Selasa, 12 Maret 2024

Ramadan Mubarak (3)

"Sang manajer sedang menjajaki lamaran seorang calon karyawan dan melihat bahwa orang tersebut, belum pernah bekerja di bidang ritel.
'Bagi seseorang yang gak berpengalaman,' katanya, 'kok Anda meminta gaji dan jabatan yang tinggi.'
'Begini, Pak,' jawab sang pelamar, 'pekerjaan itu akan jauh lebih sulit, jika Anda gak tahu, apa yang Anda kerjakan.'"

"'Semua orang makan nasi, namun gak ada yang tahu alesannya. Saat kuungkapkan ini sekarang, orang-orang menertawakanku,' itulah cuplikan syair Ryokan, penyair Zen abad kedelapan belas," ucap Jasmine melanjutkan apa yang sedang dibicarakannya.
"Ryokan menggelitik kita agar bertanya, siapa yang memutuskannya? Mengapa kita menyukai rempah-rempah, manisan, kopi? Jawabannya menggugah pikiran: tiada yang tahu nama-nama penemu yang hebat itu. Kita tahu nama beberapa koki jaman now, namun sejarah pangan—berbeda dengan sejarah perang dan kekerasan—umumnya merupakan sejarah tanpa nama. Siapa pun yang mengembangkan roti gandum—bahan hibrida yang rumit dan sulit—memberi manfaat lebih besar bagi umat manusia ketimbang pahlawan mana pun yang dapat disebut; namun kita tak punya petunjuk, nama depan atau nama belakangnya, apalagi bahasanya, kendati kita tahu setiap detil kehidupan para penjahat besar seperti Stalin dan Hitler. Penduduk asli Meksiko yang tak dikenal, yang mengembangkan jagung, memberi kehidupan kepada banyak orang. Kita tak tahu apa-apa tentang para peternak jagung, walau kita tahu nama-nama para penakluk dan para jenderal yang membantai keturunannya. Manusia menghasilkan makanan, namun, seperti yang dikatakan Karl Marx tentang sejarah, 'mereka tak membuatnya sesuka hati mereka'. Mereka membangun jalur makanan dalam batasan yang ditentukan oleh biologi, ekonomi, dan psikologi. Ada batasan tak terhingga dari sejumlah kemungkinan pola makan yang dilakukan, namun tiada pola makan yang dapat bertahan lama jika pola makan tersebut tak menyediakan protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral yang diperlukan.
Kita tak tahu siapa mereka. Kita tak tahu apa-apa tentang mereka. Mereka terus hidup, namun hanya dalam heningnya roti, kalemnya semangkuk nasi, nikmatnya anggur, entengnya secangkir kopi. Boleh jadi, mereka gak peduli; mungkin mereka merasa bahwa ketenaran itu semata bagi mereka yang tak punya hal lain, yang lebih baik untuk diwariskan. Sejak akhir abad ke-20, hampir semua orang mengenal Madonna dan Elvis, namun hanya sedikit yang mengingat E. V. McCollum atau Albert Szent-György—masing-masing penemu vitamin A dan C.

Mengenal makanan memang menyenangkan, tetapi ada dalil yang lebih kuat, agar peduli tentang pemahaman makanan. Masalah kelaparan, obesitas, dan malnutrisi merupakan permasalahan yang teramat gawat di dunia. Diabetes, penyakit jantung, kanker, dan penyakit lainnya, sebagian besar disebabkan oleh kebiasaan makan yang buruk.
Kita makan banyak agar tetap hidup. Kebanyakan orang di dunia, seringkali, harus mengambil apa pun yang mereka bisa dapatkan—biasanya makanan yang membosankan, tak memadai, dan bikin gundah. Namun hampir semua orang, kadang-kadang merayakannya, dan makanan enak hampir selalu menjadi inti dari saat-saat menyenangkan.
