Sabtu, 03 September 2022

Ketika Batara Guru Udah Nggak Tahan Lagi

"Mari kita lanjutkan cerita tentang Goro-goro," berkata Rembulan usai mengucapkan Basmalah dan Salam. "Syahdan, Omaran, sang saudagar, punya seorang anak-gadis berparas cantik, bernama Dewi Uma atau Umayi. Oleh karena Uma mendambakan kesaktian, maka ia selalu tirakatan dan bertapa-brata di puncak-puncak gunung, bahkan sering pula, berendam di pertemuan aliran sungai. Terkadang, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan, malahan bertahun-tahun. Saking tekun dan dengan sepenuh hatinya bertapa, wajahnya pun berbinar dan berjibun kaum Adam kasmaran padanya.
Karena kesaktiannya, maka orang-orang pun berduyun-duyun berguru padanya. Rumahnya selalu ramai dikunjungi orang, baik lelaki maupun perempuan, tua maupun muda. Di antara mereka, ada yang meminta restu agar dagangannya laris, cepat dapat jodoh, atau naik pangkat dan jabatan. Lantaran apa yang dikehendaki, dapat terwujud, maka ia dipandang sebagai orang suci di zamannya.

Suatu hari, Sang Hyang Jagad Girinata atau Batara Guru melihat Uma sedang rehat di sebuah gunung. Melihat paras-ayu Uma, Batara Guru tergoda. Awalnya, pendirian Uma sangat kekeh, sebab ia ingin mengembangkan 'ilmu kasempurnaannya' guna menolong sesama. Namun apa daya, takdir teiah menentukan, bahwa ia harus menghentikan prakteknya dan berganti jabatan menjadi isteri, bahkan menjadi ratu dari segala widadari. Pendek kata, ia menyerah pada kesaktian Batara Guru.
Di hari lain, Batara Guru bertamasya bersama istrinya, Dewi Uma, menunggang Lembu Andini mengarungi angkasa. Di atas Gandamayit Setra, dalam keindahan pemandangan senja hari, Batara Guru tergiur melihat betis istrinya. la lalu merayu Dewi Uma agar mau melayani hasratnya saat itu juga, di atas punggung Andini. Namun sang istri menolak. Selain karena malu, Dewi Uma menganggap perbuatan semacam itu, tak pantas dilakukan.

Batara Guru udah nggak tahan lagi, berahinya menggebu-gebu, akhirnya meneteslah Kama [benih] Batara Guru ke dalam samudra. Sialnya, Kama tersebut, tidak tepat sasaran. Seketika, air laut bergejolak. Kama Raja dewata itu, menjelma menjadi makhluk buas mengerikan. Dengan cepat, sang makhluk tumbuh membesar. la menyerang dan melahap apa saja. Ia menelan, mulai dari sepeda motor Kang Ojek yang mangkal di pangkalan, truk milik Bang Ucok, barang dagangan Uda Minang, sepatu dan seragam sekolah Cah Bagus dan Cah Ayu, hingga brambang goreng di dapur Emak-emak, segalanya ditenggak, tanpa ampun. 
Agar meredakan kekalutan yang terjadi. Batara Guru memerintahkan beberapa dewa membasmi sang makhluk. Namun tiada di antara para dewa yang mampu menghalanginya. Ada seorang dewa, yang selalu mengaku sebagai pembela wong cilik, ketika di wawancara oleh para wartawan, berkomentar, 'Kita memahami, keadaan ini memberatkan rakyat, tapi, situasi ini juga membebani anggaran belanja Batara Guru.' Alangkah anehnya, seorang dewata mengutip kata-kata para propagandis.

Sang makhluk ganas mengejar para dewa sampai ke Kahyangan Suralaya, tempat kediaman Batara Guru. Setelah berhadapan dengan Batara Guru, sang makhluk menuntut penjelasan, anak siapakah dirinya, dan apa nama ayahnya? Batara Guru yang telah mafhum, segera menyampaikan bahwa sang makhluk, anaknya yang terjadi oleh Kama yang tersalah. Batara Guru memberinya nama Kala, dan melantiknya sederajat dengan dewa, setara dengan anak-anaknya yang lain. Dengan demikian, ia bergelar Batara Kolo.

Konon, Kamasalah atau Batara Kolo, berwujud seperti berudu, kepalanya besar, matanya melotot mencuat keluar, dan berekor panjang, dari mulutnya, menyembur api laksana letusan gunung Krakatau.
Setelah itu, Batara Kolo mengajukan beberapa syarat dan ketentuan, ia meminta seorang isteri dan tempat tinggal. Nah, sebelumnya, Batara Guru dan Dewi Uma baru saja bertengkar. Dewi Uma, yang tadinya cantik jelita, dikutuk menjadi rasaksi yang bertaring, giginya runcing dengan angkuhnya laksana batu-karang rancung. Namanya diganti menjadi 'Durga' yang bermakna jahat. Batari Durga lalu diperintahkan menjadi Istri Batara Kolo. Mereka diberi tempat di Gandamayit Setra, di wilayah Hutan Krendawahana. Dan sebelum pamit, Batara Kolo meminta pula jatah makanan, dan diperkenankan oleh Batara Guru sebanyak 60 jenis manusia yang disebut Sukerta."

Sang Purnama menutup cerita dengan berkata, "Lantas, bagaimana dengan nasib para manusia? Nampaknya, mereka cukup puas dengan be-el-te, dihiasi dengan kata-kata propaganda yang bikin be-te. Wallahu a'lam."
Kutipan & Rujukan:
- Drs. H. Solichin dkk, Ensiklopedi Wayang Indonesia (J-K), Mitra Sarana Edukasi
- Ir. Sri Mulyono, Wayang dan Karakter Manusia - Nenek Moyang Kurawa dan Pandawa, CV Haji Masagung