"Seorang kapten kapal sungai, yang hendak menenangkan para penumpangnya, berkata, 'Gua dah lama berlayar dengan kapal di sungai ini, jadi gua tahu, ada dimana setiap gundukan pasir.' Namun mendadak, kapal menghantam dengan keras sebuah gundukan pasir, hingga mengguncang perahu dan seluruh penumpangnya. 'Nah lihat,' katanya, ngeles, 'sekarang muncul satu kaan!' sang Purnama memulai perbincangan kala cahayanya, terpantulkan oleh air pasang di hilir sungai, usai sebelumnya mengucapkan Basmalah dan Salam.
"Pasir," lanjut sang Purnama, "sesuatu yang remeh, yang dapat ditemukan dimanapun, bahan paling sederhana yang padat di muka Bumi, namun sebagai bahan utama dibangunnya kota modern, serta dasar literal peradaban modern.
Boleh jadi, satu-satunya tempat dimana kebanyakan orang benar-benar menghargai pasir—atau bahkan memikirkannya—ialah pantai. Tapi ternyata, tak cuma itu, pasir penting bagi kita selama berabad-abad, bahkan ribuan tahun. Orang telah menggunakannya sebagai bahan bangunan atau konstruksi, setidaknya sejak zaman Mesir kuno. Pada abad kelima belas, seorang pengrajin Italia menemukan cara mengubah pasir menjadi kaca yang sepenuhnya transparan, yang memungkinkan mikroskop, teleskop, dan teknologi lain, membantu mendorong revolusi ilmiah era Renaisans.
Pasir, inti dari kehidupan kita sehari-hari. Lihatlah sekelilingmu. Adakah lantai di bawahmu, dinding di sekelilingmu, atap di atas kepalamu? Kemungkinan besar, semuanya terbuat dari, setidaknya, lapisan beton. Dan terbuat dari apa beton itu? Pada dasarnya, pasir dan kerikil yang direkatkan bersama semen.
Lihatlah ke luar jendela. Seluruh bangunan yang engkau lihat, juga terbuat dari pasir. Begitu pula kaca di jendela itu. Demikian juga bermil-mil jalan aspal yang menghubungkan seluruh bangunan itu. Sama halnya dengan chip silikon, yang menjadi otak dari laptop dan smartphone-mu. Pijakan yang ada di bawah kakimu, kemungkinan besar buatan, diproduksi dari pasir, yang dikeruk dari bawah air. Kita manusia, menyatukan triliunan butir pasir yang tak terhitung jumlahnya, membangun struktur menjulang tinggi, dan kita memecah molekul butiran-butiran kecil, membuat chip komputer yang sangat mungil.
Pasir terletak jauh di dalam kesadaran budaya kita. Ia menyelubungi bahasa kita. Kita menggambar garis di dalamnya, membangun kastil di dalamnya, menyembunyikan kepala kita di dalamnya. Di Eropa abad pertengahan (dan musik-cadas grup band klasik Metallica), Sandman, makhluk kosmik yang mengendalikan semua mimpi, membantu kita agar tertidur. Dalam mitologi modern, Sandman merupakan pelakon super komik DC dan bajingan berkekuatan supernya komik Marvel. Dalam mitos penciptaan budaya asli, dari Afrika Barat hingga Amerika Utara, pasir digambarkan sebagai unsur yang melahirkan tanah. Biksu Budha dan pengrajin Navajo, telah menggunakannya melukis selama berabad-abad. Pasir sangat kecil dan tak terbatas, alat pengukuran dan substansi yang melampaui takaran.
Semua ini, terjadi ketika munculnya dunia industri modern, dalam beberapa dekade sebelum dan sesudah pergantian abad kedua puluh, orang benar-benar mulai memanfaatkan potensi penuh pasir dan mulai memanfaatkannya dalam skala kolosal. Selama periode inilah, pasir berubah dari sumber daya yang digunakan untuk tujuan luas tetapi artisanal, menjadi bahan bangunan penting peradaban, bahan utama yang digunakan membuat struktur dan produk yang diproduksi secara massal, sesuai tuntutan populasi yang tumbuh pesat.