Orang-orang Mesir kuno, Mesopotamia, dan sekitarnya, semuanya mementingkan makanan enak. Bible merujuk pada rempah-rempah, minyak zaitun, daging berlemak, buah-buahan, dan barang-barang lainnya. Orang-orang Yunani kuno memiliki literatur kuliner yang luas, sebagian besar hanya bertahan dalam bentuk kutipan. Orang Chinese, tentu saja, masyhur dengan makanan enaknya; Yuan Mei pada abad kedelapan belas, mungkin penulis makanan Tiongkok yang amat dikenal, dan juga seorang feminis yang jauh lebih maju dari zamannya. Tradisi kuliner Prancis sudah ada sejak lama, sebelum Jean Sangthelme Brillat-Savarin menetapkannya dalam The Physiology of Taste. Buku ini menjadi Karya Besar bagi para pecinta kuliner—atau, sebagaimana ia menyebutnya, gourmands, kata-kata tersebut punya makna yang berbeda sejak zamannya.

Telah menjadi sifat alami manusia, akan bersukaria saat kebutuhan kelangsungan hidupnya terpenuhi. Sungguh, hewan tingkat tinggi mana pun pasti merasa tak nyaman jika kekurangan makanan dan minuman, dan bila kebutuhan ini terpuaskan, setidaknya terasa menyenangkan. Kelaparan itu, menyakitkan. Kekenyangan itu, keadaan netral; rasanya antara enak dan gak enak—kecuali jika seseorang terlalu kekenyangan sampai-sampai perut begah. Kenikmatannya, datang dalam proses peralihan dari keadaan lapar kepada rasa kenyang yang nyaman. Hampir setiap kebudayaan, tampaknya punya pepatah yang setara dengan pepatah umum dalam ungkapan Ingglisy ini: 'hunger is the best sauce'.
Jika dikau merasa lelah dan sangat kenyang seusai makan, itu tandanya makananmu tak seimbang dan dirimu perlu melakukan beberapa perubahan pada cara makanmu. Mengkonsumsi makanan seimbang dan menjalani pola makan secukupnya merupakan salah satu cara terbaik guna mencapai kesehatan yang baik. Nabi kita tercinta (ﷺ) bersabda,
مَا مَلأَ آدَمِيٌّ وِعَاءً شَرًّا مِنْ بَطْنٍ حَسْبُ الآدَمِيِّ لُقَيْمَاتٌ يُقِمْنَ صُلْبَهُ فَإِنْ غَلَبَتِ الآدَمِيَّ نَفْسُهُ فَثُلُثٌ لِلطَّعَامِ وَثُلُثٌ لِلشَّرَابِ وَثُلُثٌ لِلنَّفَسِ
'Seorang anak Adam tak mengisi wadah makannya, lebih buruk dari perutnya. Cukuplah bagi manusia agar makan beberapa suap agar tulang punggungnya tetap tegak. Tetapi bila memang harus (mengisinya), maka sepertiganya untuk makanan, sepertiganya untuk minuman, dan sepertiganya lagi, untuk udara.” [Sunan Ibnu Majah; Shahih menurut Ibnu Majah, Hasan menurut at-Tirmidzi]
Selain makanan yang tersaji di piringnya, para menungso tentulah ingin menikmati nikmatnya minuman. Sulit bagi kita saat ini, membayangkan betapa pentingnya peran minuman beralkohol sebelum minuman panas non-alkohol—kopi, teh, dan coklat—menjadi bagian permanen dari pola makan masyarakat Eropa. Yang disebut pertama, dikonsumsi sebagai makanan semimewah untuk dinikmati dan makanan pokok yang bergizi. Orang-orang abad pertengahan minum anggur dan bir dalam jumlah besar, terutama pada hari libur—dan hari libur cukup banyak pada saat itu (di Paris, misalnya, 103 hari libur dirayakan pada tahun 1660), termasuk pentahbisan gereja, pernikahan, pembaptisan, penguburan, dan 'blue Monday.' Pada hari kerja, bir dan anggur merupakan bagian rutin dari makanan.
