Minggu, 10 Maret 2024

Ramadan Mubarak (1)

"Seorang cowok lagi nyari-nyari kartu ucapan. Pramuniaga toko membantu mencarikan, lalu nawarin, 'Yang ini bagus–'BUAT SATU-SATUNYA CEWEK KEREN YANG PERNAH GUA CINTAI.'
'Cakep,' kata sang cowok. 'Gua b'li enam.'”

“Salah satu Rukun Islam ialah Puasa atau Saum di bulan Ramadan, bulan ke-9 dalam Kalender Hijriah,” kembang Yasmin—atau bunga ‘Melati’—mengawali perbincangan sambil menatap Bulan, usai menyapa dengan Basmalah dan Salam, lalu mengucapkan Tahmid dan Salawat.
"Pada bulan Ramadan, Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mewajibkan puasa bagi umat Islam, seperti yang Dia wajibkan pada umat dan bangsa-bangsa sebelumnya. Arti Saum itu sendiri adalah 'menjauhkan diri'. Puasa mencakup berpantang makan, minum, merokok dan hubungan suami-istri, dan segala bentuk sifat buruk, dimulai sejak fajar hingga terbenamnya matahari.

Ramadan merupakan program latihan tahunan guna menyegarkan kita dalam menjalankan kewajiban kita terhadap Allah Subhanahu wa Ta'ala. Puasa mengembangkan pengendalian diri dan membantu kita mengatasi keegoisan, keserakahan, kemalasan, dan kekurangan-kekurangan lainnya. Bulan kesabaran ini, memberi kita kesempatan merasakan sendiri bagaimana rasanya perut kosong. Ia mengembangkan empati kita terhadap rakyat miskin dan yang lapar. Puasa mengajarkan kita mengendalikan kecintaan akan nikmatnya kesenangan.
Puasa tak bertujuan memberikan hukuman kepada manusia atau tanggungan beban yang tak tertahankan. Ide dasar di baliknya ialah mengajarkan sikap moderat dan disiplin spiritual, sehingga godaan manusia tak menjadi liar dan di luar kendali, hingga melanggar perintah Allah. Penting bagi manusia agar dapat menyesuaikan perilakunya dengan disiplin moral dan spiritual, yang terkandung dalam syariat Islam. Puasa sangat diperlukan bagi pelatihan moral dan spiritual ini.

Rasulullah (ﷺ) memberikan beberapa poin penting mengenai Ramadan, beliau (ﷺ) bersabda,
قَالَ اللَّهُ كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلاَّ الصِّيَامَ، فَإِنَّهُ لِي، وَأَنَا أَجْزِي بِهِ‏.‏ وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ، وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ، فَلاَ يَرْفُثْ وَلاَ يَصْخَبْ، فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ، أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ‏.‏ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ، لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ، وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ
'Allah berfirman, 'Seluruh amal anak Adam itu, untuk mereka, kecuali puasa yang khusus untuk-Ku, dan Aku akan memberikan pahalanya.' Puasa merupakan perisai atau perlindungan dari api neraka dan perbuatan maksiat. Jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa, hendaknya ia menghindari hubungan-intim dengan istrinya dan pertengkaran, dan jika ada yang berselisih atau bergaduh dengannya, ia hendaknya berkata, 'Aku sedang puasa.' Demi Dia yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, aroma tak sedap yang keluar dari mulut orang berpuasa, lebih baik di sisi Allah daripada aroma kesturi. Ada dua kepuasan bagi orang yang berpuasa, satu pada saat berbuka, dan yang lainnya pada saat bertemu dengan Rabb-nya; maka ia akan merasa ridha oleh puasanya.' [Hadits Qudsi; Shahih Al-Bukhari]