Apa sih pasir itu? F. J. Pettijohn, Paul Edwin Potter, Raymond Siever, para Profesor Geologi, mengatakan bahwa Pasir merupakan bahan butiran yang lepas dan tidak kohesif, butiran atau elemen kerangka yang menurut definisi harus berukuran pasir. Berbagai upaya telah dilakukan guna mendefinisikan pasir dengan lebih tepat. Upaya-upaya ini, sebagian besar diarahkan menyatakan ukuran butir dalam istilah 'diameter' butir dengan besaran tertentu.
Karena butiran pasir itu, padatan tak beraturan, pertama-tama perlu mendefinisikan istilah 'diameter' yang diterapkan pada padatan tersebut. Banyak upaya mengkodifikasi makna 'pasir' sebagai istilah ukuran. Upaya melakukannya, biasanya merupakan bagian dari upaya yang lebih besar guna mengkodifikasi semua istilah ukuran dan membangun 'skala nilai'. Berbagai pilihan dibuat bagi kelas ukuran 'pasir' di beberapa skala kelas ini. Di sini kita akan mengadopsi batas diameter 0,0625 (1/16) dan 2,0 mm untuk 'pasir'—batas yang telah diterima secara umum di kalangan ahli sedimen.
Skala Udden-Wentworth, mendefinisikan standar geologis yang paling umum digunakan, istilah pasir mencakup butiran lepas dari material keras apa pun dengan diameter antara 2 dan 0,0625 milimeter. Itu berarti, butiran pasir rata-rata sedikit lebih besar dari lebar rambut manusia. Butir-butir ini, dapat dibuat oleh gletser yang menggiling bebatuan, oleh lautan yang merusak kerang dan karang—banyak pantai Karibia terbuat dari cangkang yang membusuk, bahkan oleh lahar vulkanik yang mendingin dan pecah saat bersentuhan dengan udara atau air—dari sanalah pantai pasir hitam Hawaii berasal.
Namun, hampir 70 persen dari seluruh butiran pasir di Bumi ini, kuarsa. Kuarsa-lah yang teramat penting bagi kita. Kuarsa merupakan bentuk silikon dioksida, atau SiO2, juga dikenal sebagai silika. Komponennya, silikon dan oksigen, unsur yang paling melimpah di kerak bumi, maka, tak mengherankan jika kuarsa merupakan salah satu mineral paling umum di Bumi. Kuarsa banyak ditemukan dalam granit dan bebatuan lain yang membentuk pegunungan dan fitur geologis lainnya. Sebagian besar butiran kuarsa yang kita gunakan, terbentuk oleh erosi.
Engkau dapat membayangkan pasir ibarat pasukan kolosal, atau sekelompok tentara yang saling terkait, yang terdiri dari triliunan tentara kecil. Hanya saja, pasukan ini dikerahkan bukan untuk membunuh, melainkan untuk menghasilkan. Alih-alih menghancurkan, para prajurit ini membangun struktur dan produk serta melakukan layanan untuk kita.
Sepintas, butiran pasir, laksana pasukan berseragam, semuanya terlihat hampir sama. Sebenarnya, ada banyak jenis yang berbeda, dengan atribut, kekuatan, dan kelemahan yang berbeda, yang pada gilirannya menentukan kegunaannya. Ada yang dihargai karena kekerasannya, ada yang karena kelenturannya; ada yang karena kebulatannya, ada yang karena kekakuannya; ada yang karena warnanya, ada yang karena kemurniannya. Ada pasir, bagaikan pasukan komando yang dipilih secara khusus, dimasukkan melalui proses fisik atau kimia yang rumit, mengubah kemampuannya, atau digabungkan dengan bahan lain guna melakukan tugas yang tak dapat mereka lakukan dalam keadaan aslinya.
Pasir konstruksi—butiran keras dan bersudut yang digunakan terutama untuk membuat beton—merupakan infanteri pasukan ini. Jenis pasir ini, melimpah, mudah ditemukan, dan tak terlalu murni. Pasir konstruksi dapat ditemukan di hampir setiap negara, sering dicampur dengan mitranya, yang sangat diperlukan, kerikil.
