"Aduhai, kekuatan magis para tokoh politik!" Bagong terkesima. "Dikala Wakil Ketua DPR RI mengunjungi Bursa Efek Indonesia (BEI), sepertinya hanya dengan langkahnya yang anggun di lorong-lorong terhormat itu, pasar saham langsung melambung penuh optimisme—menjadi 'hijau' dalam sekejap. Kita mungkin bertanya-tanya, adakah doi membawa tongkat sihir atau mungkin ramuan rahasia bagi kemakmuran ekonomi! Hampir seperti pasar menunggu dengan napas tertahan bagi seorang politisi muncul dan menaburkan sedikit pasir-pasir berkilau para peri. Para investor, yang biasanya menganalisis data dan tren yang kompleks, tiba-tiba merasa terangkat semangatnya hanya dengan melihat sosok seorang politisi. Lupakan indikator ekonomi atau laporan pendapatan perusahaan; semua yang dibutuhkan adalah kunjungan dari Tuan DPR untuk membuat semua orang merasa senang dengan investasi mereka.
Tentu saja, ini menimbulkan beberapa pertanyaan. Haruskah kita percaya bahwa nasib pasar tergantung pada kunjungan politisi? Haruskah kita semua mulai antre di BEI setiap kali seorang politisi memutuskan mampir? Mungkin kita harus mempertimbangkan merekrut politisi sebagai motivator pasar penuh waktu—setelah semua, siapa yang butuh analis ketika dikau punya wakil ketua yang karismatik?
Pada kenyataannya, meskipun kunjungan semacam itu mungkin memunculkan sukacita atau optimisme sementara di pasar, seringkali itu hanyalah—temporer. Fundamental ekonomi yang mendasari tetap tak berubah, dan para investor semestinya akan selalu ingat bahwa kesehatan pasar yang sebenarnya dibangun di atas fondasi yang kokoh ketimbang penampakan politik sesaat.
Terma 'pasar' merujuk pada tempat atau sistem dimana pembeli dan penjual melakukan pertukaran barang, jasa, atau instrumen keuangan. Pasar bisa bersifat fisik (semisal pasar tradisional dan toko ritel) atau virtual (seperti platform e-commerce dan bursa saham). Pasar beroperasi berdasarkan prinsip penawaran dan permintaan, mekanisme harga, serta perilaku konsumen.
Terma 'market atau pasar' dan 'exchange atau bursa' sering digunakan dalam dunia perdagangan, tetapi punya perbedaan yang jelas.
Pasar merupakan konsep luas yang mencakup semua tempat atau sistem di mana pembeli dan penjual bertemu untuk melakukan transaksi barang, jasa, atau aset keuangan. Pasar dapat berupa Fisik (misalnya, pasar tradisional, supermarket, mall); Virtual (misalnya, e-commerce, platform perdagangan online); Keuangan (misalnya, pasar valuta asing, pasar obligasi).
Pasar beroperasi berdasarkan mekanisme penawaran dan permintaan, serta bisa terstruktur atau tidak terstruktur. Transaksi bisa dilakukan secara langsung atau melalui perantara.
Bursa merupakan pasar khusus yang terorganisir dan diatur untuk memperdagangkan instrumen keuangan semisal saham, obligasi, komoditas, dan derivatif. Contoh bursa meliputi Bursa Saham (misalnya, Bursa Efek Indonesia, Bursa Malaysia, New York Stock Exchange); Bursa Komoditas (misalnya, Chicago Mercantile Exchange, London Metal Exchange); Bursa Kripto (misalnya, Binance, Coinbase)
Bursa memiliki peraturan ketat dan diawasi oleh badan pengatur untuk memastikan transparansi, keamanan, dan praktik perdagangan yang adil. Berbeda dengan pasar umum, bursa membutuhkan peserta (pembeli dan penjual) untuk mengikuti aturan tertentu dan biasanya melibatkan perantara seperti broker.
'Reaksi pasar' yang sering disebutkan dalam berita umumnya merujuk pada respon pasar keuangan, terutama bursa saham, pasar obligasi, atau pasar valuta asing (forex) terhadap suatu peristiwa, kebijakan, atau berita ekonomi.
