"Sewaktu mengantarkan putri kecilnya ke taman kanak-kanak, sang dokter membiarkan anak perempuan mungilnya itu, memperhatikan stetoskopnya. Sang anak mengambil dan mulai memainkannya. Hati sang ayah serasa bergetar dan sempat terlintas dalam benaknya, 'Kelak, boleh jadi, ia bakalan mengikuti jejakku menjadi seorang dokter.' Tapi kemudian, sang dokter mendengar sang anak, berceloteh kepada alat kedokterannya itu, 'Selamat datang di McD. Mau pesan apa, bisa dibantu?'" berkata Wulandari—bahasa Jawa, maknanya, bulan bulat atau bulan purnama—seraya menolehkan wajah cerianya ke paras bumi pertiwi, usai mengucapkan Basmalah dan menyapa dengan Salam.
“Kewajiban dalam semua agama wahyu, ialah perintah kepada manusia agar berbuat baik dan berbakti kepada kedua orangtua," lanjut Wulandari. "Islam lebih jauh menekankan ketaatan kepada kedua orangtua sebagai perintah Allah. Bukankah hak kedua orangtua, yang mengasuh anak sejak kecil hingga dewasa, bahwa kebaikan mereka dihargai? Seseorang hendaknya menghormati kedua orangtuanya, mencintai dan merawat keduanya di saat mereka telah menua dan membutuhkan perlakuan yang baik. Dengan kata lain, ia seyogyanya membantu mereka dengan cara yang sama seperti seorang anak membutuhkan pertolongan. Mengetahui hak-hak mereka dan secara sadar mencari ridha mereka, tak semata perintah Ilahi, melainkan pula perbuatan ibadah dan ciri manusia.
Ada banyak perintah dalam Al-Qur'an yang berhubungan dengan perlakuan kita terhadap kedua orangtua. Allah berfirman,
وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًاۗ
رَبُّكُمْ اَعْلَمُ بِمَا فِيْ نُفُوْسِكُمْ ۗاِنْ تَكُوْنُوْا صٰلِحِيْنَ فَاِنَّهٗ كَانَ لِلْاَوَّابِيْنَ غَفُوْرًا
'Rabbmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu-bapak. Jika salah seorang di antara keduanya, atau kedua-duanya, sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah' [sekadar mengucapkan kata ah (atau kata-kata kasar lainnya) kepada kedua orangtua, tak diperbolehkan agama, apalagi memperlakukan mereka dengan lebih kasar] dan janganlah engkau membentak keduanya, serta ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.
Rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih-sayang dan ucapkanlah, 'Duhai Rabbku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua (menyayangiku ketika) mendidik aku sewaktu kecil.'
Rabbmu lebih mengetahui apa yang ada dalam dirimu. Jika kamu orang-orang yang shalih, sesungguhnya Dia, Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertobat [mereka yang meniatkan kebenaran, bersegera tobat dari dosa dan kesalahan yang dilakukan oleh kelemahan manusia, Allah menjanjikan ampunan]. [QS. Al-Isra (17):23-25]
Berbakti kepada orang tua mengikuti segera setelah menyembah Allah. Durhaka kepada kedua orangtua sangatlah terlarang, sebab itu dosa besar. Abu Bakar, radhiyallahu 'anhu, berkata bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda,
ألا أنبئكم بأكبر الكبائر ثلاثا ؟ قلنا بلى يا رسول الله قال الإشراك بالله وعقوق الوالدين ، وكان متكئا فجلس فقال : ألا وقول الزور وشهادة الزور ، فما زال يكررها حتى قلنا ليته سكت
‘Maukah aku ceritakan kepada kalian dosa besar yang paling besar?' Kami menjawab, 'Ya, Rasulullah.' Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Menyekutukan Allah, dan mendurhakai dua orang tua.' Rasulullah (ﷺ) sedang bersandar lalu duduk, maka beliau (ﷺ) bersabda, 'Tidak mengatakan kebohongan dan kesaksian palsu. Beliau terus mengulainya sampai kami berkata semoga beliau berhenti [maksudnya 'Kami berharap beliau ( ﷺ) berhenti mengucapkan kata-kata tersebut, lantaran perasaan sayang kami pada beliau ( ﷺ), sebab kami melihat tanda-tanda kemarahan di wajah beliau ( ﷺ)].' [Sahih Al-Bukhari dan Muslim].'
