Senin, 07 April 2025

Iklim Investasi Indonesia (3)

Sewaktu para Kampret udah pada bubar dengan terhormat, eh, Cebongers—para sales yang suka ngeles—masih aja dipelihara. Seperti biasa, bukannya nyelesein masalah, mereka malah bikin keruh suasana. Contohnya, kasus ijazah palsu bos mereka, Mulyono. Para ternak ini dengan bangganya ngupload ijazah yang mereka sebut “ijazah asli.”
Nggak cuma itu, beberapa dari mereka juga bikin argumen yang wah banget, padahal tujuannya cuman buat tepu-tepu. Tapi yang ada, bukannya bikin orang percaya, masyarakat malah nemuin lebih banyak kejanggalan. Kayak foto Mulyono yang pakai kacamata di ijazahnya. “Gue inget banget, dari dulu kita dilarang pake kacamata buat foto di ijazah,” kata salah seorang yang ngasih tanggapan.
Mulyono… Mulyono, gagal maning… gagal maning!

Dalam Economic Development (2017, Pearson Education), Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith menyajikan narasi kaya yang mengeksplorasi jalinan rumit kebijakan ekonomi dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan, khususnya dalam konteks negara-negara berkembang. Teks komprehensif ini menelaah sifat pertumbuhan ekonomi yang beraneka ragam dan tantangan yang muncul dalam upaya mencapai pembangunan berkelanjutan.
Para penulis mengawali dengan menekankan pentingnya mengatasi kemiskinan dan ketimpangan sebagai tema utama dalam pembangunan ekonomi. Mereka berpendapat bahwa agar pertumbuhan menjadi lebih bermakna, pertumbuhan itu seyogyanya bersifat inklusif, memastikan bahwa manfaatnya menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Fokus pada pemerataan ini penting, sebab kesenjangan kekayaan dapat menyebabkan keresahan sosial dan menghambat kemajuan secara keseluruhan. Dengan menerapkan kebijakan yang tepat sasaran yang ditujukan bagi pengentasan kemiskinan, negara-negara dapat menciptakan lingkungan yang lebih adil yang mendukung pertumbuhan berkelanjutan.
Pertumbuhan penduduk merupakan faktor penting lain yang dibahas dalam karya ini. Todaro dan Smith menyoroti bagaimana perubahan demografi yang cepat dapat membebani sumber daya, pasar tenaga kerja, dan layanan sosial. Di banyak negara berkembang, tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi dapat memperburuk tantangan yang ada, sehingga penting bagi para pembuat kebijakan agar mempertimbangkan dinamika demografi saat menyusun strategi pembangunan.
Dalam analisis mereka, modal manusia muncul sebagai landasan pembangunan ekonomi. Para penulis menekankan bahwa investasi dalam pendidikan dan kesehatan sangat penting untuk membina tenaga kerja terampil yang mampu mendorong produktivitas dan inovasi. Dengan memprioritaskan pengembangan modal manusia, negara-negara dapat meningkatkan keunggulan kompetitif mereka dalam ekonomi yang semakin mengglobal.
Karya ini juga membahas transformasi pertanian sebagai elemen kunci dalam pembangunan pedesaan. Bagi banyak negara berkembang, pertanian tetap menjadi tulang punggung ekonomi. Oleh karenanya, memodernisasi praktik pertanian dan meningkatkan mata pencaharian pedesaan sangat penting dalam mendorong ketahanan ekonomi dan mengurangi kemiskinan.
Keberlanjutan lingkungan merupakan tema lain yang terjalin dalam narasi tersebut. Todaro dan Smith berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi tak boleh mengorbankan kesehatan lingkungan. Sebaliknya, mereka menganjurkan kebijakan yang menyeimbangkan pembangunan dengan upaya konservasi untuk memastikan bahwa sumber daya alam dilestarikan untuk generasi mendatang.
Sebagian besar teks ini didedikasikan untuk mengeksplorasi peran lembaga dalam membentuk hasil pembangunan. Para penulis berpendapat bahwa tatakelola yang efektif dan lembaga yang kuat sangat penting untuk menciptakan lingkungan tempat kebijakan yang baik dapat diimplementasikan dengan sukses. Institusi-institusi yang kuat mendorong stabilitas, mendorong transparansi, dan memungkinkan masyarakat sipil terlibat secara bermakna dalam proses pembangunan.

