Jumat, 30 September 2022

Hanoman Obhong : Melihat Sita

"Seringkali, kita tak melihat sesuatu itu, sebagaimana adanya. Persepsi kita tentang 'kenyataan', tak didasarkan pada sesuatu yang sebenarnya, melainkan versi yang disaring melalui lensa pengalaman kita," sang Purnama memulai sebuah tema. "Ada cerita tentang seorang anggota keluarga penguasa kota Termez. Telah lama ia berteman dengan seorang badut. Keduanya menjalin keterhubungan yang sesuai, tak ternoda selama bertahun-tahun. Sang badut membuatnya—yang lebih tua dan lebih tajir—tertawa setiap kali mereka saling-melihat, dan sang tajir melintir, selalu memastikan bahwa sang badut, ternafkahi dengan baik.
Suatu hari, saat mereka duduk-berdua, yang lebih tua, yang telah mendengar bahwa sang badut baru saja menikah dengan, maaf, seorang wanita rendahan, dan merasa bingung mengapa hal tersebut terjadi, bertanya kepada sang badut, 'Bestie, ada banyak wanita terhormat di kalangan kita, yang kukenal secara pribadi. Mengapa engkau tak bilang padaku agar meminta untukmu, juluran-tangan salah seorang dari mereka? Mengapa engkau seketika mengambil keputusan penting dan menikahi wanita yang bereputasi buruk?'
'Denmas tajir, engkau telah maklum bahwa aku telah menikahi sembilan wanita terkemuka!' jawabnya, tersenyum-kecut pada sang rekan yang peduli. 'Engkau mungkin memperhatikan pula, bahwa tak satupun yang tetap setia padaku, dan aku menceraikan mereka! Aku selalu merasakan patah-hati, dan tak sanggup lagi bila melihat istriku berselingkuh. Maka, aku memutuskan menikahi seorang wanita yang telah tercoreng arang di keningnya, tanpa perlu mengenalnya, dan mengambil kesempatan-kedua. Aku telah mengusahakan peruntunganku dengan menggunakan daya-pikir dan daya-nalarku; kali ini, aku sedang mencoba suatu kegilaan, sebagai alternatifnya!'
Melihat dengan jelas dan berkomunikasi secara efektif, bukanlah ilmu roket; melainkan straightforward-skills. Perangkat-otak kita, sejak lahir telah terporgram untuk keduanya. Namun lebih sering dari yang ingin kita akui, kita tak pernah mempergunakan keterampilan ini. Kita masuk ke terminal bandara yang keliru dan berusaha naik ke pesawat yang keliru pula, kita mengirim email ke penerima yang keliru dengan mengomongkan sesuatu yang tak sepantasnya kita tuturkan, kita kehilangan penggalan bukti-kunci, yang memelotot tepat ke muka kita. Mengapa? Sebab kita telah terprogram pula terhadap kekeliruan seperti itu. Otak kita dapat melihat begitu banyak, namun cuma sanggup memproses lebih sedikit.

Kemampuan melihat, memperhatikan apa yang sering tersedia tepat di depan kita, tak semata sebagai sarana mencegah bencana, melainkan pula, penanda dan prasyarat akan temuan dahsyat. Tak seperti para pahlawan di film-film lama dan dongeng-dongeng jagoan, kita tak perlu menjadi orang yang terkuat, tercepat, terpintar, terkaya, tertampan, atau paling beruntung agar maju atau tampil beda di dunia ini. Orang-orang tersukses di zaman modern ini, membuktikan bahwa atribut fisik apa yang kita miliki, tingkat pendidikan kita, profesi kita, maqam kehidupan kita, atau dimana tempat tinggal kita, bukanlah masalah. Kita dapat bertahan dan berkembang di saat ini, jika kita tahu cara melihat.
Melihat apa yang ada di luar sana, yang tak dipunyai orang lain. Melihat apa yang sebenarnya tiada. Melihat peluang, solusi, tanda peringatan, jalan tercepat, jalan keluar, kemenangan. Melihat apa yang penting. Bahkan jika kita tak menginginkan penghargaan, pengamatan yang tajam dan akurat, dapat menghasilkan penghargaan besar dan kecil dalam segala aspek kehidupan. Leonardo da Vinci mengaitkan semua pencapaian ilmiah dan artistiknya dengan konsep yang sama, yang disebutnya 'saper vedere'—tahu cara melihat. Kita mungkin juga menyebut bakatnya sebagai 'kecerdasan visual'.
Kedengarannya mudah bukan? Engkau cuma perlu melihat. Kita dilahirkan dengan kemampuan bawaan; dalam realita, tubuh kita melakukannya tanpa sadar. Jika matamu terbuka, engkau melihat. Namun ada lebih banyak proses neurobiologis ketimbang sekadar menjaga kelopak-mata tetap membeliak.

Kita tak 'melihat' dengan mata kita; kita melihat dengan otak kita—dan tentu saja dengan: sempena-hati, tapi dalam tema ini, mari kita fokus saja pada penglihatan mata. Kemampuan kita melihat, memahami apa yang kita lihat, dan bertindak berdasarkan informasi, bergantung pada kekuatan pemrosesan otak yang mengagumkan; kekuatan yang sepenuhnya bersandar pada koneksi saraf kita. Dengan asumsi semua kabel fisik kita sehat dan utuh, mengubah input visual menjadi gambar yang bermakna, membutuhkan waktu, yang bertambah lama seiring melajunya usia atau kurangnya penggunaan.
Para ilmuwan telah menemukan bahwa saat kita memperlambat atau berhenti melenturkan otot mental kita, kecepatan transmisi saraf, secara dramatis melambat, yang pada gilirannya menyebabkan penurunan kecepatan pemrosesan visual, kemampuan mendeteksi perubahan dan gerakan, dan kemampuan melakukan visualisasi pencarian. Lantaran otak kita mengendalikan setiap fungsi tubuh kita, setiap keterlambatan dalam pemrosesan saraf, akan menyebabkan pula keterlambatan pada sistem lain, termasuk apa yang kita lihat dan bagaimana kita bereaksi terhadapnya. Refleks dan waktu mengingat yang lebih lambat, tak semata disebabkan oleh penuaan fisik. Boleh jadi, kita kurang melatih otak kita atau tak menggunakannya dengan jalan yang benar.

Beruntung bagi kita semua, sepanjang hidup kita, otak terus-menerus membuat koneksi baru dan memperkuat koneksi lama berdasarkan pengalaman belajar . . . asalkan kita terus belajar. Para peneliti telah menemukan bahwa stimulasi environmental input—semisal mempelajari sesuatu yang baru, membaca tentang konsep yang menjadikanmu berpikir, atau memainkan segala jenis 'brain games'—akan meningkatkan pertumbuhan kortikal pada setiap usia, bahkan di antara manusia yang paling tua sekalipun. Sama seperti cognitive conditioning dapat digunakan untuk mencegah demensia, dapat dipakai pula mempertajam kemampuan kita untuk mengamati, memahami, dan berkomunikasi. Jika kita dapat menjaga indra dan akal kita dengan cepat, reaksi kita akan mengikuti, menjadikan kita karyawan yang lebih baik, pengemudi yang lebih baik, dan lebih mampu merawat diri kita sendiri dan orang lain lebih lama, selama hayat masih di kandung badan.
Ada banyak teknik guna merangsang indra kita dan mengobarkan neuron kita. Salah satunya, mempelajari Seni. Mengamati lukisan dan pahatan kuno—dan untuk yang ini, bagi seorang Muslim/Muslimah, diperlukan keberhati-hatian, sebaiknya berpegangan pada tuntunan syariah. Tapi mari kita bicarakan secara umum dulu—jelas bukanlah sesuatu yang pertamakali, yang terpikir oleh kebanyakan orang, dikala engkau menyampaikan bahwa kita akan membuat neuronnya berpijar dan meningkatkan kecepatan pemrosesan otaknya. Seni takkan berjalan-pergi begitu saja. Jika engkau hendak mempelajari perilaku manusia, engkau dapat mojok di suatu tempat di keramaian, memperhatikan para insan yang lalu-lalang: tebak siapa mereka, mengapa mereka berpakaian seperti itu, kemana perginya . . . dst dst sampai mereka hilang dari pandanganmu. Dan engkau takkan pernah tahu, engkau benar apa enggak. Atau, engkau dapat menganalisis karya-seni: siapanya, apanya, dimananya, kapannya, dan mengapanya. Sejarawan seni David Joselit menggambarkan seni sebagai 'timbunan pengalaman dan informasi, yang sangat tinggi.' Seni berisi semua yang kita butuhkan guna mengasah pengamatan, persepsi, dan keahlian komunikasi kita.
Jika engkau dapat berbicara tentang apa yang terjadi dalam sebuah karya seni, engkau dapat pula membincangkan tentang adegan kehidupan sehari-hari; Engkau dapat bertutur tentang ruang rapat dan ruang kelas, tempat kejadian perkara kriminal, dan lantai pabrik. Mendeskripsikan tentang apa yang engkau lihat dalam sebuah lukisan seorang wanita, yang mengenakan empat-lapis kerah kaku setinggi satu kaki, menggunakan keahlian yang sama seperti memvisualkankan apa yang engkau lihat di pasar luar negeri atau bandara internasional.
Seni memberi kita banyak sekali kesempatan menganalisis keadaan yang kompleks, serta situasi yang tampaknya lebih mudah. Ironisnya, seringkali yang sederhana, keseharian kita, dan keakraban yang sulit kita gambarkan, lantaran kita tak lagi memperhatikan apa yang membuatnya menarik atau tak biasa. Pada masa dewasa, kita menjadi lebih terbiasa dengan kompleksitas dunia sehingga yang menarik perhatian kita, hanya yang baru, yang inovatif, dan yang mendesak serta yang mendominasi bidang visi kita. Kita mengandalkan pengalaman dan intuisi ketimbang mencari nuansa dan detail yang dapat membuat perbedaan dalam kesuksesan kita. Namun hal-hal yang kita lihat dan negosiasikan secara teratur itulah, yang hendaknya kita selaraskan secara spesifik.
Seni membawa kita menjauh dari kehidupan kita sehari-hari guna memikirkan kembali bagaimana kita melihat dan memahami, serta berkomunikasi. Seni menginspirasi percakapan, terutama di saat ia membuat kita menggeliat. Coba perhatikan lukisan karya Salvador Dali, kita akan melihat gambar wanita yang hidungnya dimana-matanya dimana, lelaki memakai rol pengeriting-rambut dengan kukunya yang berkuteks, jam yang luluh di atas pohon, gajah berkaki laba-laba, dan lukisan orang banyak berteriak, mirip the Scream-nya Edvard Munch.
Bagian dari keindahan seni, terutama bagian yang lebih meresahkan, bahwa siapapun boleh mendiskusikannya. Engkau tak perlu menjadi sejarawan seni untuk mempercakapkan apa yang engkau lihat. Kita tak perlu mempelajari sapuan kuas atau palet atau periode sejarah. Kita semata menggunakan seni sebagai data visual yang dapat dikonfirmasi, berbicara tentang apa yang kita lihat—atau apa yang kita kira, kita lihat.

Kita semua melihat sesuatu secara berbeda. Namun kita selalu lupa, dan bertindak seolah-olah hanya ada satu cara yang benar untuk melihat. Namun, dengan menyadari bahwa kita semua rentan terhadap kerabunan yang tak disengaja dan kesalahan persepsi lainnya, kita tak dapat berasumsi bahwa orang lain melihat apa yang kita lihat, bahwa kita melihat apa yang mereka lihat, atau bahwa salah seorang dari kita, secara akurat melihat apa yang sebenarnya ada.
Tiada dua orang yang bakal melihat sesuatu, dengan cara yang persis sama. Segala sesuatu dimulai dari biologi yang kita warisi hingga bias yang kita pelajari mempengaruhi cara kita menghadapi dunia. Kita sebagai individu, tak semata mengamati, memperhatikan, dan mengumpulkan informasi secara berbeda, kita melihat pula, apa yang telah kita kumpulkan secara berbeda.

Persepsi ialah bagaimana kita menginterpretasikan informasi yang kita kumpulkan selama observasi; memandangnya sebagai filter internal. Persepsi bisa mewarnai, mengaburkan, atau mengubah apa yang benar-benar ada menjadi apa yang kita kira, sedang kita lihat. Sama seperti melihat, proses persepsi itu, lembut, otomatis, dan sulit dikenali, jika kita tak menyadarinya. Menyadari betapa mudahnya persepsi kita dapat berubah, dan tetap tak mau berubah, dapat membantu kita menyesuaikan diri dengannya. Filter perseptif kita dibentuk oleh pengalaman unik kita sendiri di dunia. Setiap orang, berbeda dengan orang lain, terkadang sangat liar.
Engkau takkan pernah bisa berasumsi bahwa orang lain mengalami hal yang sama sepertimu, kendatipun engkau ada di sana bersama mereka. Jika dua orang tua yang seumuran, dan berasal dari ras, kelas sosial ekonomi, dan lokasi fisik yang sama, tak melihat hal-hal dengan cara yang sama, pikirkan betapa berbedanya para manusia: majikan dan karyawan, pengacara dan jaksa, guru dan mahasiswa, dokter dan pasien, pengasuh dan anak-anak. Apa yang kita lihat, mungkin benar-benar berbeda dari apa yang dilihat orang di sebelah kita, apalagi orang di lapak sebelah sana, di seberang telepon, atau di belahan dunia lain. Apa yang mungkin tampak bagi kita, mungkin diabaikan oleh orang lain. Kita semuanya, makhluk subjektif, namun yang penting dicermati bahwa subjektivitas kita, dapat mewarnai 'kebenaran' dari apa yang kita lihat.