Setelah Allah, tiada seorang pun yang menyadari nikmat yang lebih besar kepada seseorang selain dari orangtuanya sendiri. Ibunya melahirkannya dalam keadaan yang amat sulit saat menggendongnya, dan pada saat melahirkannya mengalami kesusahan dan masalah yang amat berat. Ia melakukan yang terbaik guna membesarkannya dan menghabiskan malam tanpa lelap, merawatnya, mengabaikan semua hasrat dan keinginannya yang lain. Ia lebih mementingkan anaknya ketimbang dirinya sendiri setiap saat.
Ayahnya, selain menjadi penyebab keberadaannya, juga memberinya cinta, kasih-sayang dan membesarkannya dengan bekerja keras dan membelanjakan untuknya. Maka, orang yang logis, mengetahui hak orang yang memberikan bantuan kepadanya, dan berusaha membalas budi seperti itu.
Tak mengakui hak orang yang telah memberikan pertolongan merupakan sifat yang paling hina, apalagi jika orang tersebut mengingkari hak tersebut, dan selanjutnya, membalasnya dengan kejahatan..
Seseorang yang berbakti dan baik kepada orang tuanya, hendaklah tahu bahwa betapapun baiknya ia kepada mereka, ia takkan pernah bisa membalas atau berterima kasih kepada mereka (atas hak dan keistimewaan mereka).
Kedekatan kerabat dapat disamakan dengan kedekatan orangtua dengan anak, dan seseorang tak boleh mengabaikan hak-hak tersebut.
Al-Qur'an menyebutkan juga, apa yang boleh dan yang tak boleh berkaitan dengan bakti terhadap orangtua. Allah berfirman,
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ
وَاِنْ جَاهَدٰكَ عَلٰٓى اَنْ تُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوْفًا ۖوَّاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَابَ اِلَيَّۚ ثُمَّ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
'Dan Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orangtuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun [selambat-lambat waktu menyapih sampai anak berumur 2 tahun]. (Wasiat Kami,) 'Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu.' Hanya kepada-Ku (kamu) kembali.
Jika keduanya memaksamu, mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang kamu tak punya ilmu tentangnya [yakni, tiada pengetahuan tentang keilahiannya. Tak boleh ada pengetahuan tentang sesuatu yang tidak ada atau tidak benar], janganlah patuhi keduanya, (melainkan) pergaulilah keduanya di dunia dengan baik dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian, semata kepada-Ku kamu kembali, lalu Aku beritahukan kepadamu, apa yang biasa kamu kerjakan.' [QS. Luqman (31):14-15]
Ibu punya hak tiga kali lipat dari hak ayah, dan itu lantaran kesulitan yang dihadapi ibu selama kehamilan, persalinan, dan mengasuh anak. Kemudian setelah lahir, sang ayah berbagi tanggung jawab membesarkan sang anak.
Hak orangtua (haqqul walidain) diperjelas dalam ayat tersebut, dimana Allah memasangkan rasa-syukur kepada-Nya dengan rasa-syukur kepada orangtua. Menunjukkan al-birr [digunakan untuk menggambarkan kebenaran, keshalihan, penghormatan, bakti dan keramahan antara lain] kepada mereka, dengan mematuhi apa pun yang mereka minta dan suruhkan, selama itu bukan sesuatu yang dilarang. Perintah mereka hndaknya diberikan preferensi atas doa opsional (nawafil). Jauhi apa yang mereka larang, belanjakan untuk mereka. Carilah hal-hal yang mereka sukai. Sajikan mereka secara berlebihan. Amati rasa hormat dan martabat dengan mereka. Jangan meninggikan suaramu atau memelototi mereka. Jangan panggil mereka dengan nama mereka. Berjalanlah di belakang mereka. Bersabarlah atas apa pun yang mereka lakukan, yang tak engkau sukai.