Sebelum kentang diperkenalkan, bir merupakan sumber makanan utama kedua setelah roti bagi sebagian besar masyarakat Eropa tengah dan utara. Sebuah keluarga di Inggris pada paruh kedua abad ketujuh belas—masa ketika minum kopi mulai menjamur di kalangan kelas atas—mengkonsumsi sekitar tiga liter bir per orang setiap hari, termasuk anak-anak. Meskipun pabrik bir besar sudah ada pada saat itu, pembuatan bir masih merupakan bagian dari pekerjaan rumah tangga, seperti pembuatan roti dan penyembelihan—salah satu tugas ibu rumah tangga.

Fungsi ritual minuman beralkohol, melebihi fungsi nutrisinya, menjelaskan apa yang sekarang kita pandang sebagai konsumsi alkohol berlebihan pada masyarakat pra-industri. Ritual minum, tentu saja masih banyak kita jumpai saat ini. Minum demi kesehatan seseorang, mendentingkan gelas, kewajiban membalas roti panggang orang lain, minum sebagai janji persahabatan, lomba minum, dan sebagainya—inilah ritual dan kewajiban yang tak dapat dengan mudah dihindari oleh seseorang. Bagi masyarakat sebelumnya, hal ini bahkan lebih wajib. Para peminum akan mengalami keadaan mabuk yang tak semata akibat dari konsumsi alkohol. Ia juga berasal dari faktor psikologis, dipicu oleh ketidakwarasan yang timbul saat dirimu berusaha keras bersulang.
Pesta minum, yang pernah terjadi, biasanya berakhir hanya ketika pesertanya kehilangan kesadaran. Pamit diri lebih awal dipandang sebagai penghinaan terhadap teman minumnya atau sebagai pengakuan kelemahan pihak yang 'ciut'.

Dimulai dengan lada dan rempah-rempah lainnya, seperti kayu manis dan pala, sekitar delapan ratus tahun yang lalu. Lalu datanglah kopi, teh, dan coklat, disusul alkohol dan opium—segala jenis kesenangan yang didambakan masyarakat dunia untuk melepaskan diri dari kehidupan membosankan dan menambah kenikmatan sehari-hari.
Setiap masyarakat mempunyai barang-barang kesenangan, stimulan, dan minuman keras yang pantas, dibutuhkan, dan dapat ditoleransi. Dalam bentuk apa pun yang dikonsumsi—seperti anggur, bir, atau minuman keras—alkohol telah menjadi elemen permanen dalam suatu budaya. Dampak buruk alkoholisme terhadap masyarakat sudah sangat jelas terlihat. Kecanduan alkohol merupakan salah satu penyakit paling mematikan dalam peradaban kita. Fakta bahwa tujuan materialnya, yaitu alkohol, begitu kuatnya tertanam dalam budaya kita.
Hal yang sama tak dapat dikatakan mengenai kelompok narkoba yang telah mencapai pengaruh luar biasa dalam budaya lain, namun tak pernah benar-benar mendapatkan pijakan di Eropa. Obat-obatan ini mungkin disebut sebagai 'intoksikan'—dan 'racun' secara harafiah berarti toksin dalam intoksikan—sebuah sebutan yang juga diterapkan oleh para penentang ideologi paling keras terhadap alkohol.
Tabu terhadap narkoba (opium, hashish, ganja, kokain, heroin, morfin, dll.) dan menjadikannya ilegal di dunia saat ini, terjadi pada belakangan ini. Hingga akhir abad kesembilan belas, narkotika diperlakukan dan digunakan secara laissez-faire. Betapa bebas dan naifnya penggunaannya, dan apa konsekuensinya, dapat dicontohkan dalam sejarah opium. Pada awal abad kesembilan belas, opium umum tersedia sebagai obat penenang dan obat penghilang rasa sakit. Ia digunakan seperti aspirin saat ini dan memiliki tempat biasa di lemari obat keluarga. Dokter keluarga meresepkannya seperti obat lainnya. Para pecandu opium terkemuka pada abad ini biasanya menelusuri awal mula kecanduan mereka pada pemberian dosis opiat pada masa kanak-kanak.

