"Ramanda, daku perhatikan bahwa secara umum para sandera yang ditawan HAMAS diperlakukan dengan baik. Terlepas dari apakah hal ini sejalan dengan ajaran Islam mengenai tawanan atau tidak, mohon sampaikan padaku, bagaimana ajaran Islam secara khusus mengatur perlakuan terhadap sandera?" tanya Bagong kepada Semar. Semar menjawab, "Ajaran Islam sangat menekankan perlakuan manusiawi terhadap tawanan, termasuk sandera, yang berakar pada prinsip belas-kasihan, keadilan, dan kasih-sayang. Kendati para 'sandera' dalam konteks modern mungkin tak sepenuhnya selaras dengan bagaimana tawanan dipandang secara historis dalam hukum Islam, tetap berlaku pedoman umum.
Prinsip pertama ialah kebaikan hati dan perlakuan manusiawi. Al-Qur'an menganjurkan agar memperlakukan tawanan dengan syafakat, walau dalam keadaan sulit.
وَيُطْعِمُوْنَ الطَّعَامَ عَلٰى حُبِّهٖ مِسْكِيْنًا وَّيَتِيْمًا وَّاَسِيْرًا اِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللّٰهِ لَا نُرِيْدُ مِنْكُمْ جَزَاۤءً وَّلَا شُكُوْرًا
'Mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan tawanan. (Mereka berkata,) 'Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanya demi rida Allah. Kami tak mengharap balasan dan terima kasih darimu'.' [QS. Al-Insan (76):8-9]
Juga,
فَاِذَا لَقِيْتُمُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا فَضَرْبَ الرِّقَابِۗ حَتّٰٓى اِذَآ اَثْخَنْتُمُوْهُمْ فَشُدُّوا الْوَثَاقَۖ فَاِمَّا مَنًّاۢ بَعْدُ وَاِمَّا فِدَاۤءً حَتّٰى تَضَعَ الْحَرْبُ اَوْزَارَهَا ەۛ ذٰلِكَ ۛ وَلَوْ يَشَاۤءُ اللّٰهُ لَانْتَصَرَ مِنْهُمْ وَلٰكِنْ لِّيَبْلُوَا۟ بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍۗ وَالَّذِيْنَ قُتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ فَلَنْ يُّضِلَّ اَعْمَالَهُمْ
'Maka, apabila kamu bertemu (di medan perang) dengan orang-orang yang kufur, tebaslah leher mereka. Selanjutnya, apabila kamu telah mengalahkan mereka, tawanlah mereka. Setelah itu, kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan. (Hal itu berlaku) sampai perang selesai. Demikianlah (hukum Allah tentang mereka). Sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia menolong (kamu) dari mereka (tanpa perang). Akan tetapi, Dia hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain. Orang-orang yang gugur di jalan Allah, Dia tidak menyia-nyiakan amal-amalnya..' [QS. Muhammad (47):4]
Surah ini memerintahkan pembebasan tawanan atau tebusan bagi mereka setelah peperangan berakhir. Frasa 'tebaslah leher mereka' mengacu pada mengalahkan musuh dalam pertempuran langsung dengan menargetkan bagian tubuh yang fatal untuk memastikan kemenangan. Leher manusia mengandung struktur penting, termasuk saraf, pembuluh darah, dan organ, yang jika cedera parah dapat mengakibatkan konsekuensi fatal. Saraf vagus mengendalikan fungsi otonom vital, semisal detak jantung, pencernaan, dan laju pernapasan. Memutuskan saraf vagus dapat mengganggu fungsi-fungsi ini, yang menyebabkan detak jantung tak teratur, kesulitan bernapas, dan kemungkinan kematian. Saraf frenikus berasal dari tulang belakang leher dan mengendalikan diafragma, otot utama yang terlibat dalam pernapasan. Cedera pada saraf frenikus dapat melumpuhkan diafragma, yang menyebabkan kegagalan pernapasan. Jaringan saraf pleksus serviks memasok sensasi dan kontrol motorik ke bagian-bagian leher, bahu, dan diafragma. Kerusakan parah dapat mengganggu pernapasan (karena keterlibatan saraf frenikus) dan sensasi atau gerakan di area di dekatnya. Rantai saraf simpatik mengatur fungsi otonom, termasuk tekanan darah dan pelebaran pupil. Cedera dapat menyebabkan sindrom Horner (ptosis, miosis, dan anhidrosis) dan ketidakstabilan vaskular.