Pula, Allah berfirman,
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۗوَاِنْ جَاهَدٰكَ لِتُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۗاِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
'Dan Kami telah mewasiatkan (kepada) manusia agar (berbuat) baik kepada kedua orangtuanya. Bila keduanya memaksamu mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang engkau tak mempunyai ilmu tentangmya, janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku kamu kembali, lalu Aku beritahukan kepadamu apa yang selama ini, kamu kerjakan.' [QS. Al-'Ankabut [29]:8]
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ اِحْسَانًا ۗحَمَلَتْهُ اُمُّهٗ كُرْهًا وَّوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۗوَحَمْلُهٗ وَفِصٰلُهٗ ثَلٰثُوْنَ شَهْرًا ۗحَتّٰىٓ اِذَا بَلَغَ اَشُدَّهٗ وَبَلَغَ اَرْبَعِيْنَ سَنَةًۙ قَالَ رَبِّ اَوْزِعْنِيْٓ اَنْ اَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِيْٓ اَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلٰى وَالِدَيَّ وَاَنْ اَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضٰىهُ وَاَصْلِحْ لِيْ فِيْ ذُرِّيَّتِيْۗ اِنِّيْ تُبْتُ اِلَيْكَ وَاِنِّيْ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ نَتَقَبَّلُ عَنْهُمْ اَحْسَنَ مَا عَمِلُوْا وَنَتَجَاوَزُ عَنْ سَيِّاٰتِهِمْ فِيْٓ اَصْحٰبِ الْجَنَّةِۗ وَعْدَ الصِّدْقِ الَّذِيْ كَانُوْا يُوْعَدُوْنَ
وَالَّذِيْ قَالَ لِوَالِدَيْهِ اُفٍّ لَّكُمَآ اَتَعِدَانِنِيْٓ اَنْ اُخْرَجَ وَقَدْ خَلَتِ الْقُرُوْنُ مِنْ قَبْلِيْۚ وَهُمَا يَسْتَغِيْثٰنِ اللّٰهَ وَيْلَكَ اٰمِنْ ۖاِنَّ وَعْدَ اللّٰهِ حَقٌّۚ فَيَقُوْلُ مَا هٰذَآ اِلَّآ اَسَاطِيْرُ الْاَوَّلِيْنَ
اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ حَقَّ عَلَيْهِمُ الْقَوْلُ فِيْٓ اُمَمٍ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِمْ مِّنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِ ۗاِنَّهُمْ كَانُوْا خٰسِرِيْنَ
وَلِكُلٍّ دَرَجٰتٌ مِّمَّا عَمِلُوْاۚ وَلِيُوَفِّيَهُمْ اَعْمَالَهُمْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُوْنَ
وَيَوْمَ يُعْرَضُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا عَلَى النَّارِۗ اَذْهَبْتُمْ طَيِّبٰتِكُمْ فِيْ حَيَاتِكُمُ الدُّنْيَا وَاسْتَمْتَعْتُمْ بِهَاۚ فَالْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُوْنِ بِمَا كُنْتُمْ تَسْتَكْبِرُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَبِمَا كُنْتُمْ تَفْسُقُوْنَ
'Dan Kami wasiatkan kepada insan agar berbuat baik kepada kedua orangtuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah-payah dan melahirkannya dengan susah-payah (pula). Mengandung sampai menyapihnya itu, selama tiga puluh bulan. Sehingga, apabila telah dewasa dan umurnya mencapai empat puluh tahun, ia (anak itu) berkata, 'Rabbku, mampukan aku [secara harfiah, 'kumpulkan dalam diriku kekuatan dan kemampuan terbaik'] agar dapat mensyukuri nikmat-Mu, yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orangtuaku, dapat beramal shalih yang Engkau ridhai, dan berikanlah keshalihan kepadaku hingga kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada-Mu dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang muslim.'
Mereka itulah orang-orang yang Kami terima amal terbaiknya yang telah mereka kerjakan, Kami maafkan kesalahan-kesalahannya, (dan mereka) termasuk para penghuni surga. Itulah janji kebenaran, yang dahulu dijanjikan kepada mereka.
Namun, orang yang berkata kepada kedua orangtuanya, 'Ah [ekspresi ketidaksukaan dan kejengkelan], kamu berdua! Apakah kamu berdua memperingatkanku bahwa aku akan dibangkitkan (dari kubur), padahal umat-umat sebelumku telah berlalu?' Sementara itu, kedua orangtuanya memohon pertolongan kepada Allah (seraya berkata,) 'Celaka kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allah itu benar.' Lalu, ia (anak itu) berkata, 'Ini cuma dongeng orang-orang dahulu.'
Mereka itulah orang-orang yang pasti terkena ketetapan (azab) bersama umat-umat sebelum mereka dari kalangan jin dan manusia. Sesungguhnya merekalah orang-orang yang merugi.
Setiap orang memperoleh tingkatan sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan dan agar Allah menyempurnakan balasan amal mereka serta mereka tak dizalimi.
Pada hari (ketika) orang-orang yang kufur dihadapkan pada neraka, (dikatakan kepada mereka,) 'Kamu telah menghabiskan (rezeki) yang baik dalam kehidupan duniamu dan bersenang-senang dengannya. Pada hari ini kamu dibalas dengan azab yang menghinakan karena kamu takabur di bumi, padahal tidak berhak (untuk sombong), dan (juga) karena kamu selalu durhaka.'' [QS. Al-Ahqaf (46):15-20]
Berbakti kepada orang tua meliputi: kebaikan yang pantas kepada mereka, memohon berkah Allah bagi mereka, memperhatikan nasihat mereka (di dunia ini) dan, mendambakan bimbingan mereka ke jalan yang benar meskipun mereka non-Muslim.
