Tiba-tiba ia melihat kepala seseorang, menyembul dari kubangan besar.Ia menghentikan mobilnya dan bertanya kepada orang tersebut, butuhkah ia tumpangan.'Oh enggak, makasih,' jawab orang itu. ‘Gua lagi naik sepeda nih,’ sembari terus mengayuh sepedanya, yang perlahan muncul dari kubangan.”"Tiada yang berdiri sendiri; semuanya berada di dalam genggaman dan pengawasan Allah," lanjut Wulandari. "Seluruh alam semesta ini, dan alam semesta yang berada di luarnya, sebuah harmoni yang di dalamnya, dan kepadanya, setiap partikel keberadaan ditetapkan dan dibutuhkan; tak ada yang bisa ditambahkan dan tak ada yang bisa diambil. Namun seluruh alam semesta yang tercipta, dan semua yang dikandungnya, tak ada apa-apanya di hadapan Karunia dan Keagungan Pencipta mereka Yang abadi.Oleh sebab itu, awal dari Hikmah itu, takwa kepada Dia Yang, jika Kehendak-Nya, dapat mereduksi alam semesta kita menjadi debu, dalam sekejap. Namun akhir dari Hikmah itu—jika bisa dikatakan demikian—mencintai Allah.Hanya sedikit orang di negara maju saat ini, yang tak menyadari masalah lingkungan dan tiada yang kebal darinya: efek rumah kaca dan perubahan pola iklim yang dapat menaikkan permukaan laut, menenggelamkan dataran rendah, dan mengurangi area layak huni di dunia; penghancuran oleh api dan buldoser hutan hujan tropis dengan kecepatan yang, jika terus berlanjut, akan berarti penggundulan hutan secara menyeluruh di dunia dalam waktu empat puluh tahun; pemusnahan satwa liar yang telah menyebabkan tingkat kepunahan spesies unggas, serangga dan mamalia, yang belum pernah terjadi sebelumnya dan masih terus meningkat; polusi atmosfer dan udara yang kita hirup; penghamburan tanah, laut dan angkasa luar dengan sampah; penciptaan lanskap kota yang merusak sehingga menghancurkan, bahkan jiwa anak-anak, yang mencoret-coret grafiti gila mereka di setiap tempat umum; dan pencemaran pikiran dan hati nurani—tumbuhnya pelanggaran hukum, pengabaian terhadap sesama, amoral.Masalah wujud dan ruh, lahiriah (az-zahir) dan batiniah (al-batin), mengenai lingkungan manusia dan pencerapannya, seyogyanya ditangani dari perspektif yang berbeda. Ada perspektif spiritual dan ada yang praktis, duniawi. Keduanya tak saling bertentangan; sebaliknya, keduanya—seperti segala hal dalam hidup kita dan sesuai dengan prinsip Tauhid—saling bertaut. Bagi umat Islam, tiada sesuatu pun di luar orbit Iman.Kini kita melihat manusia tak lagi sebagai Khalifah, merawat sektornya di bumi, atau sebagai kontemplator, belajar dari bumi bagaimana berdiri-tegak di atasnya; sebaliknya, kita melihat manusia sebagai pemangsa dan pengeksploitasi, melahap bumi ini. Kebutuhannya bertambah, tak pernah terpuaskan, dan semakin belalah ia makan, semakin rakus dirinya. Tak ada bukti yang lebih jelas bahwa manusia, manakala ia tak dijaga dalam ikatan-ikatan tertentu, batasan-batasan tertentu, menjadi perusak lingkungan, alam tempatnya bergantung akan keberadaannya.Hilangnya keharmonisan antara manusia dan alam, pertentangan yang ada di antara mereka, hanyalah satu aspek dari hilangnya keharmonisan antara manusia dan Penciptanya. Mereka yang memunggungi Pencipta mereka, tak bisa lagi betah dalam ciptaan; mereka dapat dibandingkan dengan bakteri atau virus, yang pada akhirnya meluluh-lantakkan jasad, yang telah mereka serang. Saat ini, manusia bukan lagi penjaga alam. Ia pasti terasing darinya karena, jika ia tak terasing, ia tak bisa merasa bebas memperlakukannya semata sebagai bahan mentah guna dieksploitasi. Hal ini, menjadikan manusia laksana orang asing di dunia ini, bukan dalam makna yang lebih mulia dimana Rasulullah (ﷺ) memerintahkan orang beriman agar menjadi 'ghuraba di dunia ini', melainkan dalam artian, orang yang datang sebagai musuh bumi, tempat dirinya