Kutipan & Rujukan:"Suatu malam, cahayaku terfokus pada seorang importir muda, pada malam terakhir perjalanan pembelian perdananya ke Paris," sang Purnama memulai narasinya, yang mengikuti Basmalah dan Salam. "Ia, Arjuna, namun bukan yang ada dalam Jagad Pewayangan. Ada perbedaan tentang Arjuna yang kubicarakan dibanding wayang Arjunanya. Ada banyak penafsiran yang keliru tentang wayang Arjuna. Ia diperbandingkan dengan Don Juan. Arjuna bukanlah Don Juan, Casanova atau apapun bagi mereka yang mengabdikan hidupnya merayu cewek cantik. Mengapa? Sebab wayang itu, bahasa simbolik, bukan pertunjukan sejarah lahiriah, melainkan lakon spiritual yang abstrak. Karenanya, jangan terlalu dipandang eksplisit. Wayang itu, bahasa kehidupan.Arjuna bermakna air jernih dalam sebuah bejana [jun]. Ia merupakan simbol diri manusia yang berpikiran jernih, bagaikan jernihnya air dalam bejana. Ia juga bernama Kuntodi, yang bermakna panah tajam yang ampuh. Ia merupakan simbol dari manusia yang berjiwa dan berdaya-pikir tajam, melebihi tajamnya panah-sakti. Selan itu, ia dinamai pula, Janaka, yang bermakna lelaki atau kejantanan, baik secara biologis maupun watak dan perbuatan. Setiap lelaki, tentulah beristerikan wanita, jantan dengan betina, niscaya, setiap Janaka (lelaki) haruslah beristerikan Putri (perempuan). Wanita atau betina dalam jagad filsafat, merupakan simbol alkemi. Janaka atau Linggam dan kesaktian yang berupa tenaga dan kekuatan itu, tak terpisahkan. Pendek kata, Janaka atau Linggam itu, azas lelaki, sedang sakti dan Yoni itu, azas perempuan. Obelisk Monas di Merdeka Square, Jakarta, merupakan representasi Linggam dan Yoni.Wayang Arjuna merupakan wayang berbentuk polosan, tanpa emblem, tanda-pangkat ataupun ornamen dan perhiasan, namun justru itulah, ia disebut wayang terapik. Ia merepresentasikan masyarakat sipil atau masyarakat beradab. Dan sungguh, Arjunalah perlambang jiwa yang baik pekertinya, jantan perbuatannya dan mahasakti keprawiraannya.Lalu, bagaimana dengan Arjuna yang kita bicarakan? Arjuna kita ini, agak narsis, egonya di atas segalanya, lebih mementingkan bisnis dibanding yang lain, rada-rada bolot pula.Nah, ia bertemu dengan seorang cewek Prancis menawan di lift hotel. Telah sering disebutkan bahwa cewek-cewek Prancis, punya 'je ne sais quoi' tertentu [sesuatu, semisal kualitas menawan, yang tak dapat dijelaskan atau diungkapkan secara memadai] yang menunjukkan keanggunan percaya diri yang tak angkuh atau sombong, tetapi tetap hadir dengan ketajaman. Cewek Prancis dipandang sebagai lambang kepercayaan diri, gaya, dan kejetsetan. Namun, cewek yang ditemui Arjuna ini, kagak bisa ngomong English, dan tak satu pun dari mereka, dapat memahami sepatah kata pun yang diucapkan oleh yang lain.Tapi tenang, santai Brur, sang cewek dan saudagar kita yang cerdik, merancang alat komunikasi dalam peristiwa yang menarik tersebut. Mereka mengeluarkan pensil dan buku catatan, sang cewek menggambar sketsa taksi. Arjuna mengangguk setuju, dan mereka pergi numpang taksi ke Bois de Boulogne, sebuah taman umum luas, yang terletak di sepanjang tepi barat arondisemen ke-16 Paris, dekat pinggiran Boulogne-Billancourt dan Neuilly-sur-Seine. Lahan itu diserahkan ke kota Paris oleh Kaisar Napoleon III agar diubah menjadi taman umum pada tahun 1852.Di dalam taksi, sang cewek menggambar sesuatu—dan entah nyambung apa enggak— Arjuna berkata, 'Para narsis dan sosiopat itu, dua kepribadian yang teramat menggoda dan mengelabui di planet ini. Namun sebagian besar