Kamis, 23 Maret 2023

Mengapa Shiyam Ditahbiskan?

"Seorang bocah melapor kepada ibunya," berkata Rembulan saat ia datang bersama Hilal, usai mengucapkan Basmalah dan Salam, serta menyambut Ramadhan.
'Bunda, ayah baru aja kena pukul palu, ibu-jarinya,' kata sang bocah.
'Aduh buyung. Trus, ayah ngomong apa?' sang ibu menanggapi.
'Bunda nggak mau kan, aku ngulangin omongan yang bukan-bukan?'
'Tentu saja enggak boleh sayang!'
'Kalau begitu,' jawab sang bocah, 'ayah gak ngomong apa-apa.'"

Ia melanjutkan, "Lalu mengapa dong, Shiyam pada bulan Ramadhan ditahbiskan atau disucikan? Adakah petunjuk dari kekasih kita (ﷺ) dalam hal Shiyam?
Ada beberapa nasehat dari Syekh Dr. Aaidh al-Qarni tentang hal ini. Syekh Dr. Aaidh ibn Abdullah al-Qarni adalah seorang ulama, penulis, dan aktivis Muslim Saudi. Ia lahir pada 1 Januari 1959, di desa al-Qarn, di wilayah Selatan Arab Saudi, dari keluarga 'Majdu'.
Di usia 23 tahun, ia telah hafal Al-Qur'an dan Bulughul Maram, serta telah mengajarkan 5.000 hadits dan 10.000 bait puisi. Sekitar 1.000 rekaman berisi ceramah agama serta kumpulan puisinya telah diterbitkan. Kecerdasannya membawanya sebagai penulis yang produktif dan pembicara populer. Keberaniannya menyuarakan kebenaran juga membuatnya merasakan jeruji besi pemerintahan Al-Saud. Setelah keluar dari penjara, lahirlah karyanya 'La Tahzan' yang telah diterbitkan oleh puluhan penerbit. Aaidh al-Qarni merupakan pemikir dan ulama terkemuka, serta tokoh reformasi di Arab Saudi. Karya-karyanya mencakup pula tafsir Al-Qur'an.

Jadi, sang Syekh menyampaikan kepada kita,
Kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, terdapat rahasia-rahasia tertentu dalam hukum-hukum-Nya, wawasan dalam aturan-aturan-Nya, dan tujuan-tujuan dalam ciptaan-Nya. Dalam rahasia-rahasia ini, wawasan dan tujuan merupakan hal-hal yang dapat dipahami oleh pikiran dan hal-hal lain yang membingungkan pemahaman manusia. Berkenaan dengan shiyam atau puasa, Allah berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
'Wahai orang-orang beriman, diwajibkan atasmu, berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.' [QS. Al-Baqarah (2):183]
Dengan demikian, puasa merupakan jalan menuju keshalihan dan takwa. Orang yang berpuasa, karenanya, termasuk orang yang paling dekat dengan Allah. Perut orang yang berpuasa menjadi lapar sementara qalbunya dibersihkan, dan saat ia berbuka puasa dan melepas dahaga, matanya berlinang air mata. Rasulullah (ﷺ) bersabda, ‘Duhai para pemuda, barangsiapa di antara kalian mampu membayar mahar, maka menikahlah karena itulah cara terbaik menahan mata dan melindungi kemaluan seseorang. Barangsiapa tak mampu melakukannya, hendaknya ia berpuasa, karena itulah yang akan menjadi perisai baginya.'

Puasa menyempitkan makanan dan pembuluh darah. Keduanya dikenal sebagai kanal para setan, maka puasa mengurangi bujukan mereka. Puasa semakin melemahkan keinginan, pikiran, dan godaan kemaksiatan. Ia meringankan jiwa. Puasa mengingatkan kepada seseorang tentang saudara-saudaranya yang juga berpuasa, beberapa di antaranya yang miskin dan yang membutuhkan. Ia berempati dengan mereka dan mengulurkan tangan membantu mereka.
Puasa merupakan sekolah, perguruan atau madrasah, guna melatih jiwa, mensucikan qalbu, merendahkan pandangan dan melindungi anggota tubuh. Rahasia inilah antara hamba dan Rabb-nya. Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah (ﷺ) bersabda, [Allah berfirman] 'Semua amal perbuatan anak-anak Adam itu, untuk dirinya-sendiri, melainkan berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu, untuk-Ku dan Aku-lah yang akan memberikan balasan dengannya.' Lantaran hanya Allah-lah yang mengetahui kadar puasa seseorang. Berbeda dengan bentuk ibadah lainnya seperti shalat, zakat dan haji yang semuanya dapat disaksikan oleh orang lain.