Iklim investasi di negara-negara berkembang juga dikaji secara kritis dalam karya ini. Para penulis membahas penanaman modal asing langsung (FDI) sebagai pedang bermata dua; meskipun dapat mendatangkan modal yang sangat dibutuhkan, transfer teknologi, dan penciptaan lapangan kerja, FDI juga dapat menyebabkan ketergantungan pada perusahaan multinasional. Mereka mengeksplorasi investasi portofolio swasta dan kiriman uang sebagai sumber tambahan arus masuk keuangan yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi tetapi juga dapat menimbulkan volatilitas pada ekonomi lokal.
Bantuan asing dicermati karena kompleksitasnya—meskipun berpotensi mengatasi tantangan pembangunan yang mendesak, efektivitasnya kerap bergantung pada seberapa baik bantuan tersebut selaras dengan kebutuhan lokal dan struktur tatakelola. Para penulis menekankan bahwa kebijakan perdagangan memainkan peran penting dalam mengintegrasikan negara-negara berkembang ke dalam ekonomi global sekaligus melindungi industri dalam negeri dari dampak buruk.

Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith, serta Charles Moran (jika mengacu pada karyanya tentang modal sosial), dapat dianggap sebagai bagian dari mainstream economics (ekonomi arus utama), meskipun pendekatan mereka menggabungkan elemen-elemen yang memperluas cakupan analisis ekonomi tradisional. Ekonomi arus utama umumnya memandang Penanaman Modal Asing (FDI, foregin direct investment)) sebagai pendorong penting pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Ekonomi arus utama sebagian besar memandang FDI secara positif sebagai katalisator pertumbuhan, transfer teknologi, dan integrasi global sekaligus mengakui perlunya manajemen yang cermat untuk mengurangi potensi risiko.

Paul A. Samuelson, dalam karyanya Economics yang ditulis bersama William Nordhaus, membahas berbagai aliran pemikiran ekonomi, termasuk pandangan yang sering dianggap sebagai "anti-mainstream economics." Dalam konteks ini, anti-mainstream economics merujuk pada kritik terhadap dominasi pemikiran ekonomi neoklasik dan Keynesian yang menjadi arus utama (mainstream) sejak pertengahan abad ke-20.
Samuelson dikenal mempopulerkan neoclassical synthesis, yaitu gabungan teori neoklasik dan Keynesian, yang menjadi dasar utama ekonomi arus utama. Namun, dalam beberapa edisi bukunya, ia juga mencatat kelemahan pendekatan ini, seperti kecenderungan oversimplifikasi masalah kompleks ekonomi dan ketidakmampuan memahami peran institusi serta faktor sosial-politik dalam pembangunan ekonomi.
Dalam edisi-edisi selanjutnya, Samuelson dan Nordhaus mulai memberikan ruang bagi pendekatan-pendekatan alternatif seperti ekonomi institusional dan kritik dari aliran lain seperti Austrian School dan Marxian economics. Hal ini menunjukkan kesadaran mereka terhadap pentingnya perspektif non-mainstream dalam memahami dinamika ekonomi global.
Samuelson juga mengakui risiko kegagalan pemerintah (government failure) dalam intervensi ekonomi, seperti korupsi dan inefisiensi birokrasi. Ini menjadi salah satu poin kritik terhadap pendekatan Keynesian yang terlalu mengandalkan kebijakan fiskal dalam mengatasi siklus bisnis.
Samuelson memperingatkan bahaya menggunakan pendekatan yang terlalu sederhana atau holistik untuk menjelaskan proses pembangunan ekonomi. Ia menekankan bahwa analisis ekonomi hendaknya mempertimbangkan berbagai faktor seperti distribusi pendapatan, demografi, dan perubahan struktural.

