Selasa, 21 Maret 2023

Shiyam dan Qiyam dalam Bulan Ramadan

"Ada cerita seorang Imam di sebuah Mesjid, yang berdiri usai shalat Jumat dan mengumumkan kepada para jemaah,” kata Swara ketika ia terdengar, usai mengucapkan Basmalah dan menyapa dengan Salam.
"Sang Imam berkata, 'Aku punya berita-baik dan kabar-buruk. Berita-baiknya, kita punya cukup uang guna membiayai program pembangunan Masjid kita.' Lalu ia terdiam. Salah seorang jemaah bertanya, 'Lantas, kabar-buruknya, apa?'
Sang Imam menjawab, 'Kabar-buruknya, uangnya, masih ada didalam saku para jemaah sekalian.'" 
Kemudian Swara melanjutkan, “Ada nasihat singkat dari Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz kepada umat Islam, atau siapapun yang berminat, tentang keutamaan Shiyam (yakni puasa), Qiyam (yakni menegakkan Shalat Malam), dan saling-berlomba menunaikan amal-shalih di bulan Ramadhan.
Sebelum melanjutkan, perkenankan aku memberitahu tentang Sheikh Bin Baaz. Ia, rahimahullah, seorang Ulama, Ulama Besar Fiqih, Abdul Aziz bin Abdullah bin Abdur-Rahman bin Muhammad bin Abdullah Aali Baaz. Selain itu, sebelumnya, beliau seorang Mufti Kerajaan Arab Saudi.
Ia, yang juga dikenal dengan nama Syekh Bin Baaz, 21 November 1912–13 Mei 1999, lahir di Riyadh dan menghabiskan awal hidupnya menuntut ilmu. Beliau dibesarkan dalam rumah tangga yang dikenal karena kecintaannya pada ilmu dan orang-orangnya. Ia memulai studinya dengan menghafal Al-Qur'an, dan  menghafalnya sebelum pubertas. Lalu ia mengambil ilmu hukum dan bahasa dari para ulama Riyadh.
Ia dapat dikatakan terhitung sebagai Ulama Kibaaru Mujtahid (Ulama Besar) yang disebut sebagai Mujtahid (seseorang yang dikatakan berkemampuan mengambil keputusan langsung dari bukti-bukti yang sah), dari zaman ini. Hal ini disebabkan Allah memudahkannya saat ia belajar bahasa Arab. Karenanya, ia dapat melihat dengan baik ilmu-ilmu Islam yang berbeda. Pada awalnya, ia fokus terutama mempelajari Hukum Syariah Islam, sesuai Mazhab Hanbali. Kemudian mulai mempelajari hadis secara detail, baik dari segi teks maupun mata-rantai hadis tersebut.
Selain itu, ia sangat memperhatikan ilmu-ilmu Al-Qur'an. Inilah yang menyebabkan Syekh Bin Baas dipandang sebagai ulama besar dunia, yang menonjol dari yang lain.
Syekh Bin Baaz dulu dikenal sebagai orang yang suka berbuat baik kepada umat Islam. Sesuatu yang dapat disaksikan dalam buku-bukunya. Ia selalu memberikan nasihat, demi Allah dan Rasul-Nya (ﷺ), kepada para Pemimpin Muslim dan rakyat jelata. Ia sangat santun dan baik dalam melakukannya. Orang-orang mencintainya dan menerima ilmu darinya, sehingga mereka mendapat banyak manfaat darinya.
Syekh Bin Baaz meninggal di Bulan Muharram. Ia tak hanya bermanfaat bagi orang-orang pada masanya, melainkan pula bagi kita semua di zaman sekarang. Semoga Allah memberinya rahmat yang besar dan menempatkannya di tempat tertinggi di Jannah ... Allahuma Amin!