dilahirkan.Banyak penulis menarik perhatian pada perubahan besar yang terjadi pada abad ini, khususnya dalam ilmu fisika. Materi tak lagi dipandang sebagai sesuatu yang sepenuhnya dapat diketahui, dan kepercayaan absolut sebelumnya pada hukum mekanik telah tergantikan oleh pandangan yang kurang kaku tentang alam semesta fisik. Hal ini berlaku bagi ilmuwan tertentu di puncak profesinya, tetapi teori mereka begitu rumit dan jauh melampaui pemahaman orang biasa sehingga profesi ilmiah lainnya, termasuk guru sains di sekolah, terus berpikir dan berbicara dalam kerangka materialisme murni. Bagi mereka, segala sesuatu yang ada sepenuhnya dijelaskan oleh sains dan 'that's it!', masalah selesai.Allah telah memberitahu kita tentang makna sesuatu melalui tanda-tanda yang terkandung dalam dua kitab, Al-Qur'an dan alam. Kata-kata merupakan kosa kata dari bahasa tertentu, dan meskipun itu alat utama kita berkomunikasi dan walau itu alat yang digunakan oleh Allah dalam Al-Qur’an, sebenarnya ada cara komunikasi lainnya. 'Tanda-tanda' yang ditemukan di alam, yang tak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Tidaklah mungkin, ketika kita diingatkan kepada Allah melalui fenomena alam tertentu, untuk menjelaskan mengapa ini jadi pengingat yang efektif atau mengatakan apa tepatnya yang disampaikannya kepada kita. Itu tak mengurangi khasiatnya. Orang menganggap remeh komunikasi antara makhluk manusia, namun itulah salah satu mukjizat besar, sebanding pada tingkat yang lebih rendah dengan keajaiban tertinggi komunikasi antara Mutlak transenden dan makhluk ciptaan yang bahkan tak mampu membayangkan keagungan-Nya.Mengabaikan kewajiban kita terhadap alam, tak hanya merugikan diri kita sendiri dan mungkin, dalam jangka panjang, membahayakan kehidupan umat manusia, melainkan pula pengkhianatan terhadap Amanah yang kita terima tatakala kita menjadi saksi Keilahian Allah dalam sumpah masa lalu kita (fitrah). Dan, dengan setia pada Amanah itu, kita juga melindungi dan memajukan kepentingan kita sendiri selama keberadaan kita di dunia dan kepentingan generasi mendatang.Dari perspektif Al-Qur'an, krisis lingkungan saat ini, hendaklah dilihat sebagai akibat langsung dari aktivitas manusia. Oleh sebab itu, solusinya dengan mengubah perilaku manusia. Kehidupan seperti apa yang akan engkau jalani? Dalam Dien kita, jalan agama kita, kita telah diajarkan hadir di dunia, merencanakan kehidupan ini dan sesudahnya. Tapi berada di dunia ini, bermakna memahaminya, menekuninya, dan mendapatkan informasi. Tatkala berhadapan dengan limbah, misalnya, pertanyaan esensialnya bukanlah, 'Apa itu limbah?' Pertanyaan pentingnya, 'Darimana asalnya?' Kita semua, bagian dari prosesnya, maka masuk akal bagi kita agar mendidik diri kita sendiri tentang konsumsi, konsumsi berlebihan, dan tanggapan terhadap masing-masing.Hubungan antara iman dan lingkungan dimulai, tentu saja, melalui ibadah. Dari sana, kita dapat merenungkan hubungan kita dengan Allah dan dengan planet ini, serta bagaimana kita hidup di dalamnya.Konsumsi berlebihan dapat membutakan kita terhadap peran kita sebagai pelindung Bumi—yang dalam Islam kita sebut sebagai Khalifah. Menjadi pelindung planet ini, bermakna mencermati kebiasaan konsumsi kita. Kita mengkonsumsi sesuatu setiap hari—dengan makan, minum, bersih-bersih, bepergian, membeli barang-barang baru, dan dengan menggunakan sumber daya planet dalam beragam cara. Konsumsi berlebihan kita yang terus-menerus, menghasilkan pemborosan yang tiada henti. Gundukan sampah yang membuncah, mengakibatkan peningkatan toksisitas di tanah, udara, lautan dan sungai, dan juga di dalam tubuh kita. Apa yang kita lakukan terhadap planet ini, merupakan cerminan dari apa yang kita lakukan terhadap diri kita sendiri.
