Rabu, 05 Maret 2025

Konsekuensi Mengolok-olok Rasulullah (ﷺ): Perspektif Al-Quran

Limbuk melanjutkan perbincangan, "Sepanjang sejarah, setiap nabi Allah menghadapi pertentangan dari mereka yang menolak. Rasulullah (ﷺ) tak terkecuali. Beliau (ﷺ) menanggung cemoohan, hinaan, dan bahkan kekerasan fisik dari kaumnya, namun beliau (ﷺ) tetap teguh dalam misinya guna menuntun umat manusia kepada kebenaran. Namun, Al-Quran menjelaskan dengan jelas bahwa mengolok-olok seorang utusan Allah bukanlah tindakan tanpa konsekuensi—hal tersebut merupakan pelanggaran berat yang mengarah pada konsekuensi duniawi dan kekal adanya.
Al-Qur'an mengisahkan nasib bangsa-bangsa di masa lalu yang mencemooh nabi-nabi mereka. Dalam Surat Al-An'am (6:10), Allah berfirman,
وَلَقَدِ اسْتُهْزِئَ بِرُسُلٍ مِّنْ قَبْلِكَ فَحَاقَ بِالَّذِيْنَ سَخِرُوْا مِنْهُمْ مَّا كَانُوْا بِهٖ يَسْتَهْزِءُوْنَ ࣖ
'Sungguh, rasul-rasul sebelum engkau (Nabi Muhammad) benar-benar telah diperolok-olokkan, maka turunlah kepada orang-orang yang mencemooh mereka (rasul-rasul) apa (azab) yang selalu mereka perolok-olokkan.'
Ayat ini menjadi peringatan bahwa orang-orang yang menolak petunjuk Ilahi dengan sombong pada akhirnya akan menghadapi akibat yang sama seperti yang mereka perolok-olokkan. Kehancuran bangsa-bangsa terdahulu seperti kaum Nuh, Hud, dan Shalih, merupakan bukti akibat serius meremehkan para rasul Allah.

Demikian pula dalam Surat Al-Hijr (15:95-96), Allah meyakinkan Rasulullah (ﷺ),
اِنَّا كَفَيْنٰكَ الْمُسْتَهْزِءِيْنَۙ الَّذِيْنَ يَجْعَلُوْنَ مَعَ اللّٰهِ اِلٰهًا اٰخَرَۚ فَسَوْفَ يَعْلَمُوْنَ وَلَقَدْ نَعْلَمُ اَنَّكَ يَضِيْقُ صَدْرُكَ بِمَا يَقُوْلُوْنَۙ فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَكُنْ مِّنَ السّٰجِدِيْنَۙ
'Sesungguhnya cukuplah Kami yang memeliharamu (Nabi Muhammad) dari (kejahatan) orang yang memperolok-olokkan(-mu), (yaitu) orang yang menganggap adanya tuhan selain Allah. Mereka kelak akan mengetahui (akibatnya). Sungguh, Kami benar-benar mengetahui bahwa dadamu menjadi sempit (gundah dan sedih) disebabkan apa yang mereka ucapkan. Maka, bertasbihlah dengan memuji Rabbmu, jadilah engkau termasuk orang-orang yang sujud (shalat).'
Jaminan Ilahi ini menegaskan bahwa Allah sendiri yang akan berurusan dengan orang-orang yang mengejek Rasulullah (ﷺ) dan penolakan mereka terhadap kebenaran takkan dibiarkan begitu saja.

