"Socrates berkata, '... apa yang kita bicarakan, ialah bagaimana semestinya seseorang menjalani hidup.' Seperti Socrates, Plato berpikir bahwa, filsafat dapat menjawab pertanyaan itu. Ia berharap, seseorang dapat mengarahkan hidupnya, bilamana perlu, mengarahkannya kembali, melalui pemahaman yang khas filosofis—yaitu, umum dan abstrak, reflektif rasional, dan peduli dengan apa yang dapat diketahui, melalui berbagai macam pertanyaan,'" Laluna memulai perbincangan setelah ucapan Basmalah dan Salam. "Dan malam itu, aku mengarahkan sinarku ke sebuah rumah dimana seorang lelaki sedang berbaring di tempat tidur bersama istrinya, dan istrinya membangunkannya, berkata, 'Paa, tutup jendelanya sayang, di luar dingin!' Ia melengos, berguling, dan kembali tidur. Sang isteri mencoleknya. 'Paa, tutup dong jendelanya; di luar dingin.' Ia mendesah, menarik selimut, dan tidur lagi. Sesaat kemudian, sang isteri menyepaknya dengan kuat dan mendorongnya dengan kedua lengannya. 'Ayo dong paa. Tutup jendelanyaa; di luar diingiin!'
Sang lelaki bangun, lalu duduk di tepi tempat tidur sambil berkata, 'Etika, yang disebut pula, falsafah moral itu, pembagian filsafat yang berkaitan dengan bagaimana seseorang hendaknya bersikap dalam sesuatu hal yang dianggap benar atau baik secara moral. Kedengarannya seperti ide sederhana—bagaimana menjadi baik, dan mengapa menjadi baik itu penting—namun konsep inilah, yang telah memikat dan menyiksa para filsuf moral selama lebih dari 2.000 tahun.
Etika bermakna, mencoba mencari tahu, mengapa seseorang harus berperilaku secara moral, serta memahami faktor-faktor pendorong bagi perilaku tersebut. Ia mencermati pula apa, tepatnya, yang menjadikan sesuatu itu, 'baik' atau 'buruk'. Misalnya: Sesuatu yang secara alamikah, perasaan baik atau buruk itu, ada di dalam diri kita, atau di tempatkan di sanakah perasaan itu, oleh makhluk ilahi? Mengikuti kode moralkah kita? Bertindak secara moralkah kita, lantaran sering kali, demi kepentingan diri kita sendiri? Perilaku etiskah, segala tentang sifat konsekuensi dari tindakan kita?
Etika bisa dibilang, salah satu jenis filsafat yang mudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Filsafat mengajukan pertanyaan besar seperti, 'Nyatakah Tuhan itu?' atau 'Mengapa kita ada di sini?' Namun pertanyaan-pertanyaan besar ini, tak secara langsung membahas bagaimana menjalani hidup seseorang. Etika itu, langkah yang hilang antara menyikapi ketidakterbatasan alam semesta dan mendamaikannya dengan kehidupan sehari-hari di bumi. Jika filsafat mendorong perilaku moral dengan mengajukan pertanyaan besar 'mengapa', maka etika, mengeksplorasi perilaku moral, dan berupaya merumuskan jawaban konkret 'apa' dan 'bagaimana' atas pertanyaan yang diajukan filsafat.
Etika, dapat dan harus diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Engkau dapat menyesuaikan etika agar sesuai dengan kehidupanmu, dan engkau dapat menggunakan etika, untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan yang secara moral 'benar' di bidang-bidang seperti kedokteran, bisnis, dan disiplin ilmu lainnya. Penggunaan etika, juga memunculkan teka-teki etika lain—mengapa penting mempertimbangkan, mengapa seseorang harus bertindak dengan cara tertentu? Jawabannya terletak pada konsep kebahagiaan. Sederhananya, kebahagiaan itu, hasil dari etika, baik itu, kebahagiaan diri sendiri, maupun kebahagiaan orang lain.
''Idiih, papa ngomong apa sih? Tapi sepertinya menarik, lanjutin sayang!' kata sang istri. Sang lelaki melanjutkan, 'Setidaknya, di dunia Barat (Eropa dan Amerika), Filsafat, seperti yang kita ketahui, bermunculan sekitar abad keenam SM di Yunani. Banyak filsuf menulis dan mengajar di Yunani kuno. Namun era keemasan filsafat Yunani ini, didominasi oleh tiga pemikir paling masyhur dan berpengaruh dalam sejarah Barat: Socrates, Plato, dan Aristoteles.