Mencaci dan mengutuk orang tua itu, dosa besar. 'Abdullah bin 'Amr bin al-'As, radhiyallahu 'anhu, meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Dosa terbesarlah jika seseorang mengutuk orangtuanya. Ditanya, 'Duhai Rasulullah! Bagaimana seseorang mengutuk orangtuanya (sendiri)?' Beliau (ﷺ) bersabda, 'Orang itu memaki ayah orang lain, kemudian yang terakhir memaki ayah dari yang pertama, dan mencaci ibunya, dan kemudian yang kedua mencaci ibu yang pertama.''
Diriwayatkan bahwa Abu Hurairah (radiyallahu 'anhu) melihat dua lelaki dan bertanya kepada salah seorang dari keduanya. 'Siapa ini bagimu?’ Ia menjawab, ‘Ayahku.’ Abu Hurairah berkata, ‘Jangan memanggilnya dengan namanya. Jangan berjalan di depannya dan jangan duduk sebelum ia melakukannya.'
Muhammad bin Sirin berkata, 'Seseorang yang berjalan di depan ayahnya telah melanggar perintahnya, kecuali ia melakukannya untuk menghilangkan hal-hal yang berbahaya dari jalannya. Seseorang yang memanggil ayahnya dengan namanya, telah mendurhakainya. Ia semestinya berkata, 'Duhai ayahku!'
Mujahid berkata, 'Seorang anak lelaki tak boleh mendorong tangan ayahnya ketika ia memukulnya. Jika seseorang yang menatap-tajam orangtuanya, ia belum menunjukkan birr kepada mereka. Jika seseorang membawa sesuatu kepada mereka yang mendukakan mereka, ia telah mendurhakai mereka.’
Al-Hasan al-Basri berkata, 'Pelanggaran terburuk adalah bahwa seorang lelaki membawa ayahnya ke hadapan penguasa.'
Ibnu 'Utsman al-Hindl meriwayatkan bahwa ia mendengar Sa'd berkata, 'Telingaku telah mendengar dan hatiku telah mencatat dari Muhammad (ﷺ) kata-kata berikut, 'Barangsiapa dengan sengaja mengklaim pertalian dari selain ayahnya, surga diharamkan baginya.'
Abu Hurairah, radhiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Jangan membenci ayahmu. Barangsiapa membenci ayahnya, maka ia telah berbuat kekufuran.' [Sahih Al-Bukhari dan Muslim]
Ibnu Abbas (radhiyallahu ’anhuma) meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Terkutuklah orang yang mencaci ayahnya. Terkutuklah orang yang mencaci ibunya.'
Abu Hurairah (radiyallahu 'anhu) meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Allah tak menerima doa orang yang orangtuanya marah padanya, kecuali jika mereka menindasnya.'
Anak lelaki adalah dari penghasilan ayahnya. Jabir bin 'Abdullah, radhiyallahu 'anhu, meriwayatkan bahwa seorang lelaki mendatangi Rasulullah (ﷺ) dan berkata, 'Aku punya uang dan anak, dan ayahku hendak mengambil uangku dengan paksa. Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Kamu dan uangmu itu, untuk (atau di bawah bakti) ayahmu.'
A'isyah, radhiyallahu 'anha, meriwayatkan, 'Yang terbaik dari apa yang manusia dapat makan dan manfaatkan, dari penghasilannya, dan putranya (dianggap) dari penghasilannya.'
Namun dalam hadits lain, ia, radhiyallahu 'anha, berkata [dari Rasulullah (ﷺ)], 'Anak lelaki itu, dari penghasilannya, yang terbaik dari penghasilannya, maka makanlah dari uang atau harta benda mereka (yaitu, dapatkan faedah dari mereka).'"
"Pada sesi berikut," kata Wulandari, "kita akan terus membicarakan tentang bakti kita kepada kedua orangtua, bi 'idznillah."
Lalu Wulandari pun bersenandung,
I guess I learned it from my parents
[Kurasa, aku telah belajar dari orangtuaku]
That true love starts with friendship
[Bahwa cinta sejati bermula dari persahabatan]
A kiss on the forehead, a date night
[Kecupan di dahi, kencan malam]
Fake an apology after a fight *)
[Seolah pemberian maaf usai perrtengkaran]