Mengolok-olok Rasulullah (ﷺ) bukanlah tindakan yang remeh; sebaliknya, hal itu seringkali merupakan gejala kekufuran yang lebih dalam. Al-Quran menyoroti tindakan orang-orang munafik yang mencemooh Rasulullah (ﷺ) dan para sahabat. Dalam Surah At-Taubah (9:64-66), Allah menyingkap kemunafikan mereka, dengan menyatakan,
يَحْذَرُ الْمُنٰفِقُوْنَ اَنْ تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُوْرَةٌ تُنَبِّئُهُمْ بِمَا فِيْ قُلُوْبِهِمْۗ قُلِ اسْتَهْزِءُوْاۚ اِنَّ اللّٰهَ مُخْرِجٌ مَّا تَحْذَرُوْنَ وَلَىِٕنْ سَاَلْتَهُمْ لَيَقُوْلُنَّ اِنَّمَا كُنَّا نَخُوْضُ وَنَلْعَبُۗ قُلْ اَبِاللّٰهِ وَاٰيٰتِهٖ وَرَسُوْلِهٖ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِءُوْنَ لَا تَعْتَذِرُوْا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ اِيْمَانِكُمْ ۗ اِنْ نَّعْفُ عَنْ طَاۤىِٕفَةٍ مِّنْكُمْ نُعَذِّبْ طَاۤىِٕفَةً ۢ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا مُجْرِمِيْنَ ࣖ
Orang-orang munafik khawatir jika diturunkan suatu surah yang mengungkapkan apa yang ada dalam hati mereka. Katakanlah (kepada mereka), 'Olok-oloklah (Allah, Rasul-Nya, dan orang beriman sesukamu). Sesungguhnya Allah pasti akan menampakkan apa yang kamu khawatirkan itu.' Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, mereka pasti akan menjawab, 'Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja.' Katakanlah, 'Apakah terhadap Allah, ayat-ayat-Nya, dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?' Tidak perlu kamu membuat-buat alasan karena kamu telah kufur sesudah beriman. Jika Kami memaafkan sebagian darimu (karena telah bertobat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain), karena sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berbuat dosa.'
Hal ini menunjukkan bahwa olok-olokan semacam itu bukan saja merupakan penghinaan terhadap Rasulllah (ﷺ), melainkan pula merupakan tindakan yang dapat menyebabkan seseorang keluar dari iman sepenuhnya.

Lebih jauh lagi, Surah Al-Ahzab (33:57) memperingatkan tentang konsekuensi yang berat bagi mereka yang menyakiti atau tak menghormati Rasulullah (ﷺ),
اِنَّ الَّذِيْنَ يُؤْذُوْنَ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ لَعَنَهُمُ اللّٰهُ فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ وَاَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُّهِيْنًا
'Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti (menista) Allah dan Rasul-Nya, Allah akan melaknatnya di dunia dan di akhirat dan menyediakan bagi mereka azab yang menghinakan.'
Beratnya ayat ini menggarisbawahi parahnya penghinaan terhadap Rasulullah (ﷺ), karena dapat berakibat kutukan dan kehinaan Ilahi di dunia dan akhirat.
Meskipun menghadapi ejekan dan pertentangan yang hebat, Rasulullah (ﷺ) tak pernah menanggapi dengan kebencian atau dendam-kesumat. Kesabaran dan kasih-sayangnya terhadap mereka yang menghinanya sudah melegenda. Ketika orang-orang Ta'if melemparinya dengan batu, beliau (ﷺ) tak meminta mereka dihancurkan; sebaliknya, beliau (ﷺ) berdoa bagi tuntunan mereka. Dalam satu kejadian masyhur, ketika seorang lelaki terus-menerus menghinanya, Rasulullah (ﷺ) hanya menanggapi dengan kebaikan, yang membuat lelaki itu akhirnya memeluk Islam. Contoh-contoh ini menyoroti bahwa Islam tak menganjurkan pembalasan-dendam melalui kekerasan atau kebencian, melainkan sebaliknya, menyerukan agar menanggapi dengan kearifan, martabat, dan keteguhan. Pendekatan kenabian ini mengajarkan orang-orang beriman sebuah pelajaran berharga: Tatkala menghadapi ejekan dan pertentangan, seseorang hendaknya tetap tenang dan percaya pada keadilan Allah. Melalui kesabaran dan karakter yang baik, Islam telah menyebar dan memenangkan hati jutaan orang, bukan melalui kemarahan atau balas-dendam.

