"Tersiar berita bahwa asset negara di negeri konoha, di bawah rezim konoha, mengalami peningkatan yang, setinggi langit men! ... dst ... dst. Dan tersebutlah tiga orang lelaki, seorang matematikawan, seorang akuntan, dan seorang ekonom, melamar pekerjaan yang sama. Sang pewawancara memanggil sang matematikawan dan bertanya, 'Dua ditambah dua sama dengan apa?' Sang matematikawan menjawab 'Empat.' Sang pewawancara bertanya 'Pasti Empat?' Sang matematikawan memandang sang pewawancara dengan raut-muka tak percaya dan berkata, 'Ya, tentulah Empat!'
Lalu sang pewawancara memanggil sang akuntan dan mengajukan pertanyaan yang sama, 'Dua ditambah dua sama dengan apa?' Sang akuntan berkata, 'Rata-rata, Empat—lebihkan atau kurangi sepuluh persen, tapi rata-rata Empat kok.'
Kemudian sang pewawancara memanggil sang ekonom dan mengajukan pertanyaan yang sama, 'Dua ditambah dua sama dengan apa?' Sang ekonom berdiri, mengunci pintu, menutup tirai, duduk di samping sang pewawancara dan berkata, 'Bapak mau menyamakannya dengan apa?'" berkata Rembulan—ia telah berganti peran dengan sang Purnama—ketika datang, usai mengucapkan Basmalah dan Salam.
"William Shakespeare," lanjut Rembulan, "orang yang sangat cerdas, yang lahir dan tutup-usia di kota pasar biasa di Midlands, sentral Inggris. Ia menjalani kehidupan yang tak banyak peristiwa, di usia yang penuh peristiwa. Lahir pada bulan April 1564, ia anak tertua putra John Shakespeare, seorang pembuat sarung tangan yang menonjol di dewan kota, sampai ia mengalami kesulitan keuangan.
Shakespeare seorang aktor sebelum ia menjadi seorang penulis. Karir teater Shakespeare dimulai di Teater Rose di Southwark. Panggungnya lebar dan dangkal, berbentuk trapesium, bagai permen hisap berbentuk belah ketupat. Ia sangat memperhatikan karya dramawan berpendidikan universitas yang menulis drama sejarah dan tragedi bagi panggung publik dengan gaya yang lebih ambisius, luas, dan puitis dibanding apa pun yang pernah dilihat sebelumnya. Di awal usia tiga puluhan dan menguasai penuh syair dan media teatrikalnya, ia menyempurnakan seni komedi, sembari mengembangkan karya dramatis dan sejarahnya dengan cara yang baru.
The Merchant of Venice—satu di antara sekian karya Shakespeare—mungkin ditulis pada tahun 1596 atau 1597, usai Shakespeare menulis drama seperti Romeo dan Juliet, dan Richard III, namun sebelum ia menulis karya dramatis besar di tahun-tahun terakhirnya. Meskipun diklasifikasikan sebagai komedi dalam buku kumpulan Drama Shakespeare dan berbagi aspek-aspek tertentu dengan komedi romantis Shakespeare lainnya, drama tersebut amat dikenang oleh adegan dramatisnya.
The Merchant of Venice bercerita tentang Antonio, seorang Saudagar Venesia, sedang curhat kepada para bestie-nya tentang perasaan melankolis, yang tak mampu ia jelaskan. Seorang bestienya, Bassanio, butuh duit, pake banget, buat ngerayu Portia, pewaris sugih yang tinggal di kota Belmont. Bassanio berniat minta pinjaman dari Antonio, untuk melakukan perjalanan dengan bergaya ala-ala—yang pasti bukan ala si Nganu, yang tampilannya seperti minta dikasihani, tapi ternyata, ah sudahlah!—bangsawan Renaisans Inggris, sesuai jamannya, ke perkebunan Portia. Antonio setuju, namun tak dapat memberikan pinjaman lantaran uangnya sendiri, seluruhnya telah diinvestasikan ke dalam sejumlah kapal dagang yang masih berada di laut. Antonio menyarankan agar Bassanio mencari pinjaman dari salah seorang pemberi pinjaman di kota dan menunjuk Antonio sebagai penjamin pinjaman tersebut. Di Belmont, Portia mengungkapkan cerita hidupnya yang, sad bangeet, atas persyaratan wasiat ayahnya, yang menetapkan bahwa ia harus menikah dengan lelaki yang memilih salah satu dari tiga peti mati dengan benar. Saat itu, tak satu pun dari pelamar Portia yang disukainya, dan ia beserta dayangnya, Nerissa, dengan senang hati mengenang kunjungan Bassanio, yang dilakukan beberapa waktu sebelumnya.
