Selasa, 15 April 2025

Iklim Investasi Indonesia (8)

Pas lagi ngobrol santai bareng enam pemimpin redaksi di kediamannya, Presiden Konoha, Hokage, ngumumin pendapatnya soal korupsi ama akibat-akibatnya. Doski ngedukung banget buat ngerampas asset yang dihasilkan dari korupsi, tapi doski juga bilang penting banget berlaku adil, apalagi kepada keluarga para koruptor—anak-anak ama bini-bininya.
Presiden Hokage bilang gini, "Dosa orangtua jangan dibawa-bawa sampe ke anaknya." Doski juga usulin supaya para ahli hukum pada mikirin gimana caranya biar adil buat kasus yang kek gitu. Enggak cuma itu, doski juga nekanin pentingnya para koruptor dihukum tapi tetep dikasih kesempatan buat balikin harta yang mereka colong.
Nah, ini bikin para pengkritik beragam pendapat. Misalnya, Konoha Corruption Watch (KCW) ngecam banget rasa simpati Hokage ke keluarga para koruptor. Mereka bilang, "Itu keliruh! Korupsi itu dampaknya gede banget ke masyarakat banyak, lebih parah daripada ke keluarganya koruptor." KCW juga nunjukin, kadang keluarga koruptor malah untung banget dari korupsi atau ikutan main kotor.
Di sisi lain, ada juga yang bilang pendekatan Hokage ini sepertinya usaha buat nyari jalan tengah antara keadilan ama rasa welas asih. Kata mereka, "Pendekatan ini bisa jadi bikin keluarga yang gak salah enggak kena malu gara-gara kelakuan ortu mereka." Pendapat ini juga ngedukung upaya Hokage buat ngedorong transparansi ama dialog dalam pemerintahannya.

Lantas, bagaimana dengan di Indonesia?
Korupsi masih menjadi masalah yang amat berarti di Indonesia, yang mempengaruhi berbagai tingkat pemerintahan. Kasus korupsi yang melibatkan banyak orang dapat merusak kepercayaan investor karena menimbulkan pertanyaan tentang integritas pejabat dan lembaga pemerintah.
Investor mungkin menghadapi tuntutan pembayaran tidak resmi atau suap untuk mempercepat proses atau mendapatkan perlakuan yang menguntungkan. Praktik-praktik ini tak hanya meningkatkan biaya berbisnis tetapi juga menciptakan lingkungan investasi yang tidak dapat diprediksi.
Korupsi dapat mendistorsi dinamika pasar, sehingga menyulitkan bisnis yang jujur ​​untuk bersaing. Situasi ini dapat menghambat investor asing yang mengutamakan praktik bisnis yang etis dan persaingan yang adil.
Indeks Persepsi Korupsi Transparency International menunjukkan bahwa korupsi masih menjadi masalah yang signifikan di Indonesia, khususnya di sektor-sektor seperti pertambangan, dimana pengawasan regulasi sangat penting. Berbagai laporan dan penelitian telah mendokumentasikan keterlibatan pensiunan militer dan polisi dalam usaha bisnis, termasuk pertambangan. Misalnya, sebuah laporan oleh Institute for Policy Analysis of Conflict (IPAC) menyoroti bagaimana personel militer yang sudah pensiun sering terlibat dalam kegiatan bisnis yang terkait dengan ekstraksi sumber daya alam.
Studi kasus tertentu telah menunjukkan bagaimana koneksi politik dapat mempengaruhi pemberian izin pertambangan. Misalnya, investigasi terhadap operasi pertambangan tertentu telah mengungkap bahwa perusahaan yang memiliki hubungan dengan tokoh politik berpengaruh telah menerima perlakuan istimewa dalam memperoleh izin.