Perspektif, dari kata Latin perspicere, yang bermakna 'melihat melalui', didefinisikan sebagai sudut pandang darimana sesuatu, dipertimbangkan atau di evaluasi. Berasal dari abad keempat belas, kata perspektif awalnya dipakai menggambarkan objek fisik, khususnya kaca optik yang akan mengubah caramu melihat sesuatu. Perspektif teleskop, oleh karenanya, penggalan kaca lengkung sesungguhnya, yang ada di dalamnya. Kita dapat menggunakan definisi ini, untuk memikirkan perspektif dengan cara yang sama, sebagai lensa lain yang, melaluinya kita melihat.
Untuk mengubah cara kita melihat sesuatu, dan hal-hal yang kita lihat berubah, sangat penting bagi kita, mendekati data yang tersedia, dari setiap sudut fisik yang memungkinkan. Lihatlah ke belakang, ke bawah, ke sudut, dan ke luar halaman. Mundur, berjongkok, dan mengitarinya. Sesuatunya itu, tak selalu seperti yang terlihat, terutama pada pandangan pertama dari satu sudut. Dengan perspektif baru, gambar berubah sepenuhnya.
Setelah mengakses informasi dan menganalisis apa yang telah kita kumpulkan, sekarang, bagaimana kita memprioritaskan informasi itu, baik secara sadar atau tidak, akan langsung mempengaruhi tindakan kita. Segera setelah kita memiliki banyak titik data, kita punya pilihan: mana yang akan kita tindak lanjuti? Hasil tindakan kita, tak selalu berbentuk ekstrem dan fisik semisal memutuskan apakah akan menembak orang asing. Kita mungkin seyogyanya membuat keputusan yang tak terlalu mengancam jiwa, namun tetap kritis seperti menentukan bagian sumber daya mana yang akan kita curahkan untuk mengejar informasi, dan dalam urutan apa.
Secara mental atau fisik, kita tak dapat menindaklanjuti, memburu, atau menyelidiki setiap informasi yang kita temukan, setidaknya, tak sekaligus. Dalam meninjau batas kognitif otak manusia dan mitos multitasking, kita telah belajar bahwa seorang manusia, tak dapat melakukan banyak hal sekaligus. Kalau berjalan sambil ngomong sih, bolehlah.

Semua yang telah kita bicarakan itu, ada di dalam benak Hanoman saat melihat Sita. Ia sedang menimbang-nimbang, akankah segera mendekatinya, atau, menunda dulu sambil menunggu apa yang bakal terjadi selanjutnya. Dirinya merasa terdorong menghibur Sita. Tapi, bagaimana ia akan mendekatinya tanpa terlihat oleh para rakshasi? Namun, jika ia pulang kembali menyeberangi lautan tanpa berbicara dengan Sita, pangeran Rama bakalan sedih. Mungkin, Rama akan marah dan ngerujak Hanoman dengan tatapannya. Lebih buruk lagi, jika ia tak memberikan harapan kepada Sita dengan cepat, boleh jadi, Sita bunuh-diri sebelum Rama mendarat di pantai Alengka.
'Aku berwujud monyet kecil,' kata Hanoman pada diri sendiri. 'Sekalipun para penjaga melihatku, mereka akan mengira aku tak berbahaya. Aku hanya berharap, Sita tak menyangkaku sebagai Rahwana, yang nyamar jadi kera untuk menipunya.’
Ia termenung-menung, kala lamunan berpacu di hadapannya. 'Jika Sita menduga aku Rahwana atau rakshasa lainnya, ia mungkin bakal teriak. Setelah itu, pastilah, para rakshasi bakalan datang menangkapku. Bila aku terbunuh, Rama dan Sugriwa takkan pernah mendarat di Alengka, lantaran tiada lagi yang bisa melompati samudera. Semua akan sirna. Aku harus berhati-hati; waspadalah, waspadalah Hanoman, engkau tak menyadari, apa yang dipertaruhkan di sini, urusan keren bergantung padamu. Jangan membuat Sita terkejut, monyet kecil; bertindaklah perlahan-lahan.'

Ia lalu teringat sebuah cerita dari Kapi Jembawan, sang wanara-sepuh, 'Dulu, ada seorang pedagang kelontong yang punya seekor burung nuri hijau, yang cakep, yang nyanyiannya mengasyikkan dan yang sangat fasih celotehannya. Sang nuri, bukan sekadar pendamping idaman, melainkan pula, penjaga toko kelontong perfecto. Sepanjang hari, sang unggas mengawasi toko dan menyapa para pelanggan dengan ramah, menghibur, dan dengan demikian, meningkatkan penjualan toko kelontong.
Suatu hari, saat sang pedagang keluar makan siang, meninggalkan toko di bawah pengawasan sang nuri, mendadak seekor kucing meloncat masuk ke toko mengejar tikus, menakuti sang unggas. Tatkala sang nuri kabur menyelamatkan diri, ia menjatuhkan beberapa botol minyak almond dari rak, memecahkannya, sehingga sekujur tubuhnya dan lantai toko, berlumuran dan berceceran minyak.
Tak lama kemudian, sang pedagang kembali dan melihat tokonya berantakan, lantainya licin oleh tumpahan minyak dan sang nuri baper, mojok bertengger. Sekejap mata, sang pedagang kalap dan mengemplang kepala sang unggas sekuat tenaga. Sang nuri apes, yang sudah merasa bersalah dan tertekan oleh kekikukannya, tak dapat menahan rasa-malu, belum lagi, rasa-sakit akibat pukulan itu, maka ia langsung merontokkan seluruh bulu-bulu di kepalanya.
Segera setelah peristiwa pengkhianatan G-30S PKI, eh bukaan, maksudnya peristiwa minyak almond, sang nuri serius ngambek, mandek berceloteh dan bernyanyi. Sang pedagang kelontong menyadari alangkah berat kesalahannya melabrak sang nuri; tak semata kehilangan rekan cerianya, namun juga, menjadi September kelabu sepanjang sejarah, yang membatasi bisnisnya berkembang pesat. Tiada yang pantas disalahkan kecuali dirinya sendiri, kini ia terperanjat bahwa dirinya sendirilah, yang mengancam mata pencahariannya.
'Kuberharap, tanganku patah!' keluhnya pilu. 'Kok bisa-bisanya, aku memukul burung bersuara merduku seperti itu? Kok bisa-bisanya, aku berperilaku kejam seperti itu? Mbok yao...' seraya menepuk jidatnya.
Sang pedagang mulai bersedekah kepada setiap fakir-miskin yang melintasi tokonya, berharap bahwa tindakannya tersebut, sebagai pengumuman permohonan maafnya, dan burungnya nggak letoy lagi, serta bisa kembali mengeluarkan suaranya yang mempesona. Setelah tiga-hari tiga-malam menanggung sesal dan derita oleh diamnya sang nuri, sang pedagang beruntung. Seorang lelaki botak berbaju merah, masuk ke toko, dan seketika, sang nuri mulai berceloteh, 'Akankah engkau menumpahkan botol minyak almond juga?'
Segelintir pelanggan di toko, tertawan dan tersenyum pada sang nuri, yang dengan polosnya mengira bahwa sang lelaki berbaju merah, mengalami nasib yang sama seperti dirinya! Maklum, tampangnya minta dikasihani.
'Dear nuri-kecil yang baik-hati dan tidak sombong,' berkata salah seorang pelanggan dengan penuh kasih-sayang, 'jangan pernah menyamakan satu tindakan dengan tindakan lainnya. Seseorang tak boleh membandingkan dirinya dengan orang lain, meskipun mungkin tampak sama di permukaan kulit; sesungguhnya, takkan pernah ada seperti yang terlihat!'

Hanoman sangat berharap menemui Waidehi, nama lain Sita. Tak jauh darinya, Hanoman menyaksikan para rakshasi yang, serem banget. Ada yang bermata satu, banyak telinga, atau dengan telinga menutupi sekujur tubuhnya, tak bertelinga, atau bertelinga ibarat kerucut dan dengan hidung mancung membujur sepanjang kepala. Ada yang kepalanya besar, ada pula yang lehernya panjang dan bangsai. Ada yang rambutnya acak-acakan, tanpa rambut atau rambut bagaikan selimut. Ada yang bertelinga dan berdahi memanjang dan dengan payudara menjuntai. Ada yang berbibir dower dan berbibir mulai dari dagu. Ada yang wajahnya melempai dan ada yang lututnya mengampai. Ada yang pendek, tinggi, bongkok, cacat dan cebol.
Taringnya menyembul keluar dan mulutnya somplak. Ada yang bermata-hijau dan berwajah rompang. Ada yang berbentuk nggak keruan dan berkulit gelap. Yang berkulit hitam, suka marah, dan suka bertengkar. Mereka memegang tombak, paku, dan tongkat raksasa yang terbuat dari besi hitam. Ada yang berwajah mirip babi hutan, rusa, harimau, kerbau, dan serigala. Ada yang berkaki seperti gajah, unta dan kuda, serta ada yang kepalanya seperti tertarik ke dalam. Ada yang bertangan atau berkaki satu, lalu ada yang telinganya bak keledai dan kuda. Yang lain, bertelinga laksana lembu, gajah, dan monyet. Ada juga yang tak berhidung, yang lain berhidung besar. Beberapa yang berhidung horizontal, yang lain dengan hidung compeng. Ada pula yang berbelalai seperti gajah. Yang lain, hidungnya nempel ke jidat. Ada yang berkaki seperti gajah, yang lain berkaki rakshasa.Yang lain berkaki seperti sapi, yang lain berambut di kakinya. Ada yang berkepala dan berleher besar, yang lain punya dada dan perut yang besar. Ada yang bermulut dan bermata besar, yang lain berlidah dan berkuku panjang. Ada yang berwajah seperti kambing, gajah, sapi, dan babi. Ada yang berwajah seperti kuda, unta, dan keledai. Para rakshasi, bila dilirik, sangat menakutkan, mereka memegang tombak dan tongkat di tangan mereka. Mereka pemarah dan suka bergaduh. Gigi-giginya menonjol dan warna rambutnya seperti asap. Para rakshasi punya bentuk wajah yang cacat. Mereka selalu minum. Mereka menyukai daging dan arak.
Anggota tubuh mereka berlumuran serpihan daging dan darah. Mereka hidup dari daging dan darah. Sang wanara terbaik itu, melihat mereka. Tatapan mereka, sedemikian rupa, membuat bulu-kuduk bergidik.
Mereka duduk di sekitaran pohon besar berbatang besar. Hanoman memperhatikan sang ratu dan putri raja yang sempurna, putri sang prabu Janaka, duduk di bawah pohon. Ia tersiksa oleh kesedihan dan pancaran wajahnya telah memudar. Rambutnya terbalur kotoran. Ia laksana kartika yang jatuh ke tanah setelah kesohorannya musnah. Kedahsyatan karakternya membuatnya beruntung, namun ia tak melihat suaminya dan ia berada di tengah bencana. Ia, tanpa ornamen sempurna, ornamen cinta sang suami.

Perlahan, ia bersenandung lirih,

I hear him, before I go to sleep
[Aku mendengarnya, sebelum kupergi tidur]
And focus on the day that's been
[Dan fokus pada hari yang telah berlalu]
I realise he's there
[Kusadari, ia berada disana]
When I turn the light off and turn over
[Saat kumatikan lampu dan berpaling]

Nobody knows about my man
[Tiada yang tahu tentang kekasihku]
They think he's lost on some horizon
[Mereka kira, ia telah tersesat dalam sejenis cakrawala]
And suddenly I find myself
[Dan tiba-tiba kutemukan diriku]
Listening to a man I've never known before
[Mendengarkan lelaki yang belum pernah kukenal]
Telling me about the sea,  all his love, 'til eternity *)
[Bercerita tentang laut, seluruh cintanya, hingga kelanggengan]

Tiba-tiba terdengar suara, 'Sita, teruntuk akukah senandung itu?' Waidehi menoleh, itu Rahwana, dan ia menjawab, 'Idiih, siapa elu, bukan untukmu Rakshasa, itu buat Rama tauk!'"
Kutipan dan Rujukan:
- Ramesh Menon, The Ramayana: A modern Translation, HarperCollins
- Bibeck Debroy, The Valmiki Ramayana, Penguin Books
- Maryam Nafi (transl.), The Book of Rumi, 105 Stories and Fables, Hampton Roads Publishing
- Amy E. Herman, Visual Intelligence - Sharpen Your Perception, Change Your Life, Houghton Mifflin Harcourt
- John R. Searle, Seeing Things as They are - A Theory of Perception, Oxford University Press
*) "The Man with the Child in His Eyes" karya Kate Bush
[Bagian 9]
[Bagian 7]

Sabtu, 24 September 2022

Hanoman Obhong : Percakapan Sita dan Trijata

"Sayangnya, banyak peluang yang terlewatkan, tindakan kekerasan, dan penyimpangan penilaian, terjadi oleh persepsi yang tak akurat," tutur sang Purnama. "Persepsi itu, kemampuan melihat, mendengar, atau menyadari sesuatu melalui indera. Banyak orang kehilangan kesempatan berkomunikasi dengan orang lain, lantaran mereka sangat bergantung pada kesan awal. Kita mengumpulkan kesimpulan tentang orang lain, dari informasi yang kita terima dari mereka. Jika kita punya kesan yang negatif, kemungkinan besar, kita akan memandang orang tersebut, dengan cara yang negatif pula.

