"Sebelum ngelanjutin topik kita, mari baca dulu berita yang berjudul, "Indonesia Ungkap Danantara: Rencana Berani Kolonisasi Mars dengan Kelapa Sawit," kata Cangik sembari membuka sebuah koran. "Dalam sebuah langkah yang membuat para ekonom garuk kepala dan warga jelata dengan cemas memegang dompet mereka, Indonesia bakal meluncurkan Danantara, sebuah dana kekayaan negara yang amat besar, yang dikabarkan dapat terlihat dari luar angkasa. 'Ini bukan sekadar dana kekayaan,' kata seorang juru bicara pemerintah yang tak mau disebutkan namanya (yang bersikeras mengenakan kacamata hitam di dalam ruangan), 'It's a wealth tsunami! A financial volcano! Pokoke, gede banget dah!' Danantara Indonesia adalah lembaga pengelolaan investasi milik negara yang akan diluncurkan pada 24 Februari 2025. Danantara merupakan singkatan dari Daya Anagata Nusantara yang bermakna 'kekuatan masa depan Nusantara'. Dibentuk untuk mengonsolidasikan pengelolaan badan usaha milik negara (BUMN) dan mengoptimalkan pengelolaan dividen dan investasi pemerintah, Danantara diproyeksikan mengelola aset senilai lebih dari US$900 miliar (sekitar Rp 14.715 triliun), yang berpotensi menjadikannya salah satu dana kekayaan negara terbesar di dunia. Laporan lain menunjukkan bahwa Danantara mungkin memiliki aset kelolaan sebesar Rp 9.049 triliun.
Danantara diharapkan pula dapat memberikan beberapa manfaat potensial. Danantara bertujuan mengonsolidasikan dan mengelola aset badan usaha milik negara (BUMN) secara profesional, yang mengarah pada operasi yang lebih efisien dan potensi keuntungan yang lebih tinggi. Dengan menarik investasi domestik dan asing, Danantara dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di berbagai sektor.
Danantara diharapkan dapat menyalurkan investasi ke bidang-bidang utama seperti energi terbarukan, infrastruktur, dan industri hilir, yang mendukung tujuan pembangunan jangka panjang Indonesia. Dengan manajemen profesional dan fokus pada profitabilitas, Danantara dapat meningkatkan kinerja dan daya saing BUMN Indonesia secara keseluruhan.
Danantara dimaksudkan untuk mengelola aset negara secara efisien bagi generasi mendatang. Ia diharapkan pula dapat meningkatkan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 8%. Pemerintah Indonesia berharap Danantara akan membantu mereka mengurangi ketergantungan pada pembiayaan utang bagi pembangunan.
Aset utamanya meliputi aset nasional yang teramat digemari semisal Bank Mandiri (tempat berkumpulnya para Citibank graduates dan 'entrusted officials'), PT.Pertamina (yang udah mulai ogah ngasih subsidi BBM), dan Telkom Indonesia (yang internetnya ambyar mulu).
Dalam sebuah langkah yang telah memicu kelegaan sekaligus kekesalan, Mulyono telah 'diundang' (baca: dipaksa dengan lembut) untuk mengawasi dana tersebut. 'Kita butuh kearifan beliau,' kata Pak Presiden, "dan juga, beliau tahu dimana seluruh jenazah dikuburkan.' Mulyono, ketika dimintai komentar, mendesah dan berkata, 'Tepat sesuai perkiraanku, akhirnya saya bisa belajar bermain ukulele…'
Sementara para pendukungnya menggembar-gemborkan Danantara sebagai mercusuar kemajuan ekonomi, para kritikus telah menyuarakan kekhawatiran tentang transparansi. Terlepas dari pendiriannya, banyak kritikus menekankan perlunya transparansi penuh dalam proses pengawasan, termasuk pedoman yang jelas, pengungkapan publik, dan audit independen. Mereka menginginkan jaminan bahwa keterlibatan mantan presiden takkan membahayakan integritas dana tersebut. Banyak kritik menyatakan skeptisisme dan ketidakpercayaan, takut bahwa melibatkan mantan presiden dapat mempolitisasi dana tersebut atau menciptakan peluang korupsi dan kolusi. Ada kekhawatiran bahwa pengaruh politik dapat mengesampingkan prinsip-prinsip manajemen keuangan yang baik. Beberapa orang mempertanyakan apakah mantan presiden punya keahlian keuangan yang diperlukan agar secara efektif mengawasi dana investasi yang kompleks tersebut. Mereka berpendapat bahwa profesional keuangan yang berkualifikasi akan lebih cocok. Ada kekhawatiran bahwa mantan presiden mungkin tak dimintai pertanggungjawaban atas kesalahan manajemen atau kerugian yang dialami oleh Danantara. Persepsi yang ada ialah bahwa status politik mereka dapat melindungi mereka dari pengawasan.
