"Suatu pagi, seorang ayah ngomong pada putri remajanya, 'Kalau gak salah, papa denger jamnya berdentang empat kali sewaktu kamu pulang semalem sayang?''Oh, sebenarnya jam sembilan pa,' jawab putrinya, 'tapi aku matiin, supaya papa gak kebangun.'"“Dalam masyarakat pra-modern, satuan waktu yang paling umum—hari, bulan, dan tahun—ditentukan oleh tiga pengatur waktu alami—bumi, bulan, dan matahari,” lanjut Kenanga.“Rotasi bumi pada porosnya, menentukan pembagian alami pertama—terang dan gelap—dan periode dua puluh empat jam merupakan unit terpendek dari petanda-waktu alami. Kebanyakan masyarakat selanjutnya membagi waktu siang hari dengan pergerakan matahari yang nampak melintasi langit (di khatulistiwa). Lantaran sumbu bumi miring pada 23,5 derajat, jumlah cahaya dalam periode dua puluh empat jam bervariasi menurut musim (kecuali di ekuator). Hanya pada ekuinoks (malam yang sama)—Vernal [berkenaan dengan musin semi; 21 Maret) dan Autumnal (musim gugur; 21 September)—masing-masing siang dan malam tepat dua belas jam.Pencatat waktu alami kedua, bulan, berputar mengelilingi bumi dan bersiklus melalui fase-fasenya dalam waktu sekitar 29,5 hari. Hal yang menarik tentang bulan yalah perubahan bentuknya. Disaat berada tepat di antara bumi dan matahari, ia tak terlihat; namun saat ia mengorbit, ia membesar, menjadi penuh, lalu mengecil, kemudian menghilang seluruhnya. Siklus ini, berulang lagi dan lagi. Karena perubahan-perubahan ini—dari seirisan, menjadi setengah, lalu bulat penuh, dan berulang lagi—begitu jelas terlihat dan karena periode sekitar tiga puluh hari tersebut meniru interval alami lainnya—periode menstruasi dan perilaku siklus makhluk laut tertentu—siklus tersebut diasumsikan sangat penting di dunia kuno dan merupakan dasar dari banyak kalender awal.Pencatat waktu alami ketiga adalah matahari. Kendati bumi membutuhkan waktu sekitar 365,25 hari mengelilingi matahari, para astronom menentukan lamanya tahun matahari dengan dua cara yang sedikit berbeda. Tahun matahari tropis, yang digunakan oleh para astronom tradisi Islam, merupakan waktu yang dibutuhkan matahari, dalam pergerakan nyatanya, agar kembali ke titik acuan yang sama di ekliptika—365 hari, 5 jam, 48 menit, dan 46 detik. Titik rujukannya, secara khusus pada Ekuinoks Vernal, tempat ekuator langit memotong ekliptika (bidang orbit bumi mengelilingi matahari). Dalam terminologi astrologi, inilah titik awal Aries dan biasanya bertanggal 21 Maret (walaupun terkadang jatuh pada tanggal 19 atau 20). Sebaliknya, tahun matahari sidereal yang digunakan dalam tradisi astronomi India, mengukur gerak semu matahari dengan mengacu pada bintang di latar belakang yang tetap. Kedua penetapan tersebut, sedikit berbeda dalam hal lamanya tahun matahari—tahun sideris sekitar dua puluh menit lebih lama dibandingkan tahun tropis.Kata 'kalender' berasal dari bahasa Latin 'calendarium', yang berarti daftar hal-hal yang penting atau buku akun. Pada dasarnya, kalender merupakan cara mencatat pembagian waktu alami pertama—Hari. Metode abstrak ini menamakan hari dengan mengalokasikan masing-masing hari menjadi satu minggu, satu bulan, dan satu tahun. Sebagai panduan bagi aktivitas sehari-hari, kalender memungkinkan masyarakat memperbaiki ritual dan hari perayaan penting mereka. Ia menawarkan cara mencatat dan mengatur peristiwa masa lalu