Masih bertengger di pohon sonokelingnya, Hanoman mengamati gerak-gerik tubuh Trijata, agar bisa lebih memahaminya. Bahasa tubuh dan persepsi itu, dua komponen yang sama dengan kesimpulan. Cara seseorang memposisikan diri, memegang lengan, atau bahkan menggerakkan mata, bisa diambil dengan cara tertentu. Meskipun memahami bahasa tubuh itu, bagian alami dari perkembangan sosial, persepsi selalu dapat diubah. Kita punya kemampuan besar dapat mengakui sesuatu tanpa langusng mengambil kesimpulan. Benar-benar mungkinkah hal ini, bila menafsirkan bahasa tubuh?
Tentu! Salah satu kunci utama membangun pemahaman itu, melepaskan sugesti yang terbentuk sebelumnya. Misalnya, seorang nona selalu berdiri dengan tangan disilangkan, mata menunduk, dan mulut terlipat ke bawah. Setelah melihatnya, engkau dapat menyimpulkan bahwa ia pemalu, kaku, dan tak ramah. Hal ini, boleh jadi menghalangimu berbincang dengannya. Kenyataannya, sang nona, jauh dari sifat sombong. Sebaliknya, ia menderita kecemasan sosial dan tak nyaman dalam keramaian. Ia merasa takut melakukan percakapan bila merasa dirinya tak aman. Ia sangat ingin berkawan, namun tak hendak melakukannya terlebuh dahulu. Keterputusan hubungan ini, menciptakan angin puyuh suudzon, yang mencegah hubungan tulus sesama manusia. Lantaran satu pihak mempersepsikan sang nona sombong, keduanya menghindari mencetuskan percakapan tanpa benar-benar mengenal kepribadiannya. Hal ini sering terjadi dan merupakan akibat kesalahpahaman.
Agar dapat menganalisis orang lain dengan benar, penting mencari pemahaman dengan gerakan tubuhmu sendiri. Dalam lingkungan sosial, cara kita memposisikan tubuh kita, dapat menjadikan perbedaan antara berteman dan menolaknya. Lantaran kita tak dapat melihat gerakan tubuh kita sebaik orang lain, penting menyelaraskan perasaan dan persepsi kita. Sering kali, kita bahkan mungkin tak menyadari sinyal diam yang kita berikan. Tentulah, kita punya kemampuan mengungkapkan emosi kita, namun kita semua tahu, bahwa kebenaran jarang terucapkan.
Sains telah membuktikan bahwa, kita memancarkan energi yang dapat dideteksi, dan bahkan menular. Saat energi batinmu merasa lelah atau bosan, penampilan luarmu akan memberikan bukti energi itu, terlepas dari betapa 'bersemangatnya' engkau. Teknologi telah memberi kita kesempatan besar menampilkan penolakan dengan pandangan sekilas di telepon. Misalnya, ketika seorang teman menceritakan sebuah kisah yang 100 persen tak engkau minati, kemungkinan engkau akan menggenggam ponsel dan mulai bertele-tele. Kata-katamu kadang terucap, 'Iya, iya,', tapi tindak-tandukmu, berbicara banyak. Engkau merasa bahwa engkau mendengarkan, padahal sebenarnya, engkau bersikap tak menghargai terhadap lawan bicaramu. Tanda ini, sering dianggap tak sopan dan dapat memunculkan kerenggangan persahabatan.
Tanda umum lainnya, menyilangkan lengan. Dalam kehidupan sosial, sikap ini dapat diterjemahkan sebagai, 'Aku tak ingin berada di sini.' Padahal kenyataannya, engkau boleh jadi, merasa kedinginan. Oleh karena hal seperti inilah yang engkau pamerkan, orang lain secara alami akan memandangmu sebagai orang yang tak dapat didekati. Seringkah dirimu bersikap seperti ini? Menyilangkan lengan itu, bentuk lain dari perlindungan. Hal ini hampir diibaratkan sebagai mekanisme kenyamanan yang kita lakukan di saat berada dalam situasi yang tak nyaman.
Contoh lain terjadi selama komunikasi satu lawan satu. Tidakkah engkau memperhatikan matamu kelayapan selama percakapan? Atau bahkan tanganmu diletakkan di dagumu, saat seseorang sedang berbicara? Itu menandakan ketidaktertarikan dan bisa jadi, sangat tak sopan kepada orang yang berbicara. Pada gilirannya, lawan bicaramu marah padamu, tanpa engkau sadari.
Inilah indikator yang jelas tentang bagaimana bahasa tubuh kita, sangat berpengaruh pada cara orang memandang kita. Pentingnya menyadari bagaimana posisi tubuhmu saat berbicara dengan orang lain itu, tanda rasa hormat yang tersembunyi. Salah satu cara fantastis menyadari gerakan tubuhmu, dengan mengingat tiga W: Who, What, dan When. Mari kita cermati satu per satu.

Who. Saat berbicara dengan orang lain, penting mengingat dengan siapa engkau berurusan. Teman dekatkah atau lawan jeniskah? Manajermukah atau bahkan orang yang lebih tua? Dalam banyak kasus, caramu memposisikan tubuhmu, bermakna segalanya. Ambil contoh, berbicara dengan manajermu. Adakah engkau mengetahui dirimu secara alami, menyilangkan lenganmu saat sang manajer mendekatimu? Hal ini menjadi caramu melindungi diri dari otoritas mereka, atau, engkau sebenarnya mungkin tak menyukai manajermu. Namun, engkau ingin mempertahankan pekerjaanmu dan malahan tampak tertarik dengan apa yangdia ucapkan. Contoh inilah, tatkala akting dan kesadaran memainkan peran utama.
Saat engkau melihat manajermu mendekat, perut-mulas mungkin terjadi. Engkau bahkan mungkin merasakan telapak-tanganmu dingin dan berkeringat. Daripada membiarkan perasaan itu menguasaimu, cukup akui saja, dan biarkan saja. Jangan berusaha memanipulasi perasaanmu, sebab akan menyebabkan kecemasan lebih lanjut. Sebaliknya, akui saja, dan letakkan tanganmu di samping dengan telapak tangan terbuka. Cobalah yang bernapas dengan baik dan tetap nyaman. Posisikan punggungmu tegak dengan bahu sejajar. Ciptakan sikap terbuka yang membuka pintu bagi percakapan.
What. Saat terlibat dalam percakapan, cobalah merasakan apa yang dilakukan tubuhmu. Mengepalkahkah tanganmu? Menegangkah wajahmu engkau rasakan seolah-olah engkau tak senang? Saat engkau menyadari apa yang dilakukan tubuhmu saat terlibat dalam percakapan, engkau akan dapat mengendalikan otot-otot tersebut. Satu pertanyaan penting yang dapat engkau tanyakan pada diri sendiri iaalah, 'Apa yang dikatakan tubuhku kepada orang lain saat ini?' Dengan melakukannya, engkau dapat segera mengubah cara orang lain memandangmu.
Where. Sangat penting menyadari dimana engkau berada saat berbicara dengan orang lain. Seringkali, suasana tertentu, mungkin memerlukan perilaku tertentu. Misalnya, selama kencan buta, akan sangat tak sopan jika Anda mengerutkan dahi dan alis oleh muak dengan penampilan teman kencanmu. Tentu, mungkin itu bukan yang engkau harapkan, namun janganlah pernah pernah ingin menampakkan emosi batinmu. Pada kesempatan lain, engkau takkan berjalan, saat berada di pemakaman, dengan senyum lebar dan tangan terbuka. Bahkan jika engkau hampir tak mengenal sang mendiang, sikap itu mungkin tampak tak berperasaan bagi keluarga yang berduka. Menghubungkan antara apa yang dilakukan tubuhmu dan mengingat dimana engkau berada, sangat penting bagi reputasimu.
Kesadaran tubuh [Body Awareness: perasaan bahwa kita memiliki tubuh kita sendiri] itu, kunci menavigasi duniamu. Ia merupakan pemahaman tentang bagian-bagian yang membentuk tubuh seseorang, di mana ia berada, bagaimana perasaannya, dan bahkan apa yang dapat ia lakukan. Kegiatan tertentu seperti yoga dan senam pilates, membantu menghubungkan jembatan antara tubuh dan pikiran. Saat melakukan latihan ini, engkau secara mental menyadari posisi tubuhmu. Engkau punya kendali penuh atas keseimbanganmu, yang memperkuat otot mental dan fisikmu. Turut-serta dalam kegiatan ini, secara teratur dapat membantu memahami gerakan tubuhmu. Hal ini akan berguna ketika mengevaluasi apa yang dilakukan tubuhmu dalam lingkungan sosial.
Untuk mengasah latihan propriocepsimu sendiri di rumah, mulailah dengan menyeimbangkan dengan satu kaki. Apa yang lenganmu lakukan? Jari-jarimu? Adakah rasa kesemutan di kakimu yang lain? Larutlah dengan bagaimana tubuhmu bekerjasama agar membuatmu tetap seimbang. Dengan mengulangi latihan sederhana ini setiap hari, engkau akan mulai memperhatikan gerakan bahkan bagian terkecil dari tubuhmu.
Untuk memahami sepenuhnya bahasa tubuh orang lain, engkau hendaknya terhubung dengan gerakan dirimu. Bahasa tubuh lebih dari sekedar gerakan membaca. Ia menghubungkan makna yang lebih dalam terhadap postur tubuh yang dapat berbicara banyak ke dalam emosi seseorang.

Mematahkan kesan yang telah terbentuk sebelumnya tentang perilaku tertentu, berhubungan dengan melenyapkan proses berpikir satu-arah. Sebagai perlawanan terhadap semata memberi satu makna pada gerakan tubuh tertentu, buka pikiranmu terhadap kemungkinan latarbelakang lain di balik perilaku. Faktor lingkungan, boleh jadi dapat mengubah makna bahasa tubuh tradisional. Lengan yang disilangkan, biasanya diterjemahkan menjadi perasaan kesadaran diri atau ketidaksetujuan. Namun, di ruangan yang sangat dingin, samakh maknanya? Saat berbicara dengan seorang teman di hari yang cerah, bila pandangannya mengarah ke samping, dapatkah bermakna ia berbohong? Atau bisakah matahari bersinar sangat cerah? Faktor situasional, penting pula agar dapat menarik kesimpulan yang pasti. Memutus kontak-mata, bukan berarti secara otomatis, kawanmu tak tertarik dengan percakapanmu. Mungkin mereka lelah atau dibanjiri masalah pribadi saat ini. Sangat penting bersikap fleksibel dengan caramu memandang perilaku. Dengan memahami bahwa selalu ada latarbelakang di balik segala sesuatu, engkau akan belajar memberi orang lain manfaat dari keraguan.
Pepatah tradisional, 'Engkau tak bisa menilai buku dari sampulnya,' sangat penting guna menjalin hubungan sosial. Wanita dengan alis mengernyit, mulut mencibir, dan punya lipatan mata [hooded eyes], dapat meninggalkan kesan bahwa ia selalu marah. Namun, setelah mengenalnya, engkau menyadari bahwa ia sangat ramah. Mungkin, itulah struktur alami wajahnya. Hal yang sama berlaku pula bagi lelaki yang melakukan kontak mata yang dalam, mencondongkan tubuh ke arah subjeknya, dan menyentuh tangan saat ia berbicara. Petunjuk-petunjuk ini, mungkin menunjukkan bahwa ia secara romantis tertarik pada siapapun yang ia ajak bicara. Pada kenyataannya, barangkali, begitulah caranya menunjukkan minat dalam percakapan. Hampir bisa disamakan dengan rasa-hormat.
Perbedaan budaya dapat mempengaruhi bagaimana kita memandang perilaku tertentu. Misalnya, di Amerika Serikat, kita biasanya menganggukkan kepala yang menandakan, "Ya." Namun, dalam budaya Yunani, anggukan kepala bermakna 'Tidak.' Di Portugal, orang mungkin menarik telinga mereka ketika sesuatu terasa lezat. Lucu, namun benar, orang Italia menafsirkannya sebagai langkah sugestif dengan nada seksual. Orang Eropa berciuman secara terbuka di depan umum, sedangkan negara-negara tradisional Asia, memandangnya sebagai hal yang tak pantas di depan umum. Lelaki yang disebutkan sebelumnya, yang tingkah lakunya mungkin sugestif, boleh jadi tumbuh di sekitar kaum wanita. Ibunya, tak diragukan lagi, mengajarinya cara memperlihatkan respek dan minat kepada orang-orang yang ia ajak bicara. Meskipun gerakannya terlihat genit, ia semata bertindak berdasarkan dorongan alami. Saat menganalisis orang lain, penting diingat bahwa setiap orang berasal dari keluarga berbeda yang menerapkan ekspektasi perilaku yang berbeda. Ada keluarga yang mungkin berkomunikasi dengan sentuhan dan pelukan hangat, sementara yang lain, menjaga jarak dengan hormat. Sebelum tersinggung, pertimbangkan bagaimana mereka dibesarkan dalam hubungannya dengan kepribadian mereka. Mungkin mereka benar-benar menyukaimu, tapi mereka menunjukkannya, dengan cara unik mereka sendiri.
Cara lain melenyapkan persepsi negatif awal, dengan mengenal orang tersebut. Tentu, seseorang mungkin terlihat kasar, pemalu, menyendiri, atau bahkan marah. Namun, kurang pantaskah mereka berhubungan sosial denganmu? Adakah mereka melakukan sesuatu yang konkret, yang mencegahmu bergaul dengan mereka? Inisiasi awal memecahkan batu-es, mungkin menantang, tapi hasilnya sepadan.
Ada sejumlah besar pemecah-es yang dapat digunakan mendekati seseorang yang mungkin tampak tak bisa didekati. Dengan melakukannya, kita akan belajar bahwa, meskipun persepsilah kuncinya, pemahamanlah yang membentuk keterhubungan. Kita bisa melewatkan persahabatan yang penuh tujuan karena kesalahpahaman. Dengan meluangkan waktu tambahan memahami orang lain, maka kita akan memaklumi bahasa tubuh mereka. Kita akan mempelajari apa yang menyelubungi batin mereka. Inilah yang akan membantu kita, mengembangkan pikiran terbuka, saat membangun keterhubungan.