Sepanjang sejarah manusia, kesombongan dan penolakan terhadap petunjuk hanya akan membawa pada kehancuran, sementara kerendahan hati dan ketulusan akan membawa pada keselamatan. Alih-alih mengolok-olok agama Islam, orang-orang didorong agar mencari pemahaman dan turut dalam wacana yang penuh rasa hormat.
Islam menyerukan refleksi yang bijak daripada penolakan buta. Rasulullah (ﷺ) sendiri menjadi sosok yang sabar dan penyayang, bahkan terhadap mereka yang menghina beliau (ﷺ). Ketika beliau (ﷺ)  diejek di Mekkah, beliau (ﷺ) tak membalas dengan kebencian; sebaliknya, beliau (ﷺ) berdoa agar para penindasnya diberi petunjuk. Karakter beliau (ﷺ) tetap menjadi panutan bagi orang-orang beriman untuk menanggapinya—dengan kearifan, kesabaran, dan martabat.
Di zaman dimana misinformasi dan prasangka tentang Islam tersebar luas, sangatlah penting mendekati agama dan utusannya dengan hati yang terbuka. Alih-alih mengandalkan stereotip atau desas-desus, mereka yang tak terbiasa dengan Islam hendaknya meluangkan waktu untuk memahami ajaran Rasulullah (ﷺ) dari sumber-sumber yang autentik. Banyak orang yang awalnya menentang Islam kemudian menjadi pendukung terkuatnya seusai mereka melihat kebenaran dan keadilan pesannya.
Mereka yang mengolok-olok dan menghina Rasulullah (ﷺ) sering melakukannya karena ketidaktahuan atau kesombongan. Sementara Rasulullah (ﷺ) sendiri pemaaf dan penyayang, Al-Quran memperingatkan bahwa cemoohan dan permusuhan yang terus-menerus terhadap para utusan Allah membawa konsekuensi yang berat. Konsekuensi ini mungkin tak selalu langsung, tapi sejarah telah menunjukkan bahwa mereka yang berperang melawan kebenaran Ilahi pada akhirnya akan menghadapi aib, baik di kehidupan ini maupun di kehidupan selanjutnya.
Al-Quran tak semata memperingatkan tentang konsekuensi spiritual tetapi juga menyoroti kejatuhan masyarakat yang datang dari penolakan terhadap bimbingan Ilahi. Komunitas yang membangun fondasi mereka di atas cemoohan dan ketidakhormatan sering menghadapi kemerosotan moral dan etika, sementara mereka yang menjunjung tinggi nilai-nilai rasa hormat dan ketulusan berkembang pesat.

Salah satu ayat Al-Quran yang amat jelas membela Rasulullah (ﷺ) terhadap tuduhan sebagai orang gila dan menegaskan bahwa beliau adalah seorang Utusan sejati yang menerima wahyu Ilahi adalah Surah At-Takwir (81:22-25):
وَمَا صَاحِبُكُمْ بِمَجْنُوْنٍۚ وَلَقَدْ رَاٰهُ بِالْاُفُقِ الْمُبِيْنِۚ وَمَا هُوَ عَلَى الْغَيْبِ بِضَنِيْنٍۚ وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَيْطٰنٍ رَّجِيْمٍۚ
'Temanmu (Nabi Muhammad) itu bukanlah orang gila. Sungguh, ia (Nabi Muhammad) benar-benar telah melihatnya (Jibril) di ufuk yang terang. Ia (Nabi Muhammad) bukanlah seorang yang kikir (enggan) untuk menerangkan yang gaib. (Al-Qur’an) itu bukanlah perkataan setan yang terkutuk.'
Allah secara langsung membantah klaim orang-orang kafir yang menuduh Rasulullah (ﷺ) gila. Rasulullah (ﷺ) menerima wahyu dari Malaikat Jibril, yang membuktikan bahwa pesannya bersifat ilahi dan bukan rekayasa. Beliau (ﷺ) menyampaikan apa yang diwahyukan kepadanya tanpa penyimpangan. Allah menolak klaim bathil bahwa Al-Quran berasal dari syaitan, dan menegaskan bahwa Al-Qur'an adalah wahyu Ilahi. Bagian ini dengan kuat menetapkan bahwa Nabi Muhammad (ﷺ) bukanlah orang gila, melainkan seorang Utusan yang dipilih Allah untuk menyampaikan Al-Quran.