Ada yang beranggapan bahwa peran pengawasan lebih bersifat simbolis daripada praktis, yang menunjukkan bahwa itu merupakan cara menenangkan kepentingan politik ketimbang memastikan tatakelola yang efektif. Mereka berpendapat bahwa hal ini lebih tentang penampilan daripada substansi.
Beberapa khawatir bahwa mantan presiden mungkin memiliki konflik kepentingan yang dapat mempengaruhi pengawasan mereka terhadap Danantara. Intinya, sementara beberapa orang mungkin melihat keterlibatan mantan presiden sebagai tanda pengalaman dan kewibawaan, sentimen yang berlaku di kalangan kritikus sepertinya adalah kehati-hatian dan tuntutan kuat akan transparansi dan akuntabilitas. Mereka khawatir bahwa pertimbangan politik dapat merusak integritas keuangan dana tersebut dan kemampuannya untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
'Ini sangat transparan,' tegas juru bicara anonim, 'Anda hampir dapat melihatnya! Kecuali jika Anda melihat dari luar. Atau mengajukan pertanyaan tertentu. Boleh jadi... tidak transparan secara strategis.'
Desas-desus beredar bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah diberi mandat baru: mengaudit semuanya kecuali Danantara. 'Itu untuk kebaikan mereka sendiri,' jelas sebuah sumber yang dekat dengan masalah tersebut. 'Terlalu banyak audit dapat menyebabkan sakit kepala. Dan Indonesia membutuhkan auditor yang sehat!'
Tentu saja, para elit bisnis Indonesia yang terhormat (yang dikenal sebagai 'the usual suspects') bersemangat mengulurkan tangan membantu. 'Kami hanya ingin mengabdi kepada negara,' kata seorang taipan terkemuka sambil membenahi dasinya yang bertahtakan berlian. 'Dan mungkin, mungkin saja, menemukan sedikit sinergi. Tentu saja, demi negara dan bangsa!'
Beberapa kritikus khawatir bahwa Danantara dapat menjadi wahana kronisme dan nepotisme, dimana sekutu politik dan anggota keluarga mendapatkan keuntungan dari investasi dana tersebut, yang merusak prinsip persaingan yang adil dan meritokrasi. Hal ini juga bertentangan dengan janji Presiden Prabowo tentang pemerintahan yang adil.
Ketika para kritikus menggambarkan Danantara sebagai 'legalized state robbery,,' mereka pada dasarnya berpendapat bahwa lembaga tersebut, meskipun beroperasi dalam batasan hukum, dapat memfasilitasi penyelewengan atau penyalahgunaan aset negara demi keuntungan segelintir orang, dengan mengorbankan kepentingan publik. Hal ini merupakan kecurigaan yang kuat, yang menyiratkan bahwa struktur Danantara, atau cara pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya pengalihan kekayaan yang tidak etis atau ilegal dari negara ke kepentingan swasta.
Para kritikus mungkin berpendapat bahwa investasi atau praktik manajemen Danantara dapat mengarah pada situasi dimana aset negara secara efektif dialihkan ke entitas swasta, yang memperkaya segelintir orang dengan mengorbankan masyarakat luas.
Ada kemungkinan bahwa Danantara dapat menjadi alat bagi para oligarki, dan ini merupakan kekhawatiran yang signifikan di antara para kritikus. Danantara, pada dasarnya, memusatkan kekuatan finansial yang sangat besar di tangan sekelompok orang yang relatif kecil. Jika orang-orang ini terhubung dengan atau dipengaruhi oleh kepentingan bisnis atau politik yang kuat (oligarki), mereka berpotensi menggunakan Danantara untuk memajukan agenda mereka. Seperti yang disebutkan sebelumnya, kekhawatiran tentang transparansi menjadi inti dari masalah ini. Tanpa transparansi yang memadai, menjadi sulit melacak bagaimana dana Danantara digunakan, siapa yang mendapatkan keuntungan dari investasinya, dan apakah keputusan dibuat demi kepentingan publik ataukah demi menguntungkan individu atau kelompok tertentu.
