Kutipan & Rujukan:“Pada zaman Kalabendu, dimana manusia mengalami kesukaran dan keangkaramurkaan, serta hanya mengutamakan uang dan harta-benda, atau kekayaan lahiriah belaka, dan percaya akan keberadaan para dewa, seorang lelaki sedang menebang pohon di tepi sungai yang curam, dan tanpa sengaja, kapaknya terjatuh ke dalam sungai, tenggelam sampai ke dasar.Gundah-gulana lantaran kehilangan perkakasnya, ia duduk dan meratapi nasibnya oleh kejadian itu. Kemudian, Merkuri menampakkan diri padanya, dan mendengarkan keluhan sang tukang kayu tentang kapaknya, lalu menyelam ke dasar sungai, dan muncul lagi, menunjukkan kapak emas kepada sang lelaki, bertanya miliknyakah itu? Ia menolak dan menyatakan bahwa kapak tersebut bukan miliknya, dan Merkuri pun kembali menyelam untuk kedua kalinya, dan membawakan kapak perak; sang lelaki menggeleng, juga menyatakan bahwa itu bukan miliknya: sang dewa menyelam ketiga kalinya, dan mengambil kapak yang hilang milik sang lelaki; dan setelah melihatnya, lelaki malang tersebut, bersuka-cita, lalu menerimanya dengan segala kerendahan-hati dan rasa terimakasih.Merkuri sangat puas dengan kejujurannya, sehingga ia memberinya sesuatu yang di luar tawar-menawar tersebut, sebagai tanda-mata atas kesepakatannya yang patut. Sang lelaki pulang dan jumpa dengan teman-temannya, dan berkisah kepada mereka apa yang telah terjadi, hingga salah seorang dari mereka, pergi ke tepian sungai, dan dengan sengaja membiarkan kapaknya tenggelam ke sungai. Setelah itu, ia duduk di tepi sungai, meraung dan meratap seolah, gitu deh, benar-benar kesusahan.Merkuri muncul seperti sebelumnya, dan menyelam, membawakannya kapak emas, menanyakan itukah kapak yang hilang? Kesengsem oleh logam mulia yang berharga nian, ia berulangkali mengangguk sambil menjawab 'he-eh ... he-eh!', dan seketika hendak merenggutnya dengan kemaruk—kayak si entu tuh, yang kepingin nyolong partai; namun sang dewa, yang muak dengan kelancangannya, tak hanya menolaknya, melainkan pula, gak bakalan membiarkan ia memilikinya," berkata Wulansari kala ia muncul di langit, memancarkan keelokan bulan sabitnya, usai menyapa dengan Basmalah dan Salam.Kejujuran itu, kearifan terbaik, komentar Thomas Bewick tentang fabel ini, dan salah seorang penyair terbaik kita, lebih lanjut mengukir nilai peribahasa yang baik, dengan pernyataannya bahwa 'orang yang jujur itu, karya Tuhan yang paling mulia.' Jalan kebenaran dan integritas, amatlah jelas, langsung, dan mudah, sehingga orang yang mengejarnya, tak membutuhkan muslihat untuk menipu dunia. Ia mendengarkan pengamat jujur yang ada didalam dirinya, dan menjadikan baik profesinya, dengan perbuatannya: kapak emas maupun perak, takkan mampu menyimpangkan dirinya; dan dalam keadaan apa pun kedudukan dirinya, ia pasti akan memenuhi harga-diri semua orang di dalam lingkaran dimana ia bergerak, dan selain itu, terus-menerus sadar akan kebercukupan, merasakan kesepakatan-diri, yang ada di balik dadanya.Nilai-nilai etika akan mencakup hal-hal seperti kebahagiaan, rasa-hormat, martabat, integritas, kebebasan, persahabatan, dan kesehatan, menurut Laura P. Hartman, Joe DesJardins, dan Chris MacDonald. Kebajikan merupakan sifat-sifat karakter atau kebiasaan, yang akan menghasilkan kehidupan yang baik, bahagia, dan bermakna. Menerapkan kebajikan dan kebiasaan seperti itu, dan bertindak sesuai dengan karakter seseorang, berarti menjalani kehidupan yang berintegritas. Istilah integritas berkonotasi kelengkapan makhluk atau benda. Integritas pribadi, oleh karenanya, mengacu pada kelengkapan individu dalam diri mereka sendiri, seringkali berasal