Arteri karotis memasok darah ke otak. Pemutusan arteri karotis menyebabkan kehilangan banyak darah dan kekurangan oksigen ke otak, yang menyebabkan kematian dalam hitungan menit. Vena jugularis mengalirkan darah dari otak. Pemutusan vena jugularis mengakibatkan kehilangan banyak darah dan potensi emboli udara, yang dapat berakibat fatal. Kerusakan pada trakea dapat menyumbat jalan napas, yang menyebabkan mati lemas. Cedera pada esofagus mungkin tak langsung berakibat fatal, tetapi dapat menyebabkan komplikasi parah jika tidak diobati. Sumsum tulang belakang leher melewati leher, mengendalikan fungsi motorik dan sensorik yang penting. Kerusakan parah, terutama pada sumsum tulang belakang leher bagian atas, dapat menyebabkan kelumpuhan atau kematian karena menghentikan fungsi pernapasan.
Leher adalah daerah tubuh manusia yang sangat rentan karena mengandung banyak struktur penting yang mendukung kehidupan. Cedera pada saraf, pembuluh darah, atau sumsum tulang belakang tertentu dapat mengakibatkan kematian, seringkali dalam hitungan menit. Jika saraf tertentu di leher terpotong atau rusak parah, kematian dapat terjadi dengan cepat karena perannya dalam mengendalikan fungsi vital. Saraf yang paling kritis di leher dapat mempercepat kematian jika terputus.
Beberapa ulama menafsirkannya sebagai metafora untuk mengalahkan musuh secara meyakinkan dalam pertempuran. Ayat tersebut segera beralih ke perlakuan manusiawi terhadap tawanan, menawarkan pilihan untuk membebaskan mereka sebagai tindakan belas kasihan atau menebus mereka. Imam Al-Qurtubie menjelaskan bahwa frasa ini mengacu pada peperangan yang sah dan menandakan beratnya pertempuran. Setelah pertempuran, diperlukan belas kasihan kepada tawanan. Ibn Katsir mencatat bahwa ayat tersebut menetapkan batasan pada peperangan dan menggalakkan perilaku etis dengan mengamanatkan agar tawanan diperlakukan secara manusiawi seusai pertempuran. Frasa 'tebaslah leher mereka' ditujukan untuk pertempuran selama perang yang sah dan adil, khususnya ketika umat Islam membela diri dari agresi selama pertempuran awal di masa Rasulullah (ﷺ). Frasa ini menekankan keterlibatan di medan perang dengan kejelasan dan ketegasan. Frasa ini bukanlah perintah umum untuk menyakiti non-Muslim, melainkan berlaku khusus untuk kombatan bersenjata di tengah panasnya pertempuran.
Perintah 'tebaslah leher mereka' mencerminkan taktik militer standar saat itu, karena pedang merupakan senjata utama yang digunakan dalam pertempuran. Perintah tersebut khusus untuk medan perang dan tak berlaku bagi warga sipil atau tawanan. Tujuannya untuk menaklukkan pasukan musuh, yang mengarah pada penghentian permusuhan. Setelah musuh ditaklukkan, ayat tersebut menyarankan perlakuan manusiawi, seperti mengikat tawanan dan menawarkan opsi untuk pembebasan mereka (misalnya, melalui tebusan atau tindakan belas kasihan). Ayat tersebut tak mendukung kekerasan yang tidak perlu atau penderitaan yang berkepanjangan. Ayat tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip Islam yang menyeluruh untuk meminimalkan bahaya selama perang. Islam melarang mutilasi, penyiksaan, atau penderitaan yang tidak perlu terhadap musuh, bahkan selama pertempuran.
Jadi, frasa 'tebaslah leher mereka' merupakan perintah khusus untuk perang yang sah melawan agresor dalam konteks medan perang. Ia bukan seruan melakukan kekerasan tanpa pandang bulu dan seyogyanya dipahami dalam prinsip-prinsip Islam yang lebih luas tentang keadilan, etika, dan kasih sayang. Setelah pertempuran, Islam mengamanatkan perlakuan manusiawi terhadap tawanan, dengan menekankan belas kasihan dan rekonsiliasi.