Berikut nasehat dari sang Syekh.
Terverifikasi dari Rasulullah (ﷺ) bahwa beliau (ﷺ) pernah memberikan berita gembira kepada para sahabat, radhiyallahu 'anhum, tentang datangnya Bulan Ramadan, dan memberitahu mereka bahwa itulah bulan dimana gerbang rahmat, dan Jannah (yakni Surga) dibuka, gerbang Jahannam (yaitu api Neraka) dikunci dan Shayatin (yakni para setan) dirantai. Rasulullah (ﷺ) bersabda,
إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ. وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَيُنَادِي مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ ‏"‏ 
'Ketika awal malam bulan Ramadan, maka setan-setan dan jin-jin yang sangat durhaka dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup dan tak dibuka satu pintu pun, pintu-pintu surga dibuka dan tak ditutup satu pintu pun, dan ada yang berseru: Wahai pencari kebaikan, sambutlah. Wahai pencari keburukan, berhentilah. Dan Allah memiliki hamba-hamba yang dibebaskan dari neraka. Hal itu terjadi setiap malam.' [Jami` at-Tirmidzi; Shahih menurut Al-Albani]
Rasulullah (ﷺ) juga bersabda,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ، وَمَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu, akan diampuni, dan barangsiapa yang berdiri shalat di malam Qadr karena iman dan berharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu, akan diampuni.' [Sahih Al-Bukhari]
Hadits tentang keutamaan Shiyam Ramadan, Qiyam dan Shiyam itu sendiri, amat banyak. Suatu keharusan bagi seorang mukmin, memanfaatkan kesempatan yang dianugerahkan Allah kepadanya saat mencapai Bulan Ramadhan, dan bersegera melaksanakan ketaatan dan berhati-hati terhadap kemaksiatan. Ia berusaha menunaikan apa yang telah Allah wajibkan kepadanya, terutama shalat lima waktu, lantaran itulah pilar utama Islam dan kewajiban terbesar setelah Syahadat. Wajib bagi setiap Muslim dan Muslimah agar menjaga shalat lima waktu, dan melakukannya pada waktunya dengan kerendahan-hati dan khusyuk. Di antara kewajiban yang paling utama bagi seorang lelaki ialah melaksanakan shalat berjamaah di Rumah-rumah Allah (yakni Masjid) yang Allah perkenankan agar Nama-Nya ditinggikan dan diucapkan.

Kewajiban yang paling utama setelah shalat, ialah menunaikan Zakat (yakni proporsi tertentu dari harta-kekayaan yang hendaknya dibayarkan setiap tahun), Allah berfirman,
وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَاَطِيْعُوا الرَّسُوْلَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
'Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada Rasul, agar kamu dirahmati.' [QS. An-Nur (24):56]
Kitabullah, dan Sunnah Rasul-Nya yang mulia (ﷺ), menunjukkan bahwa orang yang tak membayar zakat akan diazab pada Hari Pengadilan. Hal yang paling utama setelah shalat dan zakat, ialah puasa Ramadan, inilah salah satu dari lima rukun Islam yang disebutkan dalam sabda Rasulullah (ﷺ),
بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالْحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ 
'Islam dibangun atas lima (tonggak): Syahadat Laa ilaaha illa Allah dan (syahadat) Muhammad Rasulullah, menegakkan shalat, membayar zakat, melaksanakan haji, dan puasa Ramadhan.' [Sahih Al-Bukhari]
Wajib bagi seorang Muslim melindungi Shiyam dan Shalatnya, dari perkataan dan perbuatan yang dilarang Allah, sebagai maksud dari Shiyam (yaitu puasa menaati Allah dan meninggikan Kesucian-Nya, dan berjuang dengan jiwa). melawan hawa nafsunya, dan mendorongnya bersabar terhadap apa yang dilarang oleh Allah. Maksudnya bukan hanya sekedar menahan makan, minum dan hal-hal lain yang melanggar Shiyam.
Oleh karena itu, wajib bagi orang yang berpuasa agar berhati-hati terhadap segala yang dilarang oleh Allah dan menjaga semua yang Allah wajibkan kepadanya, dan dengan demikian, diharapkan ia memperoleh ampunan, keselamatan dari api Neraka, dan Shiyam dan Qiyam yang diterima.