Contoh lain adalah air, media pemahaman, iman, dan hikmah, serta kunci pengamalan Islam. Shalat membuka qalbu, dan persiapan shalat, jasmani dan rohani, membutuhkan air. Saat shalat membuka hati kita, kita akan lebih selaras dengan tanda-tanda Allah yang ada di sekitar kita. Air merupakan salah satu dari tanda-tanda ini. Baik itu dalam kabut lembut yang mendinginkan bibirmu, maupun di antara jari-jemari kakimu saat engkau berjalan tanpa alas kaki, melewati rerumputan panjang yang diselubungi embun pagi, air penting sebagaimana jalan Islam kita, keyakinan yang selaras dengan melindungi dan menghargai planet ini.Air merupakan bagian integral dari sebagian besar tradisi keagamaan. Kebanyakan jemaat Kristen dibaptis dengan cara dicelupkan tiga kali ke dalam air, menandakan kelahiran mereka dalam kehidupan baru, di dalam gereja. Dalam Yudaisme, tradisi mikvah, atau ritual mandi, digunakan untuk mencapai kesucian spiritual. Bagi umat Hindu, Sungai Gangga dianggap suci dan digunakan sebagai permandian rohani. Beberapa agama tradisional punya upacara yang menghormati roh di lautan atau di air terjun. Sebelum 2 miliar umat Islam menghadap Rabb mereka dalam shalat, mereka berwudhu—ritual penyucian.Air diperlukan untuk bertahan hidup dan bagi sukma. Nabi kita tercinta (ﷺ) meminum air-hangatnya di pagi hari, dengan madu. Kita duduk di tepi laut, sungai, dan kolam, tercenung. Air membuat kita terpana oleh keindahannya dan menakuti kita dengan kekuatan penghancurnya yang dahsyat.Air merupakan salah satu tanda-tanda Allah yang paling konstan dan dapat diandalkan. Masalahnya: jika air sebegitu sucinya dan menyatu dengan semua jalur di planet ini, mengapa hampir satu miliar orang tak punya air minum segar setiap hari? Jika air sangat penting bagi kebersihan, lalu mengapa pencarian air mendominasi waktu yang, semestinya, bisa dihabiskan bagi pendidikan dan mencari nafkah lainnya? Jika air dibutuhkan bagi kehidupan, lalu mengapa kita menyembunyikannya dari mulut orang yang amat membutuhkannya?Ketika air digunakan secara tidak benar, ia menjadi saluran kematian, bukan kehidupan. Kekurangan air tak semata bermakna kekurangan apa yang dibutuhkan tubuhmu untuk menopang dirinya sendiri, tetapi juga kurangnya sanitasi. Hampir semua masalah diare di seluruh dunia disebabkan oleh air yang tak aman, sanitasi yang tak laik, atau kebersihan yang tak memadai, akibat kurangnya akses ke air bersih. Ekstraksi air di negara berkembang, juga memakan banyak korban perempuan, yang, di banyak negara, harus berjalan-kaki rata-rata hampir 6 km, cuma untuk mendapatkan air. Statistik ini melukiskan gambaran suram iklim air dunia.Berbuat jahat terhadap makhluk hidup apa pun, laksana melakukan kejahatan terhadap seluruh umat manusia. Membatasi akses ke air, sama saja dengan menimbulkan kerugian. Melakukannya, berakibat yang mengerikan: kematian dan penyakit.