dari konsistensi atau keselarasan tindakan dengan keyakinan yang dipegang teguh. Integritas pribadi terletak di dalam hati individu yang menemukan dirinya dalam pengambilan keputusan situasi tertentu: Orang seperti apakah aku atau yang kunginkan? Apa nilai-nilaiku? Apa yang kuperjuangkan? Setiap individu juga mengisi berbagai peran sosial, dan peran ini, membawa serta berbagai harapan, tanggungjawab, dan kewajiban.Menepati janji, kejujuran, dan integritas, merupakan kebajikan yang menjadi bagian dari ketulusan-hati, kata Shri G Subba Rao dan P N Roy Chowdhury. Integritas bermakna bahwa agen moral bertindak sesuai dengan keyakinan batinnya. Tingkah lakunya bebas dari kemunafikan dan tipu-daya. Tindakannya sesuai dengan nilai-nilai yang dinyatakannya. Namun, memang sulit mengikuti moral yang tinggi, yang diproklamirkan. Itu bukan berarti bahwa seseorang harus meninggalkan moral. Seseorang hendaklah bermoral dengan tulus tanpa perlu mempertontonkannya. Pemimpin publik yang berintegritas, menciptakan kepercayaan interpersonal. Integritas yang mengacu pada tindakan yang dihasilkan dari serangkaian komitmen dan keyakinan yang tertata dengan baik, mendorong kepercayaan. Kepercayaan menyiratkan kapasitas untuk bergantung dan menempatkan kepercayaan pada tindakan orang lain. Seluruh interaksi sosial, bergantung pada integritas dan kepercayaan. Karakter, khususnya integritas, sangat penting dalam diri pemimpin publik. Etika integritas mengarah pada pengembangan karakter moral dengan tanggungjawab diri dan otonomi moral.Martha Beck mengilustrasikan Integritas dari perspektif yang berbeda. Integritas berasal dari bahasa Latin, integer, katanya, yang sederhananya, bermakna 'utuh'. Berada dalam integritas, berarti, menyatu, menyeluruh dan tak berpesai-pesai. Misalnya, ketika sebuah pesawat berada dalam integritas, seluruh jutaan bagian-bagiannya, bekerja bersama dengan lancar dan kooperatif. Jika kehilangan integritas, pesawat tersebut bakal macet, goyah, atau berantakan. Tak ada judgement dalam konteks ini.Manusia menciptakan budaya yang rumit karena kita makhluk sosial yang intens, bergantung pada niat baik orang lain, sejak kita dilahirkan. Kita juga punya kapasitas yang sangat besar, menyerap dan mereplikasi perilaku orang lain di sekitar kita. Dari masa kanak -kanak, seringkali tanpa kita sadari, kita belajar dengan tepat bagaimana ikut menyepakati dan memiliki, dalam konteks budaya tertentu kita. Kita bersikap ceria, tenang, atau berani, guna menyenangkan handai-taulan kita. Mulai menyukai apa pun yang diucapkan rekan kita. Kita melemparkan diri ke dalam apa pun yang kita yakini akan memastikan kedudukan kita di dunia manusia.Dalam ketergesa-gesaan menyesuaikan diri, kita sering berakhir mengabaikan atau mengesampingkan perasaan tulen kita—bahkan yang intens, seperti kerinduan atau kesedihan—untuk memuaskan budaya kita. Pada saat itu, kita terpecah melawan diri kita sendiri. Kita tak punya integritas (menyatu), tetapi dalam dua hal (mendua). Atau kita dapat berusaha menyesuaikannya dengan sejumlah kelompok yang berbeda, hidup dalam multiplisitas (banyak hal).Jika engkau pernah menemukan dirimu membentak seseorang yang sangat engkau sayangi, atau duduk menyelesaikan proyek kerja, namun cuma menghabiskan lima jam berbelanja online, boleh jadi, itu lantaran dirimu terpecah bagian dalamnya. Engkau mencoba bertindak dengan cara yang tak terasa benar bagimu di lapisan terdalam. Setiap kali kita melakukannya, hidup kita mulai berbentuk seperti buah pir—tak berjalan sebagaimana mestinya. Secara emosional, kita menjadi galak, sedih, atau mati-rasa. Secara