Korupsi dapat melemahkan sebuah negara secara signifikan. Korupsi merusak kepercayaan pada lembaga pemerintah karena warga negara kehilangan kepercayaan pada kemampuan pemimpin mereka dalam bertindak adil dan etis. Korupsi mengalihkan dana publik dari layanan penting seperti pendidikan, perawatan kesehatan, dan infrastruktur ke tangan segelintir orang, memperburuk kesenjangan dan menghambat kemajuan ekonomi. Korupsi juga merusak reputasi sebuah negara di mata internasional, menghalangi investasi dan kemitraan asing. Seiring berjalannya waktu, korupsi mengikis nilai-nilai masyarakat dan memicu ketidakstabilan, sehingga semakin sulit bagi negara untuk berkembang secara politik, ekonomi, dan sosial.
Korupsi yang merajalela telah menyebabkan kegagalan atau melemahnya beberapa negara sepanjang sejarah. Sebagai contoh,
  • Somalia: Korupsi selama puluhan tahun telah merusak tatakelola pemerintahan, yang menyebabkan ketidakstabilan politik, keruntuhan ekonomi, dan kemiskinan yang meluas. Korupsi telah memicu konflik dan menghambat upaya untuk membangun kembali negara tersebut.
  • Venezuela: Korupsi di Venezuela telah memainkan peran penting dalam krisis ekonomi dan politiknya. Salah urus pendapatan minyak dan suap yang meluas telah menyebabkan hiperinflasi, kekurangan pangan, dan rontoknya layanan publik.
  • Zimbabwe: Korupsi di bawah kepemimpinan Robert Mugabe menyebabkan kemerosotan ekonomi, hiperinflasi, dan erosi lembaga-lembaga demokrasi. Penyalahgunaan dana publik dan reformasi lahan memperburuk kemiskinan dan ketimpangan.
Korupsi gak peduli apakah suatu negara menganut demokrasi atau komunisme. Tingkat korupsi di negara komunis dan demokrasi dapat sangat bervariasi, dan tak semudah mengatakan satu sistem secara inheren lebih korup daripada yang lain. Dalam sistem komunis, korupsi sering berasal dari kekuasaan yang terpusat dan kurangnya transparansi, yang dapat menyebabkan penyalahgunaan wewenang yang tidak terkendali. Misalnya, pejabat dapat mengeksploitasi posisi mereka untuk keuntungan pribadi tanpa takut akan akuntabilitas.
Korupsi telah menjadi masalah yang terus-menerus terjadi di China, dengan pejabat tinggi yang mengeksploitasi jabatan mereka bagi keuntungan pribadi. Kampanye antikorupsi Presiden Xi Jinping telah menargetkan jutaan pejabat, tetapi korupsi tetap menjadi tantangan.
Banyak orang mengagumi China atas pencapaian politik dan ekonominya karena transformasi luar biasa yang telah dilakukan negara tersebut selama beberapa dekade terakhir. Sejak reformasi ekonomi pada akhir tahun 1970-an di bawah Deng Xiaoping, China telah berevolusi dari negara yang relatif miskin dan terisolasi menjadi ekonomi terbesar kedua di dunia, pusat manufaktur global, dan pemain geopolitik yang berpengaruh. Perkembangan pesat ini, yang sering disebut sebagai "Chinese miracle," telah menginspirasi kekaguman atas kemampuannya mengangkat ratusan juta orang keluar dari kemiskinan, membangun infrastruktur berskala besar, dan memantapkan dirinya sebagai pemain kunci dalam perdagangan dan teknologi global.
Namun, terlepas dari pencapaian ini, China memang belum melampaui Amerika Serikat atau Eropa dalam beberapa bidang penting. Secara ekonomi, meskipun PDB China sangat besar, PDB per kapitanya masih jauh lebih rendah daripada negara-negara maju. Secara politik dan militer, negara-negara seperti AS mempertahankan pengaruh global yang lebih jelas karena aliansi yang mapan, kekuatan lunak, dan posisi strategis mereka. Selain itu, model politik dan catatan hak asasi manusia China, sering menghadapi kritik, terutama dari negara-negara Barat.
Ada bukti yang menunjukkan bahwa pemerintah China berinvestasi besar-besaran untuk membangun citranya di luar negeri. Ini termasuk mendanai outlet media, memberikan pengaruh pada platform sosial, dan bekerjasama dengan para influencer untuk mempromosikan narasi positif tentang kebijakan dan model pembangunan China.