Di Venesia, Antonio dan Bassanio mendekati Shylock, seorang rentenir Yahudi, guna memperoleh pinjaman. Shylock menyimpan dendam lama terhadap Antonio, yang memunculkan kebiasaan mencela Shylock dan orang Yahudi lainnya, lantaran riba mereka, praktik meminjamkan uang dengan bunga yang sangat tinggi alias rentenir, dan yang merusak bisnis mereka dengan menawarkan pinjaman tanpa bunga. Kendati Antonio menolak meminta maaf atas perilakunya, Shylock tetap setuju dan menawarkan meminjamkan Bassanio tiga ribu dukat tanpa bunga. Namun, Shylock menambahkan bahwa jika pinjaman tak dibayar, Shylock berhak atas satu pon daging tubuh Antonio. Terlepas dari peringatan Bassanio, Antonio setuju. Di rumah Shylock, pelayannya, Launcelot, memutuskan meninggalkan Shylock dan bekerja dengan Bassanio, dan putri Shylock, Jessica, berencana kawin lari dengan teman Antonio, Lorenzo. Malam itu, jalanan-jalanan di Venesia, dipenuhi oleh orang-orang yang bersuka ria, dan Jessica kabur bersama Lorenzo dengan menyamar sebagai pelayan. Setelah malam perayaan, Bassanio dan temannya Gratiano, berangkat ke Belmont, dimana Bassanio berniat menyongsong uluran-tangan Portia.
Di Belmont, Portia menyambut pangeran Maroko, yang datang dengan maksud memilih peti mati yang tepat agar dapat menikahinya. Sang pangeran mencermati prasasti di tiga peti mati dan memilih yang emas, yang terbukti merupakan pilihan yang salah. Di Venesia, Shylock meradang saat mengetahui bahwa putrinya telah melarikan diri, namun bersukacita oleh kabar kapal Antonio, telah karam dan ia akan segera dapat mengklaim utangnya. Di Belmont, Pangeran Arragon juga mengunjungi Portia. Ia mempelajari pula peti mati dengan hati-hati, tapi ia memilih yang perak, yang, salah maning. Bassanio tiba di perkebunan Portia, dan mereka saling menyatakan cinta. Terlepas dari permintaan Portia agar ia menunggu sebelum memilih, Bassanio segera mengambil peti yang benar, yang terbuat dari timah. Ia dan Portia bergembira-ria, dan Gratiano mengaku telah jatuh cinta pada Nerissa. Kedua pasangan tersebut memutuskan nikah-bareng. Portia menghadiahkan Bassanio sebuah cincin sebagai tanda cinta, dan membuatnya bersumpah bahwa ia takkan meninggalkannya dalam keadaan apa pun. Secara tak terduga, Lorenzo dan Jessica ikut bergabung. Tapi sayang, selebrasi mereka dipersingkat oleh, dan bikin nyesek, berita bahwa Antonio telah kehilangan kapalnya, dan bahwa ia harus menebus perikatannya dengan Shylock. Bassanio dan Gratiano segera pergi ke Venesia, berupaya menyelamatkan nyawa Antonio. Setelah mereka pergi, Portia bilang pada Nerissa bahwa mereka bakal pergi ke Venesia dengan menyamar sebagai lelaki.
Shylock menepis banyak permintaan yang hendak menyelamatkan nyawa Antonio, dan pengadilan digelar guna memutuskan masalah tersebut. Duke Venesia, yang memimpin persidangan, mengumumkan bahwa ia telah memanggil seorang saksi ahli, dan ternyata, Portia, menyamar sebagai seorang ahli hukum. Portia meminta Shylock agar berbelas-kasihan, namun ia tetap tak bergeming dan ngotot bahwa daging Antonio telah menjadi haknya. Bassanio menawarkan Shylock uang sejumlah dua kali lipat dari yang menjadi haknya, akan tetapi, Shylock bersikeras menuntut pemenuhan kewajiban seperti yang diperjanjikan secara tertulis. Portia meneliti perjanjiannya dan, memandangnya mengikat secara hukum, menyatakan bahwa Shylock berhak atas daging sang saudagar yang tergugat. Shylock dengan riang menyanjung kearifannya, namun di saat Shylock berada di ambang perolehan haknya, Portia mengingatkan, bahwa ia bisa memperolehnya, dengan syarat tak boleh menyebabkan keluarnya darah dari tubuh Antonio, sebab kontrak tak memberinya hak atas darah apa pun. Nah lo, terperangkap dalam logika seperti ini, Shylock, tanpa pikir-panjang, segera mufakat menerima uang Bassanio sebagai gantinya, tapi Portia bersitegang agar Shylock mengambil haknya seperti yang tertuliskan, atau tidak sama sekali. Portia mengungkapkan kepada Shylock bahwa ia bersalah karena telah bermakar melawan nyawa seorang warga negara Venesia, itu berarti, ia harus menyerahkan setengah dari hartanya kepada negara dan setengahnya lagi, kepada Antonio. Duke menyelamatkan nyawa Shylock dan cenderung mengenakan denda ketimbang menyita harta-benda Shylock. Antonio melepaskan setengah dari kekayaan Shylock dengan dua syarat: pertama, Shylock harus masuk Kristen, dan kedua, ia harus menyerahkan seluruh harta miliknya kepada Lorenzo dan Jessica setelah kematiannya. Shylock putus-kata dan angkat-kaki.