Reaksi pasar terjadi ketika pelaku pasar—seperti investor, pedagang (trader), dan lembaga keuangan—menyesuaikan keputusan mereka berdasarkan berita ekonomi (misalnya, inflasi, pertumbuhan ekonomi, suku bunga); kebijakan pemerintah atau bank sentral (misalnya, kenaikan suku bunga oleh Federal Reserve atau Bank Indonesia); krisis atau kejadian global (misalnya, perang, pandemi, kebangkrutan perusahaan besar); dan laporan kinerja perusahaan (misalnya, laba atau rugi perusahaan besar seperti Apple atau Tesla)
Apakah 'reaksi pasar' merujuk ke pasar secara umum atau hanya bursa saham? Dalam berita ekonomi, istilah ini lebih sering merujuk ke bursa saham, tetapi juga bisa mencakup pasar obligasi, forex, atau komoditas. Jika berita berbicara tentang harga saham yang naik atau turun setelah pengumuman tertentu, itu merupakan reaksi pasar di bursa saham. Namun, jika berita menyebutkan pergerakan harga emas, minyak, atau nilai tukar mata uang, itu merujuk pada pasar keuangan secara lebih luas. Contoh penggunaan dalam Berita:
'Reaksi pasar terhadap kenaikan suku bunga Federal Reserve: Indeks Dow Jones turun 2% dalam satu hari.' (merujuk pada bursa saham)
'Harga emas melonjak setelah ketidakpastian ekonomi global meningkat.' (mengacu pada pasar komoditas)
'Rupiah melemah terhadap dolar AS setelah rilis data inflasi Amerika Serikat.' (merujuk pada pasar valuta asing (valas))
Pasar bersifat dinamis dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang menentukan bagaimana harga barang, jasa, atau aset keuangan berfluktuasi. Faktor-faktor ini dapat dibagi menjadi faktor umum yang mempengaruhi semua jenis pasar dan faktor khusus yang lebih berpengaruh pada pasar keuangan.
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pasar secara umum ialah Penawaran dan Permintaan (jika permintaan lebih besar dari penawaran, harga naik; jika penawaran lebih besar dari permintaan, harga turun); Kondisi Ekonomi (pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, dan inflasi mempengaruhi daya beli masyarakat dan aktivitas bisnis); Kebijakan Pemerintah (pajak, regulasi perdagangan, dan subsidi dapat mempengaruhi harga dan ketersediaan barang serta jasa); Stabilitas Politik dan Sosial (konflik, demonstrasi, atau kebijakan pemerintah yang kontroversial dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi dan perdagangan); Perkembangan Teknologi (inovasi dapat membuat produk baru atau meningkatkan efisiensi produksi, sehingga mempengaruhi persaingan dan harga pasar); Cuaca dan Faktor Alam (bencana alam, perubahan iklim, atau cuaca ekstrem dapat mempengaruhi produksi komoditas seperti pangan dan energi).
Selain faktor tersebut, pasar keuangan (semisal bursa saham, pasar obligasi, dan pasar forex) dipengaruhi oleh faktor-faktor tambahan yakni Kebijakan Moneter dan Suku Bunga (jika bank sentral menaikkan suku bunga, investasi di pasar saham bisa turun karena biaya pinjaman meningkat, sedangkan obligasi bisa menjadi lebih menarik); Data Ekonomi dan Sentimen Pasar (indikator semisal PDB, tingkat pengangguran, dan inflasi mempengaruhi kepercayaan investor dan pergerakan harga aset keuangan); Nilai Tukar Mata Uang (depresiasi atau apresiasi mata uang mempengaruhi daya saing ekspor dan profitabilitas perusahaan yang beroperasi secara global); Harga Komoditas (pasar saham dan obligasi dapat dipengaruhi oleh harga minyak, emas, dan bahan baku lainnya); Peristiwa Global dan Geopolitik (perang, konflik dagang, dan kebijakan luar negeri negara besar dapat menyebabkan volatilitas di pasar keuangan); Spekulasi dan Psikologi Investor (ekspektasi investor dan aksi spekulatif sering menyebabkan lonjakan atau kejatuhan harga saham dan aset lainnya).
Secara umum, pasar dan pasar keuangan memiliki faktor-faktor yang saling berkaitan, tetapi pasar keuangan lebih dipengaruhi oleh suku bunga, kebijakan moneter, nilai tukar mata uang, serta sentimen investor, yang tak selalu berpengaruh langsung pada pasar barang dan jasa.