Secara historis, China, meskipun merupakan salah satu peradaban tertua dan termaju, telah berjuang mati-matian untuk memantapkan dirinya sebagai pemimpin global karena tantangan internal dan eksternal. Secara internal, korupsi kerap mengganggu sistem pemerintahannya, khususnya selama kemunduran banyak dinasti, seperti Dinasti Qing. Korupsi sistemik ini melemahkan otoritas pusat, menciptakan inefisiensi, dan memperdalam keluhan sosial, yang seringkali menyebabkan keresahan dan pemberontakan internal. Selain itu, periode fragmentasi politik—seperti periode Negara-negara Berperang atau era setelah jatuhnya Dinasti Han—semakin mengikis kemampuan China untuk menjaga stabilitas dan persatuan.
Secara eksternal, China menghadapi invasi dan tekanan berulang dari kekuatan asing, termasuk penaklukan Mongol selama Dinasti Yuan dan imperialisme Barat selama abad ke-19 dan awal abad ke-20. Ancaman eksternal ini tidak hanya melemahkan kedaulatan China tetapi juga mengungkap kerentanan dalam pertahanan dan pemerintahannya. Perang Candu, misalnya, mengungkap ketidakmampuan China melawan strategi militer dan ekonomi Barat saat itu.
Selain itu, fokus historis China seringkali berorientasi ke dalam, memprioritaskan stabilitas internal, kemandirian, dan prinsip-prinsip Konfusianisme daripada mengejar ekspansionis atau kepemimpinan global. Tidak seperti kekaisaran ekspansionis seperti Roma atau Inggris, China memusatkan sebagian besar pengaruhnya melalui sistem upeti dan diplomasi budaya. Meskipun menggunakan kekuatan lunak yang signifikan, China pada umumnya menahan diri dari membangun dominasi global atau hegemoni militer.
Faktor-faktor ini—korupsi internal, perpecahan politik, invasi eksternal, dan pendekatan yang secara historis berorientasi ke dalam—membantu menjelaskan mengapa China, meskipun punya kekayaan dan pengaruh yang sangat besar, tak muncul sebagai pemimpin global selama ratusan tahun. Akan tetapi, di era modern, China secara aktif mengatasi banyak tantangan historis ini sambil berupaya memposisikan kembali dirinya di panggung global.

China menghadapi tantangan-tantangan yang amat berarti dalam upayanya menjadi negara adikuasa global. Perluasan militer China dipandang dengan curiga oleh negara-negara tetangga, khususnya Jepang dan Korea Selatan, yang mengkhawatirkan ketidakstabilan dan pergeseran keseimbangan kekuatan regional. Ketidakpercayaan ini mempersulit upaya China menegaskan dirinya sebagai pemimpin di Asia Timur dan memerlukan keterlibatan aktif dalam isu-isu internasional untuk membangun kepercayaan di antara negara-negara tetangganya.
Sistem politik otoriter China menghadirkan tantangan mendasar. Kurangnya praktik demokrasi dan masalah hak asasi manusia, seperti perlakuan terhadap warga Uighur di Xinjiang, dapat merusak citra global dan hubungan diplomatiknya. Otoriterisme ini dapat menghambat kemampuan China memperoleh kekuatan lunak dan pengaruh di panggung dunia.
Pertumbuhan ekonomi China yang pesat telah menyebabkan meningkatnya persaingan dengan negara-negara mapan seperti Amerika Serikat. Ketegangan perdagangan, yang dicontohkan oleh tarif dan sanksi, menimbulkan risiko bagi ambisi ekonomi China. Perang dagang yang sedang berlangsung dengan AS menyoroti kerentanan dalam ekonomi China yang didorong oleh ekspor. Pada tahun 2024, proyeksi pertumbuhan PDB China sekitar 5%, menurut Dana Moneter Internasional (IMF). Data resmi juga menunjukkan tingkat pertumbuhan sebesar 4,7% pada Q2 2024. Tantangan seperti pergeseran demografi (penduduk yang menua), tingkat utang yang tinggi, ketegangan geopolitik, dan pergeseran ke arah pertumbuhan berbasis konsumsi telah berkontribusi terhadap perlambatan ini.
China sesungguhnya tengah menghadapi tantangan berat dalam mempertahankan citranya sebagai pusat kekuatan ekonomi global. China tengah bergulat dengan krisis properti yang berkepanjangan, konsumsi domestik yang lesu, dan utang pemerintah daerah yang tinggi. Bank Dunia bahkan telah memperingatkan bahwa reformasi struktural diperlukan untuk mengatasi hambatan mendasar terhadap pertumbuhan ekonomi. China telah berupaya menyaingi Bank Dunia melalui Belt and Road Initiative (BRI) dengan menawarkan pinjaman besar kepada negara-negara berkembang. Akan tetapi, banyak proyek BRI menghadapi masalah pembayaran utang, sehingga menambah tekanan finansial bagi China sendiri.
Banyak analis mempertanyakan keakuratan laporan ekonomi China, termasuk angka PDB yang sering diyakini digelembungkan. Pertumbuhan ekonomi yang dilaporkan juga melambat dalam beberapa tahun terakhir, jauh dari target ambisius pemerintah. Skeptisisme terhadap kemajuan China, terutama terkait korupsi dan transparansi, tersebar luas. Meskipun Presiden Xi Jinping mengklaim akan memberantas korupsi, banyak yang meragukan efektivitas langkah-langkah ini. Hanya sedikit kasus yang diselidiki secara transparan, dan banyak yang percaya bahwa tindakan antikorupsi selalu selektif dan bermotif politik.
Sebagai sistem otoriter, informasi China yang disajikan kepada publik selalu dikontrol, sehingga sulit memverifikasi kebenaran laporan tentang kemajuan ekonomi atau tindakan pemerintah. Hal ini menimbulkan keraguan tentang data resmi seperti pertumbuhan PDB yang dilaporkan. Banyak analis eksternal mempertanyakan keakuratan statistik ekonomi China. Mereka berpendapat bahwa meskipun ada pertumbuhan yang dilaporkan, tantangan struktural seperti ketergantungan pada investasi dan ekspor tetap ada, bersama dengan masalah di sektor properti dan konsumsi domestik.