Bassanio, yang tak sadar akan penyamaran Portia, berulang-ulang mengungkapkan rasa terima-kasih kepada sang ahli hukum muda, dan akhirnya dipaksa memasrahkan cincin dimana ia berjanji takkan pernah meninggalkan Portia. Gratiano memyerahkan cincinnya kepada Nerissa, yang menyaru sebagai juru tulis Portia. Kedua wanita tersebut, pulang ke Belmont, dimana mereka menyaksikan Lorenzo dan Jessica saling menyatakan cinta di bawah sinar rembulan. Tatkala Bassanio dan Gratiano tiba keesokan harinya, kedua istri mereka, menuduh mereka tak setia, sebab memberikan cincinnya kepada wanita lain. Namun, sebelum nge-prank ini, berjalan terlalu jauh, Portia mengungkapkan bahwa ia sebenarnya sang ahli hukum, lalu ia dan Nerissa pun berdamai dengan masing-masing suami mereka. Lorenzo dan Jessica bahagia mengetahui beroleh durian-runtuh warisan Shylock, dan berita gembira datang bahwa kapal Antonio, sebenarnya telah pulang dengan aman dan damai, selamat dan sentosa. Semuanya merayakan kemujuran mereka.
Gitu doang? Yaa tentu enggak doong. Banyak pengamat membicarakan karya Shakespeare ini. Lindsay Kaplan, mengungkapkan bahwa, dalam makna tertentu, Merchant of Venice memberikan konteksnya sendiri agar dilihat atau dibaca sejauh drama tersebut menawarkan berbagai tanggapan bagi banyak masalah yang diangkatnya. Dengan mengajukan kategori dalam konflik-tragedi dan komedi, hukum dan kasih-sayang, Yahudi dan Kristen, uang dan cinta,'yang berbeda dan yang sama, perempuan dan lelaki—Shakespeare menawarkan kepada penontonnya, perspektif yang berlawanan tentang aksi drama tersebut. Ia menjaga pula oposisi ini dari dikotomi yang rapi, dengan menawarkan pengecualian dan kompleksitas, yang melipatgandakan perspektif darimana penonton dapat mempertimbangkannya. Namun, konteks sejarah drama tersebut, mengungkapkan lebih banyak cara untuk memahami masalah yang diwakili oleh Shakespeare. Drama ini, mungkin ditulis pada pertengahan hingga akhir 1590-an, menjelang akhir singgasana Ratu Elizabeth I.
Latar drama: bagaimana hal itu mewakili Venesia? kata Kaplan. Drama tersebut, membangun hubungan utama antara Venesia dan perdagangan: babak I dibuka dengan obrolan antara Antonio, seorang saudagar Venesia, dan para bestie-nya, Salerio dan Salanio tentang perubahan profesi perdagangan.
Tak cuma orang-orang dari berbagai asal kebangsaan, etnis, dan agama berduyun-duyun ke Venesia, melainkan penduduknya sendiri, termasuk orang luar, semisal Shylock, rentenir Yahudi. Venesia membutuhkan dan tak mempercayai orang luarnya; kedua sikap tersebut hadir dalam perlakuan orang Kristen Venesia terhadap Shylock. Walau tak menyukainya, Antonio dan Bassanio terpaksa mentolerir Shylock lantaran mereka butuh cuannya.
Menurut Jay L. Halio, Merchant of Venice, drama Shakespeare yang paling kontroversial. Di antara banyak isu yang patut diperbincangkan, selain yang sentral tentang anti-Semit, ialah hubungan antara orang tua dan anak (ada tiga rangkaian dalam drama tersebut), khususnya yang melibatkan izin menikah, posisi perempuan dalam masyarakat pada umumnya, keadilan dan cinta-kasih, persahabatan, perkawinan, dan beragam ikatan yang menghubungkan sesama manusia.
Masalah penting lainnya, yang diangkat oleh keberadaan rentenir, Shylock, dalam lakon itu, ialah masalah riba. Doktrin Kristen [pada masanya] umumnya menentang pinjaman uang dengan bunga dan memberikan tekanan politik yang luar biasa agar melarangnya di Inggris selama abad keenam belas. Venesia, sebagai pusat perdagangan dunia selama periode ini dan tempat dimana banyak turis berbondong-bondong, dari dulu sampai sekarang, merupakan tempat yang eksotis dan menarik— seperti kota-kota lain di Eropa—yang menarik minat penulis drama dan penontonnya.
Nah dalam konteks ini, yuk kita perbincangkan tentang hutang dan riba, secara singkat, menurut para pencinta drama Shakespeare ini. Nantikan di sesi berikutnya yaq, serius, tak berniat melakukan sebaliknya, dan gak bo'ong! Bi 'idznillah."