Al-Quran memuat beberapa ayat yang menyebutkan akibat bagi mereka yang menentang, mengejek, atau mencemooh Rasulullah (ﷺ). Al-Quran dengan tegas memperingatkan agar tak mencemooh atau menentang Rasulullah (ﷺ). Sejarah telah menunjukkan bahwa mereka yang mengolok-olok para nabi sebelumnya akan menghadapi kehancuran, dan prinsip ini berlaku pula bagi mereka yang mencemooh Rasuullah (ﷺ). Azab bagi mereka mungkin datang di dunia atau akhirat, tetapi Allah menjamin bahwa keadilan akan ditegakkan.
Pesan Al-Quran jelas: mengolok-olok para utusan Allah bukanlah perbuatan tanpa konsekuensi. Sementara Rasulullah (ﷺ) tetap sabar dan pemaaf, keadilan Ilahi tak dapat dihindari bagi mereka yang terus-menerus bersikap pongah. Daripada mengejek Islam dan utusannya, orang-orang seyogyanya mendekat dengan hati yang terbuka dan berkemauan memahami pesan Islam. Menghormati iman dan berdialog dengan ketulusan merupakan jalan yang mengarah pada pencerahan, sementara cemoohan hanyalah mengarah pada penyesalan. Semoga kita semua berusaha menjunjung tinggi kehormatan Rasulullah (ﷺ) dan mengikuti jalan hikmah dan welas-asih beliau (ﷺ). Dan semoga mereka yang keliru memahami pesan beliau (ﷺ) menemukan petunjuk sebelum terlambat.

Mengirimkan selawat kepada Nabi (ﷺ) merupakan tindakan ketaatan kepada Allah dan cara mengungkapkan cinta, rasa hormat, dan rasa syukur atas peran beliau (ﷺ)  sebagai utusan terakhir. Allah memerintahkannya dalam Al-Quran,
اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
'Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk Nabi (Selawat dari Allah Subhanahu wa Ta'ala bermakna memberi rahmat, dari malaikat bermakna memohonkan ampunan, dan dari orang-orang mukmin bermakna memohonkan agar diberi rahmat, semisal dengan perkataan, 'Allāhumma ṣalli ‘alā Muḥammad). Wahai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya (dengan mengucapkan perkataan seperti, “Assalāmu ‘alaika ayyuhan-nabi”, yang artinya ‘semoga keselamatan terlimpah kepadamu, wahai Nabi’)'
Jadi, mengirim selawat kepada Nabi (ﷺ) merupakan amal yang sangat penting dalam Islam, yang mencerminkan cinta, rasa hormat, dan ketaatan pada perintah Allah sebagaimana dalam Surah Al-Ahzab (33:56). Praktik ini merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, memohon berkah, dan mengakui peran mulia Rasulullah (ﷺ) sebagai utusan terakhir.