Beliau (ﷺ) juga bersabda,
إِنَّ فِي الْجَنَّةِ بَابًا يُقَالُ لَهُ الرَّيَّانُ، يَدْخُلُ مِنْهُ الصَّائِمُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ يُقَالُ أَيْنَ الصَّائِمُونَ فَيَقُومُونَ، لاَ يَدْخُلُ مِنْهُ أَحَدٌ غَيْرُهُمْ، فَإِذَا دَخَلُوا أُغْلِقَ، فَلَمْ يَدْخُلْ مِنْهُ أَحَدٌ
“Ada sebuah pintu di Surga yang disebut Ar-Raiyan, dan orang-orang yang berpuasa akan masuk melaluinya pada hari kiamat dan tak seorang pun kecuali mereka yang boleh melewatinya. Ditanyakan, 'Di manakah orang-orang yang biasa berpuasa?' Mereka akan berdiri, dan tak seorang pun selain mereka, yang dapat masuk melintasinya. Setelah mereka masuk, gerbang akan ditutup dan tak seorang pun boleh memintasinya.' [Sahih Al-Bukhari]

Dan pula, beliau (ﷺ) bersabda bahwa Allah berfirman,
الصِّيَامُ لِي، وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا
'... Puasa itu untuk-Ku. Maka Aku akan memberi pahala (orang yang berpuasa) atasnya dan pahala amal shalihnya digandakan sepuluh kali lipat.' [Sahih Al-Bukhari]
Puasa merupakan kesempatan tahunan membangun Taqwa. Ramadan dikaitkan dengan sejumlah peristiwa penting dalam sejarah Islam, yang teramat penting ialah diwahyukannya Al-Qur'an. Allah berfirman,
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيْٓ اُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْاٰنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنٰتٍ مِّنَ الْهُدٰى وَالْفُرْقَانِۚ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ۗوَمَنْ كَانَ مَرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗيُرِيْدُ اللّٰهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيْدُ بِكُمُ الْعُسْرَ ۖوَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
'Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, serta pembeda (antara yang hak dan yang batil). Oleh sebab itu, siapa di antaramu hadir (di tempat tinggalnya atau bukan musafir) pada bulan itu, berpuasalah. Siapa yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tak berpuasa), maka (wajib menggantinya) sebanyak hari (yang ditinggalkannya) pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tak menghendaki kesukaran. Hendaklah engkau mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar engkau bersyukur.' [QS. Al-Baqarah (2):185]
Baik turunnya Al-Qur'an dari Lauhulmahfuz (tempat yang terjaga dengan baik), yang di dalamnya tertulis sampai selama-lamanya, maupun diturunkannya beberapa ayat pertama kepada Rasulullah (ﷺ) dalam keheningan Gua. Hira, terjadi pada bulan Ramadan. Dalam Al-Qur’an, Allah menyebut malam itu sebagai Lailatulqadar (malam ketetapan) dan Lailatulmubarakah (malam penuh berkah).
Allah berfirman,
بَلْ هُوَ قُرْاٰنٌ مَّجِيْدٌۙ فِيْ لَوْحٍ مَّحْفُوْظٍ ࣖ
''Bahkan, (yang didustakan itu) Al-Qur’an yang mulia, yang (tersimpan) dalam (tempat) yang terjaga (Lauhulmahfuz).' [QS. Al-Buruj (85):21-22]
Dan,
اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِۗ وَمَآ اَدْرٰىكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِۗ تَنَزَّلُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ فِيْهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْۚ مِنْ كُلِّ اَمْرٍۛ سَلٰمٌ ۛهِيَ حَتّٰى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ࣖ
'Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada Lailatulqadar. Tahukah engkau apakah Lailatulqadar itu? Lailatulqadar itu lebih baik daripada seribu bulan. Pada malam itu turun para malaikat dan Rūḥ (Jibril) dengan izin Rabb-nya untuk mengatur segala urusan. Sejahteralah (malam) itu sampai terbit fajar.' [QS. Al-Qadr (97):1-5]
Juga,
اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةٍ مُّبٰرَكَةٍ اِنَّا كُنَّا مُنْذِرِيْنَ
'Sesungguhnya Kami (mulai) menurunkannya pada malam yang diberkahi (Lailatulmubarakah). Sesungguhnya Kamilah pemberi peringatan. [QS. Ad-Dukhan (44):3]
Ramadan juga mencatat kemenangan umat Islam awal dalam Perang Badar pada tahun 2H, serta pembebasan Mekkah yang terjadi pada tahun 8H. Diperkirakan 10.000 umat Islam berarak ke Makkah untuk membebaskannya dari pendudukan dan marginalisasi kekuatan eksklusif yang saat itu diwakili oleh kaum musyrik Quraisy. Ka'bah, Rumah Suci Allah di muka bumi, telah dibersihkan dari segala bentuk penyembahan berhala, baik dalam bentuk fisik maupun 'asabiah' [fanatik buta] terkait, yang telah mencemari kesuciannya selama berabad-abad oleh jahiliyah yang merasuki masyarakat Arab pada saat itu.

