Jumat, 14 Juni 2024

Cerita dari Pohon Kenanga (29)

"Seusai operasi, sang dokter berkata pada pasiennya, 'Anda akan menjadi manusia yang baru.'
'Bisa gak dok, tagihannya dikirim ke manusia yang lama?' tanggap sang pasien."

“Kebenaran bersifat memperjelas, membimbing, dan mengungkapkan, dan seruan kepada kebenaran membantu menerangi dan menavigasi kompleksitas dan ketidakpastian hidup. Menyerukan kebenaran bagaikan menyetel radio ke frekuensi yang tepat, menyelaraskan suara berisik menjadi sinyal yang jernih. Menemukan kebenaran mencakup menyaring kebisingan dan gangguan agar menerima informasi yang jelas dan akurat,” kata Kenanga seraya memperhatikan jamaah pria mencukur rambutnya dan wanita memotong beberapa bagian rambutnya usai mengerjakan Sa’i. Selama menunaikan ibadah umrah dan haji, jamaah diwajibkan melakukan bolak-balik sebanyak tujuh kali antara bukit Safa' dan Marwah. Ritual ini biasa dikenal dengan Sa'i, yang secara bahasa bermakna berjalan, mengejar, atau berusaha.

“Sebelum membuat pernyataan apa pun dalam berdakwah, membaca situasi itu penting. Maka, sadarilah dua hal utama ini: lingkungan sekitar dan orangnya. Kalau berbicara tentang lingkungan atau keadaan sekitar, hal pertama yang hendaklah diingat ialah 'timing' atau menemukan waktu yang tepat. Inikah saat yang tepat membicarakan topiknya atau tidak? Mempertimbangkan lingkungan sekitar sebelum berbicara, sungguh penting. Dengan memperhatikan faktor-faktor ini, engkau dapat menyesuaikan topikmu agar beroleh ketertarikan dan dampak yang lebih baik, dan menyesuaikan pembicaraanmu agar sesuai dengan tujuan dan temanya.
Menyelaraskan pesanmu dengan peristiwa relevan terkini, yang mungkin ada dalam pikiran audiensmu merupakan salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan. Tetap terinformasi dan ikuti perkembangan berita dan tren terkini yang mungkin berkaitan dengan topik atau audiensmu. Pilih peristiwa terkini yang berhubungan langsung dengan pesanmu atau minat audiensmu dan pertahankan relevansinya. Namun perhatikan rasa para audiens terhadap peristiwa terkini, terutama jika peristiwa tersebut kontroversial atau sensitif. Jalin referensi ke peristiwa terkini ke dalam pesanmu sedemikian rupa, sehingga memperkuat poin utamamu.