Namun, sebagian orang mungkin bertanya-tanya apakah mengirim selawat berperan dalam mencegah  Rasulullah (ﷺ) dipersekutukan dengan Allah dalam beribadah. Jawabannya terletak pada pemahaman tentang keseimbangan yang Islam jaga antara cinta dan penghormatan kepada Rasulullah (ﷺ) sembari memastikan Tauhid (monoteisme murni) tetap utuh. Rasulullah(ﷺ) sendiri sangat khawatir tentang potensi para pengikutnya jatuh ke dalam pujaan yang berlebihan terhadap beliau (ﷺ), sebagaimana yang telah dilakukan oleh umat-umat sebelumnya terhadap para nabi mereka. Beliau (ﷺ) secara eksplisit memperingatkan,
لاَ تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتِ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ، فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ، فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ
'Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani telah berlebih-lebihan memuji ‘Isa putera Maryam. Aku hanyalah hamba-Nya, maka katakanlah, ‘hamba Allah dan Rasul-Nya'.' [Sahih al-Bukhari] 
Dalam konteks ini, mengirim selawat merupakan cara yang indah bagi umat Islam untuk mengenang status terhormat Rasulullah  (ﷺ) tanpa perlu mengangkatnya ke tingkat Keilahian. Hal ini memperkuat keyakinan bahwa meskipun beliau adalah ciptaan terbaik, beliau (ﷺ) tetaplah seorang utusan manusia. Dengan secara teratur menyampaikan selawat kepada beliau  (ﷺ), umat beriman tetap terhubung dengan ajaran dan teladan beliau  (ﷺ), memastikan mereka mengikuti jalannya tanpa jatuh ke dalam sikap berlebihan atau kesesatan.

Selawat, yang berasal dari kata Arab صَلَوَات, merujuk pada salam dan keberkahan yang dikirimkan kepada Nabi Muhammad (ﷺ) dalam Islam. Membaca Selawat merupakan tindakan pengabdian yang signifikan dan tertanam kuat dalam praktik Islam.
Membaca selawat punya banyak manfaat spiritual. Dipercaya bahwa membaca selawat dapat menyebabkan pengampunan dosa. Literatur hadis menunjukkan bahwa untuk setiap selawat yang dibaca, Allah menganugerahkan sepuluh kebaikan dan menghapus sepuluh dosa. Selain itu, Allah juga membalasnya dengan mengirimkan berkah sepuluh kali lipat. Membaca selawat akan menaikkan derajat seseorang sepuluh derajat.
Banyak ulama menyatakan bahwa memulai dan mengakhiri doa dengan selawat meningkatkan kemungkinan shalat tersebut diterima oleh Allah. Praktik ini menyoroti pentingnya selawat dalam ibadah Islam. Memulai dan mengakhiri doa dengan selawat memastikan doa tersebut diterima oleh Allah. Hal ini karena selawat dipandang sebagai doa yang dikabulkan secara mutlak, yang mencerminkan kemurahan hati Allah.
Membaca selawat secara teratur dipandang dapat meningkatkan status spiritual seseorang dan mendekatkan diri kepada Allah. Selawat berfungsi sebagai pengingat akan ajaran dan karakter Rasulullah  (ﷺ), yang menginspirasi orang beriman meneladani kebajikannya.
Melakukan selawat dapat membawa ketenangan pikiran dan kenyamanan bagi orang beriman. Selawat sering direkomendasikan sebagai obat kecemasan dan kegelisahan, yang meningkatkan rasa tenang dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan mengikuti perintah Allah menyampaikan selawat kepada Nabi (ﷺ), individu akan semakin dekat dengan-Nya. Tindakan ini menunjukkan ketaatan dan meningkatkan kedekatan spiritual. Membaca selawat menumbuhkan rasa kebersamaan dan meningkatkan rasa cinta di antara umat beriman. Hal ini mendorong rasa saling menghormati dan memperkuat ikatan dalam masyarakat Muslim. Setiap kali seorang mukmin mengirimkan selawat, para malaikat membalasnya dengan mengirimkan selawat serupa hingga tindakan tersebut berhenti. Doa kolektif ini menggarisbawahi keterhubungan umat beriman dan dukungan malaikat. Manfaat-manfaat ini secara kolektif menyoroti pentingnya memasukkan selawat ke dalam praktik ibadah sehari-hari, yang menekankan dampak transformatifnya pada spiritualitas individu dan kohesi komunal.