Ekonom anti-mainstream sering berpendapat bahwa Keynesianisme terlalu banyak berkompromi dengan ekonomi klasik dan terlalu menyederhanakan realitas ekonomi. Misalnya, kaum post-Keynesian mengkritik sintesis neoklasik Samuelson karena mendistorsi ide-ide asli Keynes, khususnya penekanannya pada ketidakpastian dan penolakan model berbasis ekuilibrium. Samuelson adalah pendukung kuat ekonomi Keynesian, terutama fokusnya pada faktor sisi permintaan sebagai pendorong utama ketenagakerjaan dan stabilitas ekonomi. Ia menekankan bahwa intervensi pemerintah, melalui kebijakan fiskal dan moneter, sangat penting dalam mencapai "full-employment" [keadaan dimana seluruh sumber daya tenaga kerja yang tersedia dimanfaatkan secara efisien, dengan tingkat pengangguran yang minimal, namun tidak nol, karena adanya pengangguran friksional dan struktural yang wajar; kondisi dimana semua orang yang ingin bekerja dapat bekerja, dan pengusaha tak kesulitan menemukan pekerja] dan mencegah depresi ekonomi. Ia memadukan ekonomi makro Keynesian dengan ekonomi mikro neoklasik dalam apa yang disebutnya "sintesis neoklasik." Pendekatan ini menyatakan bahwa pasar umumnya berfungsi secara efisien dalam full-employment tetapi memerlukan kebijakan pemerintah untuk mempertahankan ekuilibrium ekonomi makro. Ekonomi Keynesian menyediakan alat bagi pemerintah untuk mengatasi resesi dan pengangguran, semisal pengeluaran defisit dan investasi publik. Samuelson percaya bahwa "New Economics" (Keynesianisme) sebagian besar telah memecahkan masalah pengangguran massal pada masanya. Samuelson mengakui adanya masalah yang belum terselesaikan dalam ekonomi Keynesian, seperti mempertahankan full-employment dan stabilitas harga (inflasi akibat dorongan biaya). Ia menyarankan bahwa kontrol upah dan harga permanen kemungkinan diperlukan untuk mengatasi tantangan ini.