fisik, sistem dan otot kekebalan tubuh kita, melemah; bisa jadi, kita sakit, dan bahkan jika kita tak melakukannya, energi kita tumbuh melambat. Secara mental, kita kehilangan fokus dan kejernihan. Begitulah rasanya kehilangan integritas.Seluruh reaksi batin ini, mempengaruhi kehidupan lahiriah kita. Karena kita tak dapat berkonsentrasi, pekerjaan kita amburadul. Dongkol dan murung, membuat kita jadi rekan yang buruk, melemahkan hubungan kita. Segala sesuatu di dalam dan di sekitar kita, terpengaruh secara negatif kala kita kehilangan integritas. Dan karena sifat sejati kita bersungguh-sungguh ingin memulihkan kita agar kembali utuh, ia mengeluarkan sebuah alat yang andal agar mendapatkan perhatian kita: penderitaan.Integritas itu, obat-penyembuh bagi ketidakbahagiaan. Pencarian integritasmu, akan dimulai di suatu tempat, dimana kita merasa tersesat, lelah, bermasalah, dan tak pasti. Engkau akan melihat bahwa derita psikologis selalu datang dari perpecahan internal antara apa yang diyakini oleh pikiranmu, yang telah tertanam, dan apa yang terasa sangat benar bagimu. Jalan integritas akan membantumu menyembuhkan perpecahan ini. Engkau akan mulai mengalami lebih banyak keutuhan dibanding sebelumnya. Begitu kehidupan batinmu mulai sembuh, itu menjadi bentuk pembersihan. Pada tahap pencarianmu ini, engkau akan mengubah perilaku eksternalmu, agar sesuai dengan kebenaran batin yang baru engkau temukan. Semakin jauh engkau melangkah, semakin mudah jadinya. Akhirnya, saat kehidupan lahir dan batinmu mendekati integritas penuh, engkau bakalan menemukan dirimu dalam 'surga' metaforis.Integritas itu, karakter, etika, dan moral, kata Dr. Henry Cloud. Namun lebih dari itu, antara lain: Sifat jujur dan berprinsip moral yang kuat; kejujuran moral. 'Ia dikenal sebagai orang yang berintegritas.'; Negara yang utuh dan tak terpecah-belah: 'menjunjung tinggi keutuhan wilayah dan kedaulatan nasional.'; Kondisi yang membawa kesatuan, keutuhan, atau kuat dalam konstruksinya. 'Integritas struktural dari sebuah novel.'; Konsistensi internal atau kurangnya kerusakan dalam data elektronik.Dan, asal-usul kata tersebut, dapat kita lihat dalam bahasa Prancis dan Latin, maknanya: utuh, terpadu, menyatu, dan menyeluruh. Konsepsinya berarti bahwa 'semuanya bekerja dengan baik, tidak terbagi, terintegrasi, utuh, dan tidak rusak.' Saat kita berbicara tentang integritas, kita berbicara tentang menjadi manusia yang utuh, manusia yang terintegrasi, dengan seluruh bagian kita yang berbeda, bekerja dengan baik dan memberikan fungsi yang dirancang untuk menyampaikan. Ia tentang keutuhan dan efektivitas sebagai manusia. Semuanya benar-benar 'running on all cylinders' [beroperasi sekuat dan seefektif mungkin].Pertanyaan yang mungkin muncul, 'Jika seseorang ingin sukses, haruskah ia bisa melakukan segalanya dengan baik? Tak ada yang melakukan semuanya dengan baik. Kita semua punya kekuatan dan kelemahan.' Dan itu benar. Faktanya, banyak penelitian dan pengalaman menunjukkan kepada kita bahwa memanfaatkan area kuat kita dan menghindari area lemah kita merupakan konsep yang penting. Siapa pun yang berpikir bahwa seorang visioner, misalnya, harus mengerjakan detail spreadsheet, tak memahami bakat. Pertama-tama, akan sia-sia jika George Lucas menghabiskan seluruh waktunya menelepon dan menjual film ke distributor. Atau jika Tiger Woods harus bernegosiasi dan menindaklanjuti dengan Nike. Mungkin bahwa jika Tiger seorang negosiator atau eksekutif bisnis yang lemah, ia masih bisa memenangkan Turnamen Masters. Dan, lebih penting lagi, jika ia berupaya menjadi 'manusia seutuhnya' yang