Membaca selawat secara teratur sesungguhnya bermanfaat untuk mengatasi masalah pribadi. Membaca selawat secara teratur dapat menumbuhkan rasa tenang dan landasan emosional. Hal ini memungkinkan seseorang memusatkan pikiran dan perasaannya, sehingga lebih mudah menghadapi tantangan hidup. Keadaan zikir (mengingat) ini membantu menenangkan hati dan pikiran selama masa-masa sulit.
Selawat diyakini dapat menghapus dosa dan meringankan beban, yang dapat berkontribusi pada keadaan emosional yang lebih ringan. Rasulullah (ﷺ) menyatakan bahwa mereka yang sering membaca selawat akan merasa kekhawatirannya berkurang, karena hal itu mengarah pada pengampunan dan belas kasihan Ilahi.
Memulai dan mengakhiri doa dengan selawat sangat dianjurkan. Praktik ini dikatakan dapat meningkatkan kemungkinan doa diterima Allah, memberikan kekuatan dan dukungan yang dibutuhkan orang beriman mengatasi masalah mereka.
Mengucapkan selawat meningkatkan cinta seseorang kepada Rasulullah (ﷺ), yang pada gilirannya memperkuat iman. Hubungan ini dapat memberikan dukungan spiritual selama masa-masa sulit, mengingatkan individu tentang tujuan mereka dan membimbing mereka melalui kesulitan. Membaca Selawat meningkatkan rasa kebersamaan di antara umat Islam, memperkuat ikatan persaudaraan. Aspek komunal ini dapat memberikan dukungan emosional, sehingga lebih mudah menghadapi tantangan pribadi dengan jaringan yang mendukung.
Melakukan Selawat dipandang sebagai sarana meraih cinta dan belas kasihan Allah. Pertumbuhan spiritual ini dapat memberdayakan individu menghadapi perjuangan mereka dengan kekuatan dan ketahanan yang baru.
Singkatnya, membaca Selawat secara teratur tak hanya meningkatkan kehidupan spiritual seseorang tetapi juga memberikan manfaat praktis dalam mengatasi perjuangan pribadi dengan meningkatkan kedamaian batin, memfasilitasi pengampunan, mengangkat doa, memperkuat iman, menumbuhkan dukungan komunitas, dan mendorong pertumbuhan spiritual.

Ada waktu-waktu tertentu ketika membaca Selawat dipandang sangat efektif berdasarkan tradisi Islam dan petunjuk kenabian. Hari Jumat ditekankan sebagai hari terbaik dalam seminggu mengirim Selawat karena sifatnya yang berjamaah dan pengabdian yang tinggi. Secara khusus, waktu antara shalat Ashar dan matahari terbenam (Maghrib) dikenal sebagai Sa'at Al Istijaba, waktu pengabulan, dimana permohonan, termasuk yang melibatkan Selawat, diyakini lebih mudah diterima oleh Allah. Rasulullah (ﷺ) memerintahkan umat Islam mengirim berkah yang melimpah kepada beliau pada hari Jumat karena tindakan seperti itu akan dipersembahkan kepadanya hingga hari Jumat berikutnya.
Dalam setiap siklus shalat, terutama setelah Tasyahhud, dianjurkan menyertakan Selawat. Praktik ini memastikan bahwa rasa hormat dan penghormatan seseorang kepada Rasulullah (ﷺ) secara konsisten diungkapkan melalui kegiatan ibadah sehari-hari.
Mengirim Selawat sebelum mengajukan permohonan dalam doa apa pun meningkatkan kemungkinan doa-doa tersebut diterima. Seperti yang dinyatakan oleh Umar bin Khattab, doa tergantung di antara langit dan bumi sampai Selawat dipanjatkan kepada Nabi (ﷺ). Membaca selawat saat dzikir pagi dan petang melindungi seseorang dari pengaruh buruk dan membawa kedamaian serta ketenangan sepanjang hari. Dianjurkan membaca selawat secara teratur sepanjang hari dan malam, yang mencerminkan rasa hormat dan rasa syukur yang terus-menerus kepada Nabi (ﷺ).