Namun ada beberapa persoalan yang mungkin tak diketahui oleh sebagian orang, semisal: kewajiban bagi seorang muslim berpuasa dengan dasar Iman, dan berharap (pahala dari Allah), dan tak keluar dari pamer atau membabi-buta mengikuti orang lain seperti orang-orang di sekitarannya. Sebaliknya, wajib bagi apa yang mendorongnya berpuasa menjadi imannya bahwa Allah telah mewajibkannya agar melakukannya dan harapannya beroleh pahala dari Rabb-nya. Beginilah seharusnya seorang Muslim menjalankan Ramadhan, oleh iman dan mengharapkan pahala, dan bukan karena alasan lain.
Di antara perkara-perkara yang hukumnya tak diketahui oleh sebagian orang, adalah hal-hal yang dapat terjadi pada orang yang berpuasa, seperti luka, pendarahan, muntah, atau kemasukan air ke tenggorokannya tanpa disengaja, semua itu dapat membatalkan puasa. Namun siapapun yang muntah dengan sengaja, membatalkan puasanya. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi (ﷺ),
من ذرعه القيء،فلا قضاء،عليه، ومن استقاء،فعليه القضاء
'Barang siapa yang muntah, maka ia tak wajib mengqada, dan barang siapa yang memuntahkan, ia harus mengqada.' [Musnad Ahmad]
Ada pula diantaranya masalah tentang orang yang berpuasa menunda ghusl (yaitu mandi-wajib usai berhubungan seksual) dari Janabah (yaitu keadaan najis) sampai awal Subuh, dan apa yang terjadi pada beberapa wanita yang menunda ghusl (yaitu mandi dari ketidaksucian ritualistik) dari menstruasi atau perdarahan nifas hingga awal Subuh. Jika ia melihat Tuhr (yaitu penghentian darah) sebelum Fajar, maka ia harus berpuasa, dan tiada masalah menunda Mandi (yaitu karena menstruasi atau nifas) sampai awal Subuh. Namun ia tak boleh menundanya hingga matahari terbit, melainkan ia harus mandi dan shalat Subuh sebelum matahari terbit. Demikian pula, bagi orang yang junub (yakni orang yang dalam keadaan najis), ia tak boleh menunda Mandi, hingga setelah matahari terbit. Sebaliknya, ia telah melakukan Ghusl dan shalat Subuh sebelum matahari terbit, dan lelaki hendaknya berusaha melakukan ini agar ia dapat menunaikan shalat Subuh berjamaah.

Di antara hal-hal yang tak membatalkan puasa ialah tes darah, suntikan, kecuali yang memberi nutrisi, namun menundanya sampai malam pertama puasa lebih didahulukan, dan lebih aman jika ia mampu melakukannya. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi (ﷺ),
‏ دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لاَ يَرِيبُكَ 
'Tinggalkan apa yang membuatmu ragu terhadap apa yang tak membuatmu ragu.' [Sunan An-Nasa'i; Shahih]
Dan Rasulullah (ﷺ) bersabda,
من اتقى الشبهات فقد استبراً لدينه وعرضه
'Ia yang berhat-hati dari apa yang meragukan, telah berusaha melindungi agama dan kehormatannya.' [Musnad Ahmad]
Di antara hal-hal yang tak diketahui oleh sebagian orang ialah, tiadanya khusyu dalam shalatnya, baik itu shalat wajib maupun sunnah, hadis shahih dari Rasulullah (ﷺ) menunjukkan bahwa khusyu itu, rukun shalat, dan tanpanya, tidaklah benar shalatnya. Ketenangan dan kerendahan hati dalam shalat serta tak tergesa-gesa; sehingga setiap anggota tubuh kembali pada tempatnya. Banyak orang shalat tarawih di bulan Ramadhan, namun mereka tak memahaminya dan juga tak khusyu, shalat seperti ini, batal, dan orang tersebut berdosa, ia takkan mendapat pahala.