berfokus pada memanipulasi orang-orang di sekitar mereka, Dan mengapa seseorang menggunakan manipulasi agar memenuhi agendanya sendiri? Jawabannya sederhana: rasa-takut!Jelas bahwa para manipulator merasa takut bahwa mereka takkan pernah bisa mendapatkan hasil yang diinginkan dengan kemampuan mereka sendiri. Bahwa jika mereka bertindak secara etis, insan dan kehidupan, takkan memberi mereka imbalan secara positif. Modus operandi mereka berasal dari pandangan bahwa para insan itu, kehidupan, dan manusia diposisikan melawan mereka. Para manipulator merasa takut, semua orang dianggap musuh mereka dan meyakini bahwa hidup takkan selalu menguntungkan mereka, jika mereka bertindak sesuai.Ada rasa-takut bahwa sumber daya terbatas, dan andai mereka tak memperoleh sesuatu, orang lain bakalan mendapatkannya. Mereka pikir, inilah dunia anjing-makan-anjing dimana manusia harus dikontrol guna membantu mereka mencapai hasil yang diinginkan. Kontrol ini, bisa dalam bentuk apapun—emosional, psikologis, finansial atau praktis. Mereka ingin mengendalikan orang lain, sehingga mereka dapat mencapai agenda yang mereka inginkan dan menghilangkan rasa-takut mereka.Para manipulator terus-menerus hidup di bawah ketakutan dan ketidak-amanan. 'Bagaimana jika, hal ini tak terjadi?' 'Bagaimana bila pasanganku, meninggalkanku demi orang lain?' 'Bagaimana jika seseorang lebih unggul dibanding diriku?' Mereka ingin menang dan mengendalikan, sepanjang waktu, melawan rasa-takut yang melekat .Darimana rasa-takut ini berasal? Ia berasal dari perasaan tak berharga, yang mendalam. Hal tersebut semata diterjemahkan sebagai 'Tentu saja aku tak pantas menerima hal-hal baik dan orang lain dalam hidup ini, karenanya, hal-hal ini dan orang lain, bakal meninggalkanku. Agar mencegah mereka meninggalkanku, aku harus menggunakan teknik-teknik licik yang akan memberiku kendali mutlak atas orang lain dan segala sesuatu yang kuyakini tak pantas kuperoleh!' Singkatnya, pesan yang mendasarinya ialah, 'Aku tak pantas mendapatkan sesuatu dan orang lain!'Kurangnya hati-nurani, merupakan alasan mendasar lain tentang manipulasi. Ketika seseorang tak mampu menyadari bahwa ia bertanggungjawab atas realitas mereka sendiri, ada kecenderungan yang lebih besar, bekerja tanpa hati-nurani. Para manipulator tak percaya ada sistem yang adil. Pula, mereka telah berhenti berevolusi. Mereka tak belajar dari pengalaman sebelumnya atau berusaha mencapai keadaan yang sesuai antara emosi-batin dan kehidupan-eksternal.Mereka memandang manipulasi sebagai dunia yang aman dan sentosa guna mendapatkan hasil yang diinginkan, walau faktanya, hasil ini tak memberi mereka kepuasan di masa lalu. Secara emosional dan psikologis, dari waktu ke waktu, mereka terus kembali ke titik awal, mereka 'never learning their lesson.' Demi menghindari pembelajaran ini, mereka akan membuat alasan lain guna memanipulasi. Dengan demikian, mereka terperangkap dalam lingkaran setan ketidaklayakan atau ketidakpuasan, sehingga menciptakan kebutuhan manipulasi lain.Manipulasi tak memberikan hasil yang lebih dari perbaikan singkat awal, sebab tindakan manipulatif itu, tidak autentik, berimbang, atau efektif. Reaksi ini semata pertahanan terhadap rasa-sakit yang diderita, ketidaklayakan, ketakutan atau rasa tak aman. Dengan bermanipulatif, orang tersebut berusaha mengimbangi emosi ini.Manipulasi itu, tindakan yang disengaja, yang tak selaras dengan hati-nurani seseorang atau kebaikan yang lebih besar. Orang tersebut, tak beroperasi dengan