serta menghitung komitmen bagi masa depan. Menghasilkan sistem temporal yang abstrak merupakan dorongan di balik sebagian besar upaya awal mengamati dan mencatat posisi benda-benda langit.Pelacakan waktu, pada dasarnya, merupakan perhatian utama, bukan hanya masyarakat modern, namun juga peradaban manusia secara umum. Proses pembuatan dan penyempurnaan perangkat penunjuk waktu telah menjadi salah satu pendorong kemajuan sains dan teknologi selama ribuan tahun: mulai dari penanda titik balik matahari Neolitik, hingga jam tangan mekanis hingga standar frekuensi laser yang sangat presisi, kitalah, dan akan selalu, menjadi spesies pembuat jam.Pada tingkat paling dasar, kata Chat Orzel, jam itu sesuatu yang berkeletik. 'Berkeletik' di sini dapat berupa bunyi dentang fisik yang kita kaitkan dengan jam mekanis seperti yang ada di Union’s Memorial Chapel, yang disebabkan oleh benturan antara gigi-gigi roda saat pendulum berat berayun maju mundur. Ia dapat pula berupa efek fisik yang lebih lembut, semisal tegangan bolak-balik yang memberikan sinyal waktu jam dinding elektronik di ruang kelas kita. Ia bisa sangat cepat, laksana osilasi gelombang mikro sembilan miliar kali per detik yang digunakan dalam jam atom, yang memberikan sinyal waktu, terkirimkan ke ponsel pintar melalui internet, atau sangat lambat bagaikan perubahan posisi matahari terbit di bumi. cakrawala. Namun, di setiap jam ini, ada tanda keletik: gerakan teratur dan berulang yang dapat dihitung, menandai berlalunya waktu.Bagi masyarakat modern, penanda titik balik matahari dan kalender bukanlah objek pertama yang kita bayangkan manakala topik ketepatan waktu muncul. Dikala kita memikirkan teknologi penunjuk waktu, sebagian besar kita membayangkan sesuatu yang lebih cepat dan lebih mencolok. Apa yang langsung terlintas di benak kebanyakan orang ketika beralih ke teknologi penunjuk waktu ialah jam: perangkat mengukur waktu dengan interval yang jauh lebih pendek daripada satu hari. Kita menggunakan jam untuk berbagai tujuan: membatasi jam kerja atau kompetisi olahraga, mengoordinasikan pertemuan dengan teman dan kolega, atau melacak perkembangan peristiwa yang berubah dengan cepat, dan sebagainya. Pembuat jam menggunakan beragam tampilan agar mencapai tujuan ini, mulai dari tampilan yang menyala, bel yang berbunyi, hingga alarm musik.Jam mekanis yang bunyinya 'tik-tok' memberi kita terma bagi proses berulang yang merupakan inti dari metode penunjuk waktu apa pun. Saat ini, sangat umum bagi para ilmuwan dan penulis sains berbicara tentang cara kerja alam semesta dalam istilah 'clockwork'. Tata surya, galaksi, dan bahkan alam semesta, secara keseluruhan berperan sebagai jam mekanis: sebuah sistem rumit dengan bagian-bagian kecil yang tak terhitung jumlahnya, bergerak dengan cara yang rumit dan terus berdetak dengan mulus dan andal dari masa lalu, yang diketahui hingga masa depan yang dapat diprediksi. Ia beroperasi berdasarkan aturan dan prinsip sederhana, dan berbagai pola serta siklusnya tak memerlukan intervensi dari luar agar hal tersebut terus berulang.'Ummah' memulai harinya saat matahari terbenam, sebab penanggalannya lunar dan bulan-bulan dimulai dengan terlihatnya bulan sabit seusai tenggelamnya matahari. Saat matahari terbenam (waktu Maghrib) menandai awal periode dua puluh empat jam (Yaum) atau 'Hari' yang