Sabtu, 16 Maret 2024

Ramadan Mubarak (6)

“Seorang guru ketiduran di kelas dan seorang bocil bandel berjalan menghampirinya,
Bocil: 'Pak guru tidur di kelas ya?'
Guru: 'Enggaak, pak guru gak tidur di kelas kok.'
Bocil: 'Trus, pak guru lagi apa?'
Guru: 'Pak guru lagi ngomong jarak jauh dengan Pak Presiden.' (menunjuk bingkai foto terpajang di kelas)
Keesokan harinya, si bocil tertidur di kelas dan guru yang sama menghampirinya.
Guru: 'Anak muda, kamu tidur di kelasku.'
Bocil: 'Enggak, bukan aku pak guru, aku gak tidur kok.'
Guru (marah): 'Trus, kamu lagi ngapain?'
Bocil: 'Aku lagi ngomong dengan Pak Presiden dari jarak jauh.'
Guru (masih marah): 'Pak Presiden ngomong apa?'
Bocil (menunjuk pajangan bingkai foto di kelas): 'Gak tahu ini bener apa enggak pak guru, kata Pak Presiden, beliau gak pernah ngomong dengan guru mana pun, kemarin.'"

“Pernyataan bahwa dunia yang kita tinggali sekarang, tak sama dengan lima tahun yang lalu, sampai batas tertentu, selalu benar,” ucap Yasmin sambil mengarahkan perhatiannya pada “the Blue Marble”, sebuah potret Bumi yang diambil pada tanggal 7 Desember 1972, dari jarak sekitar 29.400 kilometer (18.300 mil) dari permukaan planet ini. “Banyak hal telah berubah dan bergeser lebih cepat dari sebelumnya. Perubahan di satu lokasi, kini menjadi penting di mana pun oleh masyarakat jaringan global.
Jack Schmitt, sang astronot, mengambil gambar Bumi dari pesawat ruang angkasa Apollo 17, yang kini diyakini sebagai foto terbanyak direproduksi. Karena gambar tersebut menunjukkan bola dunia yang didominasi oleh samudra biru dengan hamparan daratan hijau dan awan yang melingkar, gambar tersebut kemudian dikenal sebagai the Blue Marble [bila diterjemahkan berarti 'Marmer Biru', tapi daku sepakat dengan Wikipedia yang menerjemahkannya sebagai 'Kelereng Biru' karena nampak bagai sebutir marmer biru berbentuk gundu].

Potret tersebut, kata Nicholas Mirzoeff, dengan kuat menggambarkan planet ini secara keseluruhan, dan dari luar angkasa: tiada aktivitas atau kehadiran manusia yang terlihat. Ia muncul di hampir setiap halaman depan koran di seluruh dunia. Dalam foto tersebut, Bumi terlihat hampir memenuhi bingkai potret. Ia mendominasinya dan menguasai indra kita. Karena matahari berada di belakang pesawat ruang angkasa tersebut, potretnya menjadi unik lantaran menunjukkan sang planet dalam keadaan amat terang. Bumi tampak sangat besar dan dapat dikenali. Diajarkan guna mengenali garis besar benua, para penyimaknya, kini dapat melihat bagaimana bentuk-bentuk abstrak ini menjadi satu kesatuan yang sangat mirip dan hidup. Potret tersebut memadukan hal-hal yang telah diketahui, dan hal-hal baru dalam format visual, yang membuatnya indah dan dapat dipahami.
Saat dipublikasikan, banyak orang meyakini bahwa memandang Blue Marble, mengubah hidup mereka. Seorang penyair mengenang bahwa untuk pertama kalinya, orang melihat Bumi secara keseluruhan, bulat, indah, dan kecil. Beberapa orang menemukan pelajaran spiritual dan lingkungan dalam memandang planet ini seolah-olah berasal dari dewata. Ia mengilhami perenungan utopia tentang pemerintahan dunia, bahkan mungkin satu bahasa global, yang dicontohkan dengan penggunaannya di sampul depan The Whole Earth Catalog, buku klasik budaya tandingan. Yang terpenting, ia sepertinya menunjukkan bahwa dunia merupakan sebuah tempat yang menyatu. Belum ada manusia yang pernah melihat perspektif tersebut secara langsung, sejak potret tersebut diambil, namun sebagian besar dari kita, merasa mengetahui seperti apa Bumi oleh 'Kelereng Biru'.