Sepanjang sejarah, pasar dan sistem keuangan telah mengalami berbagai kehancuran yang kerap dipicu oleh kombinasi spekulasi berlebihan, ketidakseimbangan ekonomi, kekeliruan pengelolaan keuangan, serta kejutan eksternal yang tak terduga. Salah satu keruntuhan terbesar terjadi pada tahun 1929, yang dikenal sebagai Wall Street Crash. Pada tahun-tahun sebelumnya, harga saham melonjak tinggi akibat spekulasi besar-besaran, dimana banyak investor membeli saham dengan uang pinjaman atau margin trading. Optimisme yang berlebihan ini tak bertahan lama. Dikala kepercayaan mulai goyah, kepanikan melanda pasar, dan aksi jual besar-besaran pun terjadi. Pasar ambruk, memicu Depresi Besar yang berlangsung bertahun-tahun dan menyebabkan kesengsaraan ekonomi di seluruh dunia. Pabrik-pabrik tutup, bank-bank bangkrut, dan angka pengangguran meroket, meninggalkan jutaan orang dalam kemiskinan.
Beberapa dekade kemudian, pada tahun 1987, terjadi insiden membagongkan lainnya yang dikenal sebagai Black Monday. Berbeda dengan tahun 1929, kejatuhan kali ini lebih banyak disebabkan oleh penggunaan perdagangan berbasis komputer. Ketika harga saham mulai turun, sistem perdagangan otomatis semakin mempercepat aksi jual, sehingga memperparah penurunan harga. Dalam satu hari, Dow Jones Industrial Average jatuh lebih dari 22%, mengguncang pasar keuangan di seluruh dunia. Meskipun ekonomi pulih lebih cepat dari yang diperkirakan, Black Monday menjadi pengingat akan bahaya perdagangan berfrekuensi tinggi dan betapa rapuhnya kepercayaan investor.
Pada awal 2000-an, dunia kembali menyaksikan kehancuran finansial dengan pecahnya gelembung dot-com. Pada akhir 1990-an, investor berbondong-bondong menginvestasikan uang mereka ke perusahaan berbasis internet dengan harapan revolusi digital akan membawa keuntungan besar. Banyak dari perusahaan ini sebenarnya tak memiliki model bisnis yang berkelanjutan atau bahkan keuntungan nyata, tetapi harga saham mereka tetap melambung. Namun, kenyataan akhirnya terungkap. Ketika investor mulai menyadari bahwa banyak perusahaan dot-com ini tak menghasilkan keuntungan, aksi jual besar-besaran terjadi. Bursa Nasdaq, yang sebelumnya mencapai rekor tertinggi, anjlok hampir 80%. Banyak startup keok dalam semalam, dan miliaran dolar lenyap dalam sekejap.
Barangkali, petaka finansial paling membagongkan dalam sejarah modern terjadi pada tahun 2008, dipicu oleh krisis hipotek subprime di Amerika Serikat. Selama bertahun-tahun, bank-bank memberikan pinjaman rumah kepada peminjam yang tak memenuhi syarat, lalu mengemas pinjaman tersebut ke dalam instrumen keuangan yang kompleks dan menjualnya ke investor. Ilusi stabilitas akhirnya rontok ketika para pemilik rumah mulai tak mampu membayar pinjaman mereka, menyebabkan reaksi berantai yang menumbangkan institusi keuangan besar. Lehman Brothers, salah satu bank investasi terbesar, bangkrut, menyebabkan ekonomi global terpuruk. Pemerintah di seluruh dunia berusaha menyelamatkan keadaan dengan bailout dan paket stimulus, tetapi dampaknya sangat besar—jutaan orang kehilangan rumah dan pekerjaan, serta butuh bertahun-tahun bagi ekonomi untuk pulih.
Rontoknya pasar kemudian terjadi pada awal tahun 2020 ketika pandemi COVID-19 melanda dunia. Dengan diberlakukannya lockdown dan pembatasan ketat, aktivitas ekonomi terhenti. Investor panik, menyebabkan pasar ambruk, yang belum pernah terjadi sebelumnya pada bulan Februari dan Maret. Pasar minyak juga terkena dampak besar, karena larangan perjalanan dan berkurangnya aktivitas industri menyebabkan kelebihan pasokan minyak mentah, membuat harga anjlok. Namun, berbeda dengan krisis sebelumnya, kejatuhan akibat COVID-19 mengalami pemulihan yang relatif cepat. Intervensi pemerintah yang agresif, paket stimulus besar, dan pengembangan vaksin berhasil mengembalikan kepercayaan terhadap perekonomian.