Pasir silika lebih murni—setidaknya 95 persem silika—dan ditemukan di lebih sedikit tempat dibanding pasir konstruksi atau laut. Juga disebut pasir industri, merekalah Pasukan Khusus dari pasukan pasir, yang mampu digunakan untuk tujuan yang lebih canggih dibanding rata-rata prajurit biasa. Pasir inilah, yang engkau butuhkan untuk membuat kaca.
Sebagian besar, kita tak memasukkan pasir gurun ke dalam layanan kita. Butiran yang ditemukan di gurun sebagian besar terlalu bulat bila digunakan dalam konstruksi. Alasannya, angin lebih keras dibanding air. Di sungai, air meredam dampak butiran yang saling berjatuhan. Di padang pasir, mereka saling berbenturan dengan kekuatan penuh, membulatkan pojok dan sudutnya.
Dikala terbitnya abad ke-20, hampir semua bangunan besar di dunia—blok apartemen, gedung perkantoran, gereja, istana, benteng—terbuat dari batu, bata, tanah liat, atau kayu. Bangunan tertinggi di Bumi, berdiri kurang dari sepuluh lantai. Sebagian besar jalan diaspal dengan pecahan batu, atau kemungkinan besar, tak diaspal sama sekali. Kaca berupa jendela atau peralatan makan, merupakan barang mewah yang relatif langka dan mahal. Pembuatan massal dan penerapan beton dan kaca mengubah semuanya, membentuk kembali bagaimana dan dimana orang hidup di dunia industri. Beton merupakan penemuan yang transformatif, semisal api atau listrik. Ia telah mengubah di mana dan bagaimana miliaran orang hidup, bekerja, dan bergerak. Beton merupakan kerangka dunia modern, perancah dimana banyak hal lain dibangun. Ia memberi kita kekuatan membendung sungai yang sangat besar, mendirikan bangunan setinggi Olympian, dan melakukan perjalanan ke seluruh penjuru dunia, kecuali yang paling terpencil, dengan mudah, yang akan mencengangkan nenek moyang kita. Diukur dengan jumlah nyawa yang disentuhnya, beton dengan mudah menjadi bahan buatan manusia paling penting yang pernah ditemukan.
Substansi pengubah dunia ini sebagian besar, terdiri dari bahan paling sederhana dan paling umum: kerikil dan pasir. Beton, sebenarnya, pendorong utama krisis pasir global; kita menggunakan lebih banyak pasir untuk membuat beton dibanding untuk tujuan lain. Miliaran ton pasir dan kerikil, digali setiap tahun dan digunakan membentuk pusat perbelanjaan, jalan bebas hambatan, bendungan, dan bandara. Seluruh substrat dunia yang kita tinggali, bertumpu pada bahu infanteri batu miniatur yang sangat besar itu.
Semuanya bahkan lebih menakjubkan jika engkau mempertimbangkan bahwa hanya sekitar satu abad yang lalu, kita hampir tak menggunakan beton sama sekali.
Mari kita perjelas satu hal: Semen tak sama dengan beton. Semen merupakan salah satu bahan pembuatan beton. Lem yang mengikat kerikil dan pasir menjadi satu. Semen (ada banyak bentuk) biasanya dibuat dengan menghancurkan tanah liat, kapur, dan mineral lainnya, membakarnya di tempat pembakaran pada suhu hingga 2.700 derajat, lalu menggiling hasilnya menjadi bubuk abu-abu sehalus sutra. Campur bubuk itu dengan air dan engkau mendapatkan pasta, semacam zat perekat. Pasta tak langsung mengering, seperti lumpur; ia 'mengawetkan', maksudnya, molekul bubuk terikat bersama melalui proses yang disebut hidrasi, komponen kimianya saling mencengkeram semakin erat, membuat zat yang dihasilkan, menjadi sangat kuat. Diperkuat dengan satu peleton pasir, pasta itu mengental menjadi mortar, bahan yang digunakan untuk menyatukan batu bata.
