"Lailatulqadar merupakan salah satu malam paling sakral dalam Islam," berkata Limbuk kepada bestie-nya, Cangik. "Malam inilah malam dimana Al-Qur’an pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad ﷺ melalui Jibril (alaihissalam), yang menandai dimulainya wahyu Ilahi. Malam ini dijelaskan dalam Al-Qur’an itu sendiri, khususnya dalam Surah Al-Qadr (97):1-5, dimana Allah berfirman,
اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِۗ لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ تَنَزَّلُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْۚ مِنْ كُلِّ اَمْرٍۛ سَلٰمٌ ۛهِيَ حَتّٰى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ࣖ
'Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada Lailatulqadar. Tahukah kamu Lailatulqadar itu? Lailatulqadar lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Rūḥ (Jibril) dengan izin Rabbnya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam) itu sampai terbit fajar.'
Ayat ini menyoroti betapa pentingnya Lailatulqadar, dengan menekankan bahwa ibadah pada malam ini lebih utama daripada ibadah selama seribu bulan—setara dengan lebih dari delapan puluh tiga tahun. Malam ini penuh dengan rahmat, ampunan, dan keberkahan Ilahi, dimana Allah menetapkan ketetapan untuk tahun yang akan datang dan menyampaikannya kepada para malaikat.
Maulana Mufti Muhammad Shafi' dalam Maariful Quran-nya (volume 8, diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Maulana Ahmed Khalil Aziz) memberitahu kita bahwa Ibnu Abi Hatim telah meriwayatkan dari Mujahid (sebagai mursal hadits) bahwa Rasulullah (ﷺ) disampaikan tentang seorang mujahid [pejuang dalam perkara agama] dari kalangan Bani Israel yang memanggul senjata perang di pundaknya selama seribu bulan, dan selama waktu itu ia tak pernah meletakkan senjatanya. Para sahabat heran dikala mereka mendengar hal ini. Pada kesempatan itu, Surah ini diturunkan yang menjelaskan bahwa ibadah di Malam Qadar, yang diberikan kepada Umat ini, melebihi dari seribu bulan jihad yang terus-menerus diperjuangkan oleh pejuang itu. Menurut riwayat lain dari Mujahid yang dikutip dalam Ibnu Jarir, seorang jamaah dari kalangan Bani Israel biasa beribadah kepada Allah sepanjang malam, dan begitu fajar menyingsing, ia akan mempersenjatai diri dan berperang sepanjang hari. Hal ini berlanjut terus menerus selama seribu bulan. Demikianlah Surah ini diturunkan. Hal ini menunjukkan keutamaan umat Rasulullah (ﷺ), dan bahwa Lailatulqadar merupakan keistimewaan umat ini.
Salah satu makna kata Qadar ialah 'keagungan, kehormatan, atau martabat'. Zuhri dan ulama lainnya telah mendefinisikan makna ini. Disebut Malam Qadar karena merupakan malam keagungan, kehormatan, kemegahan, dan martabat. Abu Bakar Warraq menyatakan bahwa disebut malam Qadar karena seseorang menjadi orang yang terhormat dan bermartabat karena bertaubat, memohon ampunan, dan berbuat shalih pada malam itu, sementara sebelumnya ia mungkin tak punya kehormatan dan martabat karena mungkinan ada kehidupan yang tak benar, yang telah dijalaninya.
Makna lain dari kata Qadar ialah 'takdir'. Dari perspektif ini, malam Qadar disebut demikian karena takdir individu dan bangsa yang telah diputuskan sebelum ajal, kemudian ditunjuklah malaikat terkait dalam perencanaan kosmik. Usia, kematian, rezeki, hujan, dan hal-hal lain setiap orang ditakar oleh para malaikat agar dilaksanakan selama setahun penuh dari satu bulan Ramadhan ke bulan lainnya. Jika seseorang ditakdirkan melakukan haji pada tahun yang akan datang, maka akan ditetapkan. Menurut Ibnu Abbas, radhiyallahu 'anhu, ada empat malaikat yang bertugas dalam perencanaan kosmik: Israfil, Mikail, Izrail, dan Jibril. Hal ini dinyatakan dengan jelas dalam Surah Ad-Dukhan (44):3-5,
اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةٍ مُّبٰرَكَةٍ اِنَّا كُنَّا مُنْذِرِيْنَ فِيْهَا يُفْرَقُ كُلُّ اَمْرٍ حَكِيْمٍۙ اَمْرًا مِّنْ عِنْدِنَاۗ اِنَّا كُنَّا مُرْسِلِيْنَۖ
'Sesungguhnya Kami (mulai) menurunkannya pada malam yang diberkahi (Lailatulqadar) [Al-Qur’an untuk pertama kalinya diturunkan pada malam tersebut]. Sesungguhnya Kamilah pemberi peringatan. Pada (malam itu) dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah [segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan makhluk, seperti hidup, mati, rezeki, nasib baik, dan nasib buruk]. (Hal itu merupakan) urusan (yang besar) dari sisi Kami. Sesungguhnya Kamilah yang mengutus (para rasul).'