Islam mengakui realitas peperangan, tetapi menetapkan pedoman ketat guna memastikannya dilakukan secara etis. Tujuan utama perang dalam Islam bukanlah penaklukan atau agresi, tetapi untuk menegakkan keadilan, melindungi kebebasan beragama, dan mempertahankan diri dari kezaliman. Umat Islam diperintahkan turut dalam peperangan hanya untuk membela diri atau melawan penindasan, dan mereka dilarang melakukan agresi yang tidak adil.
Ajaran Islam menekankan berbelas-kasihan, berkeadilan, dan berpengendalian diri walau dalam peperangan. Rasulullah (ﷺ) menetapkan pedoman etika: 'Jangan membunuh non-kombatan (misalnya, wanita, anak-anak, orang tua, atau pendeta); jangan menyakiti warga sipil, merusak tanaman, atau merusak infrastruktur; perlakukan tawanan secara manusiawi.'
Islam menganjurkan perdamaian dan rekonsiliasi bila memungkinkan,
وَاِنْ جَنَحُوْا لِلسَّلْمِ فَاجْنَحْ لَهَا وَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗاِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
'(Akan tetapi,) jika mereka condong pada perdamaian, condonglah engkau (Nabi Muhammad) padanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya hanya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.' [QS. Al-Anfal (61):8]
Walau dalam peperangan, umat Islam dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan mereka. Berbuat khianat, memutilasi, dan tindakan menyakiti orang lain secara tak perlu, dilarang keras.
Prinsip kedua ialah larangan penyiksaan atau menyakiti. Rasulullah (ﷺ) memerintahkan umat Islam memperlakukan tawanan dengan baik dan melarang menyakiti mereka. Contoh, usai Perang Badar, beliau (ﷺ) memerintahkan agar para tawanan diperlakukan dengan bermartabat. Catatan sejarah menyebutkan bahwa beberapa sahabat memberikan makanan kepada tawanan sementara mereka sendiri kelaparan. Larangan penyiksaan atau menyakiti merupakan prinsip dasar dalam ajaran Islam, terutama dalam konteks peperangan, perlakuan terhadap tawanan, dan interaksi dengan orang lain. Islam menekankan keadilan, belas kasihan, dan kesucian martabat manusia, dan prinsip-prinsip ini berlaku bahkan kepada musuh selama perang.
Kisah Tsumama bin Utsal merupakan contoh luar biasa tentang pendekatan Rasulullah (ﷺ) dalam menangani tawanan. Kisah ini menggambarkan kekuatan transformatif dari kebaikan dan belas kasihan dalam ajaran Islam.
Tsumama bin Utsal adalah seorang pemimpin terkemuka suku Bani Hanifah dan salah satu musuh Islam yang paling kejam di masa-masa awal. Ia telah menyakiti umat Islam dan bahkan berencana membunuh Rasulullah (ﷺ). Namun, setelah bertemu dengan umat Islam, sudut pandang Tsumama berubah total. Rasulllah (ﷺ) secara pribadi merawat Tsumama. Beliau (ﷺ) memastikan bahwa Tsumama diberi makan dengan baik dan diperlakukan secara manusiawi.