Menyadari kepekaan dan norma budaya guna memastikan kesesuaian pesanmu, juga diperlukan. Memahami konteks budaya merupakan kunci menyampaikan pesanmu. Peka terhadap norma budaya, hindari stereotip atau generalisasi. Pelajari tentang latar belakang budaya audiensmu. Gunakan bahasa yang inklusif dan menghormati semua budaya. Menggunakan bahasa inklusif dalam menyampaikan pesanmu penting agar memastikan bahwa semua audiens merasa dihormati dan dihargai. Saat memberikan contoh atau anekdot, pilihlah yang sesuai dengan budaya yang berbeda. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor ini, engkau dapat memastikan pesanmu diterima dengan penuh rasa-hormat dan menarik bagi beragam audiens.
Energi dan suasana hati agar menyesuaikan pembicaraanmu, juga penting. Mengukur suasana hati audiens ialah tentang membaca isyarat non-verbal mereka dan menyesuaikan pesanmu untuk interaksi yang lebih baik. Membaca isyarat non-verbal merupakan bagian penting dalam berinteraksi dengan audiensmu. Bagaimana menafsirkan sinyal-sinyal ini? Ekspresi wajah semisal tersenyum, mengangguk, atau mengerutkan kening dapat menunjukkan persetujuan, ketertarikan, atau ketidaksetujuan. Jika audiens melakukan kontak mata, kemungkinan besar mereka berminat. Memalingkan muka dapat menunjukkan ketidaktertarikan. Postur seperti mencondongkan tubuh ke depan dapat menunjukkan ketertarikan, sementara menyilangkan tangan mungkin menunjukkan penolakan atau ketidaknyamanan. Gestur seperti bertepuk tangan antusias atau mengacungkan jempol adalah tanda-tanda positif, sedangkan kurangnya tepuk tangan atau kegelisahan mungkin menandakan pelepasan diri.
Dikau mungkin kepo, bagaimana mungkin dikau bisa membaca bahasa tubuh atau ekspresi wajah seseorang, kita kaan gak punya ilmu seperti itu. Maka sebelum memulai, ucapkanlah 'Basmalah' baik dilafazkan maupun cukup dalam hati, lalu mintalah pertolongan Allah. Ingatlah Hadits Qudsi ini, '... Hamba-Ku tak mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang lebih Aku cintai selain kewajiban-kewajiban agama yang Aku perintahkan kepadanya, dan hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan-amalan sunnah agar Aku mencintainya. Ketika Aku mencintainya, Akulah pendengarannya yang ia gunakan mendengar, penglihatannya yang ia gunakan melihat, tangannya yang ia gunakan menggenggam, dan kakinya yang ia gunakan berjalan. Jika ia meminta sesuatu kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikan kepadanya, dan jika ia meminta perlindungan kepada-Ku, niscaya Aku akan mengabulkannya. Aku takkan ragu terhadap apa pun, seperti Aku ragu merebut jiwa hamba-Ku yang setia: ia tak menyukai kematian dan Aku tak mau menyakitinya.' [Sahih Al-Bukhari]
Maksud dari hadits ini ialah jika seorang hamba beriman, bersungguh-sungguh kepada Allah Ta'ala dalam menjalankan amalan yang diwajibkan, kemudian ia melaksanakan pula amalan-amalan sunnah, maka Rabbnya akan mendekat kepadanya dan mengangkat derajatnya dari derajat keimanan menjadi derajat ihsan, sehingga ia beribadah kepada Allah seakan-akan ia melihat-Nya. Qalbunya mengenal, mencintai dan mengagungkan-Nya, takut dan gentar terhadap-Nya. Ia tak menggantungkan diri terhadap sesuatu selain Allah dan tak tergantung pula pada sesuatu berdasarkan hawa nafsunya. Tiada yang dikehendakinya selain apa yang dikehendaki Rabbnya. Maka ketika seorang hamba tak berucap selain untuk mengingat-Nya, tak bergerak selain dengan perintah-Nya, dan jika ia berbicara, ia berbicara dengan Allah, bila ia mendengar, ia mendengar dengan Allah. Jika ia melihat, ia melihat dengan Allah. Maknanya, dengan taufik Allah kepada-Nya dalam semua perkara tersebut, maka ia tak mendengar selain apa yang Allah cintai, ia tak melihat selain apa yang Allah ridhai. Bukanlah Allah sebagai pendengarannya, Allah sebagai penglihatannya dan Allah sebagai tangan dan kakinya, Mahasuci Allah dari pemahaman tersebut. Akan tetapi maksudnya ialah bahwa Allah memberinya taufiq dalam pendengaran, penglihatan, jalannya dan genggamannya. Allah memberinya taufiq dalam seluruh amal dan ucapannya, pendengaran dan penglihatannya. Allah akan mengabulkan doanya, jika ia meminta, Allah akan mengabulkan permintaannya. Jika ia berharap akan pertolongan-Nya, Dia akan menolongnya, jika ia memohon perlindungan-Nya, maka Dia akan melindunginya.