Esensi dari anti-mainstream ecomics, yang sering disebut sebagai ekonomi heterodoks, berputar di sekitar beberapa prinsip utama yang menantang paradigma neoklasik dan Keynesian yang dominan. Ekonomi anti-mainstream dipengaruhi oleh berbagai teori ekonomi, termasuk ide-ide sosialis, komunis, dan Marxis. Namun, ekonomi ini tak secara eksklusif berasal dari ideologi-ideologi ini.
Ekonomi sosialis menekankan kepemilikan sosial atas alat-alat produksi dan memprioritaskan produksi untuk penggunaan daripada keuntungan. Ini sejalan dengan beberapa perspektif anti-mainstream yang mengkritik sistem kapitalis, yang digerakkan oleh keuntungan dan menganjurkan model-model alternatif semisal kepemilikan koperasi atau ekonomi terencana. Aliran-aliran tertentu dari ekonomi antiarus utama menggabungkan wawasan dari pemikiran sosialis, khususnya dalam menangani masalah-masalah seperti ketidaksetaraan, eksploitasi, dan peran pemerintah dalam mengatur pasar.
Ekonomi Marxis merupakan kontributor penting bagi pemikiran ekonomi heterodoks. Ekonomi ini mengkritik kontradiksi-kontradiksi inheren kapitalisme, seperti eksploitasi tenaga kerja dan sifat pasar bebas yang kacau. Kritik-kritik ini merupakan inti dari banyak pendekatan antiarus utama yang menantang asumsi-asumsi ekonomi neoklasik.
Meskipun ekonomi Marxis berakar pada ideologi Marxis, ia lebih berfokus pada analisis ekonomi daripada advokasi politik. Ekonom anti-mainstream sering menggunakan konsep-konsep Marxis seperti nilai lebih dan perjuangan kelas untuk melengkapi kritik mereka terhadap teori-teori arus utama.
Komunisme, sebagai ideologi ekonomi, berupaya menghapuskan kepemilikan pribadi dan membangun kepemilikan bersama atas produksi. Beberapa ekonom antiarus utama mengambil inspirasi dari kritik komunis terhadap kapitalisme tetapi tidak serta-merta menganjurkan komunisme skala penuh. Sebaliknya, mereka mungkin mengadopsi unsur-unsur semisal penekanan pada keadilan sosial dan pengambilan keputusan kolektif seraya menolak penerapan otoriter yang terkait dengan rezim komunis historis.
Jadi, ekonomi anti-mainstream mencakup berbagai perspektif di luar sosialisme, komunisme, atau Marxisme. Ekonomi anti-mainstream meliputi berbagai aliran seperti ekonomi institusional, ekonomi feminis, ekonomi ekologi, dan ekonomi Austria. Keragaman ini mencerminkan kritik yang lebih luas terhadap asumsi ekonomi mainstream daripada kepatuhan terhadap kerangka ideologis tunggal mana pun.

Ada mazhab anti-mainstream economics yang tak terkait langsung dengan ideologi sosialis, komunis, atau Marxis. Aliran-aliran ini menantang ekonomi mainstream (neoklasik dan Keynesian) dari berbagai perspektif tanpa harus mengadopsi prinsip-prinsip sosialisme atau Marxisme. Misalnya, Austrian School of Economics menekankan pilihan individu, proses pasar, dan pentingnya kewirausahaan. Mereka menolak intervensi pemerintah di pasar dan menekankan peran mekanisme pasar bebas. Tokoh-tokoh utamanya termasuk Friedrich Hayek dan Ludwig von Mises, yang mengkritik perencanaan terpusat dan mengadvokasi kebebasan ekonomi.
Ecological evonomics meneliti hubungan antara ekonomi dan ekosistem, menekankan keberlanjutan dan batasan lingkungan. Mereka mengkritik ekonomi mainstream karena mengabaikan kendala ekologis dan mempromosikan pendekatan holistik terhadap pengelolaan sumber daya.
Institutional economics mempelajari bagaimana institusi (aturan, norma, dan hukum) membentuk perilaku dan hasil ekonomi. Mereka menolak gagasan bahwa pasar beroperasi secara independen dari struktur sosial dan politik. Tokoh-tokoh terkemuka termasuk Thorstein Veblen dan John R. Commons. Ekonomi Kompleksitas berfokus pada sistem dinamis dan interaksi non-linier dalam ekonomi. Mereka menantang model berbasis ekuilibrium dengan menekankan ketidakpastian, adaptasi, dan evolusi dalam sistem ekonomi.
Ekonomi evolusioner, yang terinspirasi oleh prinsip-prinsip Darwin, aliran ini memandang ekonomi sebagai sistem yang berkembang yang dibentuk oleh inovasi dan persaingan. Mereka mengkritik model statis ekonomi mainstream lantaran tak mampu menangkap perubahan dinamis.
Ekonomi Feminis mengkritik ekonomi tradisional karena mengabaikan dinamika gender dan tenaga kerja yang tak dibayar (misalnya, pengasuhan). Mereka menganjurkan pendekatan inklusif yang memperhitungkan ketidaksetaraan sosial.
Mazhab-mazhab ini menunjukkan bahwa ekonomi anti-mainstream beragam, mencakup perspektif yang mengkritik teori arus utama dari berbagai sudut—banyak di antaranya tak terkait dengan sosialisme, komunisme, maupun Marxisme. Mereka menyumbangkan wawasan berharga ke dalam bidang-bidang semisal keberlanjutan, dinamika kelembagaan, kompleksitas, dan keadilan sosial.