Anjloknya pasar, meski sangat merugikan, merupakan bagian tak terhindarkan dari siklus ekonomi. Kejadian-kejadian ini menjadi pelajaran pahit tentang bahaya spekulasi, salah urus keuangan, dan kepercayaan yang berlebihan. Kendati regulasi keuangan telah mengalami banyak perbaikan, sejarah telah membuktikan bahwa tiada sistem yang benar-benar kebal terhadap kebinasaan, sehingga kewaspadaan selalu diperlukan guna mencegah krisis di masa depan.
Ketika pasar keuangan sebuah negara dikendalikan oleh militer, kepolisian, atau segelintir oligarki, keadaan ekonomi negara tersebut cenderung menjadi tidak stabil, rentan, dan kurang dipercaya oleh komunitas global. Sistem ekonomi dalam kondisi seperti ini, selalu tak dirancang untuk memunculkan persaingan yang sehat atau inovasi, melainkan lebih berorientasi pada kepentingan kelompok penguasa. Investor, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, umumnya memandang pasar semacam ini sebagai berisiko tinggi karena minimnya transparansi, ketidakstabilan politik, serta lemahnya perlindungan hukum bagi bisnis dan pemilik modal.
Pasar, dalam segala bentuknya—baik itu pasar keuangan, barang, tenaga kerja, atau digital—sangat membutuhkan persaingan yang sehat dan inovasi lantaran kedua hal ini mendorong efisiensi, meningkatkan kualitas, dan membuka peluang bagi pertumbuhan yang berkelanjutan. Ketika persaingan berlangsung secara adil, perusahaan-perusahaan terdorong menawarkan produk yang lebih baik, harga yang lebih kompetitif, dan layanan yang lebih berkualitas. Konsumen akhirnya mendapatkan manfaat berupa lebih banyak pilihan dengan harga yang lebih terjangkau. Sebaliknya, jika persaingan tidak ada atau gak sehat, pasar cenderung mengalami stagnasi, dikuasai oleh segelintir pihak, dan mengalami ketidakefisienan yang merugikan baik produsen maupun konsumen.
Inovasi juga memegang peran yang tak kalah penting. Ia memastikan bahwa industri terus berkembang, beradaptasi dengan tantangan baru, serta meningkatkan produktivitas. Perusahaan yang berinvestasi dalam penelitian dan pengembangan mampu menciptakan terobosan baru, baik dalam bidang teknologi, kesehatan, maupun manufaktur. Tanpa inovasi, pasar menjadi kaku dan tak mampu mengikuti perubahan kebutuhan konsumen atau dinamika ekonomi global. Inilah alasan mengapa pasar yang kompetitif cenderung lebih tangguh—ia menarik talenta terbaik, mendorong investasi, dan menopang pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang.
Ambil contoh industri teknologi global. Di negara-negara yang memiliki persaingan tinggi, perusahaan seperti Apple, Google, dan Samsung, terus bersaing membuat inovasi, menghasilkan smartphone canggih, kecerdasan buatan, hingga teknologi komputasi terbaru. Keberhasilan mereka takkan mungkin terjadi jika mereka beroperasi dalam lingkungan tanpa persaingan, dimana produk biasa-biasa saja bisa bertahan tanpa tantangan.
Sebaliknya, dalam perekonomian dimana persaingan ditekan—baik oleh campur tangan pemerintah, praktik monopoli, atau regulasi yang membatasi—pasar cenderung mengalami stagnasi. Produk tetap usang, harga tetap tinggi, dan pilihan konsumen menjadi terbatas. Sebagai contoh, di beberapa negara yang hanya memiliki satu penyedia layanan internet milik negara, konsumen kerapkali harus menerima kecepatan yang lambat dengan harga mahal karena tak ada tekanan untuk meningkatkan layanan atau menawarkan tarif yang lebih kompetitif.
Dalam pasar keuangan, persaingan yang sehat juga sangat penting karena menjamin penentuan harga yang adil dan akses terhadap modal. Jika hanya ada sedikit entitas kuat yang mendominasi sektor keuangan, biaya pinjaman akan naik, peluang investasi akan berkurang, dan kesenjangan ekonomi semakin melebar. Sebaliknya, pasar keuangan yang dinamis—didorong oleh persaingan dan inovasi—akan memungkinkan perusahaan untuk berkembang, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong pembangunan ekonomi secara menyeluruh.