Lantas, apa itu kecanduan? Muhammad bin Mustafa al-Jibaly mendefinisikan Kecanduan sebagai keterlibatan berulang dalam suatu zat atau aktivitas meskipun ada konsekuensi negatif yang ditimbulkannya. Ia merupakan ketergantungan fisik dan psikologis pada substansi atau aktivitas.
Kepuasan dan kenikmatan pada awalnya pasti dicari oleh para pecandu. Namun, seiring berjalannya waktu, ia mengembangkan suatu keharusan untuk terus melakukan perilaku adiktifnya agar dapat menjalankan aktivitas atau kewajibannya yang lain. Kecanduan merupakan penyakit primer dan kronis yang berkaitan dengan penghargaan otak, motivasi, memori, dan sirkuit terkait. Kecanduan merugikan baik bagi pecandu maupun orang disekitarnya.
Kenikmatan seorang pecandu sering kali terfokus pada pelaksanaan perilaku adiktif dan menghilangkan gejala penarikan diri. Hal ini mengakibatkan hilangnya banyak pengalaman penting yang bisa memberinya kebahagiaan. Seorang pecandu mungkin menyangkal atau tak menyadari dampak buruk kecanduannya terhadap kesehatan dan kesejahteraannya secara keseluruhan. Ia bahkan mungkin menyalahkan keadaan luar atau orang lain atas kesulitannya. Sebaliknya, ada pecandu yang sangat sadar akan kecanduan mereka dan dampak buruknya, namun tetap terus melakukannya dengan berbagai alasan. Bahaya kecanduan baru dapat diketahui ketika pecandu mengalami krisis. Hal ini dapat terjadi jika zat atau perilaku adiktif tersebut dihilangkan sepenuhnya, sehingga memaksa pecandu melakukan penarikan diri. Krisis ini, dapat pula menjadi akibat langsung dari kecanduan, seperti penyakit serius, kehilangan pasangan, atau kehilangan pekerjaan.

Minuman beralkohol adalah representasi paling umum dari intoksikan. Ketika minuman beralkohol diminum, mula-mula, ia merangsang selaput lendir mulut dan faring. Keadaan ini meningkatkan sekresi kelenjar ludah dan lambung, meningkatkan nafsu makan. Dalam waktu yang singkat, peminum merasakan peningkatan kinerja fisiknya; namun hal ini segera tergantikan dengan rasa lelah. Detak jantung dan laju pernapasan peminum meningkat, kulitnya memerah, dan tekanan darahnya meningkat. Otaknya terstimulasi, membuatnya lebih banyak bicara dan lincah. Pada saat yang sama, sel-sel otaknya tertekan, melemahkan fungsi-fungis tertinggi dalam hal berpikir, mengamati, kesadaran, kontrol, dan pertimbangan.
Dalam Islam, segala zat yang menekan akal atau membingungkan akal, dipandang sebagai intoksikan dan diberi istilah umum, khamr. Makanan halal tak melulu soal daging. Namun pertanyaan tentang jenis daging apa yang hendaknya dikonsumsi dan bagaimana sumbernya, menempati tempat utama dalam pertimbangan halal. Selain daging, status intoksikan juga menjadi topik utama dalam permasalahan halal. Menurut pertimbangan standar halal, minuman beralkohol sama najisnya (najis atau kotor) seperti daging babi, darah, dan bangkai. Menurut mayoritas ahli hukum Islam, segala minuman intoksikan dipandang haram.