Trijata mendekati Sita dan berkata, 'Sita, dengarkan apa yang kumimpikan.' Meskipun ia tak ingin mendengarnya, tetapi Sita berdiri seraya menyeka air matanya, masih gemetar oleh pelarian-dirinya.
Matanya yang garang penuh impian, Trijata berkata, ‘Aku melihat Rama biru berbalut sutra putih yang mengalir. Ia mengenakan karangan bunga teratai putih, yang bukan berasal dari dunia ini. Duhai, ia sangat tampan di masa lalu. Ia duduk di kereta cakrawala, wilmana [sejenis wahana yang dapat terbang di angkasa] gading yang ditarik oleh angsa putih. Sita juga mengenakan pakaian putih kerajaan, dan ia duduk di sampingnya.
Lalu, aku melihat Rama mengendarai gajah bergading empat, putra Airawata. Sama mulianya dengan sang kakak, Laksmana berkuda di sampingnya melewati kedalaman belantara. Seseorang menunggu mereka di rawa yang tersembunyi di pusat belantara itu. Aku melihat wajah yang menunggu; Sita, kemudian Rama dan Laksmana datang kepadanya dengan gembira. Rama menempatkan Sita di atas gajahnya dan mereka terbang mengarungi angkasa, sebab anak-anak Airawata pergi ke arah sana.'
Rakshasi lainnya, yang mudah terpengaruh dan percaya takhayul oleh segala keganasan mereka, mendengarkan Trijata dengan penuh perhatian, mulut tebal mereka ternganga.
Sang rakshasi tua melanjutkan, 'Dalam mimpiku, mereka terbang ke gerbang Alengka. Aku melihat Rama dalam kereta emas yang ditarik oleh delapan ekor lembu jantan yang perkasa. Saat aku melihatnya, ia membuka mulutnya dan menelan bumi. Aku sangat ketakutan. Lalu ada lautan susu dimana-mana, dan gunung putih muncul darinya, sangat anggun. Rama menempatkan gajahnya di atas gunung itu, dan Laksmana serta Sita, berkuda bersamanya.
Aku melihat Rama, berkilau, tubuhnya terbuat dari cahaya, di istana yang megah. Ia duduk menghadap ke Timur di atas takhta emas. Ia dimahkotai oleh resi abadi, dan kumpulan dewa dan muni berkumpul menghadiri penobatannya. Sita duduk di samping Rama. Aktu tak tahu bahwa singgasana itu, salah satu bagian dari bumi ini, yang aku tahu, tiada satupun singgasana di Triloka, yang lebih tinggi daripada yang diduduki Rama.’
Memelankan suaranya menjadi bisikan, Trijata berkata kepada para rakshasi, 'Dengarkan aku; jangan berpikir menyakiti sehelaipun rambutnya. Ada alunan irama yang tak wajar dimana-mana, seperti yang belum pernah kudengar sebelumnya.
Aku melihat Rama, Sita dan Laksmana lagi, di puspaka wilmana, terbang ke Utara menembus angkasa.’
Trijata berhenti. ia melirik ke kiri dan ke kanan, memastikan tiada penjaga yang memasuki asokawana, tiada mata-mata Rahwana. Mengumpulkan para rakshasi lebih dekat, melingkarkan lengannya yang panjang di bahu mereka, ia berkata dengan bisikan sangat pelan, 'Aku melihat Rahwana berpakaian merah, bunga karavira di lehernya dan tubuhnya mengkilap dengan minyak. Aku melihatnya berteriak di langit jatuh dari wilmananya. Di bumi, ia mengenakan pakaian hitam dan ia diseret oleh seorang wanita berkulit gelap. Aku melihatnya duduk di kereta yang ditarik oleh keledai, dan ia pergi ke Selatan, ke Selatan. Ia meminum minyak dari botol di tangannya dan tertawa terbahak-bahak, seolah-olah ia telah kehilangan akal-sehatnya.
Aku melihat adik Rahwana, Kumbakarna, tenggelam di bawah ombak. Aku melihat semua putra raja kita, dibunuh.’
Trijata berpikir sejenak. Ia melanjutkan, 'Aku melihat adik Rahwana yang lain, Wibisana yang lembut, dan ia bercahaya laksana matahari di siang hari. Ia duduk dengan payung kerajaan terbentang di atasnya; ia mengenakan sutra putih kerajaan dan mahkota di atas kepalanya. Wibisana tiba dengan kepala tertunduk pada Rama di atas gajahnya.
Dengan apa yang kuketahui tentang mimpi, dan ia tak pernah berbohong, Rama bakalan datang ke Alengka, membunuh Rahwana dan membawa Sita kembali bersamanya. Tentara besar Alengka, akan luluh-lantak.
Akhirnya, tepat sebelum aku terbangun, aku melihat seekor kera, satu dari suku Wanara. Ia membakar Alengka kita dan menghanguskannya jadi debu.’

Masih dengan mulut ternganga, para rakshasi lain mendengarkannya. Para rakshasi yang telah siap membunuh Sita itu, ketakutan dengan apa yang dikatakan Trijata. Sebagian besar berjalan kembali ke kuil kecil, dan ada yang tertidur di bawah pilar-pilar bundarnya. Melihat mereka semua, Trijata melantunkan,

Wouldn't it be good to be in your shoes
Even if it was for just one day?
Wouldn't it be good if we could wish ourselves away?

Wouldn't it be good to be on your side?
The grass is always greener over there
Wouldn't it be good if we could live without a care? *)

Di pohon sononya, Hanoman berpikir, 'Bisakah omongan Trijata dipercaya? Sekalipun Trijata tercitra sebagai cahaya positif, namun beberapa versi mengabaikannya atau menganggapnya sebagai agen Rahwana. Jadi, semua akan terbukti seiring berjalannya waktu. Wallahu a'lam.'"
Kutipan dan Rujukan:
- Ramesh Menon, The Ramayana: A modern Translation, HarperCollins
- Bibeck Debroy, The Valmiki Ramayana, Penguin Books
- Brandon Cooper, Body Language Mastery, International Kindle Paperwhite
*) "Wouldn’t It Be Good" karya Nicholas Kershaw

Selasa, 20 September 2022

Hanoman Obhong : Bujuk-Rayu

"Barang beberapa saat, Hanoman menyaksikan Sita menangis tersedu. Lalu, khawatir akan para rakshasi yang tergeletak di sekitarnya, dan ia melihat dua yang terjaga, ia menyelinap pergi dan naik kembali ke pohon sonokelingnya. Hatinya dikuasai oleh rasa-kasihan dan amarah, dan tubuhnya sangat lelah, sang wanara kecil tertidur di dahan pohon yang bercabang itu," lanjut sang Purnama.
Fajar memecah cakrawala, dan seberkas cahaya pucat, membelah segara yang lelap, penuh mimpi, dari pulau Rahwana. Sang tuan-tanah Alengka, bangun dari tempat tidurnya. Ia mengacuhkan Mandodari, permaisurinya, ibu Indrajit. Ia mengenakan jubah sutra putih yang baru disiapkan untuknya. Mengenakan kalung dan gelang emas, saking gemerlapnya hingga menghilangkan sisa-sisa malam yang tersisa dengan sedih di dunia, ia keluar dari ruangannya. Ia berjalan melalui lorong-lorong yang tak berkesudahan, dan tiba melalui pintu masuk pribadinya sendiri di asokawana dimana hatinya tertawan.
Namun saat ia beranjak, bagaikan badai, melalui lorong-lorong antapura, ada yang sudah bangun: para betina cantik. Yaa cantik siih, tapi kan, lelembut yang bikin hati kecut. Sepanjang jalan melewati harem, mereka mendekatinya dengan belaian lembut; namun ia berjalan dengan tak sabar. Para wanita tersebut, mengikutinya ke asokawana, dalam kerumunan kecil. Ada yang membawa chamara, pengusir lalat, untuk mengipasinya, yang lain membawa lampu guna menerangi jalannya, sebab koridornya masih gelap.
Laksana Indra yang dikelilingi para apsara, Rahwana menyembul di fajar yang cerah. Tanpa nengok kiri-kanan, tanpa ngelirik laut sutra yang terbentang serupa wanita merana di bawah Alengka, sang Rakshasa langsung menuju kuil mungil berpilar putih, tempat Sita duduk nelangsa dan tanpa tidur sama sekali.
Hanoman menyembunyikan-diri di balik tirai dedaunan, dan menatap Rahwana. Jubah putihnya laksana buih di puncak lautan tampang dan kekuasaan yang keruh, yakni diri Rahwana sendiri. Di zamannya, Hanoman telah melihat raja-raja lain di dunia, namun tak pernah ada yang menawan dan mempesona sehebat Kaisar ini. Keagungan duduk santai di bahunya yang berdelan; ketenaran dan otoritas tak terukur, terpancar dari pusaran ronanya. Rahwana punya kekuatan yang mampu dengan sesuka-hati, tak memperlihatkan sembilan mukanya. Saat fajar hari ini, ia keluar mengenakan satu wajah, sebab ia tak mau mengambil risiko, tertampik oleh Sita. Kini, Hanoman melihat dengan lebih jelas, betapa megahnya sang Rakshasa: tinggi dan kelam, seganteng Kamajaya, putra Semar dengan Sengganidewi. Yaa ganteng siih, tapi kan Rakshasa berwajah sepuluh dan berlengan duapuluh.
Dengan segala keagungan hitam yang dikenakannya, wajah Rahwana kuyu dan layu. Tujuan satu-satunya yang ia bawa ke kuil kecil di asokawana, berseru bahwa Rahwana yang agung, secara garib ditaklukkan: kerajaannya yang luas, tak bermakna baginya, dibanding wanita yang duduk berduka di tempat bernaung itu. Sita telah menjadi semua kerajaan yang didambanya, seluruh jagad surga dan buminya. Rahwana menafaskan citra Sita; ia tidur dan terbangun dalam obsesif cinta.
Cinta obsesif, sepertinya menjadi puncak renjana, namun pandangan romantis ini, mengaburkan sisi gelap obsesi. Di dunia nyata, pecinta obsesif memanjat puncak harapan yang menggembirakan dan sensualitas yang meningkat, namun mereka pastilah membayar asa yang semu itu, dengan kekecewaan, kekosongan, dan keputusasaan.

Dari tempat bertenggernya, Hanoman bisa melihat ke dalam kuil kecil itu. Ia melihat wajah Sita memucat, dikala ia tahu, Rahwana telah tiba. Dengan cepat, dalam refleks ketakutan dan rasa-malu, ia menabirkan tubuhnya dengan kedua-lengannya. Laksana unggas yang ketakutan, matanya terbang ke sana kemari, menghindari tatapan membara Rahwana saat datang dan berdiri-tegak, serta rese di hadapannya. Rahwana menghela nafas. Dengan suaranya bagai gemuruh yang merdu, ia berkata, 'Setiap kali aku datang ke sini, engkau berusaha menyembunyikan keindahanmu dengan tanganmu. Namun bagiku, setiap bagian dari dirimu yang kutatap, sungguhlah indah. Engkaulah wanita sempurna; kecantikan berawal darimu. Hargai cintaku, Sita, dan engkau 'kan temukan, betapa dalamnya cintaku itu. Hidupku dimulai saat aku pertama kali melihatmu, tapi engkau memperlakukanku dengan sangat kejam.’
Sita tak berkata apa-apa, tak mau mengangkat pandangannya ke arahnya. Hanoman, sang wanara kecil di pohonnya, bergetar saat melihat dan mendengarnya.
'Engkau bilang, bukanlah suatu kehormatan bagiku saat menculikmu; akan tetapi, engkau lupa, aku rakshasa. Itu wajar, dan karenanya, sangatlah terhormat bagiku bila mengambil istri orang lain jika aku menginginkannya. Bahkan sangat terhormat bagiku, bila memaksakan diri padanya bila aku memilih. Itulah sifat dan perilaku rakshasa.’
Sita terkesiap. Seketika Rahwana menyesali apa yang telah diucapkannya. Ia meneruskan dengan lebih lembut, 'Aku takkan pernah memaksakan diri padamu, sebab aku mencintaimu. Aku akan menantimu, membalas cintaku, dengan rela, menyerahkan dirimu padaku. Engkaulah siang dan malamku, dan seluruh impianku. Aku merasa, aku belum pernah hidup hingga aku melihat wajahmu.
Lepaskan kesedihan yang keji ini; engkau dilahirkan menjadi ratunya ratu. Tak pantas bagimu, duduk di lantai polos seperti ini, dengan pakaianmu yang kotor, rambutmu yang kusam, wajahmu yang tertutup sekat kotoran, dan tubuhmu yang hampir mati kelaparan. Tak ada kesalahan yang melekat padamu karena mencintaimu seperti yang saya lakukan. Kesalahannya bukan terletak pada cintaku, tapi pada kesempurnaanmu.
Aku tak memintamu, membalas cintaku dengan hasrat yang sama seperti yang kumiliki untukmu. Tak pula pada bayangannya. Aku semata memintamu agar mulai berpikiran baik tentang diriku, memperdulikanku barang sedikit saja. Kumohon, kemarilah dan perintahlah istanaku sebagai satu-satunya ratuku. Yang lain bakal melayanimu sebagai para sakhi [saksi], termasuk Mandodari. Kukan menjadi pelayanmu. Segala sesuatu yang menjadi milikku, 'kan jadi milikmu.'