Aliran pemikiran Yunani, mendominasi filsafat dan segala bagiannya, sampai abad pertama Masehi. Socrates (ca. 470–399 SM) membuat banyak kerangka kerja dan metodologi, cara mendekati filsafat dan etika. Diantaranya, inovasi 'metode Socrates.' Yang mengikuti tradisi Socrates, salah satu siswa utamanya, Plato (ca. 428-348 SM). Di Athena, Plato membentuk lembaga pendidikan tinggi pertama di Barat, Akademi. Salah satu kontribusi utamanya pada filsafat moral, ialah teori bentuk, yang mengeksplorasi bagaimana manusia dapat menjalani kehidupan, yang bahagia di dunia materi, yang selalu berubah.
Pilar ketiga filsafat Yunani kuno, Aristoteles (384–322 SM)—ia dipekerjakan oleh Phillip II dari Makedonia, yang merupakan pekerjaan yang cukup enak—seorang mahasiswa Plato di Akademi, dan kemudian menjadi profesor di institusi yang sama. Salah satu teori utamanya, berkaitan dengan teori universal. Teori ketiga filsuf ini, menciptakan kanon filosofis Barat, dan mewakili entri besar pertama ke dalam studi etika.
Sang lelaki berhenti sebentar, lalu menyambung, 'Moralitas itu, tentang dualitas baik-buruk. Dalam pengertian umum, moralitas mengacu pada kode atau aturan dimana tindakan-tindakan dinilai terhadap bagaimana ia menyimpulkan nilai-nilai bersama. Ada hal-hal yang 'benar', sementara yang lain, 'salah'. Sedangkan Etika, mengacu pada aturan-aturan yang membentuk kode-kode moral tersebut dan yang juga berasal dari kode-kode moral dimaksud.
Gagasan tentang sifat alam semesta secara logis mengarah pada gagasan bahwa semua orang terkoneksi. Kita semua menempati planet yang sama, dan di dalamnya, masing-masing masyarakat dan negara, punya standar perilaku mereka sendiri. Mengapa standar tersebut, ada? Jawabannya sederhana,: menjaga kedamaian dan menjaga agar segala sesuatunya, tetap berjalan lancar sehingga beberapa, banyak, atau semuanya, dapat menjalani kehidupan yang berharga dan memuaskan. Di sinilah cabang filosofis dari falsafah moral berperan.
'Falsafah moral'—istilah yang digunakan secara bergantian dengan Etika—ada bidang studinya sendiri. Ia terpisah dari ide-ide luas filsafat umum, serta cabang-cabang filsafat lainnya.
Etika jelas merupakan konstruksi peradaban yang penting, lahir dari kebutuhan dasar manusia untuk memahami dunia. Tapi mengapa, tepatnya, etika itu penting? Sebab umat manusia membutuhkan struktur guna memahami dunia. Saat kita mengumpulkan informasi, kita menyusun dan mengkategorikannya. Hal ini membantu kita, memecahkan kode alam semesta yang luas dan tampaknya mustahil dipahami. Etika itu, bagian dari perang decoding yang sedang berlangsung ini.
Jika pengetahuan mendefinisikan 'apa' dari alam semesta, maka Filsafat, berupaya membuka kunci 'mengapa.' Etika kemudian menjawab, bagaimana 'mengapa' dilakukan, memberi kita standar, kebajikan, dan aturan, yang kita gunakan mengarahkan bagaimana kita berperilaku, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam skema besar.'
'Mengapa kita bertindak secara etika?' sang isteri kepo. Sang lelaki menjawab, 'Para filsuf telah menunjukkan beberapa alasan berbeda, mengapa manusia dapat dan seyogyanya bertindak dengan cara yang bajik. Ada beberapa: - Sebagai persyaratan untuk hidup. Inilah keharusan biologis kita sebagai manusia agar bertahan hidup dan berkembang, dan Etika itu, bagian dari struktur kemanusiaan yang rumit, yang membantu kita menentukan cara terbaik untuk bertindak, sehingga kita masing-masing dapat menjalani kehidupan yang panjang dan produktif. Bertindak dengan bajik, membantu memastikan bahwa tindakan kita, bukan tanpa tujuan, tanpa arah, atau acak. Dengan mempersempit luasnya alam semesta menjadi pengalaman hidup dengan tujuan dan makna—terutama jika ia dipunyai bersama oleh masyarakat atau kelompok budaya—tujuan dan kebahagiaan, lebih mudah dijangkau.