Dengan langgamnya yang tak dapat ditiru, Al-Qur’an menghubungkan pembangunan ketaqwaan—kesadaran diri yang aktif akan kehadiran kekuasaan Allah dalam hidup kita—dengan puasa di bulan Ramadan dimana realitas batin bersesuaian dengan realitas lahiriah, moral dan legal.
Puasa merupakan kekuatan moral yang mendorong tumbuhnya penentuan nasib sendiri dan kemauan keras. Ia juga merupakan katalis bagi keintiman yang intens dengan Allah. Pada saat yang sama, puasa meningkatkan kewaspadaan manusia melebihi nafsu fisik dan keinginan duniawinya. Manusia, selama berpuasa, mengalahkan dorongan dan tarikan nafsu dan hasrat tubuh. Selama pelatihan ini, manusia lebih memilih ridha Allah daripada segala godaan lainnya.

Puasa merupakan cara mempersiapkan umat Islam menghadapi pasang surut kehidupan; puasa menumpulkan pula dorongan dan impuls yang tak rasional dalam diri manusia. Kewajiban berpuasa ini terbatas pada beberapa hari saja, tidak seumur hidup dan tak abadi. Ramadan menjadi wajib pada tahun kedua Hijrah Rasulullah (ﷺ) dari Makkah ke Madinah. Pada bulan Ramadan pertama yang penting itu, komunitas Muslim yang baru lahir diuji dalam Perang Badar saat mereka memulai tugas berat, tidak makan dan minum di siang hari sesuai dengan perintah Allah. Jika bukan karena ketaqwaan bersama, umat Islam awal mungkin akan goyah dalam komitmen mereka kepada Allah dan Rasul-Nya (ﷺ), karena menyerah pada ketakutan terkait dengan rintangan duniawi yang menguntungkan musuh. Taqwalah yang memungkinkan mereka mengatasi hambatan yang melemahkan kepercayaan diri mereka manakala mereka menghadapi 1.000 pejuang Quraisy yang bersenjata lengkap—kekuatan yang tiga kali lipat lebih besar. Kaum Muslim hanya diperlengkapi secara materi dengan beberapa pedang dan anak panah, namun dengan kekuatan yang ditolak oleh kaum musyrik demi kepentingan khusus, para sahabat Rasulullah (ﷺ) yang rendah hati, mencapai kemenangan yang meyakinkan melawan rintangan yang teramat besar.
Badar menjadi teladan lantaran partisipasi dalam pertemuan besar itu, menjadi ciri khas umat Islam yang berkomitmen. Para sahabat Nabi (ﷺ) kemudian dikategorikan menjadi 'mereka yang menyaksikan Badar' dan 'mereka yang datang setelahnya.' Perang Badar mencatat di masa yang akan datang kekuatan rakyat melawan kekuatan tirani, kekuatan jalanan melawan kekuatan istana, kekuatan prinsip manusia melawan kekuatan setan yang terkonsentrasi, dan kekuatan kebenaran atas kekuatan rasisme, tribalisme, eksklusivisme, dan narsisme.