Terkait investasi, beberapa prinsip utama menjadi ciri perspektif anti-mainstream. Ekonomi anti-mainstream menekankan bahwa keputusan investasi semestinya mengutamakan kesejahteraan sosial dan manfaat masyarakat daripada sekadar memaksimalkan laba. Investasi harus berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, dengan mengatasi masalah seperti kemiskinan, kesenjangan, dan akses ke layanan penting.
Investasi harus mempertimbangkan dampak lingkungannya, dengan mempromosikan praktik berkelanjutan yang meminimalkan kerusakan ekologi. Prinsip ini menganjurkan pendanaan proyek yang mendukung energi terbarukan, konservasi, dan pertanian berkelanjutan, yang mencerminkan komitmen terhadap pengelolaan lingkungan.
Ekonomi anti-mainstream mendorong praktik investasi etis dimana investor menyelaraskan portofolio mereka dengan nilai-nilainya. Ini termasuk mendukung perusahaan yang bertanggungjawab secara sosial, inisiatif perdagangan yang adil, dan perusahaan yang memprioritaskan praktik ketenagakerjaan yang etis.
Investasi harus memberdayakan masyarakat lokal dan mempromosikan pembangunan ekonomi akar rumput. Prinsip ini mendukung pendanaan untuk usaha kecil, koperasi, dan proyek yang dipimpin masyarakat, yang meningkatkan ekonomi lokal dan memberikan kesempatan yang adil bagi penduduk.
Ekonom anti-mainstream sering mengkritik finansialisasi ekonomi, dimana pasar keuangan mendominasi proses pengambilan keputusan. Mereka menganjurkan investasi yang berfokus pada "ekonomi riil," yang mencakup sektor-sektor produktif seperti manufaktur dan pertanian daripada instrumen keuangan spekulatif.
Perspektif ini mendukung model bisnis alternatif seperti koperasi dan perusahaan sosial yang memprioritaskan kepemilikan kolektif dan pengambilan keputusan demokratis daripada struktur perusahaan tradisional. Model-model ini bertujuan mendistribusikan keuntungan secara lebih adil di antara para pemangku kepentingan. Ekonomi anti-mainstream meneliti bagaimana investasi dapat memperkuat atau menantang struktur kekuasaan dan ketimpangan sosial yang ada. Ekonomi ini menganjurkan kebijakan yang memastikan akses yang adil terhadap sumber daya dan peluang, terutama bagi masyarakat yang terpinggirkan.
Beberapa aliran ekonomi antiarus utama menganjurkan gerakan degrowth, yang menentang gagasan pertumbuhan ekonomi abadi sebagai ukuran keberhasilan. Sebaliknya, gerakan ini mempromosikan reorientasi menuju peningkatan kualitas hidup dan kehidupan berkelanjutan.

Beberapa tokoh dan aliran pemikiran utama diakui sebagai pelopor dan tokoh terkemuka dalam ekonomi anti-mainstream. Sebagai tokoh terkemuka di Austrian School of Economics, Friedrich Hayek dikenal karena kritiknya terhadap perencanaan terpusat dan ekonomi Keynesian. Karyanya The Road to Serfdom berpendapat bahwa intervensi pemerintah dalam ekonomi menyebabkan hilangnya kebebasan dan inefisiensi.