Meskipun ada berbagai bentuk Selawat, salah satu versi yang umum ialah,
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَّجِيدٌ
'Ya Allah, limpahkanlah selawat dan salam kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah melimpahkan selawat dan salam kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung.'
Bentuk yang lain,
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ
'Ya Allah, limpahkanlah selawat kepada Muhammad.'

Imam at-Tabarani mencatat beberapa versi Selawat, dan salah satunya adalah
اللهم صل وسلم على نبينا محمد
[Allahumma shalli wa sallim ‘ala nabiyyina Muhammad]
'Ya Allah, limpahkanlah selawat dan salam kepada Nabi kami Muhammad.'

Ada pula,
اللهم صل على محمد النبي الأمي
[Allahumma shalli ‘ala Muhammad an-Nabiyyil Ummiy]
'Ya Allah, limpahkanlah selawat kepada Muhammad, Nabi yang ummi (tidak bisa membaca dan menulis).'

Berikut ini adalah selawat pendek yang disebut Selawat Jibril,
صلى الله على محمد
[Shallallahu ‘ala Muhammad]
'Semoga Allah mencurahkan selawat kepada Muhammad.'
Usai membaca selawat Jibril, dianjurkan juga untuk memanjatkan doa untuk memenuhi kebutuhan atau keinginan pribadi. Rasulullah (ﷺ) menyarankan agar seseorang memilih doa apa pun yang mereka inginkan setelah mengirimkan selawat kepada beliau (ﷺ). Membaca selawat, termasuk selawat Jibril, diyakini memiliki berbagai manfaat spiritual, termasuk potensi meningkatkan kekayaan atau rezeki. Membaca selawat sering dikaitkan dengan pemberantasan kemiskinan dan kelaparan. Dikatakan bahwa pembacaan selawat yang sering dapat menyebabkan peningkatan rezeki dan berkah finansial seseorang. Membaca selawat secara teratur diyakini dapat membuka jalan bagi syafaat Nabi Muhammad (ﷺ) pada Hari Pengadilan, yang dapat mengarah pada kebaikan Ilahi yang lebih besar dalam kehidupan ini, termasuk stabilitas finansial.
Setiap pembacaan selawat dikatakan dapat mengampuni dosa dan meningkatkan status spiritual seseorang. Pemurnian ini dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik untuk menerima berkah, termasuk kekayaan. Praktik membaca selawat seringkali mendorong perilaku beramal, yang merupakan faktor kunci dalam meningkatkan rizki. Amal-shalih ditekankan dalam ajaran Islam sebagai sarana menarik lebih banyak berkah. Membaca selawat sebelum memanjatkan doa pribadi diyakini dapat meningkatkan penerimaan doa tersebut oleh Allah, sehingga meningkatkan kemungkinan terpenuhinya permintaan finansial dan materi.
Singkatnya, membaca selawat, termasuk selawat Jibril, dikaitkan dengan banyak manfaat spiritual yang dapat menciptakan lingkungan yang mendukung keberkahan finansial dan kesejahteraan secara keseluruhan..

Pada akhirnya, perlindungan sejati terhadap syirik (menyekutukan Allah) adalah Tauhid yang benar, yang berarti menyembah Allah semata dan mengikuti petunjuk Rasulullah (ﷺ) dalam cara yang diajarkannya. Selawat berfungsi sebagai pengingat akan peran mulianya, tetapi melalui pemahaman dan kepatuhan yang benar terhadap tauhid, seseorang memastikan bahwa Nabi (ﷺ) tak secara keliru dikaitkan dengan Allah dalam pengertian Keilahian apa pun. Wallahu a'lam."

English