Al-Qur'an menekankan bahwa hanya mereka yang bertaqwalah yang akan mendapat hidayah. Allah berfirman,
ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ هُدًى لِّلْمُتَّقِيْنَۙ
'Kitab (Al-Qur’an) ini tiada keraguan di dalamnya; (ia merupakan) petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa.' [QS Al-Baqarah (2):2]
Salah satu cara membangun Taqwa ialah dengan berpuasa di bulan Ramadan. Allah berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
'Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atasmu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum engkau, agar engkau bertaqwa.' [QS Al-Baqarah (2):183]
Namun berpuasa hendaknya bermakna lebih dari sekedar berpantang makanan dan minuman selama beberapa jam tertentu dalam sehari, kendati itu mungkin merupakan tugas yang berat, terutama ketika Ramadan jatuh pada bulan-bulan musim panas yang panjang dan terik. Walau puasa dimaksudkan untuk mengembangkan pengendalian diri di kalangan individu Muslim, puasa seyogyanya membangkitkan pula kesadaran sosial umat Islam yang taat, akan penderitaan mereka yang menderita dalam kemanusiaan. Kesesuaian pribadi seorang Muslim dengan Allah, hendaklah dikaitkan dengan kesesuaian sosialnya, dengan-Nya dan makhluk-Nya. Perpaduan antara hal yang bersifat personal dengan hal yang bersifat sosial, mengajarkan kita bahwa kita tak dapat memisahkan diri dari dunia sekitar kita. Puasa haruslah menjadi pengingat yang kuat akan gagalnya tanggung jawab sosial ini, karena puasa kita hanya sekedar latihan diet.

Dari perspektif tanggungjawab sosial kita, dengan rela tak makan dan minum, kita seharusnya bisa berempati dengan jutaan orang yang membutuhkan, yang kelaparan atau bahkan tidur di jalanan setiap malam karena kesenjangan yang ada, meskipun terdapat banyak makanan dan sumber daya lain yang tersedia guna memenuhi kebutuhan semua orang di seluruh dunia.
Tapi bagaimana dengan diri kita sendiri? Puasa punya dampak berarti pada kejernihan mental dan fokus. Saat tubuh dalam keadaan puasa, tubuh mengalami penurunan kadar insulin dan peningkatan kadar glukagon. Keadaan ini menyebabkan tubuh beralih ke mode pembakaran lemak, yang dapat meningkatkan kewaspadaan dan fokus.
Saat kita berbicara tentang puasa, kita berbicara tentang makan dan makanan. Makanan adalah tentang hidangan dan kenikmatan. Makan dengan baik dapat meningkatkan pikiran, tubuh kita dan boleh jadi, kita mungkin berpendapat bahwa itu baik untuk jiwa! Makanan dan makan adalah tentang kesehatan dan kebahagiaan. Keduanya tak terpisah—kebahagiaan kita bergantung pada kebiasaan dan pilihan makan kita. Kita hendaknya dapat dengan bebas memilih makanan yang ingin kita makan, namun secara tak sadar, kita selalu menghargai seberapa banyak yang kita butuhkan dan makanan apa yang kita perlukan (dan makanan apa yang kita inginkan).
Kita akan bicarakan makan dan makanan ini nanti di sesi berikutnya. Bi'idznillah."

Dan sebelum bergerak ke fragmen selanjutnya, Yasmin bersenandung,

Ramadan, Ramadan,
Ramadanu ya habib
[Ramadan duhai kekasih]
Ramadan, Ramadan, laitaka dauman qarib *)
[Ramadan, Ramadan, betapa kuberharap, dikau selalu dekat]
Kutipan & Rujukan:
- Darussalam, How To Make the Most of Ramadan in the Light of Al-Qur’an and Authentic Hadeeth, 2014, Darussalam Publishers
- Muhammad H. al-'Asi, What We Should Understand about Taqwa in Ramadan, 2012, ICIT
*) "Ramadan" karya Gernot Bronsert, Sebastian Szary, Sasch Ring & Abdulrahman Muhammad