Sebagai seorang monetaris terkemuka, Milton Friedman mempertanyakan kebijakan Keynesian, khususnya mengenai peran pasokan uang dalam stabilitas ekonomi. Ia menganjurkan intervensi pemerintah yang minimal dan menekankan pentingnya pasar bebas. Kontribusi Friedman telah mempengaruhi pemikiran ekonomi secara signifikan, mengalihkan diskusi ke arah pentingnya pasokan uang dan menganjurkan prinsip-prinsip pasar bebas sambil menantang efektivitas intervensi Keynesian. Friedman sering dipandang sebagai pendiri monetarisme, yang menekankan pengendalian pasokan uang sebagai sarana untuk mengatur stabilitas ekonomi dan memerangi inflasi. Aliran pemikiran ini secara langsung menantang kebijakan fiskal Keynesian, dan sebaliknya berpendapat bahwa kebijakan moneter harus difokuskan.
Dalam "Studies in the Quantity Theory of Money: A Restatement" (1956, University of Chicago Press), Friedman menguraikan teori kuantitas uang, dengan menegaskan bahwa ada hubungan langsung antara jumlah uang yang beredar dan tingkat harga. Ia menentang pandangan Keynesian yang meremehkan peran pasokan uang dalam menentukan hasil ekonomi.

Seorang peraih Nobel, Joseph Stiglitz telah mengkritik teori ekonomi arus utama atas asumsi mereka tentang informasi yang sempurna dan efisiensi pasar. Ia menekankan peran asimetri informasi dan kegagalan pasar dalam analisis ekonomi.

Dikenal oleh karyanya tentang ekonomi kesejahteraan dan pembangunan, Amartya Sen mengkritik ukuran ekonomi tradisional seperti PDB, mengadvokasi pemahaman yang lebih luas tentang kesejahteraan manusia dan keadilan sosial. Ekonomi Pasca-Keynesian mencakup ekonom seperti Joan Robinson dan Paul Davidson, yang menentang sintesis neoklasik dan menekankan pentingnya ketidakpastian, konteks historis, dan peran permintaan efektif dalam teori ekonomi.
Pendekatan Ekonomi Kompleksitas menantang model ekuilibrium tradisional dengan menggabungkan wawasan dari teori kompleksitas, dengan fokus pada sistem dinamis dan interaksi non-linier dalam ekonomi.

Ekonomi Evolusioner dipengaruhi oleh prinsip-prinsip Darwin, aliran ini memandang ekonomi sebagai sistem yang terus berkembang, dengan menekankan pentingnya lembaga dan konteks historis dalam membentuk perilaku ekonomi.

Para tokoh dan aliran ini mewakili beragam kritik terhadap teori ekonomi mainstream, yang menganjurkan kerangka kerja alternatif yang membahas kompleksitas yang sering diabaikan oleh pendekatan konvensional.