Namun sekali lagi, Sita mencabut sebilah rumput panjang dan meletakkannya antara dirinya dan Rahwana, bagaikan pedang yang terhunus. Sita berkata, 'Aku, istri lelaki lain, Rakshasa, dan suamikulah hidupku. Bagaimana bisa engkau menganggapku sebagai milikmu, padahal aku telah diberikan kepada Rama? Diberikan tak semata dalam hidup ini, melainkan untuk selamanya, dalam segala kehidupan yang telah ada, dan kelak, yang akan datang. Aku selalu menjadi milik Rama, dan akan selalu. Engkau punya banyak wanita cantik di dalam ruang haremmu; tidakkah engkau menjaga mereka dari tatapan nafsu lelaki lain? Tak terbayangkankah engkau, bahwa aku akan setia kepada Ramaku? Itu wajar bagiku, karena aku mencintainya. Engkau menghakimi kematian dirimu dan kerajaanmu. Tak adakah orang bijak di dalam sabhamu, yang menasihatimu, melawan kekonyolanmu?’
Rahwana tertawa, 'Mereka semua maklum, akulah hukum bagi diriku sendiri. Mereka tahu, aku tak tertaklukkan.’ Sita merasakan bahwa kaisar rakshasa ini, seorang narsistik terselubung. Perilaku narsistik biasanya dikaitkan dengan sifat-sifat yang berlebihan, mencari perhatian, dan manipulatif. Ada lebih dari satu jenis narsis, dan meskipun kata tersebut sangat umum digunakan akhir-akhir ini, tak semua narsis mengikuti satu pola perilaku tertentu. Narsisme ialah bentuk pelecehan yang sangat kompleks yang tak berkarakteristik 'satu ukuran untuk semua'. Narsis terselubung merupakan tipe narsis yang tak sesuai dengan stereotip, over-the-top, 'lihat aku, dunia berputar di sekelilingku,' kepribadian yang biasanya melekat pada seorang narsisis.
Ia menatap sekilas ke mata Rahwana dan, suaranya berkata lebih tegas, 'Engkau telah melanggar kebajikan dan hukuman bakalan datang padamu, lebih cepat dari yang engkau kira. Engkau tak tahu Rama; ia tak seperti yang engkau sangka. Engkau koar-koar tentang laut ini, 'kan menjadi penghalang antara diriku dan dirinya. Dengarkan aku, Rahwana, kendatipun samudera bintang terbentang di antara kami, Rama-ku bakalan datang mencariku.’
Sesuatu berkejap jauh di lubuk hati Rahwana, dan Sita menangkapnya melalui mata. Namun ia tak tahu, ketakutan atau kesedihankah itu, terlalu dalam untuk diukur.
'Tapi belum terlambat bagimu, Rakshasa. Bawalah aku pulang ke Rama dan ia akan memaafkanmu. Aku akan mengatakan kepadanya bahwa engkau tak menyakitiku. Diriku ini, bagian dari Rama sebagaimana cahaya matahari, bagian dari bintang-bintang. Tiada apapun di seluruh dunia, tiada alasan di zaman yang mennganga ini, yang 'kan membujukku, menyerah padamu. Bawalah aku kembali ke Rama, sebelum malapetaka, tiba di Alengka.’
Rahwana menatapnya heran. Ia melihat wanita di sekelilingnya, dan, menolehkan kembali kepalanya yang kelam, mulai tertawa. 'Akankah engkau menakut-nakuti, penguasa para rakshasa, yang namanya menggetarkan jagad-raya ini?'
'Raksasa, tiada jalan keluar bagimu, dimanapun. Pulangkan aku ke Rama dan minta maaflah padanya. Ia tak seburuk yang engkau kira; ia bakal memaafkanmu. Dengarkan aku, Rahwana, engkau tak tahu apa yang telah engkau lakukan.’
Senyuman di wajah Rahwana, seketika sirna. Pembuluh darah menonjol di pelipisnya oleh derita yang dimunculkan Sita. Kulitnya berganti pucat menyeramkan, bibirnya berkedut. Jauh di dalam matanya, murka yang mencekam dan kelembutan yang tak terucapkan, saling memburu; bayangan, gelap dan terang, melintas di wajahnya. Ia mengepalkan tinjunya dan menegakkan tubuhnya. Ia berkata kepada Sita dalam keheningan yang mendebarkan, 'Aku memberimu tenggat sebulan lagi, karena cintaku yang besar. Ingatlah agar berada dalam pelukanku sebelum tiga puluh hari itu, berlalu. Bila tidak, juru masakku, bakalan menyajikan kepingan-kepingan tubuhmu, sebagai sarapanku.’ Dan menoleh ke arah para rakshasinya, ia berteriak, ‘Bujuk ia, ancam ia; lakukan apapun yang engkau bisa! Tugas kalian, membuatnya datang kepadaku. Jika kalian gagal, aku akan mengambil nyawamu.’ Kemudian, salah seorang wanita favoritnya, permaisuri keduanya, Dhanyamalini, membawanya pergi. Setelah Rahwana pergi, Sita duduk dengan tenang, kehabisan tenaga. Seorang rakshasi membawakan makanan dan air. Ia makan sedikit dan minum secukupnya, agar tetap hidup.

Mari kuceritakan sedikit tentang Sitaji ini, cinta sri Rama. Konon, ia lahir dari perut sang pertiwi, Bumidewi, dan dibesarkan di antara para bijak. Berawal ketika musim tanam di Kerajaan Wideha. Para petani mengundang raja mereka, Janaka, menjadi orang pertama yang membajak tanah dengan cangkul emas. Mendengar bunyi lonceng, genderang, dan terompet kulit kerang, sang raja mengayun cangkulnya dan mulai menggarap tanah. Mendadak, sang raja berhenti. Susun-galur memunculkan tangan emas: jari-jemari kecil terangkat bagaikan daun ulam, seolah ditarik oleh sinar mentari. Janaka memindahkan kotoran yang melekat, dan menemukan, tersembunyi di dalam tanah yang lembut dan lembab, seorang bayi perempuan, sehat dan ceria, tersenyum gembira, seolah menunggu ditemukan.
Terlantarkah sang orok? Tidak, kata para petani, mereka yakin bahwa sang bayi merupakan anugerah dari Bumidewi kepada raja mereka, yang belum dikaruniai seorang anak. Tapi, jabang bayi tersebut, bukan buah dari benihnya—bagaimana bisa ia menjadi putrinya? 'Menjadi ayah,' kata Janaka, 'berasal dari hati, bukan dari benih.'
Janaka mengangkat sang bayi, yang berdeguk gembira dalam pelukannya. Meletakkannya sedekat mungkin ke dadanya, ia mengumumkan, 'Inilah Bhumija, putri pertiwi. Engkau boleh memanggilnya Maithili, putri Mithila, atau Waidehi, wanita dari Wideha, atau Janaki, ia yang memilih Janaka. Aku akan memanggilnya Sita, ia yang ditemukan di sebuah galur, ia yang memilihku menjadi ayahnya.’
Semua orang merasakan kegembiraan di hati mereka. Upacara tersebut benar-benar sukses. Sang raja tanpa anak, pulang ke istana sebagai seorang ayah. Itulah panen terbaik.

Beberapa tahun kemudian, hal yang menggembirakan semua orang, Janaina, sang permaisuri Raja, melahirkan seorang bayi perempuan—saudara perempuan, sekaligus sahabat Sita, Urmila. Sita dan Urmila tumbuh bersama sepupu mereka yang menyenangkan, Mandawi dan Srutakirti. Mereka, putri Raja Kusadhwaja, adik sang ayah. Mereka belajar tentang leluhur mereka, guna mengenali jati-diri bangsanya. Dan sesuai tradisi kerajaan, mereka berempat mempelajari segala macam seni yang penting bagi para tuan puteri. Namun mereka punya favorit masing-masing. Lukisan dan kaligrafi, kegemaran Mandawi. Bakat alami Urmila, menuntunnya mempelajari gerakan dan ritme. Ia seorang penari yang menakjubkan, dan suara gemerincing gelang kakinya, bergema-riang ke seluruh istana, setiap hari, sementara Srutakirti, menenun melodi manis dengan suara dan instrumennya, memikat semua orang yang mendengarkan musiknya. Sita tumbuh menjadi wanita jelita, pandai bernalar dan berargumen. Ia menghabiskan waktunya membaca dan merenung. Ia menyukai cara sejarah dan filsafat menantang otaknya, mengajarinya tentang hukum, tradisi, logika, dan hikmah.
Pertemuannya dengan Rama, merupakan sebuah takdir. Malam itu, saat ia tidur, Bumidewi muncul dalam mimpinya dan menghilangkan rasa-takutnya. Bumidewi memberitahunya bahwa seorang pangeran, ksatria, bakal menjadi lelaki impiannya. Maka, ia menyampaikan pada ayahnya bahwa ia ingin lelaki yang mampu mengangkat busur berat milik kakeknya—dan cuma Sita yang mampu mengangkatnya—dalam sebuah sayembara, akan menjadi suaminya. Dan tentu saja, Ramalah orang terakhir yang berdiri, yang memegangnya, seakan mainan belaka, dan ia menggunakan kekuatan sedemikian rupa, mengikatnya sehingga busur besar itu, patah jadi dua.
Suara patahan tersebut, laksana tepukan ribuan geledek. Semua orang mendengarnya, termasuk para penghuni langit dan para naga di bawah permukaan bumi. Semuanya tercengang. Berhasil atau gagalkah Rama? Semua mata tertuju pada Janaka. Dan ia berkata, 'Mulai hari ini, Rama, engkau akan dikenal sebagai kesayangan putri Janaka, Sita.' Hadirin pecah oleh sorak-sorai. Rama telah membuat semua orang terkesan: semua orang memujinya sebagai pengantin pria yang pantas bagi Sita. Maka, di hadapan Wiswamitra dan Parasurama, Sita mengalungkan bunga pada putra sulung Dasarata. Ia akan menjadi istri Rama, dan Rama akan menjadi suaminya.
Utusan berangkat ke Ayodhya dan Dasarata datang ke Mithila, ibukota Wideha, bersama gurunya, Wasista, dan dua putranya yang lain. Janaka punya ide yang masih berlaku di zamannya, ‘Engkau masih punya tiga putra dan keluargaku, punya tiga orang putri. Biarlah keempat bersaudara itu, menikahi empat kerabat perempuan dan biarlah rumahmu menyatu dengan rumahku.’
Dasarata menerima pinangan itu, dan pernikahan akbar diselenggarakan untuk menandai penggenapan empat pasangan. Laksmana menikahi Urmila, Bharata menikahi Mandawi, dan Satrugna menikahi Srutakirti. Janaka menyerahkan para putrinya kepada para putra Dasarata, seraya berkata, ‘Aku memberimu Lakshmi, kekayaan, yang akan membawakanmu kebahagiaan dan kemakmuran. Berilah aku Saraswati, kebijaksanaan. Biarlah aku belajar tentang sukacita melepaskan. Belajar kapan saatnya melepaskan, seringkali merupakan bagian yang paling sulit. Memutuskan bagaimana melepaskan, menjadi lebih mudah ketika engkau yakin, waktunya telah tiba, dan bahwa kebahagiaan masa depanmu, bergantung pada awal yang baru. Agar memfokuskan energimu guna hidup secara positif dan proaktif, engkau perlu belajar bagaimana 'to move on.' Bertahan itu, naluri alami manusia—dan merupakan pula cara penting menghentikan diri kita mengejar-ngejar tujuan. Karena pada akhirnya, tak tahu bagaimana 'to move on,' merugikanmu: ia mencegahmu mencapai potensi sejatimu.'
Maka, Rama dan Sita memulai pengembaraan. Berpisah dan bertemu kembali hingga ia masuk ke perut Bumidewi. Sesungguhnya, manusia berasal dari bagian bumi, dan kelak, bumi akan memintanya kembali. Dan saat bumi diguncangkan dengan guncangan yang dahsyat, atas perintah Rabb-nya, ia akan mengeluarkan isi perutnya. Dan segala urusan akan kembali kepada Sang Pencipta.

Saat Rahwana pergi, para rakshasi, mulai membujuk Sita lagi. Mereka tahu, majikan mereka takkan berpikir dua kali membunuh mereka jika Sita tak menyerah padanya. Mereka bukanlah permaisuri yang cantik, mereka wanita pembebas kasar yang menjaga tahanan wanita, rampasan perang majikannya. Terserah cara mereka meyakinkan tawanan yang lebih diinginkan dibawa kembali ke Alengka, bahwa jalan terbaik yang terbuka bagi mereka, menjadi pejabat publik. Di antara para rakshasi yang telah selesai melakukan tugasnya, beberapa yang menjabat sebagai menteri, wakil menteri, direktur dan komisaris badan usaha milik kekaisaran, penasehat kaisar, dan sejenisnya.
Usai pertemuan pagi antara Sita dan majikan mereka, para rakshasi dari asokawana terkejut. Mereka bertekad membujuknya, baik dengan cara yang halus maupun kasar, 'Wanita paling cantik akan memberikan apa saja demi menghabiskan malam di tempat tidur Rahwana; tapi engkau menolaknya.'
'Sia-sia.' ... 'Dan bodoh; ia tak tahu apa yang ia lakukan.' ... 'Makhluk bodoh, kecantikanmu membutakanmu dari kebenaran tentang keadaan burukmu. Tapi kecantikan tak bertahan lama. Jadilah ratu Rahwana, heh orang sombong, dan engkau akan bergeliman harta melebihi impianmu.' ... 'Dan kekuasaan.'
Mereka mendekatkan wajah bertaring mereka, membuat Sita muntah oleh nafas busuk mereka. Mereka menyeringai dan menggeram padanya; mereka mendesis di telinganya bagaikan ular. Sita menangis. Hanoman kecil duduk di pohonnya, dengan arif menahan-diri melakukan tindakan gegabah; meskipun darahnya mendidih dan ia ingin sekali mencabik-cabik para rakshasi itu.
Sita tahu bahwa para rakshasi berusaha memanipulasinya. Prinsip kunci pertama tentang manipulasi dapat mengidentifikasinya. Hukum pertama ialah bahwa orang akan menyerangmu, bila mereka menyangka bahwa engkau lemah. Hal kedua, bahwa orang-orang itu, merasakan kelemahan apapun dalam dirimu, guna mengetahui apakah mereka harus menyerangmu atau mundur. Dan yang terakhir, orang-oranglebih mengejar kemenangan yang mudah. Maka, orang akan merasakan apakah engkau lemah, dan kemudian mereka akan berpikir, apakah mereka harus menyerangmu atau tidak. Jika mereka merasa engkau akan menang mudah, maka mereka akan menyerangmu. Dan bila mereka berpikir bahwa mereka akan kalah dalam prosesnya, maka mereka akan mundur dan mencari korban yang lebih mudah. Dan masalahnya, orang-orang ini, mencoba merasakan kelemahamu. Jika mereka merasa bahwa engkau lemah, mereka akan menyerangmu, dan di situlah engkau harus menggunakan posisi bertahan sebagai posisi ofensif.
Manipulasi tak membuat orang melakukan apa yang engkau ingin mereka lakukan, melainkan membuat mereka, melakukan apa yang engkau ingin mereka lakukan. Banyak orang ingin memanipulasi orang lain demi keuntungan jangka pendek. Namun, seni manipulasi yang sejati, ditentukan oleh permainan panjang.