Para salaf, menyatakan puasa sebagai sarana mendekatkan diri kepada Allah. Bagi banyak orang, puasa diterima sebagai bidang perlombaan dan musim kebaikan. Mereka menangis bahagia ketika kebahagiaan itu datang dan menangis karena kesedihan ketika kepergiannya. Para pendahulu kita mengetahui esensi puasa; karenanya mereka mencintai Ramadhan dan melakukan upaya dan pengorbanan yang tak tertandingi di dalamnya. Mereka tak tidur di malam-malamnya, rukuk dan sujud dengan air mata dan kerendahan-hati. Mereka melewati hari-harinya dengan berdzikir, mengaji, belajar, berdakwah dan memberi nasehat.
Puasa memastikan persatuan umat Islam. Mereka berpuasa dan berbuka puasa, secara bersamaan. Mereka merasakan perihnya lapar dan makan bersama dalam semangat persaudaraan, cinta dan pengabdian. Puasa menebus kekeliruan dan pelanggaran. Oleh karena nya, dari‘Umrah ke ‘Umrah, dan dari Ramadhan ke Ramadhan-nya Rasulullah (ﷺ), ada pertobatan atas apa yang terjadi di antara keduanya, sepanjang tak ada dosa besar yang diperbuat.’

Dari sudut pandang fisik, puasa meningkatkan kesehatan tubuh. Ia membuang materi yang terkontaminasi, meringankan kerja perut, membersihkan darah, melegakan jantung, mencerahkan serta mensucikan jiwa dan mendisiplinkan karakter. Ketika seseorang berpuasa, jiwanya ditaklukkan, qalbunya dilembutkan, ambisinya dikekang, dan hasrat badaniahnya dihalau. Dengan demikian, doanya terkabul karena kedekatannya dengan Allah.
Ada rahasia besar dalam puasa: yaitu beribadah kepada Allah dan mencari ridha-Nya dengan tunduk pada perintah-Nya dan tunduk pada hukum-Nya dengan meninggalkan nafsu, makan dan minum. Oleh sebab itu, puasa melambangkan kemenangan seorang Muslim atas hawa nafsunya dan keunggulan seorang mukmin atas dirinya sendiri. Inilah setengah dari kesabaran. Barangsiapa yang tak mampu berpuasa tanpa alasan yang kuat, takkan pernah menguasai dirinya atau menaklukkan hasratnya.
Secara keseluruhan, puasa merupakan latihan yang sangat baik bagi jiwa, agar mampu memikul kesulitan dan melaksanakan tugas-tugas besarnya seperti jihad, kurban dan ikhtiar. Demikianlah ketika Talut hendak memerangi musuh-musuhnya, Allah menguji kaumnya dengan sebuah sungai. Saul berkata kepada mereka, 'Sesungguhnya Allah akan mengujimu dengan sebuah sungai. Maka, siapa yang meminum (airnya), sesungguhnya dia tidak termasuk (golongan)-ku. Siapa yang tidak meminumnya, sesungguhnya dia termasuk (golongan)-ku kecuali menciduk seciduk dengan tangan.' Akan tetapi, mereka meminumnya kecuali sebagian kecil di antara mereka. Ketika ia (Talut) dan orang-orang yang beriman bersamanya menyeberangi sungai itu, mereka berkata, “Kami tak kuat lagi pada hari ini melawan Jalut dan bala tentaranya.' Mereka yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah berkata, 'Betapa banyak kelompok kecil mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah.' Allah bersama orang-orang yang sabar.' [QS. Al-Baqarah (2):249].
Mereka yang sabar dan mengendalikan hasrat mereka, merekalah yang berhasil. Pada titik ekstrim lain, mereka yang menyembah hawa nafsunya, mengangkangi jihad.