Pada akhirnya, persaingan yang sehat dan inovasi memberikan manfaat besar bagi masyarakat secara keseluruhan. Mereka mendorong perusahaan agar terus beradaptasi, pemerintah agar menerapkan regulasi yang adil, dan konsumen untuk memperoleh produk serta layanan terbaik. Tanpa kedua elemen ini, pasar menjadi tidak efisien, menghambat kemajuan ekonomi, dan dalam beberapa kasus ekstrem, memicu krisis yang dapat merusak kemakmuran jangka panjang sebuah negara.
So, sekali lagi, semakin besar tingkat korupsi, salah urus ekonomi, dan 'represi' yang terjadi, semakin buruk pula dampaknya terhadap perekonomian sebuah negara.
Salah satu contoh paling jelas dari ekonomi yang dikuasai militer ialah Myanmar. Usai kudeta militer tahun 2021, sistem keuangan Myanmar langsung anjlok. Sektor perbankan hampir lumpuh akibat hilangnya kepercayaan masyarakat, inflasi melonjak tinggi, dan banyak perusahaan asing menarik investasinya dari negara tersebut. Sanksi internasional yang diberlakukan terhadap junta militer semakin mengisolasi ekonomi Myanmar, mempersulit akses mereka ke pasar keuangan global. Dengan keberadaan pemerintahan militer otoriter, negara ini menjadi tak menarik bagi investor, dan modal terus keluar dari Myanmar, memperparah krisis ekonomi.
Kasus lain yang serupa terjadi di Venezuela, dimana kombinasi antara kendali oligarki dan pengaruh militer atas industri-industri utama telah menyebabkan kehancuran ekonomi. Pemerintah, yang didukung oleh elit militer dan segelintir pebisnis berpengaruh, telah menasionalisasi banyak sektor, termasuk industri minyak. Namun, akibat salah urus, korupsi, dan kebijakan ekonomi yang keliru, negara ini mengalami hiperinflasi, kekurangan pangan, serta kehancuran nilai tukar mata uangnya, bolívar. Padahal, Venezuela punya cadangan minyak terbesar di dunia, tetapi pengelolaan yang buruk menyebabkan negara ini tak mampu membuat sistem keuangan yang stabil. Sebagian besar investor asing menghindari Venezuela karena tingginya risiko ekspropriasi aset serta lemahnya perlindungan hukum bagi bisnis.
Sementara itu, di negara seperti Rusia, sistem oligarki yang kuat mengendalikan sebagian besar arah keuangan negara. Meskipun Rusia tetap terhubung dengan pasar keuangan global, perekonomiannya sangat terdampak oleh sanksi Barat serta dominasi segelintir oligarki yang mengontrol sektor energi, media, dan perbankan. Hal ini menyebabkan ketergantungan ekonomi yang besar pada keputusan politik dibandingkan mekanisme pasar yang sehat. Dampaknya termasuk arus modal keluar yang besar, menurunnya investasi asing, dan meningkatnya ketergantungan pada mekanisme keuangan yang dikendalikan negara.
Negara-negara yang pasar keuangannya didominasi oleh militer atau oligarki selalu mengalami ketidakpercayaan dari komunitas internasional. Investor enggan menanamkan modal di negara yang sistem hukum dan regulasinya lemah, dimana keberhasilan bisnis lebih ditentukan oleh koneksi politik daripada faktor ekonomi yang wajar, serta dimana ketidakstabilan politik bisa menyebabkan kejatuhan ekonomi secara tiba-tiba. Lembaga pemeringkat kredit global biasanya menurunkan peringkat negara-negara semacam ini, membuat mereka lebih sulit dan lebih mahal meminjam uang dari luar negeri. Selain itu, kesepakatan dagang dan kerjasama ekonomi menjadi lebih sulit dinegosiasikan, sementara mata uang negara tersebut cenderung mengalami volatilitas tinggi.
Secara keseluruhan, efek dari kondisi seperti ini adalah stagnasi ekonomi. Alih-alih menarik modal dan inovasi yang diperlukan bagi pertumbuhan jangka panjang, negara-negara ini justru memperburuk ketimpangan ekonomi, memperlambat pertumbuhan, dan selalu memicu ketidakpuasan sosial yang semakin meningkat. Di bawah kepemimpinan yang mengutamakan kepentingan elit penguasa, kesejahteraan rakyat selalu terabaikan, dan ekonomi negara tersebut semakin terpuruk dalam krisis yang berkepanjangan.