Sita berkata, 'Emang gue pikirin! Aku lebih baik mati daripada tak setia kepada Rama.’ Mereka menggeram selayaknya kawanan anjing liar, menggertak di sekelilingnya. Melihat alasan dan argumen itu, tak banyak berpengaruh pada Sita, mereka mulai mengancamnya. 'Betapa lezatnya makanan yang akan ia buat.' ... 'Ia terlalu lezat dibiarkan hidup.' ... 'Ia menyakiti raja kita. Ia takkan bangun atau tidur dengan tenang.' ... 'Mari kita potong dan bagi-bagi dagingnya yang lembut.'
Sita melompat dan, menutup telinganya, berlari keluar dari kuil kecil itu. Ia berdiri terengah-engah di bawah pohon asoka seperti rusa di teluk. Sekelompok rakshasis masih menggeram dan mengamuk.
'Dagingnya akan lebih baik kita makan.' ...'Ia sangat angkuh sehingga ia akan kedinginan di pelukannya.' ... 'Saat ia tahu ia sudah mati, ia akan sadar lagi.' ... 'Kita akan membantunya.' ... 'Jika kita tetap mati, mari kita bunuh dulu.' ... 'Mari kita lakukan sekarang; kebodohan ini sudah berlangsung terlalu lama.'
Para rakshasi mengalir keluar dari kuil kecil dengan nafsu membunuh dalam benak mereka. Sita melihat para rakshasi maju ke arahnya, mata mereka penuh dengan kematian. Ia mengerang. Ketika mereka hanya beberapa meter dari Sita, rakshasi tua bernama Trijata, terbangun dari mimpi aneh. Ia terbang keluar dari kuil kecil. Ia menampar keras dua rakshasi yang lebih muda. 'Sudah gilakah engkau? Ingin mati perlahankah engkau di ruang bawah tanah raja? Pergi, bodoh, dan dengarkan apa yang kukatakan padamu.’ Trijata, yang terkuat di antara mereka, pemimpin mereka, dan yang ditamparnya, menangis. Para rakshasi bubar dan masuk kembali ke kuil. Trijata—putri Wibisana dan menikah dengan Jembawan setelah Perang Alengka—selalu baik pada Sita, sejak Rahwana pertama kali membawanya ke asokawana. Seiring berjalannya waktu, dan Sita menolak setiap upaya Rahwana sang iblis merayunya, kebaikan Trijata telah tumbuh menjadi cinta yang mendalam.
Trijata berkata, 'Sita, aku akan meninggalkanmu sebentar, tenangkan dirimu.' Dan untuk menghibur Sita, sang rakshasi berdendang,

Pakai telor, nggak pakai telor
Cintamu bagai kolor yang kendor
Janji-janjimu selalu molor
Kau buat cintaku kendor

Pakai sayur, nggak pakai sayur
Cintamu bagai bedak yang luntur
Aku dan kamu nggak pernah akur
Lebih baik aku yang mundur

Aku bukan mie instant
Yang bisa mudah kaudapatkan
Di saat engkau butuh, di saat engkau mau
Harus ada untukmu *)

Di atas pohon sonokelingnya, Hanoman mengiringi dendang Trijata, dengan melambai-lambaikan kepalanya. Namun, saat itu, bukanlah waktu yang tepat mendekati Sita."
Kutipan dan Rujukan:
- Ramesh Menon, The Ramayana: A modern Translation, HarperCollins
- Bibeck Debroy, The Valmiki Ramayana, Penguin Books
- David Cliff More, Manipulation Techniques, International Kindle Paperwhite
- Devdutt Pattanaik, Sita: An Illustrated Retelling of the Ramayana, Penguin Books
*) "Mie Instant" karya Vic ILIR7

Senin, 19 September 2022

Hanoman Obhong : Big Data

"Sebelum fajar, Hanoman, yang telah berubah wujud jadi monyet kecil, melompat ringan dari atap ke atap, dan laksana halusinasi keperakan di hadapannya, ia menyaksikan siluet istana Rahwana, menantang segara yang sedang tidur. Seolah irisan dunia supranatural lain, terjatuh ke dalamnya. Menara dan kubah gemerlap, menjulang ke angkasa, seakan hendak meraih bintang-bintang. Di dalam istana besar itu, Hanoman merasakan sensasi kejahatan yang tak terbendung, rasa-dahaga akan kekuasaan yang tak terpuaskan, " Sang Purnama memulai lagi. "Melalui gerbang emas, dengan koral dan mutiara yang lebih besar dari yang pernah dilihatnya, ia melangkahkan kaki kecilnya ke antapura, kediaman para selir Rahwana. Ia menemukan sang Tuan-tanah Alengka, tak semata kolektor rakshasi. Di beberapa antapura tersebut, dipenuhi dengan gandharwa yang sedang bobok, cantiknya tak terkira; rambutnya berseri oleh cahaya bintang alami, yang merupakan warisan sejenis lelembut, dan kulit-halusnya, bagaikan hasil tenunan cahaya rembulan.
Di antapura lain, kinnari yang bertulang pipi-lebar dan berkaki-unggas, sedang molor, bila centaurus meliriknya, pastilah naksir. Di antapura berikutnya, ada kamar-kamar yang dipadati dengan naga dan ular hijau betina, sangat indah, dengan permata yang tertanam di kepala mereka yang sedang lelap. Hanoman tersadar bahwa semua wanita ini, kekasih Rahwana. Bagi sang wanara, tampaknya, mereka tak ditahan di sini sebagai tawanan; mereka tidur sangat nyenyak. Namun boleh jadi, mereka terlelap lantaran letih, memikirkan sprindik yang diperintahkan Rahwana.
Sang monyet kecil, menggelengkan kepalanya, beginilah cara takdir bekerja. Sang penguasa ini, yang punya selir-selir lezat dari setiap ras yang ada di Triloka; namun dirinya sendirilah yang memilih, mengadili kematiannya di tangan Rama. Dan Hanoman percaya bahwa, betapapun mustahil baginya sekarang, kematian 'kan menjelang, tanpa dapat dihindari oleh Rahwana.

Sang Fajar telah menyingsingkan lengan bajunya, dan Hanoman kecil sedang asyik berkeliling kota Rahwana. Sayup-sayup ia mendengar suara hiruk-pikuk dari Aula Besar. Ia datang mendekat, dan gerbangnya, terbentang spanduk besar bertuliskan 'Musyawarah Rakyat.' Seketika, Hanoman melompat ke atas atap, mengintip dari celah yang ada di atasnya. Ia melihat, sang Kaisar berdiri di podium, tetapi tak terlalu mendengarkan apa yang diucapkan Rahwana. Ia menyaksikan, bukanlah rakyat Alengka, melainkan para selirlah yang hadir di sana, berakting sebagai rakyat. Rahwana menyampaikan pidatonya, 'Apabila keadaan tak memungkinkan, aku akan mengangkat Indrajit sebagai Kaisar Alengka. Dan diriku-sendiri, akan menjadi wakil-kaisar. Akhirnya, perkenankan aku mengucapkan Selamat Milad kepada adik perempuanku, Sarpakenaka.' Kemudian, para hadirin berdiri melagukan 'Happy Birthday.'
Sedikit yang benar-benar tahu mengapa Rahwana dilukiskan sebagai sosok berkepala-sepuluh, berlengan dua-puluh, sebagai anti-hero terkondang. Raja Asura yang hebat, Mahabali, pernah menasihati Rahwana agar menghindari sepuluh emosi dasar: kemarahan; kesombongan; kecemburuan; kesenangan; kesedihan; ketakutan; keegoisan, kegairahan; keambisian dan kecerdasan berpikir. Mahabali berbicara panjang lebar tentang pengendalian pikiran dan penguasaan rasa, 'Amarahlah, emosi yang paling rendah. Ia mengaburkan intelek dan dapat membuatmu berbuat kekonyolan. Engkau menjadi buta terhadap nalar dan semata bereaksi dengan ragamu, tanpa berpikir-panjang. Inilah penyebab kegagalan dalam setiap bidang. Cabutlah kejahatan ini dari sistemmu.
Kesombongan, merupakan emosi dasar berikutnya. Kecongkakan berasal dari kesombongan dan membunuh pikiran dan visi yang jernih. Kesombongan membuatmu, meremehkan musuh dan melebih-lebihkan diri-sendiri. Kecemburuan itu, emosi yang keji, dan menguasainya merupakan salah satu tugas paling menantang yang diemban manusia. Kecemburuan memicumu menginginkan kerajaan, kekayaan, istri, dan ketenaran, yang dimiliki orang lain. Emosi ini, sejak lama telah mengakibatkan banyak perang, pertumpahan-darah dan air-mata.
Kesenangan dan kesedihan, semata dua kebenaran abadi, ibarat siang dan malam. Seorang dengan hati yang bersih dan kecerdasan superior, takkan pernah terpengaruh oleh emosi-emosi ini. Keduanya sama sekali bukanlah emosi dasar, melainkan refleksi pikiran kita, reaksi terhadap perspektif kita tentang hal-hal yang kita lihat, dengar, dan lakukan. Keseimbangan batin, tak hanya diinginkan dalam diri seorang pejuang, melainkan pula, sebuah keniscayaan. Tanpanya, engkau sama saja mati di medan laga.
Rasa-takut bukanlah emosi, melainkan penyakit. Ia menyebar dari pemimpin ke pengikutnya, dan sebaliknya. Dalam peperangan, tiada yang membunuh lebih banyak manusia daripada ketakutan. Apa yang ditakuti oleh seorang pejuang? Kematian? Kematian, pada akhirnya bukanlah apa yang semua orang alami. Ataukah luka yang engkau takuti? Apa yang lebih penting? Segelas darahmu atau nektar kemenangan? Pikirkanlah. Berpikir akan menghapus keraguan seperti itu.
Tiada yang lebih terkutuk daripada keegoisan. Seseorang yang mementingkan dirinya sendiri, orang yang paling ciloko. Mengapa seseorang dilahirkan? Semata makan-minum lalu jadi gemuk? Atau cuma berkembang-biak dan berlipat-ganda seumpama babi? Atau sekadar mengotori bumi yang baik ini, dengan limbah tubuhnya, dan kemudian mati tanpa bersuara di dunia ini? Apa gunanya hidupmu, jika tak menyalakan, setidaknya cahaya kecil, dalam kegelapan yang menghancurkan masyarakat kita. Celalah keegoisan yang keji ini.
Berahi-cinta atau nafsu itu, rantai yang menambatkanmu ke tonggak pencapaian keberpura-puraanmu. Seorang pejuang hendaknya semata fokus pada kemenangan saja. Ia seyogyanya menjadi satu-satunya kewajibanmu. Laksanakan tugasmu kepada rakyatmu, orangtua, istri, saudara-saudarimu dan Tuhan. Nafsu membuatmu lemah. Berahi memiliki ikatan tak terlihat, yang membawamu ke jurang kegagalan pada saat yang penting, ketika kemenangan dan kegagalan, berimbang. Waspadalah terhadap berahi-cinta.
Terakhir, kendalikan ambisimu. Rahwana, aku bisa melihat ambisi yang membara di matamu. Tapi jangan sembarangan. Ambillah hanya apa yang ditawarkan kehidupan padamu, sebagai milikmu sendiri. Biarkan hidupmu mengikuti arusnya sendiri. Bertujuanlah terhadap segala sesuatu dan berusahalah mencapainya, namun jagalah selalu kakimu, agar tetap berpijak kokoh di atas bumi. Timbang-timbanglah sebelum bertindak.
Satu-satunya hal yang pantas dipertahankan, ialah pikiranmu. Pikiranmu menyerap pengetahuan yang engkau peroleh dari guru-gurumu, buku-bukumu, dan kehidupanmu, dan menjernihkannya menjadi hikmah yang agung. Inilah yang hendaknya engkau kembangkan. Setiap menit hidupmu, seyogyanya berusaha memberi makan pikiranmu dengan masukan yang segar dan positif. Ia akan memberikan kejelasan pada visimu, dan kekuatan besar pada tindakanmu. Engkau bakal berbuat lebih sedikit kesalahan, dan juga, belajar lebih cepat darinya.
Namun waspadalah, jangan engkau jadikan intelekmu sebagai hiasan mulia belaka. Menghiasinya di depan dan atau di belakang namamu. Jangan jadikan nalarmu, mencari pembenaran ambisimu sendiri, atau menyembunyikann kebenaran dengan tangan-kirimu.'
Namun, dalam menanggapi Mahabali, Rahwana membenarkan dan bersukacita dengan mempunyai seluruh sepuluh aspek ini, sebab menjadikannya manusia pancen oye. Itulah sebabnya Rahwana digambarkan sebagai Dasamukha, atau yang bermuka sepuluh, sedangkan dua puluh tangannya, menunjukkan kejagoan dan kepiawaian. Dalam Jagad Pewayangan, umumnya, para raksasa digambarkan mempunyai satu tangan-kiri, sedang tangan kanannya, terikat. Maknanya bahwa tingkah-laku dan perbuatan para raksasa tersebut, selalu perbuatan yang 'ngiwa' [kekiri-kirian, namun tak ada hubungannya dengan tangan-kidal] atau perbuatan buruk. Boleh dikata, bahwa tiap raksasa selalu dicitrakan bertangan-satu, tangan-kiri, mata besarnya melotot-mencuat, ada pula yang sama sekali tak terbuka, 'wuta' [buta]; arogan, yang digambarkan kepala mendongak ke atas; mulut terbuka lebar dan memperlihatkan giginya yang rangah, menyiratkan suka mengancam atau mengintimidasi orang lain. Pokoke, menyiratkan watak yang serba-serakah, rakus, tak mau memandang orang lain atau angkara-murka. Mereka dikesankan 'buta, buteng [bernafsu], betah nganiaya.'