Lalu, mulailah dengan kalimat tanya atau pernyataan yang mendorong partisipasi guna merasakan tanggapan mereka. Bersiaplah dengan menyesuaikan nada, kecepatan, atau kontenmu dengan cepat jika dirimu merasa audiens tak merespons seperti yang diharapkan. Carilah anggukan, senyuman, atau tanda persetujuan atau ketertarikan lainnya saat engkau berbicara, dan gunakan umpan balik ini untuk mengarahkan pesanmu. Dengan menyesuaikan diri terhadap suasana hati audiens, engkau dapat melakukan penyesuaian secara real-time guna memastikan pesanmu diterima dengan baik.
Khalayak, dalam antusiasme dan kegembiraannya, biasanya menginginkan lebih banyak di awal pembicaraan. Namun kenyataannya, jika dikau memberi terlalu banyak atau berbicara terlalu lama, akhirnya bakal 'ngebosenin'. Boring telah menjadi sifat manusia seiring berjalannya waktu. Publilius Syrus dikaitkan sebagai pengguna pertama frasa berikut, 'nimia familiaritas parit contemptum [terlalu akrab memunculkan penghinaan]', atau 'familiarity breeds contempt [keakraban melahirkan rasa-muak]' dalam Bejeweled-nya Taylor Swift. Ungkapan 'keakraban melahirkan rasa-muak' bermakna bahwa hubungan terlalu dekat dengan seseorang atau sesuatu, dapat menyebabkan hilangnya rasa-hormat terhadap orang tersebut atau hal tersebut. Ia menyiratkan bahwa dikala kita mengetahui terlalu banyak tentang seseorang atau sesuatu, termasuk kekurangan dan kelemahannya, kita mungkin mulai kurang menghargainya. Inilah pengingat bahwa terkadang, jarak atau misteri dapat menjaga rasa-hormat dan minat. Coba bayangin saat bekerja di kantor kecil dimana dirimu bertemu rekan kerja yang sama setiap hari. Seiring waktu, dikau menjadi sangat akrab dengan kebiasaan, gaya kerja, dan kepribadiannya. Pada mulanya, barangkali engkau sangat menghormati rekan kerja berdasarkan reputasi profesionalnya. Namun, saat dirimu mengenalnya lebih dekat dan mengamati perilaku kesehariannya, boleh jadi, engkau mulai menyadari kekurangannya, semisal selalu melewatkan tenggat waktu atau tak berkontribusi dalam rapat. Paparan berlebihan terhadap sifat-sifatnya yang kurang mengagumkan, dapat menyebabkan berkurangnya rasa-hormatmu terhadap dirinya. Skenario ini menunjukkan bagaimana tumbuhnya keakraban, terkadang dapat menyebabkan hilangnya rasa-hormat atau keterkaguman.

Oleh sebab itu, kita hendaknya mempertimbangkan 'timing' kita. Bertanyalah pada diri sendiri, 'Terlalu banyakkah yang daku berikan untuk mereka?' Imam Muslim meriwayatkan bahwa 'Ammar bin Yasir (رضي الله عنه) mendengar Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Panjangnya shalat seseorang dan pendeknya khutbahnya merupakan tanda pemahamannya (tentang agama). ' Karenanya, pertimbangkanlah waktu pembicaraan kita, agar tak terlalu panjang, dan kita juga hendaklah memikirkan waktu yang kita inginkan berdiskusi, agar 'tidak pada waktu' yang 'tidak tepat'. Durasi pembicaraanmu hendaknya dipertimbangkan dengan cermat agar audiens tetap terlibat. Rentang perhatian rata-rata audiens sekitar 20 menit, maka rencanakan poin-poin pentingmu dengan tepat. Jika topiknya rumit, bagilah menjadi beberapa bagian yang mudah dicerna dan hindari memberikan informasi yang berlebihan kepada audiens. Selaraskan dengan jadwal dan pastikan pesanmu sesuai dengan waktu yang ditentukan. Jika memungkinkan, sertakan elemen interaktif atau jeda guna menjaga perhatian audiens dalam jangka waktu yang lebih lama. Dengan mengatur panjang dan tempo pesanmu, engkau dapat mempertahankan keterlibatan audiens sepanjang pembicaraanmu.
Untuk menyusun pesanmu agar beroleh rentang perhatian optimal, mulailah dengan pembukaan yang kuat dan memikat agar menarik dengan seketika. Uraikan secara singkat poin-poin utamamu di awal agar memberikan peta jalan pesanmu kepada audiens. Bagilah pesanmu menjadi segmen-segmen yang jelas dan ringkas, masing-masing dengan satu fokus perhatian. Gunakan transisi yang lembut antar segmen agar menjaga alur dan memelihara audiens supaya tetap mengikuti. Gabungkan cerita, contoh, atau alat bantu visual untuk menambah variasi dan mempertahankan minat. Dan akhiri dengan kesimpulan yang mengesankan, yang memperkuat pesan utamamu. Dengan menyusun pesanmu seperti ini, dapat membantu memastikanmu bahwa audiensmu tetap terlibat dari awal hingga akhir.