Dalam "Small Is Beautiful: A Study of Economics as if People Mattered (2011, Vintage Digital)," E.F. Schumacher menyajikan kritik yang meyakinkan terhadap model ekonomi konvensional yang memprioritaskan pemaksimalan laba dan industrialisasi skala besar. Karyanya menganjurkan pendekatan ekonomi yang lebih berpusat pada manusia, dengan menekankan pentingnya praktik skala kecil dan berkelanjutan, yang mempertimbangkan well-being individu dan masyarakat.
Schumacher berpendapat bahwa teori ekonomi tradisional sering mengabaikan unsur manusia, memperlakukan manusia hanya sebagai roda penggerak dalam mesin yang digerakkan oleh motif keuntungan. Ia berpendapat bahwa ekonomi, pada dasarnya, harus berfokus pada manusia dan kebutuhannya, bukan model abstrak yang hanya berfokus pada akumulasi modal dan efisiensi. Perspektif ini menantang narasi dominan tentang pertumbuhan ekonomi, yang kerapkali menyamakan keberhasilan dengan peningkatan produksi dan konsumsi.
Salah satu tema utama karya Schumacher adalah advokasi bagi perusahaan skala kecil dan sistem produksi lokal. Ia meyakini bahwa operasi yang lebih kecil tak hanya lebih berkelanjutan, tetapi juga lebih selaras dengan nilai-nilai kemanusiaan. Dengan mempromosikan bisnis lokal dan inisiatif berbasis masyarakat, Schumacher berpendapat bahwa ekonomi dapat mendorong lapangan kerja yang bermakna, meningkatkan kohesi sosial, dan mengurangi dampak lingkungan. Ia menekankan bahwa praktik skala kecil memungkinkan adaptasi yang lebih besar terhadap kondisi dan kebutuhan lokal. Hal ini sangat kontras dengan operasi industri skala besar, yang sering memaksakan solusi standar yang mungkin tak sesuai dalam masyarakat yang beragam. Dengan memprioritaskan solusi skala kecil, masyarakat dapat menumbuhkan ketahanan dan keberlanjutan dalam sistem ekonominya.
Schumacher mengkritik pengejaran pertumbuhan tanpa henti yang melekat dalam model investasi konvensional. Ia memperingatkan tentang degradasi lingkungan dan dislokasi sosial yang dapat diakibatkan oleh industrialisasi yang tak terkendali dan investasi asing. Sebaliknya, ia menganjurkan praktik berkelanjutan yang menghormati batasan ekologis dan mendorong keselarasan antara aktivitas manusia dan alam. Argumennya meluas hingga gagasan bahwa kemajuan sejati tak boleh diukur hanya dengan pertumbuhan PDB atau margin keuntungan, tetapi dengan peningkatan kualitas hidup, keadilan sosial, dan kesehatan lingkungan. Schumacher menyerukan kerangka ekonomi yang menghargai keberlanjutan daripada keuntungan jangka pendek, mendesak para pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dari keputusan mereka terhadap masyarakat dan lingkungan.
Kritik Schumacher terhadap model investasi konvensional menyoroti beberapa isu utama. Model konvensional kerap mengutamakan keuntungan finansial dengan mengorbankan kesejahteraan masyarakat. Fokus ini dapat mengarah pada eksploitasi sumber daya, tenaga kerja, dan budaya lokal, yang pada akhirnya merugikan masyarakat yang seharusnya diuntungkan oleh investasi tersebut. Industrialisasi skala besar sering mengakibatkan kerusakan lingkungan yang signifikan, termasuk polusi, perusakan habitat, dan penipisan sumber daya alam. Schumacher berpendapat bahwa praktik berkelanjutan hendaknya diutamakan untuk melindungi ekosistem bagi generasi mendatang.
Perusahaan besar seringkali menerapkan solusi standar yang mengabaikan konteks dan kebutuhan lokal. Schumacher menekankan pentingnya menyesuaikan praktik ekonomi agar sesuai dengan masyarakat tertentu, yang menumbuhkan rasa kepemilikan dan tanggungjawab di antara penduduk setempat.
Pemusatan kekayaan dan kekuasaan di perusahaan besar dapat memperburuk ketimpangan sosial. Schumacher menganjurkan sistem ekonomi yang memberdayakan individu dan masyarakat daripada meminggirkan mereka demi kepentingan perusahaan.
E.F. Schumacher menyajikan argumen yang kuat bagi pendekatan ekonomi yang lebih berpusat pada manusia yang memprioritaskan praktik berkelanjutan berskala kecil daripada industrialisasi berskala besar dan investasi asing. Kritiknya terhadap model investasi konvensional berfungsi sebagai ajakan bertindak bagi para pembuat kebijakan, bisnis, dan individu untuk memikirkan kembali prioritas mereka demi kesejahteraan masyarakat, keberlanjutan lingkungan, dan keadilan sosial. Dengan merangkul visi Schumacher, masyarakat dapat menciptakan sistem ekonomi yang benar-benar melayani manusia sambil menghormati batas-batas ekologi planet ini.