pemahaman 'kita adalah satu,' yang bermakna bahwa ia berusaha mendapatkan melalui manipulasi, otentisitas ketimbang non-otentisitas. Apapun yang diperoleh melalui non-otentisitas, semata mengarah pada kemenangan tipis, memperparah permasalahan, kekosongan atau ketakutan dan ketidaklayakan. Hal ini membuat rasa tak pantas, yang lebih besar. Sekali lagi, ketidaklayakan itu, rasa takut tak pantas atas cinta dan penerimaan orang lain.Orang yang manipulatif, tak belajar, berevolusi, atau menyadari kekuatan originitasnya. Kurangnya kesadaran akan kekuatan originitas ini, dan kepantasan yang sebenarnya, bersumber dari pengenalan bahwa seseorang dihargai dan diterima apa adanya. Intinya, perasaan tak berharga, kerapkali menjadi inti dari manipulasi.Para insan sering memanipulasi guna melayani kebutuhan mereka, lantaran mereka tak mau membayar harga yang melekat pada tujuan mereka. Mereka sering berusaha mencapai tujuan atau melayani tujuan mereka, tanpa ingin memberikan kembali atau membayar harga sebagai imbalannya.Sebagai contoh, jika engkau tak ingin pasanganmu, meninggalkamu, hubunganmu akan berjalan lancar. Engkau seyogyanya memberi pasanganmu cinta, kasih-sayang, pengertian, waktu, kesetiaan, dorongan, inspirasi, masa depan yang aman, dan banyak lagi.Seorang manipulator, boleh jadi tak menginginkan pasangannya meninggalkan mereka, tetapi mereka tak ingin membayar harga demi mempertahankan hubungan yang bahagia, aman, dan sehat, dimana pasangan takkan pernah meninggalkannya. Mereka bisa saja tak mau setia atau menghabiskan banyak waktu dengan pasangannya, namun mereka mengharapkan pasangannya agar tetap ada. Ketika orang tak siap membayar harga agar mencapai apa yang mereka inginkan, mereka mungkin menggunakan teknik manipulasi atau culas guna mencapai tujuan ini, tanpa membayar harga yang melekat padanya.Demikian pula, jika orang yang manipulatif hendak dipromosikan di tempat kerjanya, ketimbang bekerja keras, tetap melewati jam kerja, meningkatkan keterampilan mereka atau mendapatkan gelar, mereka cuma akan memanipulasi jalan mereka ke posisi tersebut. Orang tersebut, tak siap membayar harga atau melakukan apa yang diperlukan, guna dipromosikan.Terkadang, telah mendarah-daging dalam batin seseorang bahwa hasrat itu, buruk, atau bahwa ia tak boleh punya keinginan apapun, karena itu membuat mereka terlihat egois. Manipulasi kemudian menjadi cara guna mendapatkan apa yang mereka inginkan atau butuhkan, bahkan tanpa memintanya.Para manipulator menyadari, ada harga yang melekat pada segala sesuatu. Seseorang takkan membantu mereka tanpa mengharapkan bantuan sebagai balasannya. Mereka takkan terus mendapatkan sesuatu jika mereka tak menunjukkan kebaikan dan rasa terima kasih. Seseorang takkan mencintai mereka atau berhubungan intim dengan mereka tanpa mendapatkan komitmen, kesetiaan, dan cinta sebagai balasannya. Manipulator mencoba mendorong keberuntungan mereka, dengan berusaha mendapatkan sesuatu tanpa membayar harga yang melekat padanya. Hal ini sering merupakan jalan keluar yang mudah.Alasan lain orang memanipulasi, lantaran mereka mengira, mereka dapat berkelit dari akal-bulus mereka, dan bahwa para korban, takkan menyadari bahwa mereka sedang dimanipulasi. Mereka juga yakin bahwa korban tak dapat berbuat apa-apa, meskipun penutup manipulasi mereka dibocorkan.Apa yang membuat para manipulator merasa bahwa mereka takkan tertangkap? Ada yang tampak sebagai orang yang tak tahu apa-apa, rentan, tidak aman, dan naif. Tipe orang seperti inilah yang