China menghadapi tantangan lingkungan yang signifikan, terutama karena pesatnya industrialisasi dan urbanisasi. Kualitas udara tetap menjadi perhatian kritis, dengan polutan seperti PM2.5 yang menyebabkan dampak kesehatan yang parah. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengaitkan sekitar dua juta kematian setiap tahun oleh polusi udara, yang mencakup sumber luar ruangan dan dalam ruangan. Sebagai tanggapan, pemerintah China telah menetapkan target ambisius untuk memerangi polusi udara, yang bertujuan menghilangkan polusi udara yang parah pada akhir tahun 2025. Ini termasuk meningkatkan pengendalian emisi dan memperbaiki sistem pemantauan kualitas udara. Pertumbuhan ekonomi yang cepat telah menyebabkan eksploitasi sumber daya yang signifikan, termasuk pertambangan dan penggundulan hutan, yang mengancam keanekaragaman hayati dan stabilitas ekologi. Pemerintah berada di bawah tekanan untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan keberlanjutan lingkungan.
Ada bukti bahwa beberapa perusahaan pertambangan China merelokasi operasinya ke Indonesia. Indonesia kaya akan sumber daya alam, menjadikannya tujuan yang menarik untuk investasi pertambangan. Beberapa perusahaan China menginginkan kondisi regulasi yang lebih menguntungkan dan biaya operasional yang lebih rendah dibandingkan dengan regulasi domestik di China. Kolaborasi antara perusahaan China dan perusahaan Indonesia dapat memfasilitasi akses ke sumber daya dan pasar.
Relokasi perusahaan tambang China ke Indonesia berimplikasi signifikan terhadap lanskap lingkungan negara tersebut. Pertama dan terutama, aktivitas pertambangan sering menyebabkan degradasi lahan dan penggundulan hutan yang luas, yang mengancam kekayaan keanekaragaman hayati ekosistem Indonesia. Dampak lingkungan ini sangat memprihatinkan karena area yang ditambang kerap menjadi rumah bagi flora dan fauna yang unik, dan perusakan habitat mereka dapat menyebabkan kerusakan ekologi yang tak dapat dipulihkan.
Selain itu, limbah yang dihasilkan dari operasi penambangan, seperti tailing dan limpasan kimia, menimbulkan risiko serius terhadap sumber air setempat. Kontaminan dari produk limbah ini dapat mencemari sungai dan air tanah, yang tak hanya berdampak pada lingkungan melainkan pula kesehatan masyarakat yang bergantung pada sumber air ini guna keperluan minum dan pertanian. Banyak penduduk telah melaporkan masalah kesehatan yang terkait dengan polusi, termasuk masalah pernapasan dan penyakit kulit, yang menyoroti biaya manusia dari kegiatan penambangan ini.
Selain itu, masuknya perusahaan asing seringkali disertai dengan kurangnya pengawasan regulasi yang memadai. Meskipun pemerintah Indonesia memiliki peraturan yang dimaksudkan untuk melindungi lingkungan, penegakannya bisa jadi tidak konsisten. Ketidakkonsistenan ini memungkinkan beberapa perusahaan beroperasi tanpa sepenuhnya mematuhi perlindungan lingkungan, yang lebih jauh memperburuk pada lingkungan dan masyarakat setempat.
Lebih jauh, ketegangan antara pembangunan ekonomi dan pelestarian lingkungan menjadi jelas ketika masyarakat setempat menghadapi dislokasi dan gangguan akibat operasi penambangan. Banyak penduduk yang mendapati lahan mereka diambil alih untuk kegiatan penambangan, yang dapat menyebabkan konflik sosial karena mereka berjuang untuk mendapatkan kompensasi yang adil dan mempertahankan mata pencaharian mereka.
Sebagai kesimpulan, meskipun kehadiran perusahaan pertambangan China di Indonesia dapat menawarkan peluang ekonomi, dampak lingkungannya sangat besar dan memerlukan pertimbangan dan pengelolaan yang cermat untuk menjaga lingkungan alam dan well-being masyarakat setempat.