Berikut adalah ayat-ayat yang relevan mengenai zat-zat intoksikan sesuai kronologi diturunkannya. Dimulai di Mekah, Allah berfirman,
وَاللّٰهُ اَنْزَلَ مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً فَاَحْيَا بِهِ الْاَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَاۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لِّقَوْمٍ يَّسْمَعُوْنَ وَاِنَّ لَكُمْ فِى الْاَنْعَامِ لَعِبْرَةً ۚ نُسْقِيْكُمْ مِّمَّا فِيْ بُطُوْنِهٖ مِنْۢ بَيْنِ فَرْثٍ وَّدَمٍ لَّبَنًا خَالِصًا سَاۤىِٕغًا لِّلشّٰرِبِيْنَ وَمِنْ ثَمَرٰتِ النَّخِيْلِ وَالْاَعْنَابِ تَتَّخِذُوْنَ مِنْهُ سَكَرًا وَّرِزْقًا حَسَنًاۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ
'Allah menurunkan air (hujan) dari langit dan dengannya (air itu) Allah menghidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang mendengarkan (pelajaran dengan perhatian dan penghayatan). Sesungguhnya pada hewan ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagimu. Kami memberimu minum dari sebagian apa yang ada dalam perutnya, dari antara kotoran dan darah (berupa) susu murni yang mudah ditelan oleh orang-orang yang meminumnya. Dari buah kurma dan anggur, engkau membuat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang mengerti. [QS. An-Nahl (16):65-67]
Ayat-ayat ini, tak secara eksplisit menyatakan bahwa minuman intoksikan itu haram; sungguh, mereka mempersembahkannya sebagai salah satu anugerah Allah kepada orang-orang yang menghargai kekuasaan dan ciptaan-Nya.
Berikutnya, diturunkan di Mekkah, Allah berfirman,
يَطُوْفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ مُّخَلَّدُوْنَۙ بِاَكْوَابٍ وَّاَبَارِيْقَۙ وَكَأْسٍ مِّنْ مَّعِيْنٍۙ لَّا يُصَدَّعُوْنَ عَنْهَا وَلَا يُنْزِفُوْنَۙ وَفَاكِهَةٍ مِّمَّا يَتَخَيَّرُوْنَۙ وَلَحْمِ طَيْرٍ مِّمَّا يَشْتَهُوْنَۗ
'Mereka dikelilingi oleh anak-anak yang selalu muda dengan (membawa) gelas, kendi, dan seloki (berisi minuman yang diambil) dari sumber yang mengalir. Mereka tak pening karenanya dan tak pula mabuk. (Mereka menyuguhkan pula) buah-buahan yang mereka pilih dan daging burung yang mereka sukai. [QS. Al-Waqi'ah (56):17-21]
Selanjutnya di Mekkah, Allah berfirman,
فِيْ جَنّٰتِ النَّعِيْمِۙ عَلٰى سُرُرٍ مُّتَقٰبِلِيْنَ يُطَافُ عَلَيْهِمْ بِكَأْسٍ مِّنْ مَّعِيْنٍۢ ۙبَيْضَاۤءَ لَذَّةٍ لِّلشّٰرِبِيْنَۚ لَا فِيْهَا غَوْلٌ وَّلَا هُمْ عَنْهَا يُنْزَفُوْنَ وَعِنْدَهُمْ قٰصِرٰتُ الطَّرْفِ عِيْنٌ ۙ
'Di dalam surga-surga yang penuh kenikmatan. (Mereka duduk) berhadap-hadapan di atas dipan-dipan. Kepada mereka diedarkan gelas (yang berisi minuman) dari mata air (surga). (Warnanya) putih bersih dan lezat rasanya bagi orang-orang yang meminum(-nya). Tiada di dalamnya (unsur) yang membahayakan dan mereka tak mabuk karenanya. Di sisi mereka ada (bidadari-bidadari) yang bermata indah dan membatasi pandangannya (dari selain pasangan mereka). [QS. As-Saffat (37):43-48]
Ayat-ayat ini menyebutkan minuman yang menimbulkan kenikmatan di surga menunjukkan bahwa masalah minuman di dunia bukanlah sifatnya yang kotor atau najis, namun efeknya yang mengganggu: minuman tersebut menyebabkan ketidaknyamanan dan mabuk pada tubuh. Tanpa hal-hal tersebut, mereka sama berharganya dengan madu, susu, buah-buahan, daging unggas, dan bidadari bermata lebar.