Prinsip kedua dalam hal memperhatikan keadaan ialah audiens. Apakah kita berbicara dengan kelompok atau individu? Bacalah audiens sebagaimana membaca keadaan dan situasi. Ada perbedaan saat dikau berbicara dengan kelompok dan kala dirimu berbincang dengan seseorang. Manakala dikau berada dalam sekelompok orang, engkau akan sulit meyakinkan mereka. Lihatlah contoh Ashabul Qaryah yang disebutkan dalam Surah Yasin. Allah mengutus seorang utusan ke suatu desa, dan penduduk desa itu menolaknya. Kemudian Dia mengutus yang lain, dan mereka juga menolaknya, mereka memenjarakan dan menyiksanya. Maka, Allah mengirimkan utusan ketiga untuk mendukung mereka melawan kelompok ini, namun tetap saja, mereka tak mau mendengarkan. Cerita berlanjut dengan orang lain dari desa yang menerima pesan tersebut dan berupaya meyakinkan penduduk desa. Kendati ia menggunakan logika dan emosi agar meyakinkannya, mereka tetap tak yakin. Ia terbunuh dan mendapat pahala di sisi Allah. Atau ingat Abu Thalib, paman Rasulullah (ﷺ) meninggal untuk agama ayahnya. Rasulullah (ﷺ) melakukan yang terbaik dan maksimal dalam mengundang pamannya 'revert' ke Islam, tapi Abu Jahal dan `Abdullah bin Abi Umaiya berkata kepada Abu Thalib, 'Akankah engkau meninggalkan agama `Abdul Muthalib?' Kecintaan Abu Thalib terhadap agama orangtuanya lebih kuat dari pada menyukai dan mengikuti kebenaran, sehingga ia mati dalam kemusyrikan dan menolak kembali ke Islam. Jika orang-orang berada dalam kelompok, akan sangat mungkin mereka sulit diyakinkan. Bila dikau hendak meyakinkan seseorang tentang sesuatu, dirimu perlu berbicara dengannya satu lawan satu atau mungkin dua.
Saat engkau mulai berbicara kepada kelompok audiensmu tentang Tauhid dan seusai perbincangan, boleh jadi, dikau akan mendapati dari pertanyaan mereka bahwa mereka tak tertarik pada Tauhid. Tak ada yang menanyakan pertanyaan apa pun tentang Tauhid, semua pertanyaan mereka terfokus pada apa tanggapan Islam tentang isu terbaru semisal platform media sosial, X, yang kini secara resmi membolehkan konten NSFW.