baru. Contoh, pada hari Kamis di waktu Maghrib, sudah terhitung masuk hari Jumat (malam Jumat atau Lailatul Jumu'ah) dan waktu Subuh di hari Jumat merupakan awal Jumat siang (Naharul Jumu'ah) dan berlangsung hingga Maghrib berikutnya. Hal yang sama berlaku bagi hari-hari lainnya.Ada lima waktu shalat; dimana waktu shalat malam ditentukan berdasarkan ufuk dan gejala senja, sedangkan waktu shalat siang ditentukan berdasarkan panjang bayangan. Shalat lima waktu terdapat di banyak ayat Al-Quran. Shalat Isya' dan Subuh disebut secara langsung. Allah berfirman,يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لِيَسْتَأْذِنْكُمُ الَّذِيْنَ مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ وَالَّذِيْنَ لَمْ يَبْلُغُوا الْحُلُمَ مِنْكُمْ ثَلٰثَ مَرّٰتٍۗ مِنْ قَبْلِ صَلٰوةِ الْفَجْرِ وَحِيْنَ تَضَعُوْنَ ثِيَابَكُمْ مِّنَ الظَّهِيْرَةِ وَمِنْۢ بَعْدِ صَلٰوةِ الْعِشَاۤءِۗ ثَلٰثُ عَوْرٰتٍ لَّكُمْۗ لَيْسَ عَلَيْكُمْ وَلَا عَلَيْهِمْ جُنَاحٌۢ بَعْدَهُنَّۗ طَوَّافُوْنَ عَلَيْكُمْ بَعْضُكُمْ عَلٰى بَعْضٍۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ'Wahai orang-orang yang beriman, hendaklah mereka yang dimiliki tangan-kananmu [semisal seorang pelayan kontrak, atau diksi di masa lalu selagi umat Islam awal masih memperjuangkan kebebasan para budak, merujuk pada seorang budak yang berpotensi membeli dirinya sendiri dari perbudakan] dan orang-orang yang belum balig (dewasa) di antaramu, meminta izin kepadamu (sebelum masuk) tiga kali, yaitu sebelum shalat Subuh, disaat engkau menanggalkan pakaian (luar)-mu di tengah hari, dan seusai shalat Isya'. (Itulah) tiga (waktu yang biasanya) aurat (terbuka) bagimu [maksudnya, tiga waktu dikala aurat sering terbuka atau waktu privasi. Oleh sebab itu, Allah melarang para pelayan dan anak-anak di bawah umur, masuk ke kamar tidur orang dewasa tanpa izin, pada ketiga waktu tersebut]. Tiada dosa bagimu dan tidak (pula) bagi mereka selain dari (tiga waktu) itu, sebab (mereka) sering keluar masuk menemuimu. Sebagian diantaramu (memang sering keluar masuk) atas sebagian yang lain. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat kepadamu. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.' [QS. An-Nur (24):58]Al-Qur'an tak menyebutkan pukul berapa tepatnya shalat dilaksanakan, namun memberikan petunjuknya. Salah satu ayat menyebutkan,اَقِمِ الصَّلٰوةَ لِدُلُوْكِ الشَّمْسِ اِلٰى غَسَقِ الَّيْلِ وَقُرْاٰنَ الْفَجْرِۗ اِنَّ قُرْاٰنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوْدًا'Dirikanlah shalat sejak matahari tergelincir [saat mulai terbenamnya matahari dari garis bujurnya; periode yang mencakup shalat Zuhur dan Ashar] sampai gelapnya malam [yakni Maghrib, dan Isya'] dan (laksanakan pula shalat) Subuh [dimana pembacaan Al-Qur'an-nya dipanjangkan]. Sesungguhnya, shalat Subuh itu disaksikan (oleh para malaikat).' [QS. Al-Isra (17):78]Singkatnya, shalat Isya', selepas senja; shalat Subuh, saat fajar; shalat Zuhur, saat tergelincirnya matahari; Shalat Ashar, matahari masih tinggi, putih, dan jernih; shalat Maghrib, ketika matahari telah menghilang di ufuk.Shalat mingguan yang amat penting—shalat siang pada hari Jumat—dijadwalkan pada momen tertentu, bukan pada rentang waktu tertentu, dan minat terhadap metode penghitungan waktu yang lebih tepat seketika berkembang. Pada awal abad ketiga belas, seorang muwaqqit (pencatat waktu) mulai muncul