Kemudian, lagi di Mekkah, Allah berfirman,
اِنَّ الْاَبْرَارَ لَفِيْ نَعِيْمٍۙ عَلَى الْاَرَاۤىِٕكِ يَنْظُرُوْنَۙ تَعْرِفُ فِيْ وُجُوْهِهِمْ نَضْرَةَ النَّعِيْمِۚ يُسْقَوْنَ مِنْ رَّحِيْقٍ مَّخْتُوْمٍۙ خِتٰمُهٗ مِسْكٌ ۗوَفِيْ ذٰلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنٰفِسُوْنَۗ
Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (surga yang penuh) kenikmatan. Mereka (duduk) di atas dipan-dipan (sambil) melepas pandangan. Engkau dapat mengetahui pada wajah mereka gemerlapnya kenikmatan. Mereka diberi minum dari khamar murni (tidak memabukkan) yang (tempatnya) masih diberi lak (sebagai jaminan keasliannya). Laknya terbuat dari kesturi. Untuk (mendapatkan) yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba. [QS. Al-Mutaffifin (83):22-26]
Pada awal hijrah ke Madinah, Allah berfirman,
يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِۖ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَاۗ وَيَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ەۗ قُلِ الْعَفْوَۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَۙ
'Mereka bertanya kepadamu [Nabi Muhammad] tentang khamr [khamr adalah segala sesuatu yang mengandung unsur intoksikan] dan judi. Katakanlah, 'Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi,) dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.' Mereka (juga) bertanya kepadamu (tentang) apa yang mereka infakkan. Katakanlah, '(Yang diinfakkan adalah) kelebihan (dari apa yang diperlukan).' Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu berpikir. [QS. Al-Baqarah (2):219]
Ayat Madaniah pertama yang menyebutkan khamr ini, mengakui manfaatnya namun menyatakan bahwa dosa yang diakibatkannya lebih besar daripada kebaikan apa pun.
Lalu, di Madinah, Allah berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكٰرٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ وَلَا جُنُبًا اِلَّا عَابِرِيْ سَبِيْلٍ حَتّٰى تَغْتَسِلُوْا ۗوَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُوْرًا
'Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendekati salat, sedangkan engkau dalam keadaan mabuk sampai engkau sadar akan ucapanmu [penggunaan intoksikan kemudian dilarang sama sekali] dan jangan (pula menghampiri masjid ketika engkau) dalam keadaan junub [secara harafiah berarti 'jarak', keadaan seseorang dalam keadaan wajib melakukan ghusl (mandi besar) karena telah melakukan hubungan intim atau ejakulasi], kecuali sekadar berlalu (saja) hingga engkau membasuh seluruh tubuhmu. Jika engkau sakit, sedang dalam perjalanan, salah seorang di antaramu kembali dari tempat buang air, atau engkau telah menyentuh perempuan [menurut jumhur, kata 'menyentuh' pada ayat ini adalah bersentuhan kulit, sebagian mufasir mengartikannya sebagai berhubungan suami-istri], sedangkan engkau tak mendapati air, maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci). Usaplah wajah dan tanganmu (dengan debu itu). Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.' [QS. An-Nisa (4):43]
Ayat ini sekali lagi menjelaskan bahwa konsumsi alkohol bersifat menjijikkan karena gejalanya yang memabukkan, terutama saat shalat, ketika seseorang diharapkan dalam keadaan sadar. Fakta bahwa ayat ini membandingkan mabuk dengan kenajisan tubuh yang disebabkan oleh ejakulasi (janabat) adalah sebuah pelajaran mengingat perlakuan Islam yang baik terhadap jimak yang legal. Agama ini memperbolehkan hubungan seksual di antara pasangan yang sah tetapi mengharuskan mereka untuk mandi ritual (ghusl al-janaba) sebelum mereka berpartisipasi dalam aktivitas keagamaan apa pun. Dengan cara yang sama, dan dibaca secara terpisah, ayat tersebut dapat ditafsirkan bahwa konsumsi alkohol dapat diterima selama mereka yang meminumnya menyucikan diri sebelum shalat.