Dunia yang menyatu, yang terlihat dari satu titik, kerapkali tampak di luar jangkauan saat ini. Dalam empat puluh tahun sejak Blue Marble, dunia telah berubah secara dramatis dalam empat hal utama: belia, urban, terhubung, dan panas. Masing-masing indikator ini telah melewati ambang batas penting sejak tahun 2008. Pada tahun tersebut, untuk pertama kalinya dalam sejarah, terdapat lebih banyak orang yang tinggal di kota dibandingkan di pedesaan. Kebanyakan dari mereka kaum belia, pada tahun 2011, lebih dari separuh populasi dunia berusia di bawah tiga puluh tahun; populasinya mungkin menua, namun pola globalnya jelas.
Pada tahun 2015, 45 persen populasi dunia punya akses terhadap Internet, meningkat 806 persen sejak tahun 2000. Pada akhir tahun 2014, diperkirakan 3 miliar orang sudah online. Pada akhir dekade ini, Google memperkirakan akan ada 5 miliar orang yang menggunakan Internet.
Mereka saling terhubung, dan ini bukan sekedar bentuk lain dari media massa. Inilah media universal pertama. Salah satu kegunaan jaringan global yang paling menonjol adalah membuat, mengirim, dan melihat segala jenis gambar, mulai dari foto hingga video, komik, seni, dan animasi. Jumlahnya mencengangkan: tiga ratus jam video YouTube diunggah setiap menitnya.

Planet ini sendiri sedang berubah di depan mata kita. Walau kita tak dapat melihat karbon dioksida, ia telah menggerakkan perubahan katastrofis. Dengan lebih banyak karbon dioksida, udara hangat menampung lebih banyak uap air. Saat lapisan es mencair, jumlah air di lautan semakin banyak. Saat lautan menghangat, terdapat lebih banyak energi yang dapat digunakan oleh sistem badai, sehingga menghasilkan badai demi badai yang 'belum pernah terjadi sebelumnya'. Jika badai atau gempa bumi memunculkan apa yang oleh para ilmuwan sebut sebagai peristiwa permukaan laut yang tinggi, seperti gelombang badai atau tsunami, efeknya berlipat ganda secara dramatis. Dunia saat ini secara fisik berbeda dari apa yang kita lihat di Blue Marble, dan ia berubah dengan cepat.
Bagi semua materi visual baru, seringkali sulit memastikan apa yang kita lihat saat memandang dunia saat ini. Tak satu pun dari perubahan ini, terselesaikan atau stabil. Sepertinya, kita hidup di era revolusi permanen. Jika kita menggabungkan faktor-faktor pertumbuhan kota-kota yang berjejaring dengan mayoritas penduduk muda, dan perubahan iklim, maka yang kita dapatkan adalah formula perubahan. Cukup meyakinkan bahwa orang-orang di seluruh dunia, secara aktif berupaya mengubah sistem yang mewakili kita dalam segala hal, mulai dari seni hingga visual dan politik.