Serupa dengan itu, berkurangnya pengawasan dari badan independen seperti BPK melemahkan sistem pengawasan dan keseimbangan yang dapat mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Hal ini memudahkan para oligarki memberikan pengaruh tanpa dimintai pertanggungjawaban. Jika penunjukan posisi kunci di Danantara didasarkan pada koneksi politik dan bukan prestasi, hal itu meningkatkan risiko bahwa dana tersebut akan digunakan memberi penghargaan kepada loyalis dan mendukung kepentingan bisnis mereka. Hal ini dapat menyebabkan siklus korupsi dan akumulasi kekayaan oleh segelintir orang terpilih.
Keputusan investasi Danantara dapat dipengaruhi oleh oligarki demi menguntungkan korporasi atau industri mereka, yang berpotensi merugikan sektor lain atau ekonomi secara keseluruhan. Misalnya, investasi dapat diarahkan ke proyek yang terutama menguntungkan bisnis oligarki, meskipun proyek tersebut bukan pilihan yang paling sehat secara ekonomi atau bermanfaat secara sosial.
Pada dasarnya, kekhawatirannya adalah bahwa Danantara dapat menjadi kendaraan untuk mengonsolidasikan kekayaan dan kekuasaan di tangan segelintir elit, memperkuat ketidaksetaraan yang ada, dan merusak pemerintahan yang demokratis. Risikonya lebih tinggi jika lembaga tersebut tak memiliki mekanisme transparansi yang kuat, pengawasan independen, dan komitmen terhadap pengambilan keputusan yang etis.
Penting diingat bahwa iniilah risiko potensial, dan apakah risiko tersebut terwujud bergantung pada kebijakan dan praktik khusus yang diterapkan untuk mengatur operasi Danantara. Perlindungan yang kuat diperlukan guna memastikan bahwa dana tersebut melayani kepentingan publik dan tak menjadi alat kontrol oligarki.
Danantara dapat digunakan untuk menguntungkan para oligark melalui beberapa cara, yang seringkali melibatkan kurangnya transparansi dan akuntabilitas. Kaum oligark dapat mempengaruhi Danantara agar berinvestasi di perusahaan yang mereka miliki atau memiliki saham yang signifikan, bahkan jika perusahaan tersebut bukanlah peluang investasi yang paling menjanjikan. Hal ini akan secara artifisial meningkatkan nilai aset mereka dan memberi mereka akses ke modal.
Kaum oligarki dapat menggunakan koneksi mereka untuk mendapatkan kontrak yang menguntungkan dari perusahaan yang dimiliki atau dikendalikan oleh Danantara. Kontrak-kontrak ini mungkin terlalu mahal atau tidak perlu, yang secara efektif mengalihkan kekayaan dari Danantara ke bisnis kaum oligarki.
Kaum oligark yang memiliki hubungan dekat dengan Danantara dapat menerima akses istimewa ke informasi orang dalam tentang potensi investasi atau perubahan kebijakan. Mereka kemudian dapat menggunakan informasi ini untuk melakukan perdagangan yang menguntungkan atau memposisikan bisnis mereka demi mendapatkan keuntungan dari keputusan pemerintah.
Kaum oligark dapat menggunakan kekayaan dan pengaruh mereka untuk melobi pejabat pemerintah dan pembuat kebijakan agar mendukung keputusan yang menguntungkan Danantara, yang pada gilirannya menguntungkan mereka. Hal ini dapat melibatkan pembentukan peraturan, mengamankan perlakuan pajak yang menguntungkan, atau memblokir kebijakan yang akan merugikan kepentingan mereka. Danantara dapat digunakan sebagai kendaraan untuk memprivatisasi perusahaan milik negara (BUMN) dan mengalihkannya kepada oligarki dengan harga di bawah harga pasar. Hal ini akan memungkinkan oligarki memperoleh aset berharga dan menguasai industri-industri utama.