Selanjutnya, emsi mengumumkan bahwa pembicara selanjutnya adalah Wibisana, sebagai narasumber. Dan setelah berdiri di mimbar, ia berkata, 'Suka atau tidak, data memainkan peran yang semakin penting dalam seluruh kehidupan kita—dan perannya akan semakin besar. Kini, surat kabar punya bagian lengkap yang dikhususkan bagi data. Perusahaan memiliki tim dengan tugas eksklusif menganalisis datanya. Para penanam-modal membayar puluhan juta dolar kepada para perusahaan start-up, bilamana mereka sanggup menyimpan lebih banyak data. Bahkan jika engkau tak pernah belajar cara menjalankan regresi atau menghitung selang-kepercayaan, engkau bakal menemukan banyak data—di halaman-halaman yang engkau baca, rapat bisnis yang engkau hadiri, gosip yang engkau dengar di balik pendingin-air tempatmu minum. Banyak orang cemas dengan perkembangan ini. Mereka terintimidasi oleh data, mudah tersesat dan bimbang dalam dunia angka. Mereka mengira bahwa pemahaman kuantitatif tentang dunia itu, semata buat otak-kiri prodigy tertentu, bukan buat mereka. Saat mereka menemukan angka, seketika mereka berancang menutup lembar halaman, mengakhiri rapat, atau mengalihkan percakapan. Dan perkenankan aku menyampaikan ini: 'Ilmu data yang baik, tak sesulit yang dipikirkan orang. Ilmu data terbaik, pada kenyataannya, secara mengejutkan, intuitif. Apa yang membuat ilmu data intuitif? Pada intinya, ilmu data itu, tentang menemukan pola, dan memprediksi bagaimana satu variabel akan mempengaruhi yang lain. Orang melakukan ini, sepanjang waktu.Coba bayangkan, semasa engkau masih kecil, engkau akan teringat bahwa saat engkau menangis, ibumu memberikan perhatian padamu. Itulah ilmu data. Ketika engkau beranjak ke usia dewasa, engkau memperhatikan bahwa, bila engkau terlalu banyak mengeluh, bakalan sedikit orang yang mau bergaul denganmu. Itu juga ilmu data. Tatkala orang-orang kurang bergaul denganmu, cobalah perhatikan, engkau merasa kurang bahagia. Manakala engkau kurang bahagia, engkau kurang ramah. Dikala engkau kurang ramah, orang-orang semakin tak mau bergaul denganmu. Ilmu data. Dan engkaulah yang menjadi ilmuwan datanya.
Tapi tunggu dulu, kita sering salah tentang bagaimana dunia bekerja saat kita semata mengandalkan apa yang kita dengar atau alami sendiri. Saat mengandalkan insting, kita dapat pula terlempar oleh daya tarik dasar manusia dengan dramatisasi. Kita cenderung melebih-lebihkan prevalensi apapun yang membuat cerita yang mudah diingat. Misalnya, ketika ditanya dalam sebuah survei, orang-orang secara konsisten menempatkan tornado sebagai penyebab kematian yang lebih umum dibanding asma. Faktanya, asma menyebabkan sekitar tujuh puluh kali lebih banyak kematian. Kematian lantaran asma, tak menonjol—dan tak menjadi berita. Kematian akibat tornado, bisa. Kendati metodologi ilmu data yang baik, seringkali intuitif, hasilnya, seringkali kontra-intuitif. Ilmu data mengambil proses manusia yang alami dan intuitif—mendeteksi pola dan memahaminya—dan menyuntikkannya dengan steroid, yang berpotensi menunjukkan kepada kita, bahwa dunia bekerja dengan cara yang sama sekali berbeda dengan yang kita kira. Tujuan seorang ilmuwan data ialah memahami dunia. Usai kita menemukan hasil yang kontra-intuitif, kita dapat menggunakan lebih banyak ilmu data guna membantu kita, menjelaskan mengapa dunia, tak seperti yang terlihat.

Mari kita gali sejarahnya. Pada tahun 431 SM, Sparta menyatakan perang terhadap Athena. Thukidides, dalam catatannya tentang perang, menggambarkan bagaimana pasukan Plataia yang terkepung, yang setia kepada Athena, berencana melarikan-diri dengan memanjat tembok yang mengelilingi Plataia yang dibangun oleh pasukan Peloponnesia yang dipimpin Sparta. Agar dapat melakukannya, mereka perlu mengetahui seberapa tinggi tembok tersebut, sehingga mereka dapat membuat tangga dengan panjang yang sesuai. Sebagian besar tembok Peloponnesia telah ditutupi dengan kerikil kasar, namun ada bagian yang ditemukan dimana batu-bata masih terlihat jelas dan sejumlah besar tentara masing-masing diberi tugas menghitung lapisan batu bata terbuka ini. Bekerja pada jarak yang aman dari serangan musuh pasti menimbulkan kesalahan, namun seperti yang dijelaskan Thukidides, mengingat banyak penghitungan yang dilakukan, hasil yang paling sering muncul paling, benar. Hitungan yang paling sering terjadi ini, yang sekarang kita sebut sebagai kaidah, kemudian digunakan menghitung tinggi dinding, orang Plataia mengetahui ukuran batu-bata lokal yang digunakan, dan tangga dengan panjang yang dibutuhkan guna mengukur dinding yang dibangun. Hal ini memungkinkan kekuatan beberapa ratus orang untuk melarikan diri, dan babak inilah, yang mungkin dianggap sebagai contoh paling mengesankan dari pengumpulan dan analisis data bersejarah. Namun pengumpulan, penyimpanan, dan analisis data, ternyata telah ada sebelum Thukidides selama berabad-abad.
Takik telah ditemukan pada tongkat, batu, dan tulang sejak era Paleolitik Atas. Takik ini, dianggap mewakili data yang tersimpan sebagai tanda penghitungan, meskipun masih terbuka bagi perdebatan akademis. Boleh jadi, contoh yang paling masyhur ialah Tulang Ishango, ditemukan di Republik Demokratik Kongo pada tahun 1950, dan diperkirakan berusia sekitar 20.000 tahun. Tulang berlekuk ini, ditafsirkan secara beragam sebagai kalkulator atau kalender, meskipun ada yang lebih suka menjelaskan keberadaan Takik semata untuk memberikan contoh penggunaan data yang tak terbatas pada Eropa dan Afrika. Suku Inka dan para pendahulunya di Amerika Selatan, yang hendak mencatat statistik dengan tujuan pajak dan komersial, menggunakan sistem tali-ikat berwarna yang canggih dan rumit, yang disebut quipu, sebagai sistem akuntansi berbasis desimal. Benang-benang yang diikat, terbuat dari kapas berwarna cerah atau wol unta, berasal dari milenium ketiga sebelum Masehi, dan meskipun diketahui kurang dari seribu, selamat dari invasi Spanyol dan upaya untuk membasminya, itulah salah satu contoh pertama yang diketahui dari sistem penyimpanan data yang sangat besar. Algoritme komputer, kini sedang dikembangkan agar mencoba menkode makna penuh quipu dan meningkatkan pemahaman kita, tentang bagaimana ia digunakan.

Meskipun kita dapat menganggap dan menggambarkan sistem awal ini, sebagai penggunaan data, kata 'data' sebenarnya kata jamak yang berasal dari bahasa Latin, dengan 'datum' menjadi bentuk tunggal. 'Datum' jarang digunakan saat ini dan 'data' digunakan sebagai bentuk tunggal dan jamak. Kamus Bahasa Inggris Oxford mengaitkan penggunaan pertama istilah tersebut, dengan ilmuwan Inggris abad ke-17, Henry Hammond, dalam sebuah risalah keagamaan kontroversial yang diterbitkan pada tahun 1648. Di dalamnya, Hammond menggunakan frasa 'tumpukan data', dalam pengertian teologis, merujuk pada kebenaran agama yang tak terbantahkan. Namun, meskipun publikasi ini menonjol karena mewakili penggunaan pertama istilah 'data' dalam bahasa Inggris, publikasi ini, tak menangkap penggunaannya dalam pengertian modern, yang menunjukkan fakta dan angka tentang populasi yang diminati. 'Data', seperti yang sekarang kita pahami istilahnya, berasal dari revolusi ilmiah di abad ke-18 yang dipimpin oleh raksasa intelektual seperti Priestley, Newton, dan Lavoisier; dan, pada tahun 1809, mengikuti karya matematikawan sebelumnya, Gauss dan Laplace, meletakkan dasar matematika yang sangat tinggi bagi metodologi statistik modern.
Pada tingkat yang lebih praktis, sejumlah besar data, dikumpulkan di sekitar wabah kolera tahun 1854 di Broad Street, London, memungkinkan dokter John Snow memetakan wabah tersebut. Mengikuti pekerjaan John Snow, ahli epidemiologi dan ilmuwan sosial semakin menemukan data demografis yang sangat berharga guna tujuan penelitian, dan sensus yang sekarang dilakukan di banyak negara, membuktikan sumber informasi yang berguna.

Sebelum penggunaan komputer secara luas, data sensus, eksperimen ilmiah, atau survei sampel dan kuesioner yang dirancang dengan cermat, dicatat di atas kertas—sebuah proses yang memakan waktu dan mahal. Pengumpulan data, hanya dapat dilakukan setelah peneliti memutuskan pertanyaan mana yang mereka inginkan, dijawab oleh eksperimen atau survei mereka, dan data yang sangat terstruktur yang dihasilkan, ditranskripsikan ke atas kertas dalam baris dan kolom yang berurutan, kemudian dapat diterima dengan metode analisis statistik tradisional.
Istilah 'Internet' dan 'World Wide Web' sebenarnya sangat berbeda. Internet itu, suatu jaringan dari jaringan, terdiri dari komputer, jaringan komputer, jaringan area lokal (LAN), satelit, dan telepon seluler, serta perangkat elektronik lainnya, semuanya terhubung bersama dan dapat saling mengirim bundel data, yang mereka lakukan dengan menggunakan Alamat IP (Protokol Internet). World Wide Web (www, atau Web), sebagaimana dijelaskan oleh penemunya, T. J. Berners-Lee, sebagai 'sistem informasi global', memanfaatkan akses Internet sehingga semua orang yang memiliki komputer dan koneksi, dapat berkomunikasi dengan pengguna lain, melalui media seperti email, pesan instan, jejaring sosial, dan SMS. Pelanggan ISP (penyedia layanan Internet) dapat terhubung ke Internet dan mengakses Web dan banyak layanan lainnya.
Pada paruh pertama abad ke-20, beberapa data disimpan di komputer, membantu meringankan beberapa pekerjaan padat karya ini, namun melalui peluncuran World Wide Web (disingkat Web) pada tahun 1989, dan perkembangannya yang cepat, sehingga menjadi semakin layak menghasilkan, mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis data secara elektronik. Masalah yang tak terhindarkan, dihasilkan oleh volume data yang sangat besar yang dapat diakses oleh Web, kemudian perlu ditangani, dan kala pertama kita melihat bagaimana membedakan antara berbagai jenis data. Data yang kita peroleh dari Web, dapat diklasifikasikan sebagai terstruktur, tak terstruktur, atau semi-terstruktur.
Data terstruktur, dari jenis yang ditulis dengan tangan dan disimpan di buku catatan atau di lemari arsip, sekarang disimpan secara elektronik pada spreadsheet atau database, dan terdiri dari tabel bergaya spreadsheet dengan baris dan kolom, setiap baris menjadi catatan dan setiap kolom menjadi bidang yang ditentukan (misalnya nama, alamat, dan usia). Kita berkontribusi pada penyimpanan data terstruktur ini ketika, misalnya, kita memberikan informasi yang diperlukan untuk memesan barang secara online. Data yang terstruktur dan ditabulasi dengan hati-hati, relatif mudah dikelola dan dapat digunakan bagi analisis statistik, dan memang hingga saat ini, metode analisis statistik hanya dapat diterapkan pada data terstruktur.
Sebaliknya, data tak terstruktur, tak mudah dikategorikan dan mencakup foto, video, tweet, dan dokumen pengolah kata. Setelah penggunaan World Wide Web meluas, ternyata banyak sumber informasi potensial seperti ini, tetap tak dapat diakses lantaran tak memiliki struktur yang diperlukan guna menerapkan teknik analitik yang ada. Namun, dengan mengidentifikasi fitur-fitur utama, data yang tampak pada penampakan awal, tak terstruktur, boleh jadi tak sepenuhnya tanpa struktur. Email, misalnya, berisi metadata judul terstruktur, serta pesan yang sebenarnya tak terstruktur dalam hal teks, sehingga dapat diklasifikasikan sebagai data semi terstruktur. Tag metadata, yang pada dasarnya referensi deskriptif, dapat digunakan untuk menambahkan beberapa struktur ke data yang tak terstruktur. Menambahkan tag kata ke gambar di situs web membuatnya dapat diidentifikasi dan lebih mudah dicari. Data semi terstruktur, ditemukan pula dalam situs jejaring sosial, yang menggunakan tagar sehingga pesan (yang merupakan data tak terstruktur) tentang topik tertentu, dapat diidentifikasi. Berurusan dengan data yang tak terstruktur, merupakan tantangan: sebab tak dapat disimpan dalam database atau spreadsheet tradisional, alat khusus harus dikembangkan guna mengekstrak informasi yang berguna. Istilah 'ledakan data', mengacu pada semakin banyak data terstruktur, tak terstruktur, dan semi-terstruktur yang dihasilkan dari menit ke menit.