'Lailatun Mubarakah' atau 'malam yang diberkahi', menurut sebagian besar ulama Al-Qur'an, mengacu pada Malam Qadar. Para malaikat mencatat dan turun dengan apa pun yang telah Allah takdirkan atau tetapkan untuk tahun yang akan datang. Sebagian ulama berpendapat bahwa 'malam yang diberkahi' dalam Surah Ad-Dukhan (44):3 merujuk pada malam kelima belas bulan Sya'ban, yaitu, 'Lailatul Bara'ah' atau 'Malam penuh ampunan atau kesucian'. Pandangan ini dapat disesuaikan dengan pandangan sebelumnya dengan menyatakan bahwa ketetapan Ilahi yang awal diputuskan pada Malam penuh kesucian, dan rinciannya dicatat dan diserahkan kepada para malaikat yang relevan pada Malam Qadar. Hal ini didukung oleh sebuah riwayat dari Ibnu 'Abbas yang telah dicatat oleh Baghawi atas otoritas Abud-Duha yang menyatakan bahwa Allah menetapkan semua masalah kosmik pada Malam penuh ampunan, tetapi hanya diserahkan kepada para malaikat yang relevan pada Malam Qadar.
Secara eksplisit dinyatakan dalam Al-Qur'an bahwa Malam Lailatulqadar terjadi pada bulan Ramadan yang penuh berkah atau bulan yang baik, tetapi tanggal pastinya belum diungkapkan. Akibatnya, hal itu diperselisihkan dan diperdebatkan di antara para ulama. Ada sekitar empat puluh pendapat yang tercatat. Mazhari menyatakan bahwa pendapat yang paling otentik ialah bahwa Lailatulqadar terjadi pada sepuluh malam terakhir Ramadan, tetapi tiada tanggal khusus yang ditetapkan. Ia bisa terjadi pada salah satu dari sepuluh malam ganjil terakhir yang dapat berganti-ganti dari tahun ke tahun. Menurut riwayat yang otentik, ia bisa terjadi pada salah satu malam berikut: 21, 23, 25, 27 dan 29. Dengan demikian semua riwayat yang saling bertentangan, yang berkaitan dengan malam ganjil tersebut diselaraskan. Seluruh riwayat tentang tanggal Lailatulqadar adalah shahih, dan tak perlu ada interpretasi yang berbelit-belit. Sebagian besar ahli hukum terkemuka - seperti Abu Qilabah, Imam Malik, Imam Ahmad bin Hanbal, Sufyan Tsauri, Ishaq bin Rahwaih, Abu Tsaur, Muzani, Ibnu Khuzaimah dan lainnya - sepakat bahwa malam Qadar terjadi pada sepuluh malam ganjil terakhir, secara bergantian. Imam Syafi'i memiliki dua pendapat. Dalam pendapat pertama, ia berpihak pada mayoritas, dan dalam pendapat lain, ia berpendapat bahwa malamnya tetap dan tak berganti-ganti.
'Aisyah, radhiyallahu 'anha, meriwayatkan dalam Sahih Bukhari, yang menurutnya Rasulullah (ﷺ) diriwayatkan bersabda, 'Carilah Lailatulaadar pada sepuluh malam terakhir bulan Ramadan.' Ibnu Umar radhiyallahu 'anhu, meriwayatkan, sebagaimana tercatat dalam Sahih Muslim, bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Carilah pada sepuluh malam ganjil terakhir bulan Ramadan.' Keutamaan terbesar Malam Qadar disebutkan dalam Surah itu sendiri, yaitu ibadah yang dilakukan pada satu malam ini lebih baik daripada ibadah selama seribu bulan yang jumlahnya delapan puluh tiga tahun empat bulan. Angka di sini dan di tempat lain dalam Al-Qur'an tak menunjukkan angka pastinya, tetapi hanya menunjukkan angka yang sangat besar atau tinggi. Hanya Allah yang tahu berapa lebih banyak atau lebih baik.