Hikmah puasa, dengan demikian dapat diringkas sebagai berikut: bahwa puasa mewujudkan ketakwaan, tunduk pada perintah-Nya dan menaklukkan hasrat seseorang. Puasa memastikan kemenangan atas diri sendiri dan persiapan seorang Muslim dalam situasi pengorbanan. Puasa memungkinkannya mengendalikan anggota tubuh dan keinginannya. Puasa memastikan kesehatan fisik yang baik dan menebus kekeliruan. Puasa membawa kebersamaan, persaudaraan dan rasa empati bagi mereka yang lapar dan membutuhkan.

Ibnu al-Qayyim menyebutkan bahwa: ‘Di antara tuntunan Rasulullah (ﷺ) di bulan Ramadhan ialah, keikutsertaan beliau (ﷺ) dalam berbagai bentuk ibadah. Malaikat Jibril biasa mengajari beliau (ﷺ) Al-Qur'an di bulan ini, setiap kali Jibril bertemu dengan beliau (ﷺ), beliau (ﷺ) lebih lembut dibanding angin sepoi-sepoi. Biasanya, beliau (ﷺ) orang yang paling dermawan, namun ketika Ramadhan tiba, beliau (ﷺ) lebih dermawan lagi. Beliau (ﷺ) memberikan banyak sedekah dan turut beramal-shalih, membaca Al-Qur'an, shalat, dzikir dan iktikaf selama bulan suci ini.'
Beliau (ﷺ) biasa membagi Ramadhan suatu derajat ibadah yang tak disisihkan bagi bulan lainnya. Beberapa kali beliau (ﷺ) benar-benar biasa melanjutkan sampai malam. Namun bagaimanapun juga, Rasulullah (ﷺ) melarang para sahabat melakukannya. Saat mereka menunjukkan kepada beliau (ﷺ) bahwa beliau (ﷺ) melanjutkan, beliau (ﷺ) menjawab dengan mengatakan, 'Tubuhku tak seperti tubuhmu, aku menetap bersama Rabb-ku, Dia memberiku makan dan memberiku minum' [Bukhari dan Muslim]. Oleh karenanya, Allah Subhanahu wa Ta'ala biasa memberi makan Rasul-Nya (ﷺ) selama periode puasa yang panjang itu, dengan ilmu yang ghaib, dan hikmah yang berlimpah, serta cahaya pesan, tentu saja, bukan makanan dan minuman dalam makna literal, sebab jika memang demikian, Rasulullah (ﷺ) takkan dianggap berpuasa.
Ketika Rasulullah (ﷺ) bahagia dengan penyembahan kepada Penciptanya, dan qalbunya terbuka bagi tujuannya, dan pikirannya menopang pada mengingat Pelindungnya, dan keadaannya membaik dengan kedekatannya dengan Rabbnya, beliau (ﷺ) melupakan semua makanan dan minuman. Seperti yang dikatakan: kekuatan spiritual itu, esensi jiwa, tak bergantung pada makanan atau minuman. Tiada yang dapat membahayakanmu, jika engkau telah mencapai ilmu tentang Rabbmu.
Rasulullah (ﷺ)-lah yang terbaik dari mereka yang mengingat dan menyembah Allah. Adapun bulan Ramadhan, dijadikan sebagai musim ibadah dan waktu berdzikir dan mengkaji. Malam-malam beliau (ﷺ) dihabiskan berdoa dan kehinaan kepada Rabb-nya, memohon pertolongan, dukungan, kemenangan, dan bimbingan-Nya. Beliau (ﷺ) membaca surat-surat panjang dari Al-Qur'an dan rukuk dan sujud dalam waktu yang lama di hadapan-Nya. Begitulah keinginan yang tak pernah puas dengan ibadah, menjadikan berdirinya di malam hari sebagai sumber rezeki dan bekal serta tenaga dan energi. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الْمُزَّمِّلُۙ