dimangsa manipulator. Mereka percaya bahwa seseorang yang punya kepercayaan diri yang rendah, rasa harga diri yang rendah atau tak tahu apa-apa tentang cara-cara dunia, cenderung tak menyadari bahwa ia sedang dimanipulasi.Juga, manipulator tahu bahwa jika penutup manipulasi mereka dibocorkan, korban takkan bisa berbuat banyak. Mereka dengan cerdik memilih target yang rendah kepercayaan diri, penerimaan diri, citra tubuh atau rasa harga diri. Lebih mudah bermain pada kerentanan orang-orang ini daripada pada orang-orang yang tegas dan percaya diri, yang takkan membiarkan orang lain mengambil keuntungan dari mereka.Contohnya, seseorang punya kesadaran yang rendah tentang dinamika sosial, tak mudah memahami lelucon, tak mengidentifikasi lelucon lebih awal, tak dapat membedakan antara kesopanan yang tulus dan dorongan hasrat birahi, tak dapat mengetahui kapan seseorang benar-benar tertarik padanya. dan dinamika sosial dan interpersonal serupa lainnya. Orang itu lebih memungkinkan dimanipulasi.Para manipulator sangat menyadari bahwa korbannya, tak dapat berbuat apa-apa, walau jika mereka tak menyadari bahwa kelemahan mereka telah disalahgunakan. Mereka sering memanfaatkan ketidaktahuan korbannya dengan mengatakan bahwa mereka sedang membayangkan sesuatu atau mengarang sesuatu. Orang yang sudah tak mengerti dan tak yakin, cenderung tak mempertanyakan ide ini. Saat engkau telah terhuyung-huyung di bawah perasaan tak aman, tak tahu apa-apa, dan rentan, seberapa sulit bagi seorang manipulator memanfaatkan perasaan ini dengan memperkuatnya lebih jauh?Para manipulator memanipulasi lantaran mereka mengira bahwa mereka dapat menyakiti atau membuat korbannya sedih, lebih dari yang dapat menyakiti atau membuat sedih para korbannya. Mereka hampir selalu menargetkan orang-orang yang terlihat baik dan rentan. Saat orang tak menyadari ketidakjujuran yang ada dalam hubungan sosial, mereka tak benar-benar terbiasa dengan kesetiaan yang palsu. Hal ini tak membekali mereka dengan sarana menghadapi atau melawan ketidakjujuran, yang membuat mereka kurang sadar akan dimanipulasi.Ketika orang tak dapat menerima kekurangan mereka, atau tak menerima tanggungjawab atau akuntabilitas atas kesalahan mereka, ada kebutuhan yang melekat agar membuat orang lain merasa lebih rendah dibanding mereka.Jika manipulator tak cukup baik atau merasa tak puas akan diri mereka sendiri, ada keinginan membuat orang lain merasa sama-sama tak berharga atau tak puas tentang diri mereka sendiri. Kala seseorang percaya bahwa ia tak pantas bagi seseorang, mereka akan memanipulasi orang tersebut agar merasa tak pantas juga. Mereka lalu dapat mengendalikan persepsinya bahwa mereka membutuhkan manipulator dalam hidup mereka agar merasa pantas. Dengan merendahkan orang lain atau mendapatkan kendali atas orang lain, mereka mengalami bentuk superioritas semu. Jika mereka tak cukup baik bagi orang lain, mereka membuat orang lain merasa mereka tak cukup baik mempertahankan kendali atas mereka.Akibatnya, para manipulator tak ingin korbannya menyadari bahwa mereka [para manipulator] tak cukup baik atau tak pantas bagi mereka [para korban]. Oleh karenanya, para manipulator akan dengan hati-hati menumbuhkan perasaan tak berdaya dan tak berharga dalam diri korbannya agar membuat mereka tetap terikat padanya. Jika seseorang menyadari bahwa ia lebih menarik, cerdas, lebih kaya, mampu, efisien, mandiri dll, semakin tinggi kemungkinan mereka akan meninggalkan manipulator. Di sisi lain, jika manipulator