di banyak masjid. Pada waktu yang hampir bersamaan, nama spesialis waktu lainnya (miqati), yaitu seorang munajjim yang berspesialisasi dalam astronomi dan ketepatan waktu astronomi namun bukan merupakan pengurus masjid, menjadi semakin umum dalam literatur astronomi.Pada awal abad ke-15, jam air telah menyebar ke seluruh dunia Islam dan menjadi instrumen pilihan para muwaqqit dan muazin. Ketertarikan pada ketepatan waktu yang lebih akurat tercermin dalam nama baru disiplin ilmu ini—ilmu muwaqqit (ilmu penetapan waktu).Pada dekade pertama setelah wafatnya Rasulullah (ﷺ), masyarakat Muslim awal memasuki era baru. Dalam 'Kronologi'-nya, Al-Biruni menulis, '...Dari apa yang telah diungkapkan di atas mengenai bulan, sisipan, dan tahun kabisat, jelas bahwa yang terakhir ini ada dua ragamnya, yang pertama, sederhana, berbentuk dari 12 bulan seperti yang digunakan oleh umat Islam, Turki, dan Oriental, masing-masing rata-rata 354 hari, tetapi kadang-kadang 353 dan 355, kelebihan dan kekurangan ini berada di luar kendali manusia. Yang kedua, dimana dilakukan interkalasi, dan hasilnya 13 bulan seperti yang terjadi pada umat Hindu dan Yahudi, serta Yunani pada zaman dahulu dan Arab pra-Islam. Sebaliknya, tahun matahari 365 hari dan sebagian kecilnya yaitu hampir seperempat; digunakan oleh orang-orang Yunani, Suriah, Mesir, Persia, dan Sogdian (atau Sogdiana: peradaban Iran kuno antara Amu Darya dan Syr Darya), tetapi berbeda metodenya dalam menangani bilangan pecahan [sebelum membicarakan tentang Astronomi dalam karyanya, Al-Biruni terlebih dahulu mengulas tentang Geometri dan Aritmetika].'Tarikh' [bilangan hari, bulan, dan tahun; tanggal] merupakan suatu titik waktu yang telah ditetapkan dimana telah terjadi suatu ilmu yang sampai dan tersebar di kalangan masyarakat, misalnya terbentuknya suatu agama atau sekte baru, atau suatu kejadian di suatu negara yang, misalnya. sebuah peperangan besar atau badai dahsyat, telah menarik perhatian sedemikian rupa sehingga dianggap sebagai titik tolak buatan menghitung tahun, bulan, atau hari, sehingga kapan pun diinginkan, jumlah waktu yang telah berlalu dapat diketahui, atau tanggal-tanggal relatif dari peristiwa-peristiwa yang ditetapkan, baik sebelum atau sesudahnya.Era Mussulman [at-taqwim al-hijri; dinotasikan dengan AH (Anno Hegirae)] dimulai pada tahun ketika Rasulullah (ﷺ) hijrah dari Mekah ke Madinah [16 Juli 622 M]: tahun-tahunnya semuanya lunar. Yang dimaksud dengan Ahli Kitab adalah zaman Yunani yang dikenal sebagai zaman Alexander, meskipun sejak awal tahun ketika Seleucus diangkat menjadi Raja Antiokhia [1 September 311 SM], umat Kristiani menggunakan tahun Suriah atau Yunani, sementara orang-orang Yahudi menggunakan tahun lunar mereka dengan selingan yang diperlukan, dan orang-orang Harran, yang menyebut diri mereka Sabian mempunyai kebiasaan yang mirip dengan orang-orang Yahudi. Era lain yang diketahui Ahli Kitab seperti penciptaan Adam (عليه السلام) dan banjir Nuh (عليه السلام), tenggelamnya Firaun (عليه لعنة الله), didirikannya Bait Suci oleh Sulaiman (عليه السلام) di Yerusalem, dan penghancuran kuil tersebut oleh Nebukadnezar (Bukhtnasar), namun terdapat kontroversi mengenai hal ini, akibatnya disepakati bahwa era Alexander adalah yang paling memuaskan karena lebih sedikit kesulitan dalam mengikutinya, dan lebih sedikit jumlah