Kutipan & Rujukan:Energi, contoh berikutnya. Kita memperoleh kekuatan yang kita gunakan dari sumber terbarukan dan tak terbarukan. Sumber-sumber tak terbarukan meliputi minyak, gas, batubara, dan energi nuklir—sumber yang kita ekstrak dari kedalaman bumi. Sebaliknya, sumber terbarukan berasal dari angin dan matahari, dan dari praktik konsumsi yang lebih berkelanjutan, termasuk peningkatan efisiensi. Seruan ekonomi hijau dan gawaian hijau, adalah tentang energi dari efisiensi, kreativitas, dan inovasi.Sumber energi tak terbarukan yang berasal dari dalam tanah itu, direnggut dari Ibu Pertiwi, kotor, dan merupakan penyebab utama polusi dan perubahan iklim. Energi tak terbarukan dicedok dari Bumi, namun tanpa memberi kembalian. Keadaan inilah yang mengganggu keseimbangan (mizan) alam semesta dan karenanya merupakan kezhaliman yang besar (dzulm). Dien Islam menyerukan supaya manusia menjaga keseimbangan Bumi dan memperlakukannya dengan adil. Allah menyerukan seluruh insan menuju keadilan, sebagaimana yang Dia firmankan,يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُوْنُوْا قَوَّامِيْنَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاۤءَ لِلّٰهِ وَلَوْ عَلٰٓى اَنْفُسِكُمْ اَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ ۚ اِنْ يَّكُنْ غَنِيًّا اَوْ فَقِيْرًا فَاللّٰهُ اَوْلٰى بِهِمَاۗ فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوٰٓى اَنْ تَعْدِلُوْا ۚ وَاِنْ تَلْوٗٓا اَوْ تُعْرِضُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا'Wahai orang-orang beriman, jadilah kamu penegak keadilan dan saksi karena Allah, walaupun kesaksian itu memberatkan dirimu sendiri, ibu bapakmu, atau kerabatmu. Jika ia (yang diberatkan dalam kesaksian) kaya atau miskin, Allah lebih layak tahu (kemaslahatan) keduanya. Maka, janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang (dari kebenaran). Jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau berpaling (enggan menjadi saksi), sesungguhnya, Allah Maha Teliti terhadap segala apa yang kamu kerjakan.' [QS. An-Nisa (4):135]Salah satu cara agar kita dapat menonjolkan keadilan adalah dengan mengakhiri, sedikit demi sedikit, ketergantungan kita pada minyak dan batubara. Energi tak terbarukan sangat merusak dan tidak adil bagi manusia dan planet ini. Minyak dan batubara, beracun bagi air, langit, dan tanah.Minyak ada dimana-mana. Perusahaan minyak merupakan organisasi-organisasi cuan di dunia, yang paling, 'enak gila!' Kebanyakan orang di planet ini, menggunakan minyak dengan cara tertentu. Hampir tiada seorang pun di planet ini, yang tak mengonsumsi minyak dalam transportasi, dalam memanaskan mobilnya, atau dalam barang yang diproses dengan minyak, seperti plastik. Karena kita semua terlibat dalam menciptakan permintaan akan minyak, kita masing-masing juga dapat terlibat dalam keputusan membatasi penggunaan minyak.Tempat adanya minyak berlimpah, juga terjadi dimana konflik internasional terjadi—semisal Irak, Iran, dan Nigeria. Contoh saat ini tentang gangguan keseimbangan alam dan ketidakadilan yang dihasilkan terkait dengan ekstraksi minyak, dapat dilihat di Suaka Margasatwa Nasional Alaska dan di Teluk Meksiko, dimana ketergantungan kita pada minyak mengancam dan menghancurkan keseimbangan alam kehidupan. Di Alaska, udaranya bersih, airnya bersih, dan tanahnya nyaris tak tersentuh. Di bawahnya, terdapat bagian bumi yang tak bernoda. Ketergantungan kita pada minyak, mengancam kehidupan manusia. Misalnya, tingkat asma, hipertiroidisme, dan kanker payudara di Alaska, telah berlipat ganda secara eksponensial seiring dengan meningkatnya upaya mengekstraksi minyak Alaska. Kendati tak ada penyebab langsung yang terbukti, pasti ada korelasi antara kemunculan industri minyak, tekanan yang ditimbulkannya, dan kesehatan masyarakat setempat.Batubara merupakan sumber utama listrik