Kita menyusun dunia dari potongan-potongan, dengan asumsi bahwa apa yang kita lihat koheren dan setara dengan kenyataan. Sampai kita mengetahui bahwa sebenarnya tidak demikian. Rontoknya pasar finansial pada tahun 2008 mempertontonkan demonstrasi yang mencolok tentang bagaimana sesuatu yang tampaknya merupakan satu kesatuan yang solid, ternyata merupakan gabungan dari bagian-bagian yang terangkai. Apa yang dinyatakan oleh para ekonom mainstream dan pemerintah sebagai hal yang telah diperhitungkan dengan sempurna, pasar keuangan global ambyar tanpa aba-aba. Ternyata, sistem tersebut dimanfaatkan dengan sangat baik, sehingga sejumlah kecil orang, yang tak mampu membayar hipoteknya, memicu bencana besar. Keterhubungan pasar keuangan global menjadikan mustahil membendung apa yang dahulu merupakan bencana lokal. Krisis ini menunjukkan bahwa itulah suatu dunia baru, suka atau tidak.
Pada saat yang sama, 'satu dunia' tak berarti dunia tersedia secara merata bagi semua orang. Pindah negara karena alasan pribadi atau politik acapkali amat sulit. Sebaliknya, uang dapat berpindah ke mana pun ia mau cuma dengan mengklik keyboard. Secara teori, ada globalisasi yang lancar dan mudah. Dan dalam praktiknya, terdapat pengalaman globalisasi yang tak merata, sulit, dan memakan waktu. Iklan dan politisi memberitahu kita bahwa saat ini, terdapat satu sistem global, setidaknya bagi urusan keuangan. Kehidupan kita sehari-hari mengatakan sebaliknya.
Apa yang bisa kita lihat sekarang merupakan hasil perubahan manusia terhadap dunia dalam kurun waktu panjang manusia, sejak dimulainya Revolusi Industri sekitar tahun 1750, yang hanya setitik dalam mata waktu geologis. Di antara transformasi paling menonjol yang sedang berlangsung, selain perubahan iklim, ialah kepunahan makhluk hidup tahap keenam secara massal, dan semakin meningkatnya penebangan lebih dari seperempat hutan di dunia. Bayangkan, sebuah dunia tanpa terumbu karang, tanpa es musim panas di Arktik, tempat margasatwa besar seperti singa, harimau, dan beruang kutub hanya dapat dilihat di kebun binatang atau kawasan lindung luar ruangan, yang dikontrol dengan cermat bak taman bermain.

Selamat datang tahun 2045. Boleh jadi, ia semata menjadi perayaan ulang tahun ke-100, tapi barangkali, bukanlah Tahun yang penuh Emas. Hubungan manusia dengan dunia akan berubah secara mendasar, lantaran kita memang telah mengubah dunia secara mendasar. Sederhananya, semuanya akan terlihat berbeda. Badai, kekeringan, banjir, hujan salju yang tinggi, dan suhu yang meningkat saat ini, menimbulkan perasaan yang berbeda—kegelisahan yang terus-menerus karena cuaca yang tak biasa menjadi hal yang biasa. Kegelisahan ini, sejalan dengan perasaan aneh yang dihasilkan oleh kota global baru, jaringan digital, dan drone. Agar dapat hidup di bulan dimana dunia tak mengalami pemanasan dari bulan ke bulan, engkau semestinya lahir pada tahun 1985 atau lebih awal. Jika dirimu lahir setelah tahun 1985, dikau belum pernah memahami seperti apa dunia sebelum perubahan iklim. Kendati demikian, tubuhmu tahu bahwa kekeringan, banjir, dan pasangnya air laut, tak sejalan dengan pengalaman masa lalu. Rasanya ada sesuatu yang salah.
Saat ini, kita mendapati bahwa gangguan terhadap lingkungan mengancam kendali kita terhadap alam sekitar dan kita mulai merasa khawatir, serta menghargai keseimbangan 'alam' yang selama ini kita pandang remeh.

Dalam perspektif Islam, seluruh alam semesta adalah ciptaan Allah. Allah mengalirkan air ke bumi, menegakkan langit, menurunkan hujan, dan menjaga batas antara siang dan malam. Seluruh alam semesta yang kaya dan indah ini adalah milik Allah, Sang Pencipta. Allah Yang menciptakan tumbuh-tumbuhan dan hewan berpasangan dan memberi mereka sarana berkembang biak. Kemudian Allah menciptakan manusia—ciptaan yang teramat istimewa karena hanya manusia yang diciptakan dengan akal dan kemampuan berpikir, bahkan sarana untuk membangkang Penciptanya. Umat manusia berpotensi untuk memperoleh status yang lebih tinggi dari para malaikat atau tenggelam lebih hina dari satwa yang paling rendah.
Setiap masalah yang kita hadapi dan setiap pertanyaan yang kita ajukan, terkait kembali dengan Pusat, dan Pusatnya selalu Allah. Dunia ini, alam semesta ini, dan segala isinya, bukanlah kumpulan atom-atom material yang kebetulan tiada hubungannya dengan keberadaan kita; melainkan dunia ini adalah mazhar, teater yang diciptakan untuk kita, tempat kita menjalani drama pribadi dan memenuhi takdir kita. Pemandangan dan apa yang, dalam teater, disebut sebagai 'atribut', memuaskan segala kebutuhan sejati kita, dan kosmos itu sendiri, tak lebih dan tak kurang dari lanskap yang kita lewati dalam perjalanan menuju akhir yang telah ditentukan.