Di antara perkara-perkara yang hukumnya mungkin tersembunyi bagi sebagian orang ialah, pemikiran yang dimiliki sebagian orang bahwa shalat tarawih tak boleh kurang dari dua puluh rakaat. Padahal, sebagian orang lain berpendapat bahwa tak boleh shalat lebih dari sebelas atau tiga belas rakaat, semua gagasan ini, tidaklah tepat, dan agak keliru karena bertentangan dengan dalil. Hadits shahih dari Rasulullah (ﷺ) menunjukkan bahwa 'Shalat Malam' itu luas dan tiada larangan yang tak boleh ditentang. Sebaliknya, telah dikuatkan dari Rasulullah (ﷺ) bahwa beliau pernah shalat malam sebelas rakka'at, dan mungkin beliau shalat malam tiga belas raka'at, dan mungkin pula shalat malam kurang dari itu, selama Ramadhan, dan waktu lainnya.
Ketika Rasulullah (ﷺ) ditanya tentang 'Shalat Malam' beliau (ﷺ) bersabda,
‏ صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى، فَإِذَا خَشِيَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً، تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى
'Shalat malam dilakukan dua rakaat diikuti dua rakaat dan seterusnya, dan jika ada yang takut akan datangnya fajar (shalat subuh) hendaknya ia shalat satu rakaat dan ini akan menjadi witir bagi semua raka'at yang telah ditunaikan sebelumnya.' [Sahih Al-Bukhari]
Rasulullah (ﷺ) tak membatasinya pada rakkaat tertentu, baik di bulan Ramadhan atau waktu lainnya. Untuk alasan ini, para Sahabat di masa 'Umar, radhiyallahu 'anhu, terkadang shalat dua puluh tiga rakaat, dan terkadang sebelas rakaat. Semua itu, telah dikuatkan dari 'Umar dan para sahabat pada masanya.
Beberapa Salaf, pernah shalat tiga puluh enam rakka'at, di bulan Ramadhan dengan tiga Witir (yaitu jumlah unit ganjil), sementara beberapa dari mereka pernah shalat empat puluh satu rakka'at, ini disebutkan oleh Sheikhul-Islam Ibnu Taimiyyah, rahimahullah, dan orang-orang berilmu lainnya. Ia menyebutkan bahwa ada beberapa keluasan dalam masalah ini, dan lebih baik bagi orang yang memperpanjang bacaannya, Ruku', dan Sujud, mengurangi jumlah rakka'at. Sedangkan orang yang pendek bacaannya, ruko dan Sujud, hendaknya memperbanyak rakkaat, inilah maksud dari apa yang dikatakan Ibnu Taimiyyah.
Siapapun yang merenungkan Sunnah Nabi (ﷺ), mengetahui bahwa lebih baik shalat sebelas atau tiga belas rakaat, baik di bulan Ramadhan maupun di waktu lain, karena ini sepakat dengan apa yang Rasulullah (ﷺ) akan lakukan dalam banyak kesempatan, lebih mudah bagi mereka yang shalat, dan lebih dekat dengan kerendahan-hati dan khusyu dalam shalat. Siapapun yang melakukan lebih banyak, maka tiada bahaya atau celaan dalam hal ini, seperti yang disebutkan sebelumnya. Lebih baik bagi orang yang shalat dengan Imam, selama Ramadhan tak meninggalkan shalat, kecuali ketika Imam melakukannya. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi (ﷺ),
 إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ
'Sesungguhnya, barangsiapa berdiri (shalat) bersama Imam sampai ia selesai, maka dicatat baginya bahwa ia shalat sepanjang malam.' [Jami'at Tirmidzi; Sahih]
Diwajibkan bagi seluruh umat Islam agar berusaha melaksanakan segala jenis ibadah di bulan yang mulia ini, seperti shalat sunnah; pembacaan Al-Qur'an dengan refleksi dan kontemplasi; bertasbih yang banyak (yakni mengucapkan 'Subhanallah'), Tahlil (yaitu mengucapkan 'La llaha Illallah'), Tahmid (yaitu mengucapkan ''Alhamdulillah'), dan Takbir (yaitu mengucapkan 'Allahu Akbar'), memohon ampunan dari Allah; dan segala doa dan dzikir sesuai petunjuk Ilahi; amar ma'ruf nahi mungkar; berdakwah; meringankan beban mereka yang fakir dan miskin serta yang membutuhkan; berbuat baik kepada kedua orangtua dan menjaga ikatan kekerabatan; bersikap baik kepada tetangga; menjenguk orang-sakit dan perbuatan baik lainnya.'"

Swara kemudian berkata, “Demikian beberapa nasehat dari Syekh kita, semoga Allah menerima puasa kita, mengampuni dosa kita, dan menuntun kita semua ke Jalan yang Lurus di Ramadhan ini. Allahumma Amin.”

Perlahan Swara menghilang dalam diam, diikuti nyanyiannya,

Sememangnya kau kunantikan
Hadirmu hidupkan suram di jiwaku
Dan kuberjanji
Akan kuteruskan
Semangat itu
Sepanjang hidupku
Oh Ramadhan 

Ramadhan, Ramadhan, Ramadhan di hati
Ramadhan, Ramadhan, kumohon usah pergi *)
Kutipan & Rujukan:
- Sheikh Abdul -Aziz bin Abdullah bin Baaz, rahimahullah, The Virtue of Siyam & Qiyam during the Month of Ramadhan, Al-Hujjah
*) "Ramadhan" karya Frizdan Fizarahman & Maher Zain