yang menggerakkan kehidupan kita. Pikirkan tentang berapa banyak televisi yang engkau punyai di rumah. Boleh jadi, ada satu di ruang tamu, satu di setiap kamar tidur, dan mungkin satu lagi yang lebih kecil di dapur, atau di kamar mandikah? Sekarang pikirkan tentang komputer dan laptop. Berapa banyak yang dimiliki rumah tanggamu? Bagaimana dengan ponsel, baik yang jadul maupun yang boba? Bukankah semua perangkat ini, perlu dicolokkan dan diisi dayanya? Jika engkau tinggal di daerah, dimana listrik berasal dari pembangkit listrik tenaga batubara, setiap kali ada sesuatu yang melonjak dengan daya, batubaralah biang keroknya.Menjalankan Dien kita, menuntut agar kita mengetahui ilmu di balik banyak proses yang menggerakkan kehidupan ini. Proses pembakaran batubara untuk menghasilkan listrik, dimulai dari pembangkit tenaga listrik, dimana batubara digiling menjadi bubuk halus. Saat bubuk ini dibakar, ia menghasilkan uap, yang memberikan tenaga ke mesin turbin yang menggerakkan generator. Generator menggunakan magnet dan logam seperti tembaga dan aluminium untuk memunculkan aliran elektron—partikel atom yang amat mungil. Inilah listrik.Ada hal menarik dalam komik Naruto, di negeri, seperti biasa, Konoha: bila Sinchan yang lucu, membeli kendaraan listrik, maka ia dapat subsidi. Tapi Sinchan gak tergoda. Mulai dari Presiden hingga Perdana Menteri Konoha, telah berusaha merayu Elon Musk agar membangun pabrik di sana, tampaknya, Musk masih mikir-mikir dulu, tapi ngeprank. Yaah, namanya juga negeri komik.Listrik diukur dalam watt. Semakin banyak listrik yang engkau gunakan, semakin banyak watt yang engkau konsumsi. Bola lampu 60 watt menggunakan lebih banyak listrik daripada bola lampu 45 watt. Bohlam 60 watt lebih terang dan menghasilkan lebih banyak cahaya ketimbang bohlam 45 watt. Oleh karenanya, bola lampu 60 watt membutuhkan pula lebih banyak batubara untuk menghasilkan aliran elektron yang lebih besar guna menghasilkan listrik yang mengeluarkan cahaya. Pikirkan kota-kota besar seperti New York, Los Angeles, dan Chicago. Pikirkan jumlah listrik yang mereka pakai. Lupakan watt; penggunaan listrik kota diukur dalam megawatt (jutaan watt) atau gigawatt—miliaran watt! Karena batubara murah dan tersedia, batubara digunakan menggerakkan kota-kota besar ini. Batubara terkesan sebagai sumber energi yang mempesona, tetapi berbeban biaya yang teramat mahal.Permasalahannya ialah, perbuatan dan perilaku seseorang, dan di balik setiap tindakan, ada Etika. Posisi Etika Islam dalam hubungannya dengan lingkungan, cukup sederhana dipahami. Allah berfirman,قُلْ لَّا يَسْتَوِى الْخَبِيْثُ وَالطَّيِّبُ وَلَوْ اَعْجَبَكَ كَثْرَةُ الْخَبِيْثِۚ فَاتَّقُوا اللّٰهَ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ'Katakanlah, 'Tidaklah sama yang buruk dengan yang baik meskipun banyaknya yang buruk itu, menarik hatimu. Maka, bertakwalah kepada Allah wahai orang-orang yang berakal-sehat, agar kamu beruntung.' [QS. Al-Ma'idah (5):100]Allah telah menciptakan bumi dan segala isinya ‘teruntuk’ manusia. Maknanya, manusia dapat menggunakannya, sesuka hatinya, tapi dengan pengertian bahwa ia bertanggungjawab atas apa yang dilakukannya, bahwa ia sedang diawasi dan diuji, dan bahwa ia akan diberi penghargaan atau ganjaran yang pantas.Namun, meski segala sesuatu dalam ciptaan itu, 'teruntuk' manusia, juga ada sebagai tanda bagi manusia agar merenungkan kekuasaan Allah dan bersyukur atas rahmat-Nya. Pengakuan kembar inilah—kekuasaan Allah yang agung, yang terwujud dalam ciptaan-Nya, dan rahmat-Nya yang agung terhadap ciptaan—yang mengarahkan dan membentuk dasar bagi manusia sebagai, yang beribadah, dan menurut Al-Qur’an, ibadah merupakan fungsi dasar manusia di bumi ini. Dalam Islam, setiap tindakan ketaatan kepada Allah merupakan tindakan ibadah. Maka, menyembah Allah