Dalam Islam, alam itu sendiri merupakan alat bantu guna eskalasi—sebagaimana Nabi Isa bin Maryam, alaihissalam, dinaikkan Allah ke Surga, dimana manusia spiritual berusaha bangkit melangkaui alam, sebab alam mencerminkan realitas lebih tinggi, realitas yang sama menuju perjalanan manusia spiritual. Ia 'pengingat' Allah bagi mereka yang punya mata untuk melihat, bahwa alam ini, dieksploitasi dan dirusak.
Hilangnya keselarasan antara manusia dan alam, pertentangan yang terjadi di antara keduanya, hanyalah salah satu aspek dari hilangnya keselarasan antara manusia dan Penciptanya. Mereka yang mengabaikan Penciptanya, tak lagi dapat bersaing dalam penciptaan; mereka mungkin disamakan dengan bakteri atau virus, yang pada akhirnya, menghancurkan tubuh yang mereka serang. Saat ini, manusia tak lagi menjadi penjaga alam.

Lantas, apa dong solusi Islam mengenai problema lingkungan hidup ini? Kausa hikmah itu, 'Taqwa', dan ilmu bahwa tiada perbuatan dan perilaku yang dapat lepas dari akibatnya, di dunia dan akhirat, merupakan salah satu jalan menuju awalan tersebut. Tiada sesuatu pun yang berdiri sendiri; semuanya berada dalam Genggaman dan pengawasan Allah. Seantero alam semesta ini, dan buana di baliknya, sebuah harmoni, yang di dalamnya, dan terhadapnya, setiap partikel keberadaan ditetapkan dan diperlukan; tiada yang dapat ditambahkan dan tiada yang dapat dikurangi. Allah berfirman,
وَعِنْدَهٗ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَآ اِلَّا هُوَۗ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِۗ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَّرَقَةٍ اِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِيْ ظُلُمٰتِ الْاَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَّلَا يَابِسٍ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ
'Dan pada Dialah kunci-kunci alam gaib; tiada yang mengetahuinya kecuali Dia. Dan Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya. Dan tiada bebijian di balik kegelapan bumi, dan tiada sesuatu yang basah atau kering, melainkan (terekam) dalam catatan yang jelas (Kitabul Mubin).' [QS. Al-An-'am (6):59]
Jika awal dari hikmah itu, takut kepada Allah, maka mencintai Allah merupakan akhir darinya. Seluruh alam semesta yang diciptakan, dan segala isinya, tiada artinya di hadapan Karunia dan Keagungan Penciptanya yang tak dapat diubah. Allah sanggup meluluhlantakkan alam semesta kita jadi butiran-debu dalam sekejap. Dia, Subhanahu wa Ta'ala, berfirman,
وَلَا تَدْعُ مَعَ اللّٰهِ اِلٰهًا اٰخَرَۘ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۗ كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ اِلَّا وَجْهَهٗ ۗ لَهُ الْحُكْمُ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ ࣖ
'Dan janganlah engkau sembah ilah lain (selain Allah). Tiada ilah selain Dia. Segala sesuatu pasti binasa, kecuali zat-Nya. Segala putusan menjadi wewenang-Nya dan hanya kepada-Nya, engkau dikembalikan.' [QS. Al-Qasas (28):88]
Dan atas rahmat-Nya, Dia tak melakukannya. Kita mengakui—di samping kekuasaan dan keagungan Allah serta segala sifat kemutlakan-Nya—Keindahan Allah, yang dapat dilihat secara samar-samar oleh 'semua orang berqalbu', tercermin dalam bentuk-bentuk surga di dunia ciptaan, dan Karunia Allah, yang termanifestasi dalam keragaman dan kelimpahan yang tiada habisnya dari bentuk-bentuk ciptaan ini dan, yang tak kalah pentingnya, dalam pemberian kehidupan saat ini kepada kita, dan dalam jaminan yang diberikan kepada kita di kehidupan mendatang.