Indonesia semakin bergantung pada China dalam perdagangan, dengan China menjadi tujuan ekspor Indonesia terbesar, yang mencapai lebih dari 25% dari total ekspor pada tahun 2023. Ketergantungan ini menimbulkan risiko, karena ekonomi Indonesia sangat dipengaruhi oleh permintaan komoditas seperti nikel dan batubara, yang rentan terhadap fluktuasi harga global. China telah banyak berinvestasi di Indonesia melalui inisiatif seperti Belt and Road Initiative (BRI), yang meningkatkan pembangunan infrastruktur. Namun, ini juga berarti bahwa kesehatan ekonomi Indonesia terkait dengan kinerja ekonomi China. Setiap perlambatan ekonomi China dapat berdampak buruk pada Indonesia. Industri Indonesia, khususnya tekstil dan elektronik, menghadapi persaingan ketat dari produk China yang lebih murah. Hal ini memerlukan peningkatan produktivitas dan inovasi di Indonesia agar tetap kompetitif.
Indonesia seyogyanya secara aktif mendiversifikasi mitra dagangnya dengan memperkuat kerjasama dengan negara-negara di ASEAN, Eropa, dan Amerika Latin. Hal ini akan memberikan fleksibilitas dan ketahanan ekonomi yang lebih besar, sehingga mengurangi ketergantungan pada China sebagai mitra dagang yang dominan. Revitalisasi industri lokal sangat penting untuk mengurangi ketergantungan pada barang impor. Dengan meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri, Indonesia dapat memenuhi permintaan pasar internalnya tanpa terlalu bergantung pada produk-produk China.
Dalam setiap kerja sama dengan China, Indonesia hendaknya memastikan adanya perjanjian transfer teknologi dan pelatihan yang jelas bagi tenaga kerja lokal. Hal ini akan membantu Indonesia mengembangkan keahlian di sektor-sektor utama dan mengurangi ketergantungan pada tenaga kerja asing. Indonesia harus memanfaatkan setiap penurunan ekspor ke China sebagai peluang menjajaki pasar-pasar baru. Dengan memperluas jaringan ekspornya ke negara-negara lain, Indonesia dapat mengurangi ketergantungannya pada pasar China. Mengejar perjanjian perdagangan bebas dengan negara-negara seperti Uni Eropa dapat membantu Indonesia mengakses peluang-peluang baru untuk perdagangan yang berkelanjutan, sehingga semakin mengurangi ketergantungannya pada China. Pemerintah hendaknya menetapkan peraturan yang ketat untuk proyek-proyek asing guna memastikan bahwa kepentingan nasional terlindungi. Hal ini termasuk pengawasan lingkungan dan penegakan standar yang tinggi bagi investasi asing.
Dengan menerapkan langkah-langkah ini, Indonesia dapat membangun fondasi ekonomi yang lebih kuat dan mengurangi risiko yang terkait dengan ketergantungan yang berlebihan pada China. Diversifikasi, pembangunan dalam negeri, dan kemitraan strategis akan menjadi kunci dalam mencapai kemandirian ekonomi yang lebih besar.