Platform ini telah mengupdate kebijakannya memperkenankan berbagi 'consensually produced adult nudity' atau 'sexual behaviour', asalkan 'dilabeli dengan wajar' dan 'tak ditampilkan secara menyolok'. Perubahan ini mencakup konten visual dan tertulis, termasuk materi yang dibuat oleh AI, fotografi, atau animasi seperti kartun, hentai, atau anime. Pembaruan kebijakan ini, mengklarifikasi bahwa meskipun konten dewasa diperbolehkan, konten tersebut harus dibatasi agar tak mudah diakses oleh anak di bawah umur dan pengguna yang memilih tak melihat materi tersebut. Selain itu, X melarang konten yang mempromosikan eksploitasi, non-consensual acts, objektifikasi, atau segala bentuk kekerasan terhadap anak di bawah umur. Monetisasi konten dewasa dilarang, dan X menerapkan aturan melindungi pengguna, terutama anak di bawah umur, dari paparan materi tersebut. Konten dewasa non-consensual tetap dilarang, namun tentu saja kemampuan platform membedakan antara materi consensual [tindakan-tindakan dimana semua pihak yang terlibat telah memberikan kesepakatan eksplisit, terinformasi, dan sukarela dalam partisipasi. Prinsip inti dari tindakan konsensual merupakan kesepakatan timbal-balik dan menghormati otonomi masing -masing individu. Persetujuan harus jelas, terinformasi, dan dapat dibatalkan kapan saja, memastikan bahwa semua pihak nyaman dan bersedia terlibat dalam aktivitas] dan non-consensual [tindakan yang dilakukan tanpa kesepakatan eksplisit, terinformasi, dan sukarela dari pihak yang tuturt-serta. Tindakan -tindakan ini dapat terjadi dalam beragam konteks, termasuk interaksi fisik, seksual, emosional, atau psikologis, dan seringkali berbahaya, melanggar hak, otonomi, dan martabat individu] masih belum jelas.
NSFW singkatan dari 'Not Safe for Work (Gak Aman buat Kerja)'. Merujuk pada konten yang tak layak bagi lingkungan profesional atau publik, semisal tempat kerja atau lingkungan pendidikan. Konten NSFW biasanya mencakup: Konten Dewasa: Gambar, video, atau deskripsi eksplisit tentang aktivitas seksual; Profanity: Penggunaan bahasa eksplisit atau kata-kata yang tak pantas; Kekerasan: Penggambaran grafis kekerasan atau adegan berdarah; Topik Sensitif: Diskusi atau penggambaran topik yang dapat menyinggung atau mengganggu, semisal penggunaan narkoba atau pandangan politik ekstrem. Label ini membantu orang menghindari melihat konten tersebut di lingkungan yang mungkin tak pantas atau menyinggung orang lain, seperti di tempat kerja atau di tempat umum. Konten NSFW kerap berisi materi seksual eksplisit, nudity, kekerasan, atau topik sensitif lainnya. Penting memperhatikan konteks dan audiens saat menemukan atau berbagi konten NSFW.
Paparan konten seksual eksplisit dapat menimbulkan berbagai dampak, terutama pada pikiran anak muda. Paparan materi eksplisit secara rutin dapat menimbulkan ekspektasi yang tak realistis tentang seks, hubungan, dan citra tubuh. Ia dapat memunculkan pandangan yang menyimpang tentang apa yang dianggap normal atau yang diinginkan. Seiring berjalannya waktu, paparan berulang terhadap konten seksual dapat membuat individu menjadi tidak peka. Mereka mungkin menjadi kurang responsif terhadap rangsangan seksual, yang dapat berpengaruh pada keintiman dan hubungan di kehidupan nyata. Beberapa orang terpapar perilaku adiktif terkait dengan pornografi. Mereka mungkin mencari konten yang semakin ekstrem atau baru untuk mempertahankan gairah, sehingga berpotensi menimbulkan konsekuensi negatif. Rasa bersalah, malu, dan cemas adalah respons emosional yang umum terhadap konsumsi materi eksplisit. Perasaan ini dapat berefek pada 'mental well-being' secara keseluruhan.
Penggunaan konten NSFW secara berlebihan dapat membuat hubungan menjadi tegang. Pasangannya mungkin merasa dikhianati, tak aman, atau tak mampu karena pengguna mengonsumsi materi tersebut. Menonton konten eksplisit dapat menyebabkan objektifikasi orang lain, menjadikan mereka hanya objek seksual. Ekspektasi yang tak realistis terhadap penampilan fisik dan performa juga bisa muncul. Mengakses jenis konten NSFW tertentu mungkin melanggar hukum atau batasan etika. Penting menyadari implikasi hukumnya. Efek ini dapat bervariasi berdasarkan faktor individu, frekuensi paparan, dan konteks pribadi. Sangat penting mendekati topik ini dengan kesadaran dan kepekaan.
Waktunya tidak tepat ngomong soal Tauhid. Mereka berada dalam kelompok, maka kemungkinan besar mereka takkan mendengarkan dengan baik. Sebaliknya, engkau akan memberi mereka jawaban umum, dan setelah sesi pembicaraan dan jawaban, pergi dan berbicaralah dengan mereka secara individu. Sebagai individu, mereka akan mendengarkan, tetapi sebagai kelompok, mereka hanya menginginkan jawaban cepat lalu pergi. Maka, kita hendaknya berhati-hati membaca situasinya dan menentukan apakah topik kita sesuai bagi sekelompok orang atau lebih cocok untuk individu.
Sebagaimana seseorang yang menyerukan Islam hendakmya memilah waktu yang paling tepat untuk menyampaikan pesannya kepada khalayak tertentu, ia juga seyogyanya memilih lokasi yang paling sesuai. Lokasi tersebut dapat berupa aula umum, auditorium kampus, ruang kelas sekolah, masjid, aula pusat Islam, dll., atau dapat berupa restoran, kedai kopi, taman, pantai, di padang pasir, dll. Seseorang hendaknya memilih lokasi yang sesuai bagi jenis pesan yang hendak disampaikan. Apa yang diperbincangkan saat makan siang di restoran, mungkin tak sesuai bila berada di auditorium kampus dan sebaliknya.

Selain ilmu, agar dapat menjangkau para khalayak, dikau perlu memahami dengan baik tentang masyarakat dan budayanya. Secara umum, orang terbaik diajak bicara ialah seseorang yang berlatarbelakang yang sama. Kita bincangkan di episode berikutnya, biidznillah.”
Kutipan & Rujukan:
- Muhammad al-Jibaly, Closer than a Garment: Marital Intimacy According to the Pure Sunnah, 2002, Al-Kitaab & as-Sunnah Publishing
- Syaikh Rabee' al-Madkhalee, If You Obey Him You Will Be Guided, 2016, Miraath al-Anbiyya Publications
- Shaykh Rabee' ibn Haadi al Madkhali, Encouraging Harmony and Wisdom in Dawah and Warning From Discord, 2005, SalafiManhaj