bermakna menaati Allah dalam segala perintah dan larangan-Nya, yang bersama dengan penilaian yang lebih rinci, yang diturunkan darinya, membentuk hukum Islam, atau fikih.Dari perspektif fikih, pertanyaan tentang bagaimana memanfaatkan lingkungan, pada akhirnya merupakan salah satu hak atas, dan penggunaan, sumber daya alam. Oleh karenanya, menjadi masalah utama ekonomi, meskipun, ada soal etika yang tersirat di baliknya. Pemanfaatan sumber daya yang benar menurut syariah, hanya memungkinkan dalam kerangka kerja politik yang fungsional.Ada banyak penilaian rinci yang bertaut dengan sumber daya alam dalam Islam. Dapat ditemukan dalam buku fikih yang terperinci, di bagian yang membahas perburuan, pertanian, peternakan, hak atas tanah dan air, dll, belum lagi bab-bab umum tentang transaksi bisnis.Karenanya, kita perlu didikan—dan mendidik orang lain—tentang isu dan solusi lingkungan. Cara manusia mengelola sistem utama air, limbah, energi, dan makanan, telah menentukan peradaban sepanjang sejarah. Mari kita lihat beberapa cara air, limbah, energi, dan makanan menjadi simbol zaman mereka: Bangsa Romawi membangun saluran air yang ternama guna mengalirkan air ke kota-kota. Penyebaran wabah pes sebagian besar disebabkan oleh kekeliruan pengelolaan sampah.Keputusan menggunakan tenaga nuklir untuk listrik, menentukan pertengahan abad terakhir—baik dan buruknya. Pengelolaan makanan, dalam sebagian besar sejarah yang diketahui, telah dilakukan dalam skala lokal—dari desa ke desa, melibatkan keluarga dan sistem lokal kecil.Baik dan buruknya, kita manusia, telah berusaha yang terbaik mengelola sumber daya yang kita miliki, tetapi kita dapat dan seyogyanya melakukan yang lebih baik. Tak pernah ada dalam sejarah dunia, manusia terkait lebih permanen dibanding kita sekarang ini. Konektivitas ini, merupakan tantangan sekaligus berkah. Kita dapat memanfaatkan kekuatan manusia ini, untuk meminta pertanggungjawaban lembaga-lembaga kita dan menemukan cara yang lebih baik untuk mengalirkan air kepada yang dahaga, makanan kepada yang lapar, dan kekuasaan bagi yang tekun—yang punya kesiapan, kreativitas, dan gagasan. Kita hendaknya menjadi hamba terbaik yang kita bisa, dan kita hendaklah menemukan cara yang lebih baik untuk mengurangi dampak kelakuan kita terhadap planet ini. Selamat berhijrah dan selamat Tahun Baru Hijriah, saudara-saudariku. Wallahu a'lam.”"Morning has broken like the first morning, blackbird has spoken like the first bird," Cat Stevens mulai bergamat. Saatnya berangkat, Wulandari hendak bergerak sambil bersenandung, bukan lagi punya Cat Stevens, melainkan milik Alan Walker,We've been chasing our demons down an empty road[Kita selama ini, mengejar kejahatan diri kita, di sana di jalan melompong]Been watching our castle turning into dust[Menyaksikan kastil kita berubah jadi debu]Escaping our shadows just to end up here once more[Menjauhi bayangan kita, yang cuma akhirnya, balik lagi ke sini]And we both know, this is not the world we had in mind[Dan kita berdua tahu, bukan ini dunia yang kita bayangkan]but we got time[tapi kita punya waktu]We are stuck on answers we can't find[Kita terjebak pada jawaban yang tak dapat kita temukan]but we got time *)[tapi kita punya waktu]
- Harfiyah Abdel Haleem (ed.), Islam and the Environment, 1998, Ta-Ha
- Ibrahim Abdul-Matin, Green Deen: What Islam Teaches About Protecting the Planet, 2010, Berrett-Koehler Publishers
- Richard C. Foltz, Frederick M. Denny & Azizan Baharuddin, Islam and Ecology: A Bestowed Trust, 2003, Harvard University Press
- Sayyed Hossein Nasr, Man and Nature: The Spiritual Crisis of Modern Man, 1990, Mandala
*) "Different World" karya Magnus Bertelsen / Gunnar Greve / Alan Olav Walker / Fredrik Borch Olsen / Sara Hjellstrom / Kenneth Nilsen / James Daniel Njie Eriksen / Meng Zhou Hu