Danantara dapat berinvestasi di perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh oligarki dengan cara-cara yang mengurangi persaingan di sektor-sektor tertentu, sehingga memungkinkan mereka untuk mengonsolidasikan kekuatan pasar mereka dan menaikkan harga.
Bahkan jika ada peraturan untuk mencegah penyalahgunaan ini, penegakan hukum yang lemah dapat memungkinkan oligark beroperasi dengan impunitas, karena mereka tahu bahwa mereka tak mungkin menghadapi konsekuensi serius atas tindakan mereka.
Individu dapat berpindah-pindah antara posisi di Danantara dan posisi di perusahaan-perusahaan yang dikendalikan oleh oligarki, sehingga menciptakan 'revolving door' (pintu putar)' yang memfasilitasi pertukaran bantuan dan informasi orang dalam.
Dalam semua skenario ini, elemen kuncinya ialah penyalahgunaan kekuasaan dan pengaruh demi keuntungan pribadi, dengan mengorbankan kepentingan publik. Kurangnya transparansi dan akuntabilitas menciptakan lingkungan dimana penyalahgunaan tersebut dapat berkembang, dan konsentrasi kekayaan dan kekuasaan di tangan segelintir orang membuat sulit menantang dominasi mereka.
Jika Danantara jatuh ke tangan kaum oligark, risikonya sangat besar dan berjangkauan luas, yang berpotensi merusak pembangunan ekonomi dan demokrasi Indonesia. Kaum oligarki cenderung mengutamakan kepentingan mereka sendiri daripada ekonomi yang lebih luas. Mereka mungkin menggunakan Danantara untuk meredam persaingan, mengekstraksi kekayaan dari negara, dan menolak reformasi yang akan mendorong pertumbuhan inklusif, yang berujung pada meningkatnya ketimpangan ekonomi dan melambatnya pembangunan secara keseluruhan.
Danantara yang dikendalikan kaum oligarki dapat menjadi sarang korupsi, dengan pejabat pemerintah dan pemimpin bisnis berkolusi memperkaya diri sendiri dengan mengorbankan masyarakat. Hal ini akan mengikis kepercayaan pada pemerintah, merusak supremasi hukum, dan menghambat investasi asing.
Keputusan investasi kemungkinan besar didorong oleh pertimbangan politik daripada manfaat ekonomi. Hal ini dapat menyebabkan salah alokasi sumber daya, industri yang tak efisien, dan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi yang kritis.
Kaum oligarki sering menggunakan kekayaan dan pengaruhnya memanipulasi pemilu, mengendalikan media, dan merusak lembaga demokrasi. Danantara yang dikendalikan oligarki dapat memberi mereka sumber daya yang lebih besar dalam menggunakan kekuasaan politik, yang berpotensi menyebabkan kemunduran dalam pemerintahan yang demokratis.
Terma 'state capture (pengambilalihan negara)' mengacu pada situasi dimana kepentingan swasta memperoleh pengaruh yang tak semestinya atas kebijakan dan lembaga negara. Danantara yang dikendalikan oligarki dapat menjadi mekanisme utama pengambilan alih negara, yang memungkinkan oligarki membentuk hukum dan peraturan demi menguntungkan diri mereka sendiri, bahkan jika hal itu merugikan kepentingan publik.
Ketimpangan yang semakin melebar, korupsi, dan persepsi bahwa sistem tersebut diatur demi kepentingan elit kaya dapat menyebabkan keresahan dan ketidakstabilan sosial.
Jika oligarki asing memperoleh kendali atau pengaruh yang signifikan atas Danantara, hal itu dapat menimbulkan kekhawatiran tentang kedaulatan ekonomi Indonesia dan kemampuannya mengejar kepentingan nasionalnya sendiri.
Jika publik menganggap bahwa Danantara digunakan memperkaya oligarki (atau segelintir orang), akan menyebabkan erosi kepercayaan lebih lanjut terhadap pemerintah dan rasa kekecewaan terhadap sistem politik. Hal ini dapat mempersulit pelaksanaan reformasi yang diperlukan dan mengatasi tantangan sosial dan ekonomi yang mendesak. Singkatnya, risiko Danantara jatuh ke tangan oligarki sangat besar dan dapat berdampak buruk bagi masa depan Indonesia. Pengamanan yang kuat, transparansi, dan pengawasan independen sangat penting untuk mencegah hal ini terjadi dan memastikan bahwa Danantara melayani kepentingan publik.