Manusia hendaknya memuliakan Penciptanya dengan mengakui anugerah kehidupan di dunia ini dan potensi kebahagiaan di luar sana. Manusia sendiri yang dikaruniai 'free-will', sehingga dapat memilih agar patuh atau tidak. Meski demikian, mereka diperingatkan bahwa ketidaktaatan, yang akan membawa akibat buruk, adalah perbuatan yang tak bijak dan tak cerdas; peran mereka, sebagaimana dijelaskan dengan jelas dalam Islam, adalah menjadi wali atau wakil Allah dalam ciptaan, dan amanah ini, sungguh luar biasa.
Persoalan tak dapat dibahas semata soal laba dan secara terpisah; urusan-urusan bumi memerlukan tuntunan Langit; dunia tak dapat diperhitungkan secara bermakna jika Allah, Sang Pencipta, dilenyapkan darinya; utilitas tak dapat membuang moralitas; manusia, yang mengeksploitasi, yang bakalan jadi makhluk keji kecuali eksploitasinya diimbangi dengan kesadaran akan kewajiban melindungi dan mengendalikan, supaya menjadi wali atau khalifah Allah di dunia. Dan yang terakhir, dunia itu sendiri, bisa menjadi sebuah teka-teki atau sebuah petaka material, yang tak bermakna, kecuali dunia itu dipandang penuh sebagai Tanda-tanda Allah dan merupakan Wahyu dari Sang Pencipta. Allah berfirman,
اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۙ الَّذِيْنَ يَذْكُرُوْنَ اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُوْنَ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هٰذَا بَاطِلًاۚ سُبْحٰنَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
''Sungguh, dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang berakal—(yakni) orang-orang yang mengingat Allah seraya berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (sambil berkata), 'Duhai Rabb kami, tiadalah Engkau ciptakan semua ini sia-sia. Maha Suci Engkau. Lindungilah kami dari azab neraka.' [QS. Ali 'Imran (3):190-191]
Sekarang, dengan merenungkan alam di sekitarmu, ambil contoh: akankah engkau menjadi pohon wali-songo, pohon hijau dengan lembar daunnya berjumlah lima, tujuh atau sembilan, dan pantas disebut sebagai 'pohon pembawa rezeki', bukan karena ia bisa mendatangkan uang, walaupun batang dan akarnya akan membesar dan gemuk, tetapi tetumbuhan yang lebih kecil, yang tumbuh dibawah naungannya, bakalan hidup dan tumbuh subur? Atau, inginkah engkau menjadi pohon talas, dimana tiada tumbuhan yang mampu hidup di sekelilingnya, karena daunnya yang beracun? Seseorang disambut sebagai 'penakluk' Gunung Everest; tiada yang bertanya sudahkah ia menaklukkan dirinya sendiri, walau itu akan menjadi pencapaian yang jauh lebih agung. Jika dirimu berambisi mendaki gunung, namun dikau tak sanggup menaklukkan egomu, lalu, apa gunanya keluar dan menaklukkan puncak berbatu, apakah itu semata lantaran puncak itu ada di sana?
Segala puji semata milik Allah, kita memohon kepada-Nya agar menolong kita dalam beramal shalih dan memperkenankan kita menyelesaikannya dengan segala keshalihan. Manusia memanfaatkan waktunya untuk kebajikan sehingga manfaatnya kembali padanya, atau ia memanfaatkan waktunya untuk keburukan sehingga keburukannya kembali pula padanya.
Kita akan lanjutkan refleksi Ramadhan kita, di episode berikutnya."

Kemudian, Yasmin pun bersenandung,

Open your eyes, don't throw away what's right aside
[Bukalah matamu, jangan campakkan apa yang ada tepat di sisinya]
Before the day comes when there's nowhere to run and hide
[Sebelum hari ketika tiada tempat lari dan bersembunyi tiba]
Now ask yourself 'cause Allah's watching you
[Sekarang tanyalah pada dirimu karena Allah memperhatikanmu]
Is He satisfied? Is Allah satisfied? *)
[Ridakah Dia? Ridakah Allah?]
Kutipan & Rujukan:
- Harfiyah Abdel Haleem, Islam and the Environment, 1998, Ta-Ha
- Nicholas Mirzoeff, How to See the World: An Introduction to Images, from Self-Portraits to Selfies, Maps to Movies, and More, 2016, Basic Books
*) "Awaken" karya Maher Elzein & Suzy Kanoo