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengatakan, 'Nabi (ﷺ) mengutus satu pasukan berkuda ke arah Najd, lalu pasukan tersebut datang membawa seorang lelaki dari Bani Hanifah yang bernama Tsumamah bin Utsal. Lalu mereka mengikatnya di salah satu tiang masjid. Nabi (ﷺ) keluar menemuinya seraya bertanya, 'Apa pendapatmu, wahai Tsumamah?' Tsumamah menjawab: Menurutku inilah kebaikan, wahai Muhammad. Jika engkau membunuhku, maka engkau membunuh manusia yang memiliki darah. Apabila engkau berbuat baik, maka engkau berbuat baik kepada orang yang bisa berterima kasih. Dan jika engkau ingin harta, maka mintalah harta semaumu. Sampai keesokan hari, Nabi (ﷺ) bertanya kepada Tsumamah, 'Apa pendapatmu, wahai Tsumamah?' Tsumamah menjawab: Apa yang telah aku katakan kepadamu; jika engkau berbuat baik, maka engkau telah berbuat baik kepada seseorang yang bisa berterima kasih.' Nabi (ﷺ) pun meninggalkannya sampai esok lusa, lalu bertanya, 'Apa pendapatmu, wahai Tsumamah?' Tsumamah menjawab, 'Aku berpendapat apa yang telah aku katakan kepadamu.' Nabi (ﷺ) bersabda, 'Bebaskan Tsumamah!' Lalu Tsumamah pergi ke kolam air yang dekat dengan masjid, mandi, lalu masuk masjid. Ia berkata: Aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah Rasulullah. Wahai Muhammad, demi Allah, dahulu tidak ada wajah di atas muka bumi ini yang lebih aku benci daripada wajahmu, namun sungguh wajahmu menjadi wajah yang paling aku cintai. Demi Allah, dahulu tidak ada agama yang lebih aku benci daripada agamamu, lalu sekarang agamamu menjadi agama yang paling aku cintai. Demi Allah, tidak ada negeri yang lebih aku benci daripada negerimu, lalu sekarang negerimu menjadi negeri yang paling aku cintai. Sungguh, pasukan berkudamu telah menangkapku dalam keadaan aku ingin umrah. Bagaimana pendapatmu?' Rasulullah (ﷺ) memberi kabar gembira kepadanya dan memerintahkannya melaksanakan umrah. Ketika Tsumamah tiba di Makkah, ada yang berkata kepadanya, Telah berpindah agamakah engkau?' Tsumamah menjawab, 'Tidak, akan tetapi aku telah masuk Islam bersama Muhammad Rasulullah (ﷺ). Dan, demi Allah, takkan ada satu biji gandum pun dari Yamamah yang akan datang kepada kalian sampai Nabi (ﷺ) mengizinkannya.' [Shahih Al-Bukhari 4372]
Prinsip ketiga ialah dorongan membebaskan atau tebusan tawanan. Ajaran Islam menekankan perlakuan manusiawi terhadap tawanan dan mendorong pembebasan atau tebusan mereka sebagai tindakan belas kasihan dan keadilan. Prinsip ini sejalan dengan tujuan hukum Islam yang lebih luas (maqasid al-syari'ah), yang berupaya menegakkan martabat manusia, merawat kehidupan, dan mendorong rekonsiliasi. Al-Qur'an secara langsung mendorong pembebasan atau tebusan tawanan sebagai tindakan amal dan niat baik yang mulia. Dalam surah Muhammad (47):4 yang telah kusebutkan, ada dua hasil yang diperbolehkan bagi tawanan: Pembebasan dengan ampunan (fidaa): Membebaskan tawanan tanpa kompensasi apa pun, sebagai tindakan kebaikan dan belas kasihan; dan Tebusan (fidya): Membebaskan tawanan dengan imbalan kompensasi uang, barang, atau bahkan pembebasan tawanan Muslim yang ditawan oleh musuh. Tujuan yang mendasarinya adalah untuk menyelesaikan konflik dengan kerugian minimal dan mendorong perdamaian daripada memperpanjang permusuhan.
Para pakar hukum Islam sepakat bahwa perlakuan terhadap tawanan hendaknya mengutamakan belas kasihan dan keadilan, dengan mengutamakan pembebasan mereka jika memungkinkan. Pilihan utama yang dibahas oleh para ulama meliputi pembebasan tanpa syarat: dipandang sebagai tindakan yang paling luhur; Tebusan: dapat diterima jika hal itu sesuai dengan kepentingan keadilan atau menguntungkan kedua belah pihak; atau Pertukaran Tawanan: Dibolehkan jika mengarah pada pembebasan tawanan Muslim.
Imam Al-Syafi'i dan Imam Malik, misalnya, menyoroti bahwa keputusan mengenai tawanan bergantung pada penilaian pemimpin dan keadaan, dengan tujuan utama untuk meminimalkan kerugian dan mendorong rekonsiliasi.
Usai Pertempuran Hunayn, Rasulullah (ﷺ) membebaskan ribuan tawanan sebagai bentuk niat baik, yang memperkuat hubungan antarsuku dan membuka jalan menuju perdamaian. Selama masa kekhalifahannya, Umar bin Khattab (رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ) menerapkan kebijakan untuk memastikan tawanan diperlakukan secara adil, dan ia secara aktif mendorong tebusan atau pembebasan mereka. Prinsip pembebasan tawanan sejalan dengan hukum humaniter internasional kontemporer, seperti Konvensi Jenewa, yang menekankan perlakuan manusiawi terhadap tawanan; dorongan pemulangan atau pembebasan; dan larangan penahanan tanpa batas waktu tanpa alasan. Pendekatan Islam berfungsi sebagai kerangka kerja abadi bagi perilaku etis selama konflik, yang menekankan belas kasihan, keadilan, dan martabat manusia.