Diturunkan di Madinah, Allah berfirman,
مَثَلُ الْجَنَّةِ الَّتِيْ وُعِدَ الْمُتَّقُوْنَ ۗفِيْهَآ اَنْهٰرٌ مِّنْ مَّاۤءٍ غَيْرِ اٰسِنٍۚ وَاَنْهٰرٌ مِّنْ لَّبَنٍ لَّمْ يَتَغَيَّرْ طَعْمُهٗ ۚوَاَنْهٰرٌ مِّنْ خَمْرٍ لَّذَّةٍ لِّلشّٰرِبِيْنَ ەۚ وَاَنْهٰرٌ مِّنْ عَسَلٍ مُّصَفًّى ۗوَلَهُمْ فِيْهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرٰتِ وَمَغْفِرَةٌ مِّنْ رَّبِّهِمْ ۗ كَمَنْ هُوَ خَالِدٌ فِى النَّارِ وَسُقُوْا مَاۤءً حَمِيْمًا فَقَطَّعَ اَمْعَاۤءَهُمْ
'Perumpamaan surga yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa (adalah bahwa) di dalamnya ada sungai-sungai yang airnya tidak payau, sungai-sungai air susu yang rasanya tidak berubah, sungai-sungai khamar yang lezat bagi peminumnya, dan sungai-sungai madu yang murni. Di dalamnya mereka memperoleh segala macam buah dan ampunan dari Rabb mereka. (Apakah orang yang memperoleh kenikmatan surga) sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga usus mereka terpotong-potong?' [QS. Muhammad (47):15]
Puncak larangannya, diwahyukan di Madinah, Allah berfirman,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ اِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاۤءَ فِى الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ
'Wahai orang-orang beriman, sesungguhnya intoksikan, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah [larangan yang dipahami dari kata ‘jauhi' lebih kuat dibandingkan jika Allah hanya berfirman, 'berpantang.' Yang pertama mengharuskanmu menjauhkan diri dari segala sesuatu yang berhubungan dengan praktik-praktik ini] (perbuatan-perbuatan) itu agar engkau beruntung. Sesungguhnya setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara engkau melalui intoksikan dan judi serta (bermaksud) menghalangimu dari mengingat Allah dan (melaksanakan) salat, maka tidakkah engkau mau berhenti?' [QS. Al-Ma'idah (5):90-91]
Ayat-ayat ini disebut diturunkan dua tahun sebelum wafatnya Rasulullah (ﷺ), dan menunjukkan perlakuan paling kritis terhadap khamr. Tak seperti ayat-ayat sebelumnya, ayat-ayat ini tak mencantumkan sifat-sifat minuman yang diinginkan atau membedakannya dari efek samping yang merugikan. Sebaliknya, ayat-ayat tersebut membandingkan minum anggur dengan hewan qurban pra-Islam dan menggambarkannya sebagai godaan yang ditimbulkan oleh Setan. Karena ayat-ayat ini diturunkan belakangan, paradoksal ayat-ayat ini dengan ayat-ayat sebelumnya telah dijelaskan oleh umat Islam dengan mengacu pada prinsip pencabutan (naskh): ketika ayat-ayat ini diturunkan, perlakuan terhadap minum anggur dalam ayat-ayat ini menggantikan, atau membatalkan, sikap-sikap kitab suci sebelumnya, dan diterima sebagai standar baru.
Kita teruskan lagi topik kita pada episode berikutnya. Bi 'idznillah."
Kutipan & Rujukan:
- E. N. Anderson, Everyone Eats: Understanding Food and Culture, 2005, New York University Press
- Wolfgang Schivelbusch, Tastes of Paradise: A Social History of Spices, Stimulants, and Intoxicants, Translated from the German by David Jacobson, 1992, Pantheon Books
- Muhammad bin Mustafa al-Jibaly, Smoking, Intoxicants, & Narcotics, 2012, Al-Kitaab & as-Sunnah Publishing