menyuntikkan perasaan bahwa orang tersebut tak 'lengkap', mereka akan membutuhkan seseorang guna 'menyelesaikan' mereka.Para manipulator tak dapat menerima kekurangan mereka atau menghadapi kritik. Mereka sering bergulat dengan masalah psikologis yang mendalam atau rasa tak aman. Dengan memanipulasi orang lain, mereka tak harus menghadapi ketidakamanan mereka sendiri agar merasa lebih tinggi dari orang lain. Bagi seseorang yang bekerja dengan perspektif yang sangat sempit, bahkan sedikit koreksi, umpan balik atau kritik, bisa tampak seperti kekalahan besar.Orang yang memanipulasi, tak tahu bagaimana menghadapi kekalahan. Tatkala engkau ragu memberikan umpan-balik karena orang tersebut akan bersikap defensif atau meledakkan sesuatu melebihi proporsinya atau takkan mengambil sesuatu dengan semangat yang benar, itu mungkin pertanda engkau berurusan dengan seseorang yang tak bisa menerima kritik.Perhatikan bagaimana manipulator jarang mengungkapkan perasaan syukur atau terima kasih. Mereka merasa sulit berterima kasih kepada orang lain karena, menurut pandangan mereka, dengan melakukannya, mereka meningkatkan rasa kewajiban kepada orang lain, yang tak memberi mereka keunggulan dalam hubungan apa pun.Misalnya, jika engkau banyak berbuat kebaikan kepada seseorang, mereka merasa berkewajiban membalas kebaikan itu, yang menempatkanmu di atas mereka dalam dinamika hubungan, sampai mereka membalas budi. Manipulator tak hendak memberimu keunggulan dengan merasa berkewajiban kepadamu. Oleh sebab itu, mereka akan menunjukkan rasa terima kasih yang minimal, jadi engkau tak yakin bahwa engkau telah melakukan sesuatu yang besar bagi mereka, atau bahwa mereka punya kewajiban kepadamu. Idenya, agar selalu mengutamakanmu, dan perasaan berhutang budi kepadamu ini, tak membuat mereka merasa berada dalam pihak yang sama.Ketika para narsis dan sosiopat terjun ke dunia politik, mereka bakalan sangat berbahaya. Mereka ingin berada di atas—the very, very top—agar menjadi superior dan mendominasi orang lain dengan dorongan tanpa henti guna mendapatkan lebih banyak kekuasaan. Namun pola perilaku mereka, sangat mudah diprediksi, termasuk kejatuhan mereka yang tak terhindarkan, serta dramatis.' Arjuna kemudian diam, mereka telah sampai.Setelah cukup puas berjalan-jalan di Taman, sang cewek menggambar meja yang penuh dengan makanan dan botol anggur, dan manakala Arjuna mengangguk setuju, mereka menyantap makanan mewah di Maxim's.Usai makan-malam, sang cewek senang dengan sketsa yang Arjuna buat, tentang pasangan berdansa, maka mereka berdansa semalaman di klub malam Left Bank yang ternama.Akhirnya, sang cewek mengambil pensil dan, dengan lirikan sekilas pada pengawalnya yang cerdik, ia lanjut membuat gambar kasar, dari apa yang jelas-jelas dimaksudkan sebagai ranjang bertiang empat. Arjuna cuma menatap rekannya yang menawan dengan takjub."Sang Purnama mengakhiri ceritanya, "Tatkala Arjuna mengantarkan sang cewek pulang, saat ia mengucapkan selamat malam di depan pintu rumahnya, selama perjalanan panjang kembali ke hotelnya, dan bahkan dalam penerbangan pulang pada sore berikutnya, Arjuna masih belum memahami makna sketsa sang cewek, ia hanya selalu bertanya, 'Kok bisa ya, do'i tahu, gue berbisinis mebel?' Gitu doang. Wallahu a'lam."
- Brandon Cooper, Body Language Mastery, International Kindle Paperwhite
- Bill Eddy, Why We Elect Narcissists and Sociopaths, Berret-Koehler
- Ir. Sri Mulyono, Wayang dan Karakter Manusia - Nenek Moyang Kurawa dan Pandawa, CV Haji Masagung