Ada banyak contoh historis di seluruh dunia tentang perusahaan milik negara (BUMN) yang jatuh di bawah pengaruh atau kendali yang tak semestinya dari kaum oligarki.
Setelah runtuhnya Uni Soviet, Rusia menjalani proses privatisasi yang cepat. Namun, proses tersebut sangat cacat, dengan banyak aset negara dijual dengan harga murah kepada sekelompok kecil individu yang memiliki koneksi baik yang kemudian dikenal sebagai oligarki. Hal ini mengakibatkan transfer kekayaan secara besar-besaran dari negara ke tangan swasta dan menciptakan sistem kapitalisme kroni yang terus melanda Rusia hingga saat ini. Perusahaan-perusahaan di sektor minyak, gas, dan logam sangat terpengaruh.
Ukraina telah berjuang melawan pengaruh oligarki selama sebagian besar sejarah pasca-Sovietnya. BUMN di sektor-sektor seperti energi, pertambangan, dan pertanian sering digunakan sebagai sumber patronase dan pencarian keuntungan bagi individu-individu yang berkuasa. Proses privatisasi sering dirusak oleh korupsi dan kurangnya transparansi, yang menyebabkan terkonsentrasinya kekayaan di tangan segelintir orang.
Perusahaan minyak milik negara Nigeria, NNPC, telah lama dilanda korupsi dan salah urus. Meskipun tidak sepenuhnya "jatuh" ke tangan individu tertentu, sektor ini dicirikan oleh kurangnya transparansi dan akuntabilitas, yang memungkinkan individu dan perusahaan yang memiliki hubungan politik mendapatkan keuntungan besar dari kontrak dan subsidi minyak.
Selama masa kepresidenan Jacob Zuma, terjadi "pengambilalihan negara" yang meluas di Afrika Selatan, dimana individu swasta (terutama keluarga Gupta) memberikan pengaruh yang tak semestinya atas perusahaan milik negara semisal Eskom (perusahaan listrik) dan Transnet (perusahaan transportasi). Hal ini melibatkan pemberian kontrak yang korup, penunjukan individu yang tidak memenuhi syarat untuk posisi kunci, dan pengalihan dana negara untuk pengayaan pribadi.
Seperti Rusia, privatisasi sektor sumber daya alam Kazakhstan di era pasca-Soviet menyebabkan munculnya oligarki kuat yang mengendalikan sebagian besar industri minyak, gas, dan pertambangan negara tersebut. Individu-individu ini sering kali memiliki hubungan dekat dengan pemerintah, yang memungkinkan mereka untuk memberikan pengaruh politik yang signifikan.
Setelah jatuhnya komunisme, Rumania juga mengalami proses privatisasi yang cacat, dengan banyak aset negara dijual kepada individu yang punya hubungan politik dengan harga di bawah harga pasar. Hal ini menyebabkan munculnya oligarki yang mengendalikan sektor-sektor utama ekonomi dan memberikan pengaruh politik yang signifikan.
Benang merah yang paling umum dalam contoh-contoh ini adalah proses privatisasi yang cepat dan tidak transparan, dimana aset negara dijual dengan cepat tanpa perlindungan yang memadai atau penawaran yang kompetitif. Kerangka hukum yang lemah, kurangnya pengawasan independen, dan budaya korupsi menciptakan lingkungan yang memungkinkan oligarki berkembang pesat.
Hubungan dekat antara bisnis dan politik merupakan faktor utama yang memungkinkan oligarki memberikan pengaruh yang tak semestinya terhadap BUMN. Kurangnya transparansi dalam operasi BUMN membuat sulit mendeteksi dan mencegah korupsi dan salah urus.
Kasus-kasus ini menyoroti bahaya konsentrasi kekayaan di tangan segelintir orang, yang dapat merusak pemerintahan yang demokratis dan menyebabkan kesenjangan sosial. Contoh-contoh historis ini menggarisbawahi pentingnya lembaga yang kuat, transparansi, dan akuntabilitas dalam melindungi perusahaan milik negara agar tidak jatuh di bawah kendali oligarki. Semuanya menjadi kisah peringatan bagi negara-negara seperti Indonesia saat mereka memulai inisiatif ekonomi baru yang melibatkan BUMN.