Dengan mengedepankan perlakuan manusiawi, penyelesaian yang adil, dan kesempatan bagi tawanan untuk mendapatkan kembali kebebasannya, Islam bertujuan menjunjung tinggi martabat manusia dan membina perdamaian. Ajaran-ajaran ini tetap relevan dan berfungsi sebagai panduan moral dalam konflik-konflik modern, mendorong perilaku etis dan kasih sayang walau dalam keadaan yang sulit.
Prinsip keempat adalah tiada paksaan dalam keberimanan. Ajaran Islam secara tegas melarang pemaksaan terhadap tawanan perang atau siapapun agar masuk Islam,
لَآ اِكْرَاهَ فِى الدِّيْنِۗ
'Tiada paksaan dalam (menganut) agama (Islam). ...' [QS. Al-Baqarah (2):256]
Rasulullah (ﷺ) menegakkan prinsip ini, memastikan bahwa tawanan tak dipaksa agar menerima Islam.
Prinsip kelima ialah keadilan dan akuntabilitas. Hukum Islam (Syariah) memberikan aturan dalam menangani tawanan, menyeimbangkan belas-kasihan dengan keadilan. Hukuman apa pun hendaknya mematuhi prinsip-prinsip hukum yang ditetapkan, dan kekejaman yang sewenang-wenang dilarang. Rasulullah (ﷺ) bersabda,
إِنَّ اللَّهَ يُعَذِّبُ الَّذِينَ يُعَذِّبُونَ فِي الدُّنْيَا
'Sesungguhnya Allah akan menghukum mereka yang menyiksa manusia di dunia ini (tanpa alasan yang sah)' [Shahih Muslim].
Prinsip keenam ialah kebebasan sebagai tindakan yang bajik. Membebaskan tawanan dianggap sebagai tindakan yang bajik dan bermanfaat dalam Islam. Rasulullah (ﷺ) sangat menganjurkan pembebasan budak dan tawanan sebagai cara mencari keridhaan Allah,
أَيُّمَا رَجُلٍ أَعْتَقَ امْرَأً مُسْلِمًا اسْتَنْقَذَ اللَّهُ بِكُلِّ عُضْوٍ مِنْهُ عُضْوًا مِنْهُ مِنَ النَّارِ
'Sesiapapun muslim yang memerdekakan seorang budak muslim, niscaya Allah akan menyelamatkan setiap anggota tubuhnya dari api neraka dengan setiap anggota tubuh budak tersebut.' [Muttafaq Alaihi]
Dalam Perang Badar, usai kemenangan kaum Muslimin, Rasulullah (ﷺ) memperlakukan tawanan dengan baik dan memperkenankan sebagian dari mereka mendapatkan kebebasan dengan mengajarkan literasi kepada anak-anak Muslim. Dalam Pembebasan Makkah, Rasullah (ﷺ) memaafkan sebagian besar musuhnya yang telah ditawan, menunjukkan belas kasihan dan pengampunan.
Ajaran Islam menganjurkan perlakuan manusiawi terhadap sandera dan tawanan perang, dengan menekankan martabat, penyediaan kebutuhan dasar, dan belas kasihan. Meskipun interpretasi tertentu mungkin menyarankan tindakan hukuman terhadap kelompok tertentu yang dianggap sebagai penjahat perang, ini merupakan pengecualian dan bukan arahan umum. Doktrin Islam mempromosikan kebaikan dan belas kasihan terhadap semua tawanan, yang mencerminkan komitmen terhadap perilaku etis bahkan selama konflik.
Ajaran Islam menekankan perlakuan manusiawi, keadilan, dan kebebasan bagi tawanan atau sandera. Meskipun ajaran ini memberikan panduan moral yang jelas, penerapannya bergantung pada konteks dan individu atau kelompok yang terlibat. Jika sandera diperlakukan dengan baik, hal itu dapat mencerminkan kepatuhan terhadap prinsip-prinsip Islam, sebaliknya, segala bentuk kekerasan atau perlakuan buruk akan melanggar nilai-nilai inti keagamaan."