tahun yang disangkutpautkan.Pada masa jahiliah, orang-orang Arab memperhitungkan peperangan yang mereka rayakan di antara mereka sendiri, dan sebelum Hijrah, tahun Gajah ketika bangsa Abyssinia datang dari Yaman untuk menghancurkan Kabah dikalahkan dan dimana Rasulullah (ﷺ) dilahirkan.Bangsa Persia sudah terbiasa menghitung tanggal dari awal masa pemerintahan raja mereka, dan setelah kematiannya, menggunakan tanggal penerusnya. Pada saat kekaisaran mereka dihancurkan, mereka berasal dari Yazdeger ibnu Syahriar bin Khusrou Parviz yang terakhir dari Khusrows, tahun-tahun tanpa interkalasi mayoritas orang Majusi, berasal dari pembunuhannya, 20 tahun setelah naik takhta.Sebaliknya, orang-orang Mesir berasal dari Nabonassar, sebuah praktik yang diikuti oleh Ptolemeus dalam Almagest, untuk menentukan pergerakan rata-rata planet-planet, sedangkan mengenai bintang-bintang, tetap, ia berasal dari Antoninus, Raja Yunani saat itu. Namun saat ini, orang-orang Mesir modern yang bergabung dengan Roma berasal dari Kaisar Augustus pertama. Dalam buku-buku astronomi selalu ditemukan zaman Diokletianus. Ia Kaisar Romawi kafir yang terakhir; setelah dirinya, mereka masuk Kristen.Di kalangan umat Hindu, banyak era yang digunakan, ada yang lama, ada yang baru. Yang paling terkenal dan terkini adalah Shakalala yang berarti zaman Shaka, orang yang menjadi pemenang dan mahakuasa pada saat itu, dan menzalimi rakyatnya; ketika mereka membunuhnya, mereka menjadikan era ini dari tahun penyerahan mereka darinya.Tentu saja, setiap bangsa mempunyai satu atau lebih era; cuma ada dua jenis, apakah ilmunya sudah sampai kepada kita atau belum. Namun, ceritanya panjang dan telah ditangani dengan lebih mudah di tempat lain.'Bagi umat Islam, posisi matahari memegang peranan penting dalam menentukan waktu shalat. Menemukan arah paling akurat dari Ka'bah di Makkah, telah menjadi bagian integral dari sains Islam sejak awal berdirinya. Dalam hal seperti ini, astronomi selalu memainkan peran penting. Para polimat Islam, semisal Al-Biruni, Al Battuni, Al Khawarizmi, Tsabit bin Qurra, dan Ali Al Qusyji, hingga Ulugh Bey, selalu membantu berinovasi dan memperluas disiplin ilmu ini. Namun tak semata kaum lelaki Muslim yang berkontribusi. Pada abad ke-10, seorang Muslimah, Maryam Al-Ijlya—juga dikenal sebagai Mariam Al-Astrulabi—mengubah selamanya wajah astronomi dengan mempelopori astrolab. Kontribusinya terhadap astronomi diakui pada tahun 1990 ketika Henry H. Holy menemukan asteroid terbaik di Observatorium Palomar dan menamakannya 7069 Al-Ijliyye. Astrolab digunakan sebagai alat observasi astronomi, ketepatan waktu, dan navigasi. Inovasi Mariam menjadikan pula landasan pengelolaan jalur transportasi dan komunikasi. Ia berkontribusi dalam melacak posisi matahari, bulan, bintang, dan planet, membantu menentukan arah kiblat, serta memastikan waktu shalat dan tanggal Ramadhan. Mariam dipandang sebagai salah satu dari 200 astronom paling kondang dalam sejarah.Astronomi berkaitan dengan studi tentang langit dalam upaya memahami prinsip-prinsip dasar yang mengatur perilaku planet, bintang dan galaksi serta alam-semesta secara umum. Mempelajari peredaran bintang-bintang dan pergerakan benda-benda langit pada kejadian-kejadian yang berdasarkan ketetapan dan takdir Allah, diperbolehkan, seperti kesimpulan dokter terhadap