Memantau Danantara secara efektif untuk mencegah eksploitasi oleh oligarki memerlukan pendekatan yang kuat dan multi-aspek, menggabungkan mekanisme hukum, pengawasan independen, perangkat teknologi, dan partisipasi publik yang aktif. Tegakkan undang-undang antikorupsi yang ada dengan tegas dan pertimbangkan agar memperkuatnya dengan ketentuan yang secara khusus membahas potensi pengaruh oligarki.
Terapkan peraturan benturan kepentingan yang ketat bagi semua individu yang terlibat dengan Danantara, termasuk anggota dewan, eksekutif, dan penasihat. Wajibkan pengungkapan penuh kepentingan dan hubungan keuangan.
Sahkan undang-undang yang mengharuskan Danantara mengungkapkan informasi terperinci tentang investasinya, kinerja keuangan, dan proses pengambilan keputusan. Informasi ini harus mudah diakses oleh publik dalam format yang mudah digunakan.
Amanatkan pengungkapan informasi kepemilikan manfaat bagi seluruh perusahaan yang menerima investasi dari Danantara. Ini akan membantu mengidentifikasi pemilik utama perusahaan-perusahaan ini dan mencegah oligarki menyembunyikan keterlibatan mereka melalui perusahaan cangkang.
Buat badan independen yang terdiri dari para ahli di bidang keuangan, hukum, dan ekonomi untuk mengawasi operasi Danantara. Badan ini harus bebas dari pengaruh politik dan memiliki wewenang untuk menyelidiki setiap dugaan pelanggaran.
Lakukan audit independen secara berkala atas keuangan dan keputusan investasi Danantara. Audit hendaknya dilakukan oleh perusahaan bereputasi baik yang tidak memiliki hubungan dengan pemerintah atau sektor swasta.
Pastikan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memiliki mandat yang jelas dan tak terbatas untuk mengaudit Danantara, dengan kewenangan menyelidiki potensi penyimpangan dan melaporkan temuannya kepada publik.
Terapkan perangkat analisis data yang canggih untuk memantau investasi Danantara dan mengidentifikasi potensi tanda bahaya, seperti pola investasi yang tidak biasa, transaksi dengan pihak terkait, atau investasi di perusahaan dengan rekam jejak yang dipertanyakan.
Jelajahi penggunaan teknologi blockchain untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam operasi Danantara. Blockchain dapat memberikan catatan yang aman dan transparan dari seluruh transaksi, sehingga lebih sulit menyembunyikan korupsi atau salah urus.
Buat platform data terbuka tempat publik dapat mengakses dan menganalisis data yang terkait dengan aktivitas Danantara. Ini akan memberdayakan warga negara memantau dana dan meminta pertanggungjawabannya.
Dorong dan lindungi jurnalis investigasi yang bekerja mengungkap korupsi dan meminta pertanggungjawaban lembaga yang kuat.
Memberikan sumber daya dan dukungan yang dibutuhkan Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) untuk memantau aktivitas Danantara dan mengadvokasi transparansi dan akuntabilitas yang lebih besar.
Meluncurkan kampanye kesadaran publik untuk mendidik warga negara tentang risiko korupsi dan pentingnya meminta pertanggungjawaban para pemimpin mereka.
Menggelar konsultasi publik tentang keputusan investasi besar dan perubahan kebijakan yang terkait dengan Danantara. Membangun saluran bagi warga negara untuk melaporkan dugaan korupsi atau salah urus di dalam Danantara. Saluran ini hendaknya aman dan rahasia. Secara aktif memantau media sosial dan forum daring untuk diskusi tentang Danantara dan menanggapi masalah publik.
Mempelajari pengalaman negara lain yang telah berhasil mengelola dana kekayaan negara dan menerapkan praktik terbaik dalam transparansi dan akuntabilitas. Bekerjasama dengan organisasi internasional seperti Bank Dunia dan IMF untuk memperkuat tatakelola dan mencegah korupsi. Bekerjasama dengan lembaga penegak hukum asing untuk menyelidiki potensi kasus korupsi atau pencucian uang yang melibatkan Danantara.