Diriwayatkan dalam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Barangsiapa yang menghabiskan Malam Qadar dalam ibadah kepada Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.' Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah (ﷺ) bersabda, 'Semua malaikat yang tinggal di 'Pohon Sidrat Batas Terjauh' turun di bawah pimpinan Jibril dan memberi salam kepada setiap orang mukmin, laki-laki atau perempuan, kecuali orang yang minum anggur (arak) atau makan daging babi.' Riwayat lain meriwayatkan bahwa siapa pun yang terhalang dari kebaikan Malam Qadar maka ia akan terhalang dari semua kebaikan. Pada Malam Qadar, sebagian orang mengalami dan menyaksikan anwar [cahaya] khusus. Akan tetapi, perlu dicatat bahwa hal ini tak dialami atau disaksikan oleh semua orang dan juga bukan bagian dari berkah dan pahala Malam Qadar. Oleh karenanya, orang-orang hendaknya tak mempedulikannya.
Aisyah, radhiyallahu 'anha, istri tercinta Nabi (ﷺ), pernah bertanya apa yang hendaknya ia katakan jika ia menemukan Lailatulqadar. Rasulullah (ﷺ) menasihatinya agar mengucapkan:
اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ العَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي
[Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul-‘afwa fa’fu ‘anni]
'Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf, mencintai pemaafan, maka maafkanlah aku.'
Lailatulqadar bukan sekadar malam penuh pahala, tetapi malam perubahan. Inilah malam dimana takdir ditetapkan, dosa-dosa dihapuskan, dan pintu rahmat Allah terbuka lebar. Malam ini bukan hanya tentang tetap terjaga dan melakukan ibadah, melainkan tentang berdiri di hadapan Allah dengan hati yang tulus, berharap akan ampunan-Nya, dan memohon awal yang baru.
Ada sesuatu yang sangat menggetarkan hati tentang Lailatulqadar. Meskipun kita memiliki banyak kekurangan, Allah tetap memberi kesempatan untuk menulis ulang masa depan kita, meninggikan derajat kita, dan menjadikan kita bagian dari hamba-hamba-Nya yang dicintai. Konsep bahwa satu malam bisa lebih baik dari seribu bulan mengingatkan kita bahwa di sisi Allah, kualitas ibadah lebih berharga daripada kuantitas. Satu momen taubat yang tulus, satu tetesan air mata karena kesadaran, atau satu doa yang keluar dari hati bisa lebih berat timbangannya dibanding bertahun-tahun kelalaian.
Malam Qadar merupakan pula malam kedekatan dengan Allah. Para malaikat turun ke bumi, langit terbuka, dan ketenangan menyelimuti hamba-hamba yang mencarinya. Ada ketentraman yang sulit dijelaskan—perasaan bahwa doa-doa kita didengar, beban di hati kita diringankan, dan dosa-dosa kita diampuni. Inilah momen untuk melepaskan diri dari dunia dan benar-benar menyambut keberkahan dari Sang Pencipta.
Lailatulqadar juga mengajarkan kesabaran. Rasulullah (ﷺ) tak menentukan tanggal pastinya, tetapi mendorong kita agar mencarinya di sepuluh malam terakhir Ramadan. Inilah ujian keikhlasan—akankah kita terus berusaha atau hanya beribadah jika kita yakin akan mendapatkannya? Mereka yang bersungguh-sungguh mencari malam ini akan menemukannya, bukan hanya dengan melihat tanda-tanda fisik, tetapi dengan merasakan dampaknya di hati dan memperkuat hubungan mereka dengan Allah.
Namun yang paling indah dari Lailatulqadar ialah bahwa malam inilah malam harapan. Entah seberapa jauh kita telah melangkah menjauhi Allah, tak peduli seberapa berat dosa yang kita pikul, malam inilah kesempatan untuk memperbarui diri sepenuhnya. Hati yang sebelumnya gelisah bisa menjadi terang dengan cahaya iman. Jiwa yang tadinya tersesat bisa kembali menemukan jalan.
Saat kita memasuki sepuluh malam terakhir Ramadan, kita hendaknya bertanya pada diri sendiri: Bagaimana jika inilah Lailatulqadar terakhirku? Bagaimana jika inilah malam yang menentukan sisa hidupku? Akankah aku membiarkannya berlalu begitu saja, atau aku akan memanfaatkannya sebagai kesempatan terbesar dalam hidupku?
Semoga kita termasuk di antara mereka yang berusaha mencari Lailatulqadar dengan penuh keikhlasan dan mendapatkan keberkahan serta ampunan dari Allah. Aamiin," pungkas Limbuk seraya menyapu wajahnya. Cangik mengaminkan seraya melakukan hal yang sama.