kesehatan dan penyakit dengan memeriksa denyut nadi. Namun jika seseorang mempelajari ilmu perbintangan, misalnya meramal-nasib, sedang ia tak mengimani ketetapan dan takdir Allah (terhadap pengaruh apa pun) dan mengaku mengetahui hal ghaib itu sendiri, maka ia telah berbuat kemusyrikan. Hal ini terlarang dalam sudut pandang Islam. Belajarlah dari bintang-bintang yang menjadi petunjukmu, lalu bermawas-dirilah. Sesungguhnya, tanda-tanda Allah itu, ada dimana-nama, tak semata di angkasa, melainkan pula di laut dan di darat, pada tetumbuhan dan margasatwa, bahkan pada dirimu sendiri.Dalam bulan-bulan Islam, setiap bulan dari dua belas bulan itu, pada mulanya sama dengan bulan yang lain, dan tiada kekudusan yang melekat pada salah satu bulan tersebut dibanding bulan-bulan lain. Ketika Allah memilih waktu tertentu atas berkah istimewa-Nya, maka waktu tersebut beroleh kesucian karena rahmat-Nya. Abu Hurairah (رضي الله عنه) meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) ditanya tentang shalat mana yang paling utama setelah shalat wajib, dan puasa mana yang paling utama setelah bulan Ramadhan. Beliau (ﷺ) bersabda,أَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الصَّلاَةِ الْمَكْتُوبَةِ الصَّلاَةُ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ وَأَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ صِيَامُ شَهْرِ اللَّهِ الْمُحَرَّمِ'Shalat terafdal selepas shalat maktubah [shalat wajib lima waktu] ialah shalat di tengah malam dan puasa terafdal seusai bulan Ramadan ialah puasa pada bulan Allah, Al-Muharram.' [Sahih Muslim]Hadits tersebut mengisyaratkan bahwa puasa yang paling utama ialah pada bulan Muharram, puasa pada bulan Muharram merupakan puasa yang paling berpahala diantara puasa-puasa yang dijalankan. Meski puasa di bulan Muharram tidaklah wajib, namun siapa pun yang berpuasa pada hari-hari tersebut oleh kemauan dan pilihannya sendiri, berhak beroleh pahala yang besar dari Allah. Hadits ini bukan berarti pahala yang dijanjikan di akhir Muharram hanya semata diraih dengan berpuasa sebulan penuh. Sebaliknya, setiap puasa di bulan ini, ada pahalanya. Oleh sebab itu, seseorang hendaknya memanfaatkan kesempatan ini semaksimal mungkin.Menurut Ibnu Rajab (رحمه الله), karena bulan ini khusus dikaitkan dengan Allah dan puasa merupakan salah satu amalan yang dikaitkan dengan Allah, maka dipandang layak menentukan suatu amalan pada bulan ini yang dikaitkan dengan-Nya dengan suatu amalan yang dikaitkan dengan-Nya dan dilaksanakan semata-mata untuk-Nya, yakni puasa. Disebutkan bahwa bahwa latarbelakang mensucikan bulan ini kepada Allah, agar menunjukkan bahwa kesuciannya milik Allah dan tiada yang berhak mengubahnya sebagaimana kebiasaan orang-orang jahiliyah yang pernah mengubah kesuciannya dan menggeserkannya ke Safar. Allah lalu merujuk pada kenyataan bahwa bulan inilah bulan Allah yang disucikan-Nya, dan tak seorang pun dari makhluk-Nya berhak mengubahnya.Kendati bulan Muharram secara keseluruhan merupakan bulan suci, namun tanggal 10 Muharram merupakan hari yang tersuci diantara seluruh hari-harinya. Hari ini diberi nama Asyura'. Sebaiknya puasa Asyura diawali atau diakhiri dengan puasa lainnya. Maksudnya, berpuasa dua hari pada tanggal 9 dan 10 Muharram atau tanggal 10 dan 11 Muharram.Orang shalih dikenal karena puasanya yang berlimpah, kata Ibnu Rajab menjelaskan salah satu alasan mengapa umat Islam disyariatkan berpuasa. 