قُمِ الَّيْلَ اِلَّا قَلِيْلً
'Duhai orang yang berkelumun, bangunlah (untuk shalat) pada malam hari, kecuali sebagian kecil.' [QS. Al-Muzzammil (73):1-2] 
وَمِنَ الَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهٖ نَافِلَةً لَّكَۖ عَسٰٓى اَنْ يَّبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَّحْمُوْدًا
'Pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajud sebagai (suatu ibadah) tambahan bagimu, diharapkan [sebagai janji Allah kepada Rasul-Nya] Rabb-mu mengangkatmu ke tempat yang terpuji.' [QS. Al-Isra (17):79]
Selama hari-hari di bulan puasa, Rasulullah (ﷺ) menghabiskan waktu beliau (ﷺ) menyebarkan dakwah, berjihad, memberi nasihat dan pelatihan, dan mengingatkan para sahabat. Di antara amalan beliau (ﷺ) bahwa Rasulullah (ﷺ) berpuasa Ramadhan kecuali dengan visi tentang apa yang ingin dicapai. Beliau (ﷺ) biasa mendorong para sahabat agar makan sebelum fajar. Memang telah ditegaskan bahwa beliau (ﷺ) bersabda, 'Makanlah sebelum fajar, karena di dalamnya terdapat berkah.' Masa sebelum fajar dianggap berkah karena berada di sepertiga malam terakhir, waktu turunnya Sang Ilahi dan ampunan. Allah berfirman,
وَبِالْاَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُوْنَ
'Dan pada akhir malam mereka memohon ampunan (kepada Allah).' [QS. Adz-Dzariyat (51):18].
Beliau (ﷺ) juga bersabda, 'Mereka yang menunjukkan kesabaran, ketegasan dan pengendalian-diri; yang benar (dalam kata dan perbuatan); yang beribadah dengan khusyuk; yang menafkahkan di jalan Allah; dan orang-orang yang berdoa memohon ampunan di waktu subuh.’
Allah berfirman,
اَلصّٰبِرِيْنَ وَالصّٰدِقِيْنَ وَالْقٰنِتِيْنَ وَالْمُنْفِقِيْنَ وَالْمِاسْتَغْفِرِيْنَ بَالْمِاسْتَغْفِرِيْنَ بَالْمِاسْتَغْفِرِيْنَ بَالْمِاسْتَغْفِرِيْنَ بَالْمِاسْتَغْفِرِيْنَ بَالْمِاسْتَغْفِرِيْنَ بِر
'Orang-orang yang sabar, benar [dalam ucapan dan tindakan], taat, dan berinfak, serta memohon ampunan pada akhir malam.' [QS. Ali Imran (3):17]
Selain itu, makan sebelum fajar membantu individu dalam puasa dan ibadahnya. Oleh karenanya, sebuah pembayaran atas karunia ibadah yang telah Allah limpahkan kepada kita.
Disebutkan pula bahwa Rasulullah (ﷺ) biasa bersegera makan setelah terbenamnya matahari. Pula, beliau (ﷺ) memerintahkan para sahabat melakukan hal yang sama. Biasanya neliau (ﷺ) makan kurma atau minum air, sebab sesuatu yang manis, paling disepakati oleh perut yang kosong. Beberapa sumber meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Sesungguhnya, orang yang berpuasa, doanya takkan tertolak.' Demikianlah, beliau (ﷺ) biasa berdoa bagi kebaikan dunia dan akhirat. Beliau (ﷺ) berbuka puasa sebelum shalat Maghrib. Dalam salah satu hadits shahih, beliau (ﷺ) berkata, 'Jika malam masuk dari sini dan menyelinap pergi dari sana, maka yang lebih cepat hendaknya mengakhiri puasanya.'