Hal ini kuungkapkan bukan karena rasa benci terhadap para prajurit dan perwira yang terhormat, melainkan semata-mata karena inilah kebenaran yang tak dapat disangkal. Inilah tepatnya mengapa, di beberapa negara Barat, para veteran—terutama mereka yang pernah bertugas di militer—dijunjung tinggi. Selain kesediaan mereka mengorbankan nyawa, mereka juga mempertaruhkan keterbatasan karier mereka dalam mengabdi kepada negara.
Di banyak negara, tentara dan polisi sangat dihormati karena peran mereka dalam menjaga keamanan nasional, menegakkan hukum, serta melindungi masyarakat dari berbagai ancaman. Tingkat penghormatan ini sering bergantung pada konteks sejarah, nilai-nilai budaya, serta bagaimana kedua institusi ini berinteraksi dengan rakyat.
Salah satu contoh yang paling jelas ialah Amerika Serikat, dimana militer sangat dihormati, terutama di kalangan veteran. Penghormatan ini berakar dari sejarah panjang keterlibatan negara dalam berbagai konflik global serta perannya dalam mempertahankan kebebasan. Tentara sering dipandang sebagai pahlawan, dan negara ini punya hari-hari nasional semisal Veterans Day dan Memorial Day untuk mengenang jasa mereka. Namun, polisi di Amerika menerima penghormatan yang lebih beragam, tergantung pada daerah dan peristiwa sejarah tertentu, terutama terkait dengan isu-isu dalam sistem penegakan hukum.
Negara lain dimana tentara sangat dihormati adalah Israel. Mengingat situasi geopolitiknya dan kewajiban wajib militer, Pasukan Pertahanan Israel (Israel Defense Forces atau IDF) dianggap sebagai pilar utama kelangsungan hidup negara. Hampir setiap warga Israel menjalani dinas militer, membuat hubungan erat antara masyarakat dan angkatan bersenjata. Oleh karenanya, tentara sangat dihormati, dan dinas militer dianggap sebagai suatu kewajiban sekaligus kehormatan.
Di Jepang, baik kepolisian maupun Pasukan Bela Diri (Self-Defense Forces) sangat dihormati oleh masyarakat. Polisi Jepang dikenal karena efisiensi, disiplin, serta rendahnya tingkat korupsi, sehingga kepercayaan publik terhadap mereka sangat tinggi. Sementara itu, meskipun konstitusi pasca-perang Jepang membatasi operasi militer negara, Pasukan Bela Diri tetap dihormati karena perannya dalam misi kemanusiaan, bantuan bencana, dan keamanan nasional.
Korea Selatan juga memiliki penghormatan tinggi terhadap militernya, terutama karena ketegangan yang terus berlanjut dengan Korea Utara. Dengan adanya wajib militer, sebagian besar oppa Korea Selatan menjalani dinas militer, sehingga tercipta budaya nasional yang sangat menghargai peran tentara. Polisi juga dihormati karena dipandang mampu menjaga ketertiban di tengah kehidupan perkotaan yang padat dan cepat.
Di China, Tentara Pembebasan Rakyat (People’s Liberation Army atau PLA) dipandang sebagai simbol kekuatan nasional. Berkat propaganda pemerintah dan peran historis PLA dalam membangun China sebagai kekuatan global, militer negara ini mendapatkan penghormatan luas. Sementara itu, kepolisian juga dihormati, tetapi dalam beberapa kasus dipandang dengan kecurigaan karena perannya dalam menegakkan kebijakan pemerintah yang amat ketat.
Sebaliknya, di beberapa negara—terutama yang punya sejarah pemerintahan militer atau kasus brutalitas polisi—masyarakat justru kurang mempercayai institusi ini. Persepsi publik sangat dipengaruhi oleh bagaimana tentara dan polisi menjalankan tugasnya, apakah mereka benar-benar melindungi atau malah justeru nabokin rakyatnya," Bagong mengakhiri perbincangannya.
Lantas, Bagong mengambil gitarnya, memetiknya pelan seiring Gareng melantunkan melodi yang lahir dari tembang Ebiet, Apakah Ada Bedanya?,
Di bumi yang berputar
Pasti ada gejolak
Ikuti saja iramanya
Isi dengan rasa