrim, ketidakpuasan ini dapat mengakibatkan keresahan sosial, protes, atau bahkan munculnya kelompok ekstremis yang berupaya menentang status quo di luar kerangka politik formal.

Absennya oposisi formal dapat mempengaruhi pandangan negara lain terhadap stabilitas politik dan kesehatan demokrasi suatu negara. Hal ini dapat berdampak pada hubungan luar negeri, bantuan, dan investasi. Negara-negara demokrasi pada umumnya lebih memilih bekerjasama dengan negara demokrasi lainnya, dan kurangnya oposisi dapat meningkatkan kekhawatiran mengenai komitmen negara tersebut terhadap prinsip-prinsip demokrasi.
Ketiadaan oposisi formal dapat melemahkan lembaga-lembaga politik, seperti lembaga legislatif dan yudikatif, yang mengandalkan keseimbangan kekuasaan agar dapat berfungsi secara efektif. Seiring berjalannya waktu, terkikisnya lembaga-lembaga ini dapat mengarah pada bentuk pemerintahan yang lebih tersentralisasi dan otoriter. Tanpa adanya oposisi yang mendukung kebebasan sipil dan hak asasi manusia, terdapat risiko yang lebih besar terhadap terkikisnya hak-hak tersebut. Pemerintah dapat menerapkan kebijakan yang melanggar kebebasan berpendapat, berkumpul, dan pers tanpa adanya perlawanan berarti. Kurangnya oposisi formal dalam sistem presidensial dapat menyebabkan konsentrasi kekuasaan, berkurangnya akuntabilitas, melemahnya proses demokrasi, potensi keresahan masyarakat, persepsi internasional yang negatif, kelemahan institusional, dan terkikisnya kebebasan sipil. Kehadiran oposisi yang kuat sangat penting bagi kesehatan dan berfungsinya sistem politik demokratis.

Jika pemerintah ada untuk melindungi warga negaranya dan hak-hak warga negaranya, siapa yang semestinya mengatur pemerintah? Masyarakat yang berhasil adalah mesin kemajuan. Dibutuhkan bahan baku inovasi dan menghasilkan kemajuan manusia secara luas.
Kita lanjutkan di episode berikutnya, biidznillah.”

Lalu Kenanga bersajak,

ternyata kita butuh kecerdasan dan kedewasaan sosial
kata tikus yang mencuri kelapa
dan ular yang meninggalkan bisa pada korbannya
ternyata kita butuh kecerdasan dan kedewasaan ekonomi
kata beruang yang bertapa depan perapian sampai mati kelaparan
kata harimau yang menghabiskan sisa makan siangnya
di tengah kerabatnya yang juga mati kelaparan *)
Kutipan & Rujukan:
Prof. Dr. H. Mohammad Mahfud Mahmodin, S.H., S.U., M.I.P, Mahfud MD Official, YouTube
- R. Srinivasan, Platform Business Models for Executives, 2023, Springer
- Anand Giridharadas, Winners Take All: The Elite Charade of Changing the World, 2018, Alfred A. Knopf
- David Hubert, Ph.D., Attenuated Democracy: A Critical Introduction to U.S. Government and Politics, 2020, Salt Lake Community College
*) "Ternyata Kita Butuh" karya Gilang Teguh Pambudi