bila didefinisikan dengan harus melakukan semuanya, maka ia mungkin takkan memenangkan Turnamen Masters, sebab ia akan menyalahgunakan bakatnya, menghabiskan waktu melakukan sesuatu yang tak mungkin bisa ia lakukan dengan baik, dan tak melakukan apa yang hanya bisa ia lakukan. Jika engkau seorang investor, engkau menghendaki Tiger berfokus pada golf saja, bukan pada bisnis.Maka, idenya bukan seperti itu. Kita semua punya kekuatan dan kelemahan, dan kita perlu beroperasi di area yang kuat dimana kita punya talenta dan bakat. Idenya di sini ialah tentang karakter yang tampaknya melampaui bakat, talenta, dan cara berpikir lain tentang 'kekuatan'. Tiger perlu memiliki semuanya, atau kekurangan salah satunya akan mulai mempengaruhi kariernya. Semua itu merupakan hal-hal yang benar-benar akan mempengaruhi golf itu sendiri, apakah ia pernah memutuskan untuk melakukan pembukuan atau menjual nama, merek, citra, produk, dan sejenisnya atau tidak. Dan itu berlaku bagi akuntan dan manajer bisnisnya, serta siapa pun yang melakukan semua fungsi lain di kerajaannya. Intinya: masalah karakter akan mempengaruhi satu atau dua hal yang engkau lakukan dengan baik, melupakan kebutuhan untuk melakukan sisanya. Cara lain untuk mengatakannya, bahwa kendati engkau tak membutuhkan seluruh bakat yang ada di dunia, engkau membutuhkan seluruh aspek karakter saat engkau menerapkan bakatmu.Jadi, konsep integritas itu, tentang membutuhkan keutuhan di segala bidang karakter. Tapi itu tak meniadakan kenyataan bahwa kita tak berbakat di semua bidang, atau kenyataan bahwa kita melakukan yang terbaik saat kita melakukan bakat kita. Apa yang dikatakannya ialah, jika kita tak punya integritas karakter, maka kemampuan kita memanfaatkan kekuatan kita, akan sangat terpengaruh.""Integritas itu, lebih dari semata kejujuran. Ia merupakan kunci kesuksesan. Seseorang yang berintegritas, memiliki—seringkali langka—kemampuan menyatukan guna mewujudkan segala yang baik, tak peduli seberapa menantangnya keadaan. Integritas bermula dari lubuk-hati yang terdalam sebagai umpan-balik dari akal-sehat, kemudian keluar melalui ucapan dan tindakan. Orang yang telah kehilangan integritasnya, akan menderita dan berdampak pada lingkungan sekitarnya.Konsepsi ini, bermanfaat bagi semua orang, mulai dari rakyat jelata, pebisnis, olahragawan, aparatur sipil, tentara, polisi, politisi dan bahkan para pemimpin publik. Wallahu a'lam," pungkas Wulansari.Sang fajar telah memberi isyarat, saatnya Wulansari pergi, dan ia beranjak seraya melantunkan dendangnya Michael Bolton,Said I loved you, but I lied[Dulu bilang ku sayang kamu, tapi aku berbohong]'Cause this is more than love I feel inside[Lantaran ini melebihi cinta yang kurasakan di dalam]Said I loved you, but I was wrong[Dulu bilang kusayang kamu, tapi aku keliru]'Cause love could never ever feel so strong[Lantaran cinta takkan pernah bisa terasa begitu kuat]Said I loved you, but I lied *)[Dulu bilang ku sayang kamu, tapi aku berbohong]
- Henry Cloud, Integrity: The Courage to Meet the Demands of Reality, 2009, Harper Business
- Laura P. Hartman, Joe DesJardins and Chris MacDonald, Business Ethics: Decision Making for Personal Integrity and Social Responsibility, 2018, McGraw-Hill Education
- Shri G Subba Rao and P N Roy Chowdhury, Ethics, Integrity, and Aptitude for Civil Service Examination, 2018, CL Media
- Martha Beck, The Way of Integrity: Finding the Path to Yourself, 2021, Penguin
- Thomas Bewick, Bewick's Select Fables of Æsop and Others in Three Parts, 1784, Bicker & Son
*) "Said I Loved You But I Lied" karya Michael Bolton & Robert John Lange