Dalam sistem demokrasi, korupsi juga dapat terjadi, tetapi mekanisme pers bebas, peradilan independen, dan pemilihan umum yang teratur selalu bertindak sebagai mekanisme pengawasan dan keseimbangan. Akan tetapi, demokrasi tidak kebal terhadap masalah seperti lobi, skandal pendanaan kampanye, atau inefisiensi birokrasi, yang juga dapat menjadi bentuk korupsi. Di Amerika Serikat, skandal Watergate pada tahun 1970-an mengungkap korupsi di tingkat tertinggi pemerintahan, yang menyebabkan pengunduran diri Presiden Nixon.

Korupsi berdampak jangka pendek dan jangka panjang pada iklim investasi Indonesia. Dalam jangka pendek, korupsi menimbulkan ketidakpastian dan meningkatkan risiko bagi investor, sehingga menghambat investasi domestik dan asing. Bisnis selalu menghadapi biaya tambahan karena suap dan inefisiensi, sehingga mengurangi profitabilitas dan daya saing. Korupsi merusak kepercayaan pada lembaga pemerintah dan kerangka regulasi, sehingga membuat investor khawatir memasuki pasar.
Dalam jangka panjang, korupsi yang terus-menerus menghambat pembangunan ekonomi dengan mengalihkan sumber daya dari investasi yang produktif. Korupsi merusak reputasi Indonesia secara global, sehingga kurang menarik dibandingkan dengan tujuan investasi lainnya. Korupsi memperburuk kesenjangan kekayaan, yang menyebabkan keresahan dan ketidakstabilan sosial, yang selanjutnya menghambat investasi.
Korupsi di Indonesia mempengaruhi beberapa sektor utama, masing-masing dengan tantangan dan konsekuensinya sendiri. BUMN seperti PT.Pertamina dan PT.PLN telah terlibat dalam skandal korupsi, yang sering terkait dengan proses pengadaan, salah urus, dan penggelapan. Kasus-kasus ini mengakibatkan kerugian finansial dan inefisiensi yang signifikan. Sektor Industri Minyak dan Gas telah dilanda korupsi di berbagai bidang seperti pengelolaan minyak mentah dan perdagangan produk kilang. Salah urus dan suap telah menyebabkan kerugian negara miliaran rupiah, yang merusak potensi sektor tersebut. Korupsi dalam proyek infrastruktur, perawatan kesehatan, dan pendidikan selalu menyebabkan layanan di bawah standar. Misalnya, biaya proyek yang meningkat dan suap dalam kontrak konstruksi mengakibatkan infrastruktur yang dibangun dengan buruk.
Kehakiman dan kepolisian kerap disebut sebagai salah satu lembaga yang paling korup. Suap dan favoritisme merusak supremasi hukum dan kepercayaan publik di sektor-sektor penting ini.
Sektor-sektor ini menyoroti sifat korupsi yang meluas dan dampaknya terhadap tatakelola dan pembangunan. Dampak-dampak ini menyoroti kebutuhan mendesak akan langkah-langkah antikorupsi untuk meningkatkan iklim investasi Indonesia dan mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan.

Demikianlah perjalanan singkat kita merasakan sedikit iklim investasi di Indonesia. Dan sebagai penutup, yuk kita nyanyiin tembangnya Noah "Dibelakangku" buat mereka yang baru aja ngunjungin bosnya,

Aku menunggumu, menunggumu,
menunggumu mati di depanku, di depanku, di depanku
Apa yang kau lakukan di belakangku?
Mengapa tak kau tunjukkan di hadapanku?
Apa yang kau lakukan di belakangku?
Di belakangku, oh, di belakangku?