Walau beton merupakan bahan bangunan modern yang klasik, masyarakat di beberapa tempat, selama berabad-abad, telah menemukan cara membuatnya. Bangsa Maya, yang berkembang 2.000 tahun yang lalu di tempat yang sekarang menjadi Meksiko Selatan, Guatemala, dan Belize, membuat balok beton mentah untuk menopang beberapa bangunan mereka. Orang Yunani menggunakan mortar semen. (Ada pakar yang percaya bahwa orang Mesir kuno menggunakan bentuk beton dalam pembangunan piramida, meskipun sebagian besar tak sepakat. Orang Mesir hampir pasti menggunakan pasir, untuk membantu gergaji perunggu mereka memotong batu bagi monumen mereka, kemungkinan besar termasuk piramida. Pasir, pada kenyataannya, telah digunakan sebagai bahan konstruksi setidaknya sejak tahun 7000 SM, oleh masyarakat kuno yang mencampurnya dengan lumpur untuk membuat batu bata mentah.) Namun sejauh ini, pengguna beton yang paling antusias dan canggih secara teknis di dunia kuno ialah orang Romawi. Namun tak jelas, kapan atau bagaimana orang Romawi menemukan rahasia pembuatan beton.
Bangsa Romawi membangun rumah, toko, bangunan umum, dan pemandian dari beton. Pemecah gelombang, menara, dan bangunan lain yang membentuk pelabuhan raksasa buatan Kaisarea, di tempat yang sekarang disebut Israel, dibangun dengan beton, seperti fondasi Colosseum, bersama dengan jembatan dan saluran air yang tak terhitung jumlahnya, di seluruh kekaisaran. Yang paling dikenal, Pantheon Roma, dibangun hampir 2.000 tahun yang lalu, beratap kubah beton yang spektakuler—masih menjadi struktur beton terbesar tanpa baja tulangan di dunia.
Kemudian di tahun-tahun menjelang abad ke-21, penggunaan pasir berkembang pesat lagi, guna memenuhi kebutuhan lama dan belum pernah terjadi sebelumnya. Beton dan kaca mulai dengan cepat memperluas dominasinya, dari negara-negara Barat yang kaya, ke seluruh dunia. Kira-kira pada waktu yang sama, teknologi digital, yang ditenagai oleh chip silikon dan perangkat keras canggih lainnya, yang dibuat dengan pasir, mulai membentuk kembali ekonomi global dengan cara yang sangat besar dan sederhana.
Saat ini, hidupmu bergantung pada pasir. Engkau mungkin tak menyadarinya, tapi pasir ada di sana, memungkinkan caramu hidup, di hampir setiap menit dalam keseharianmu. Kita hidup di dalamnya, bepergian dengannya, berkomunikasi dengannya, mengitari diri kita dengannya.
Dimanapun engkau bangun di pagi ini, kemungkinan besar engkau berada di bangunan yang, setidaknya, sebagian terbuat dari pasir. Sekalipun dindingnya terbuat dari batu bata atau kayu, fondasinya kemungkinan besar, beton. Bisa juga, diplester dengan semen, yang kebanyakan pasir. Cat di dindingmu, sangat mungkin, mengandung pasir silika yang digiling halus agar lebih tahan lama, dan boleh jadi, mengandung bentuk lain dari pasir dengan kemurnian tinggi untuk meningkatkan kecerahan, penyerapan minyak, dan konsistensi warnanya.
Engkau menyalakan lampu, yang disediakan oleh bola-kaca, yang terbuat dari pasir, yang telah dilelehkan. Engkau berputar-putar di kamar mandi, tempatmu menyikat gigi di atas wastafel, yang terbuat dari porselen berbahan dasar pasir,, menggunakan air yang disaring melalui pasir di pabrik pemurnian lokal. Pasta gigimu, besar kemungkinan mengandung silika terhidrasi, sejenis pasir yang berfungsi sebagai abrasif ringan guna membantu menghilangkan plak dan noda.
Pakaian dalammu, masuk tepat di tempatnya, berkat karet elastis yang terbuat dari silikon, senyawa sintetis yang juga berasal dari pasir. [Silikon membantu sampo menjadikan rambutmu lebih berkilau, membuat kemejamu tak mudah kusut, dan memperkuat sol sepatu bot yang dikenakan Neil Armstrong menjejakkan kakinya, pertama kali di bulan. Dan yaq, yang paling kondang, digunakan agar mempercantik buah-dada kaum wanita, melalui suntik silikon, selama lebih dari lima puluh tahun].