'Aroma orang yang berpuasa lebih semerbak di sisi Allah daripada wangi kesturi,' sabda Rasulullah (ﷺ). Betapapun kerasnya orang yang berpuasa berusaha menyembunyikan baunya, akan menyebar ke dalam qalbu, dan jiwa-jiwa akan menghirup aroma ini. Ia bakalan muncul setelah kematiannya dan pada hari kiamat.Orang shalih umumnya banyak berpuasa. Seisi dunia merupakan bulan puasa bagi orang-orang yang bertaqwa. Hari Iednya pada hari bertemu Rabbnya. Sebagian besar hari puasa telah berlalu dan Ied bertemu Allah telah dekat. Karena puasa seharusnya menjadi rahasia antara hamba dan Rabbnya, maka orang-orang yang ikhlas berusaha menyembunyikannya dengan segala cara agar tak ada yang mengetahuinya. Ia berdiri di Masjid Jami' pada hari Jum'at, memegang kendi berisi air di tangannya, menempelkan ujungnya ke mulutnya, dan berbuat seolah-olah sedang meminum air tersebut. Orang-orang akan meliriknya, akan tetapi, tiada yang masuk ke tenggorokannya. Ia melakukannya demi menghilangkan popularitas puasanya. Salah seorang ulama di masa lalu berpuasa selama empat puluh tahun dan tak seorang pun yang mengetahuinya. Ia punya toko. Ia mengambil dua potong roti setiap hari dari rumahnya dan berangkat menuju tokonya. Dalam perjalanan, ia menyumbangkan kedua roti itu untuk sedekah. Anggota keluarganya beranggapan bahwa ia makan roti di pasar, sedangkan orang-orang di pasar berasumsi bahwa ia makan di rumah sebelum pergi ke toko. Betapapun kerasnya orang-orang jujur berupaya menyembunyikan keadaan itu, harumnya kebenaran akan membelot. Apabila seseorang menyembunyikan sebuah rahasia, niscaya Allah akan membukanya.Terakhir, ada sebuah pintu di surga yang bernama ar-Rayyan. Tak seorang pun kecuali orang-orang yang biasa berpuasa, yang boleh masuk melaluinya. Begitu mereka masuk, pintunya bakalan dikunci dan tiada orang lain yang dapat melewatinya. Puasa itu, perisai terhadap api Neraka laksana perisai yang digunakan oleh salah seorang di antaramu dalam peperangan.Muharram bermakna 'sakral', bulan pertama dalam kalender Islam dengan hari paling banyak tiga puluh hari. Perang pada bulan Muharram terlarang dan telah terjadi sejak sebelum masuknya Islam. Kata Muharram, kependekan dari Muharram Safar, yang dalam penanggalan Arab kuno membedakan antara Safar I yang dpandang sakral, dan Safar II yang tidak khalis.Safar adalah bulan kedua dalam kalender lunar Islam. Kata Arab safar bermakna 'perjalanan, migrasi', sesuai dengan periode waktu Arab pra-Islam ketika umat Islam menghindarkan diri dari penindasan Quraisy di Mekah dan melakukan perjalanan, sebagian besar tanpa alas kaki, ke Madinah. Perbincangan tentang Safar akan kita lanjutkan di episode berikutnya, bi 'idznillah."
Kutipan & Rujukan:
- Stephen P. Blake, Time in Early Modern Islam: Calendar, Ceremony, and Chronology in the Safavid, Mughal, and Ottoman Empires, 2013, Cambridge University Press
- Chat Orzel, A Brief History of Time Keeping: The Science of Marking Time, from Stonehenge to Atomic Clocks, 2022, BenBella Books
- Abu'l Rayhan Muhammad Ibn Ahmad Al-Biruni, The Book of Instruction in the Elements of the Art of Astrology, written in Ghaznah, 1029 A.D., The Translation facing the Text by
R.Ramsay Wright, M.A. Edin., LL.D. Tor. and Edin., 1934, published in 2007 by Antioch Gate.