Sekitar 80 persen data dunia, tak terstruktur dalam bentuk teks, foto, dan gambar, sehingga tak sesuai dengan metode tradisional analisis data terstruktur. Sekarang, 'Big Data' digunakan untuk merujuk, tak semata apda jumlah total data yang dihasilkan dan disimpan secara elektronik, melainkan pula pada kumpulan data tertentu yang besar dalam ukuran dan kompleksitas, yang dengannya, teknik algoritme baru diperlukan untuk mengekstrak informasi yang berguna darinya. Kumpulan data besar ini, berasal dari sumber yang berbeda.
Seluruh data ini, berasal dari aliran, di antaranya, search-engine, data kesehatan, data real-time, data astronomi, dan lain sebagainya. Big Data digunakan secara luas dalam perdagangan dan kedokteran, dan diaplikasikan dalam hukum, sosiologi, pemasaran, kesehatan masyarakat, dan segala bidang ilmu alam. Sekarang, hampir tak mungkin mengambil bagian dalam kegiatan sehari-hari dan menghindari pengumpulan data pribadi secara elektronik. Belanja di supermarket mengumpulkan data tentang apa yang kita beli; maskapai penerbangan mengumpulkan informasi tentang pengaturan perjalanan kita, saat kita membeli tiket; dan bank mengumpulkan data keuangan kita. Data dalam segala bentuknya, berpotensi memberikan banyak informasi yang berguna, jika kita dapat mengembangkan cara mengekstraknya. Teknik baru yang menggabungkan statistik tradisional dan ilmu komputer, membuatnya semakin layak menganalisis kumpulan data yang besar. Teknik dan algoritma ini, dikembangkan oleh ahli statistik dan ilmuwan komputer untuk mencari pola dalam data. Menentukan pola mana yang penting adalah kunci keberhasilan analisis Big Data. Perubahan yang dibawa oleh era digital, telah secara substansial mengubah cara data dikumpulkan, disimpan, dan dianalisis. Revolusi Big Data, telah memberi kita mobil pintar dan pemantauan di rumah.

Big data tak terjadi begitu saja—berkaitan erat dengan perkembangan teknologi komputer. Di era digital, kita tak lagi sepenuhnya bergantung pada sampel, sebab kita seringkali dapat mengumpulkan semua data yang kita butuhkan dari seluruh populasi. Namun, ukuran kumpulan data yang semakin besar ini, tak dapat memberikan definisi untuk istilah 'Big Data'—kita hendaknya memasukkan kompleksitas dalam definisi apapun. Selain sampel 'data kecil' yang dibuat dengan hati-hati, kita sekarang berurusan dengan sejumlah besar data yang belum dikumpulkan dengan pertanyaan spesifik apapun dan seringkali tak terstruktur. Untuk mengkarakterisasi fitur kunci yang membentuk Big Data dan bergerak menuju definisi istilah, Doug Laney, menulis pada tahun 2001, mengusulkan menggunakan tiga 'v': volume, variasi, dan velocity. 'Volume' mengacu pada jumlah data elektronik yang sekarang dikumpulkan dan disimpan, yang tumbuh pada tingkat yang terus meningkat. Big data itu besar, tapi seberapa besar? Secara umum, kita dapat mengatakan bahwa kriteria volume terpenuhi jika kumpulan data sedemikian rupa, sehingga kita tak dapat mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisisnya menggunakan metode komputasi dan statistik tradisional. Berbagai macam data dikumpulkan oleh rumah sakit, militer, dan banyak perusahaan komersial untuk sejumlah tujuan, pada akhirnya semuanya dapat diklasifikasikan sebagai terstruktur, tak terstruktur, atau semi terstruktur. Velocity mengacu pada kecepatan dimana data diproses secara elektronik.

Mengapa Big Data penting? Big Data, big business. Pada 1920-an, J. Lyons and Co., sebuah perusahaan katering Inggris yang masyhur dengan kafe 'Corner House' mereka, mempekerjakan seorang matematikawan muda Universitas Cambridge, John Simmons, melakukan pekerjaan statistik. Pada tahun 1947, Raymond Thompson dan Oliver Standingford, keduanya direkrut oleh Simmons, diutus dalam kunjungan pencarian fakta ke AS. Pada kunjungan inilah, mereka pertama kali mengetahui komputer elektronik dan potensinya melakukan perhitungan rutin. Simmons, terkesan dengan temuan mereka, berusaha membujuk Lyons membeli komputer.
Kolaborasi dengan Maurice Wilkes yang saat itu terlibat dalam pembangunan Electronic Delay Storage Automatic Computer (EDSAC) di University of Cambridge, menghasilkan Lyons Electronic Office. Komputer ini, berjalan pada kartu berlubang dan pertama kali digunakan oleh Lyons pada tahun 1951 dengan tugas akuntansi dasar, seperti menjumlahkan kolom angka. Pada tahun 1954, Lyons telah membentuk bisnis komputernya sendiri dan membangun LEO II, diikuti oleh LEO III. Meskipun komputer kantor pertama dipasang pada awal 1950-an, mengingat penggunaan katup (6.000 dalam kasus LEO I) dan pita magnetik, dan jumlah RAM yang sangat kecil, mesin awal ini tidak dapat diandalkan dan aplikasinya tidak dapat diandalkan. terbatas. Kantor Elektronik Lyons yang asli secara luas disebut sebagai komputer bisnis pertama, membuka jalan bagi e-commerce modern dan, setelah beberapa merger, akhirnya menjadi bagian dari International Computers Limited (ICL) yang baru dibentuk pada tahun 1968.
Mesin LEO dan komputer mainframe besar yang mengikutinya, semata cocok bagi tugas menghitung angka seperti akuntansi dan audit. Pekerja yang secara tradisional menghabiskan hari-hari mereka menghitung kolom angka, sekarang menghabiskan waktunya memproduksi kartu berlubang, tugas yang tak kalah membosankannya dengan tingkat akurasi yang sama tingginya.

Ekonom terkemuka, John Maynard Keynes, yang menulis selama depresi ekonomi Inggris pada tahun 1930, berspekulasi tentang seperti apa kehidupan kerja seabad kemudian. Revolusi industri telah menciptakan lapangan kerja baru berbasis kota di pabrik-pabrik dan mengubah masyarakat yang sebagian besar agraris. Diperkirakan bahwa pekerjaan padat karya pada akhirnya akan dilakukan oleh mesin, yang menyebabkan pengangguran untuk beberapa orang dan minggu kerja yang jauh berkurang untuk orang lain. Keynes secara khusus memperhatikan bagaimana orang akan menggunakan waktu luang mereka yang meningkat, dibebaskan dari urgensi pekerjaan yang menguntungkan oleh kemajuan teknologi. Mungkin yang lebih mendesak adalah pertanyaan tentang dukungan keuangan yang mengarah pada saran bahwa pendapatan dasar universal akan memberikan cara mengatasi penurunan pekerjaan yang tersedia.

Sejak penggunaan komputer menjadi layak bagi perusahaan komersial, telah ada minat bagaimana dapat digunakan bagi peningkatan efisiensi, menghemat biaya, dan menghasilkan keuntungan. Perkembangan transistor dan penggunaannya di komputer yang tersedia secara komersial menghasilkan mesin yang semakin kecil, dan pada awal 1970-an komputer pribadi pertama diperkenalkan. Namun, baru pada tahun 1981, ketika International Business Machines (IBM) meluncurkan IBM-PC di pasar, dengan penggunaan floppy disk untuk penyimpanan data, ide tersebut benar-benar lepas landas bagi perbisnisan. Kemampuan pengolah kata dan spreadsheet dari generasi PC berikutnya, sebagian besar perangkat pintar seluler dan fasilitas seperti tanda tangan elektronik.

Meskipun aspirasi optimis dari era digital awal agar membuat kantor tanpa kertas, belum terpenuhi, lingkungan kantor telah direvolusi oleh email, pengolah kata, dan spreadsheet elektronik. Akan tetapi, pengadopsian Internet secara luaslah yang membuat e-commerce menjadi proposisi praktis.
Belanja online, boleh jadi, contoh yang paling familiar. Sebagai pelanggan, kita menikmati kenyamanan berbelanja di rumah dan menghindari antrian yang memakan waktu. Kerugian bagi pelanggan sedikit, tetapi, tergantung pada jenis transaksi, kurangnya kontak dengan karyawan toko, dapat menghambat penggunaan pembelian online. Masalah ini semakin diatasi dengan fasilitas saran pelanggan online seperti 'obrolan instan', ulasan online, dan peringkat bintang, banyak pilihan barang dan jasa bersama dengan kebijakan pengembalian yang bermurah-hati. Selain membeli dan membayar barang, kini kita dapat membayar tagihan, melakukan transaksi perbankan, membeli tiket pesawat, dan mengakses berbagai layanan lainnya secara online.

Sebagai penutup, perkenankankan aku menyimpulkan bahwa semakin banyak data yang engkau kumpulkan dari pelangganmu, semakin banyak nilai yang dapat engkau berikan kepada mereka. Dan semakin banyak yang bisa engkau berikan, semakin tinggi keuntungan yang bisa engkau hasilkan.
Banyak perusahaan masuk ke big data semata lantaran setiap nama besar di industrinya, ada di dalamnya. Sayangnya, mereka mengambil risiko big data tanpa menyadari mengapa itu penting bagi mereka. Pada akhirnya, mereka tenggelam dalam lautan informasi yang mulai menyumbat sistem manajemen data yang mereka gunakan untuk menangani big data. Seseorang hendaknya memahami mengapa big data itu penting, dan bagaimana hal itu, dapat membuat perbedaan pada operasi perusahaannya sebelum seseorang dapat mengambil nilai darinya.'

Setelah itu, Hanoman segera beranjak dari tempat persembunyiannya, guna mencari data tentang Sita. Lelah sekarang, Hanoman berkata pada dirinya sendiri, 'Rama bilang bahwa Sita menyukai bunga, pohon dan segala keliaran, rusa, tupai dan burung. Rama mengatakan, Sita berbicara kepadanya, seolah-olah ia memahami bahasa masing-masing. Alirannya sejuk dan murni. Mungkin ia akan datang untuk menyentuh airnya dan menyapa matahari saat fajar.’
Ia berbisik pada dirinya sendiri seperti ini. Ia tidak berani melepaskan harapan; hidupnya semata tergantung pada benang itu. Seperti banyak makhluk di hutan, ia bisa melihat hampir sejelas di malam hari seperti di siang hari. Saat matanya terbiasa dengan kegelapan, Hanoman mengagumi taman besar yang ia datangi. Setidaknya seindah Nandana Indra atau Chaitra Kubera.
Aromanya, yang tercium di malam hari, mengingatkannya pada Gandhamadana, gunung yang harum, tempat Hanoman pernah datang selama pengembaraan panjang Sugriwa karena Subali. Hanoman tak mengetahui hal ini, namun aroma asokawana Rahwana, aroma surgawi oleh tanaman, semak dan pohon yang tumbuh di sini telah tumbuh dari biji yang dibawa dari Nandana dan Chaitra sendiri.
Saat matanya melihat dengan lebih jelas, Hanoman mengintip tajam dari tempat bertenggernya. Di depannya, bersinar menembus kegelapan, ada sebuah kuil kecil yang ditopang oleh pilar-pilar putih di sekelilingnya, lengkungannya ditumbuhi tanaman-hias ivy.
Hanoman menuruni pohon dan merayap menuju kuil tersebut. Ia melihat bahwa jalan menuju bangunan berkubah itu, seluruhnya diaspal dengan lempengan batu merah-laut. Ia melihat anak tangga yang menuju ke sana, juga dari karang hitam. Saat ia mendekat, ia melihat kuil kecil itu, bersinar karena dinding luarnya telah disepuh dengan emas cair.
Ia mendengar suara dengkuran, dan kemudian seseorang mendesah pelan. Dalam sekejap, Hanoman mengarahkan kepala kecilnya di sekitar pintu masuk yang melengkung itu, dan matanya membulat dan hatinya bergetar. Sutra kuningnya kotor, wajahnya berlumuran air mata, dan ia sesekali menghela nafas di tengah rakshasi yang tertidur di sekelilingnya. Namun ia turun ke kuil itu, dan tiada keraguan dalam pikiran sang wanara: itulah cinta sang Rama, itulah Sita!"
Kutipan dan Rujukan:
- Ramesh Menon, The Ramayana: A modern Translation, HarperCollins
- Bibeck Debroy, The Valmiki Ramayana, Penguin Books
- Ir. Sri Mulyono, Wayang dan Karakter Manusia - Nenek Moyang Kurawa dan Pandawa, CV Haji Masagung
- Anand Neelakantan, Asura: Tale of the Vanquished - The Story of Ravana and His People, Platinum Press
- Seth Stephens-Davidowitz, Everybody Lies: Big Data, New Data and What the Internet Can Tell Us about Who We Really are, Dey St.
- Dawn E. Holmes, Big Data - A Very Short Introduction, Oxford University Press
- Vince Reynolds, Big Data for Beginners, Createspace Independent Publishing Platform
[Bagian 6]
[Bagian 4]