Usai berpakaian dan siap berangkat, engkau pergi kerja melalui jalan yang terbuat dari beton atau aspal. Di kantor, layar komputermu, chip yang menjalankannya, dan kabel serat optik yang menghubungkannya ke Internet, semuanya terbuat dari pasir. Kertas tempatmu mencetak memo, mungkin berlapis film berbasis pasir, yang membantunya menyerap tinta printer. Bahkan lem yang menjadikan 'sticky note'-mu nempel, buat memberitahu bawahanmu yang datang terlambat, bahwa 'I'm here', berasal dari pasir.
Di penghujung hari, engkau membenamkan diri dengan secangkir teh, atau mungkin, segelas anggur. Tebak apa? Pasir digunakan untuk membuat botol, gelas, dan bahkan anggur. Anggur kadang-kadang dibuat dengan sedikit silika koloid, bentuk gel silikon dioksida yang digunakan sebagai bahan 'halus' guna meningkatkan kejernihan, stabilitas warna, dan umur simpan minuman.
Singkatnya, pasir itu, unsur penting yang memungkinkan kehidupan modern. Tanpa pasir, kita tak bisa memiliki peradaban kontemporer.
Dan percaya atau tidak, kita mulai KEHABISAN pasir.
Kendati persediaannya, boleh jadi, nampak tak ada habisnya, pasir yang dapat digunakan, merupakan sumber daya terbatas, seperti yang lainnya. (Pasir gurun umumnya tak sesuai untuk bahan bangunan; dibentuk oleh angin daripada air, butiran gurun terlalu bulat untuk diikat dengan baik.) Kita menggunakan lebih banyak sumber daya alam ini, dibanding yang lain, kecuali udara dan air. Manusia diperkirakan mengonsumsi hampir 50 miliar ton pasir dan kerikil setiap tahun. Itu cukup untuk menyelimuti seluruh negara bagian California. Pula, dua kali lebih banyak dari yang kita gunakan satu dekade yang lalu.
Saat ini, sangat banyak permintaan akan pasir, sehingga dasar sungai dan pantai di seluruh dunia, terlucuti butiran-butirannya yang sangat berharga. Lahan pertanian dan hutan dirusak. Dan orang-orang dipenjara, disiksa, dan dibunuh. Semuanya, karena PASIR.
Faktor kunci yang mendorong konsumsi bahan paling sederhana di dunia yang belum pernah terjadi sebelumnya ini: jumlah dan ukuran kota yang membengkak. Setiap tahun, semakin banyak orang di planet ini, dan setiap tahun, semakin banyak dari mereka, yang pindah ke kota, terutama di negara berkembang.
Skala migrasi ini, sangat mencengangkan. Pada tahun 1950, sekitar 746 juta orang—kurang dari sepertiga populasi dunia—tinggal di kota. Saat ini, jumlahnya hampir 4 miliar, lebih dari separuh jumlah manusia di Bumi. Perserikatan Bangsa-Bangsa memperkirakan bahwa 2,5 miliar lainnya, bakalan bergabung dengan mereka dalam tiga dekade mendatang. Populasi perkotaan global meningkat sekitar 65 juta orang setiap tahunnya; itu setara dengan menambahkan delapan Kota New York ke planet ini setiap tahun.
Guna membangun kota-kota ini, yang terbuat dari beton, aspal, dan kaca, manusia menarik pasir dari tanah dalam jumlah yang meningkat secara eksponensial. Sebagian besar digunakan membuat beton, yang sejauh ini, merupakan bahan bangunan terpenting di dunia. Pada tahun-tahun tertentu, menurut Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, dunia menggunakan beton yang cukup untuk membangun tembok setinggi 88 kaki dan lebar 88 kaki tepat di sekitar khatulistiwa. China sendiri menggunakan lebih banyak semen antara tahun 2011 dan 2013, ketimbang yang digunakan Amerika Serikat pada seluruh abad kedua puluh.
Pasukan pasir telah membangun kota kita, membuka jalan kita, menunjukkan kepada kita, bintang-bintang yang jauh dan partikel sub-atomik, menelurkan Internet, dan memungkinkan cara hidup kita. Akan tetapi, mengekstraksi dan menyebarkannya dalam skala besar di abad ke-21, membawa pula petaka dan kematian. Pada sesi selanjutnya, akan kita percakapkan tentang perkembangan penambangan pasir. Bi idznillah.”