- Sebagai persyaratan bagi masyarakat. Agar menjadi anggota masyarakat yang bereputasi baik, seseorang hendaknya mengikuti kode dan hukum yang mengatur budaya itu. Setiap orang punya peran yang dimainkannya, dan jika tatanan sosial rusak, kebahagiaan orang lain terancam. Etika membangun hubungan, baik secara individu maupun dalam skala besar. Kebaikan itu penting, dan ia membantu menempa ikatan mendasar yang menyatukan masyarakat.
- Untuk tujuan keagamaan. Sebagian orang yang berusaha bertindak dengan cara yang sangat mulia secara moral dalam pandangan mereka, dan mereka mendapatkan petunjuk dari agama. Hal ini memainkan jenis etika yang disebut teori perintah ilahi. Orang yang menganut etika jenis ini, bertindak sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh agama yang terorganisir, dan aturan tersebut berasal dari teks-teks suci atau arahan dari entitas ilahi.
- Untuk kepentingan pribadi. Beberapa ahli etika, yakin bahwa manusia pada akhirnya, bertindak melayani diri sendiri, bahwa mereka melakukan sesuatu dengan mempertimbangkan kepentingan mereka sendiri. Sudut pandang ini, bahkan menginformasikan perilaku moral mereka. Seperti yang diisyaratkan dalam 'the Golden Rule'—perlakukan orang lain seperti engkau perlakukan dirimu—dan gagasan karma Timur yang serupa, menjadi baik bisa menjadi pengejaran yang mementingkan diri sendiri. Oleh karena itu, jika seseorang yang perilakunya, bermoral, penuh hormat, dan ramah kepada orang lain—untuk alasan apapun, dan bahkan jika alasan itu dimotivasi oleh kepentingan pribadi—hal baik akan terjadi pada orang itu.
- Karena manusia itu baik. Inilah tema utama falsafah moral. Pertanyaan esensialnya : Etiskah manusia lantaran memang demikian, atau mengejar kehidupan moralkah manusia, karena tindakan tertentu secara alami baik, atau secara alami buruk? Sebagai sebuah tindakan, hal ini memainkan gagasan bahwa manusia, pada umumnya, secara alami baik, dan mereka berusaha bertindak sesuai.
Inti dari perbincangan tentang etika itu, gagasan tentang kebajikan. Falsafah moral, sangat banyak diinvestasikan dalam menentukan, tak semata, bagaimana seharusnya manusia bertindak, melainkan pula, caranya bertindak. Etika mengarah pada nilai-nilai yang dapat diukur, dan nilai-nilai itu, segenggam kualitas yang mengarahkan perilaku yang baik. Hampir setiap sudut pandang yang berbeda tentang etika, berkaitan dengan kebajikan, karena kebajikan, tak punya ikatan dengan agama tertentu atau ideologi etis. Dan banyak yang universal—ada juga yang tidak, namun itulah pertanyaan yang semestinya diperdebatkan oleh para ahli etika.'
'Dan bagaimana kita menerapkan etika?' sang isteri mengajukan pertanyaan. Sang lelaki menjawab, 'Etika tak cuma ada sebagai teori dan gagasan ; etika dimaksudkan agar menuntun langsung ke arah tindakan. Oleh karenanya, kita punya etika terapan, atau falsafah moral dalam tindakan dan praktik.
Walau falsafah moral yang paling menonjol telah dipalsukan berabad-abad yang lalu, poin-poin pentingnya, tetap terbuka untuk dipertanyakan. Etika tiada dalam ruang hampa, dan tak berdiri diam. Etika merupakan sistem yang berisi banyak aturan praktis, yang dapat dipelajari dan diadaptasi ke dalam sejumlah situasi kehidupan nyata. Memang, ahli etika telah berusaha menemukan moralitas universal yang berlaku bagi semua manusia dan, tampaknya, bagi seluruh lapisan masyarakat. Etika itu, bagian besar dari proses pengambilan keputusan di banyak profesi dan bidang saat ini, dan sangat relevan karena dunia menghadapi tantangan yang berubah dengan cepat dan belum diketahui, baik di masa kini maupun di masa depan.
Baik Etika, maupun Kebajikan, alat vital dalam masyarakat beradab, dan berlaku di hampir setiap sektor dunia profesional. Ada beberapa bidang yang bisa dijadikan contoh terapan etika, antara lain, lanjut ke bagian 2.'"