Rasulullah (ﷺ) melakukan perjalanan selama Ramadhan, berpuasa dan kemudian berbuka puasa (ﷺ). Dalam hal ini, beliau (ﷺ) memberikan pilihan kepada para sahabat, berpuasa atau tidak dalam perjalanan. Namun, selama pepeprangan, beliau (ﷺ) memerintahkan mereka agar berbuka puasa, guna memudahkan mereka bertempur. Di sini akan diingat bahwa Perang Besar Badar, terjadi selama bulan Ramadhan. Kemudian, Allah memberi umat Islam kemenangan yang tiada bandingannya sejak saat itu. Namun, Rasulullah (ﷺ) berpuasa dalam dua pertempurannya menurut riwayat Umar bin Khattab dan dikumpulkan oleh Al Tirmidzi dan Ahmad. Namun, Rasulullah (ﷺ) tak menentukan jarak yang mana puasa hendaknya dibatalkan. Sebenarnya tiada catatan otentik untuk membuktikan hal ini.
Ada, bila diamati, saat-saat ketika sholat subuh tiba dan Rasulullah (ﷺ) masih dalam keadaan janabah usai melakukan hubungan intim. Beliau (ﷺ) akan, dalam keadaan seperti itu, melakukan ghusl dan setelah itu, berpuasa. Dalam hal yang terkait, beliau (ﷺ) pernah mencium beberapa istri beliau (ﷺ) saat beliau (ﷺ) berpuasa di bulan Ramadhan. Beliau (ﷺ) membandingkan ciuman orang puasa dengan membersihkan-mulut.
Dalam derajat yang lain, Rasulullah (ﷺ) mengaturkan bahwa orang yang berbuka puasa karena lupa, yang sebenarnya tak dibolehkan, agar tak perlu mengqodo puasa hari itu. Beliau (ﷺ) menunjukkan bahwa Allah-lah yang telah memberi makan dan minum kepada orang itu. Kita juga telah belajar dari hadis-hadis bahwa hal-hal yang membatalkan puasa seseorang ialah: makan, minum, bekam, dan muntah. Al-Qur'an menjelaskan bahwa hubungan seksual membatalkan puasa seperti halnya makan dan minum.
Di antara praktik beliau (ﷺ), ialah iktikaf [berdiam diri dan menetap di masjid dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah] selama sepuluh hari terakhir Ramadhan. Rasulullah (ﷺ) melakukan ini guna lebih menyelaraskan lagi qalbu beliau (ﷺ) dengan Allah dan untuk membebaskan pikiran beliau (ﷺ) dari was-wasah dunia. Pandangan qalbu beliau (ﷺ), dengan demikian, menjadi seluruhnya, terfokus ke langit.
Dalam masa ini, beliau (ﷺ) membatasi kontak beliau (ﷺ) dengan orang lain dan mengintensifkan doa dan shalat beliau (ﷺ) kepada Allah, Rabb dari segala Keagungan dan Kemuliaan. Qalbu beliau (ﷺ), oleh sebab itu, murni memanjakan diri dalam perenungan tentang sifat-sifat Allah. Itu tercermin pada tanda-tanda-Nya yang jelas di alam semesta dan ciptaan Allah di langit dan di bumi. Dengan mengingat semua ini, akan sangat sulit menentukan berapa banyak ilmu yang diperoleh Rasulullah (ﷺ), atau berapa banyak cahaya yang diwahyukan kepada beliau (ﷺ), atau berapa banyak realitas yang diungkapkan kepada beliau (ﷺ). Beliau (ﷺ), tak diragukan lagi, merupakan orang yang paling berilmu tentang Allah, paling takut kepada-Nya, dan orang yang paling beriman dan bergantung kepada-Nya. Sungguh, beliau(ﷺ)-lah yang paling shalih dari semua manusia dan paling banyak berkorban demi Allah! Semoga damai dan berkah Allah menyertai beliau (ﷺ) selama kesturi terus memberikan aroma manisnya dan selama merpati menggemakan ratap-tangisnya, serta burung bulbul menyanyikan melodinya. Wallahu a'lam.

Demikianlah diantara nasihat Syekh Aaidh Al-Qarni, semoga membawa keutamaan. Amin."

Saatnya sahur, sinar Rembulan pun mulai meredup, lalu ia membacakan syair,

Selamat datang bulan berpuasa
Duhai kekasih yang mengunjungi kami setiap tahun
Kami telah bertemu denganmu dalam cinta yang terus mengalir
Semua cinta kecuali yang dilarang Sang Pelindung
Terimalah duhai Rabb, puasa kami
Dan angkat kami pada ridha keagungan-Mu.
Janganlah menghukum kami karena kami telah terhukum oleh
kecemasan tanpa tidur dalam kegelapan
Kutipan & Rujukan:
- Aa’id Abdullah al-Qarni, Thirty Lessons for Those Who Fast, translated by Dr Daud A. Abdullah, International Publishing House