Frasa "pendekatan ekonomi yang lebih berpusat pada manusia" mengacu pada kerangka ekonomi yang memprioritaskan kesejahteraan manusia, keadilan sosial, dan keberlanjutan lingkungan daripada sekadar metrik keuangan dan pemaksimalan laba. Schumacher berpendapat bahwa ekonomi pada dasarnya tentang memenuhi kebutuhan manusia daripada sekadar berfokus pada konsep abstrak seperti akumulasi modal atau pertumbuhan ekonomi. Pendekatan yang berpusat pada manusia berupaya memahami dan memenuhi kebutuhan nyata individu dan masyarakat, termasuk kebutuhan sosial, emosional, dan budaya mereka.
Ekonomi yang berpusat pada manusia mengakui keterkaitan antara aktivitas manusia dan lingkungan alam. Schumacher menganjurkan praktik berkelanjutan yang melindungi sistem ekologi dan memastikan bahwa sumber daya digunakan secara bertanggungjawab. Perspektif ini menekankan bahwa aktivitas ekonomi tak boleh merusak lingkungan atau menghabiskan sumber daya untuk generasi mendatang.
Schumacher menggalakkan praktik ekonomi lokal berskala kecil sebagai sarana mendorong pemberdayaan dan ketahanan masyarakat. Ia percaya bahwa perusahaan yang lebih kecil lebih mudah beradaptasi dengan kondisi setempat, dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tertentu dengan lebih baik, dan memungkinkan partisipasi yang lebih besar dari individu dalam proses pengambilan keputusan.
Pendekatan yang berpusat pada manusia bertujuan mengurangi ketimpangan sosial dengan memastikan bahwa manfaat ekonomi didistribusikan secara lebih adil di antara semua anggota masyarakat. Schumacher mengkritik model ekonomi konvensional yang sering menyebabkan konsentrasi kekayaan di tangan beberapa orang, sebaliknya menganjurkan sistem yang mempromosikan peluang dan hasil yang adil bagi semua orang. Ekonomi yang berpusat pada manusia mengakui bahwa kegiatan ekonomi saling berhubungan dengan faktor sosial, budaya, dan lingkungan. Pandangan holistik ini mendorong pemahaman yang komprehensif tentang bagaimana berbagai aspek masyarakat saling mempengaruhi, yang mengarah pada pengambilan keputusan yang lebih tepat. Schumacher menantang gagasan konvensional tentang keberhasilan yang diukur hanya dengan pertumbuhan PDB atau margin keuntungan. Sebaliknya, ia mengajukan definisi kemajuan yang lebih luas, yang mencakup peningkatan kualitas hidup, kesejahteraan masyarakat, dan kesehatan lingkungan. Reorientasi ini mendorong para pembuat kebijakan dan bisnis mempertimbangkan dampak jangka panjang dari keputusan mereka terhadap manusia dan planet ini.
Konsep Schumacher tentang "pendekatan ekonomi yang lebih berpusat pada manusia" menganjurkan sistem ekonomi yang pada dasarnya berorientasi pada peningkatan kesejahteraan manusia, mendorong keberlanjutan, dan memastikan keadilan sosial. Dengan memprioritaskan manusia daripada keuntungan dan mendorong solusi lokal, pendekatan ini berupaya menciptakan dunia yang lebih adil dan berkelanjutan dimana kegiatan ekonomi memberikan kontribusi positif bagi kehidupan individu dan masyarakat sambil menghormati batasan ekologis.

Singkatnya, prinsip utama ekonomi anti-mainstream dalam investasi menekankan kesejahteraan sosial, keberlanjutan, pertimbangan etika, pemberdayaan masyarakat, kritik terhadap finansialisasi, model ekonomi alternatif, mengatasi kesenjangan, dan memikirkan kembali paradigma pertumbuhan. Prinsip-prinsip ini secara kolektif menganjurkan pendekatan yang lebih holistik terhadap investasi yang memprioritaskan kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan daripada motif tradisional yang berorientasi pada keuntungan. Dengan mengadopsi prinsip-prinsip ini, investor dapat berkontribusi dalam membuat lanskap ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan.