'Ngantri di toilet, gue sadar kalo gue bisa nonton maraton episode KDrama!' kata Cangik.''Antreannya lemot, ada siput lewat, trus bilang, 'Eh loe, yang cepet dong jalannya!',' imbuh Limbuk.”“Sumber daya alam merupakan peti harta karun yang menyimpan kekayaan negara, menunggu dimanfaatkan dan diinvestasikan di masa depan. Sumber daya energi merupakan sumber daya yang menggerakkan industri negara dan menerangi jalan menuju pembangunan dan pertumbuhan. Hutan dan cadangan alam berperan sebagai paru-paru hijau bangsa, menghembuskan kehidupan dan ketahanan ekosistemnya,” ucap Seruni seraya memperhatikan Taman Mangrove Angke, Jakarta Utara.“Sumber daya alam merupakan hal yang mendasar bagi kekuatan dan kemakmuran suatu negara atau bangsa. Sumber daya alam mencakup berbagai bahan dan unsur yang disediakan oleh lalam yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan ekonomi, pembangunan, dan kelangsungan hidup.Ada beberapa jenis sumber daya alam. Mineral dan logam mencakup logam mulia semisal emas dan perak, logam industri seperti besi dan tembaga, serta unsur tanah jarang yang berguna bagi teknologi. Bahan bakar fosil yang terdiri dari minyak, gas alam, dan batu bara, sangat bermanfaat untuk produksi energi dan proses industri. Sumber daya terbarukan mencakup sumber energi surya, angin, air, dan panas bumi. Sumber daya air meliputi air tawar untuk minum, pertanian, dan industri, serta sumber daya kelautan. Hutan dan kayu terdiri dari kayu untuk konstruksi, kertas, dan bahan baku berbagai produk. Lahan Pertanian, yaitu lahan subur untuk menanam pangan dan tanaman lainnya.Negara-negara yang kaya akan sumber daya alam dapat berperoleh cuan besar dari mengekspor bahan-bahan tersebut. Misalnya, negara-negara kaya minyak seperti Arab Saudi dan Norwegia memperoleh cuan banyak melalui ekspor minyak bumi. Akses terhadap bahan mentah penting mendukung industrialisasi. Misalnya, sumber daya batubara dan mineral yang berlimpah di China—dan bagai nguyahi segoro, ada pulak sebuah negara dungu yang pasrah bongkoan menyerahkan hampir seluruh komoditas tambangnya ke negeri tirai bambu ini—telah mendorong pertumbuhan industri yang pesat. Ekstraksi, pemrosesan, dan distribusi sumber daya alam membuka banyak lapangan kerja, yang secara langsung dan tak langsung mendukung perekonomian lokal.Negara-negara dengan sumber daya energi yang tajir, dapat menjamin keamanan energi mereka, mengurangi ketergantungan pada impor dan meningkatkan keamanan nasional. Kontrol atas sumber daya utama dapat diterjemahkan menjadi pengaruh geopolitik. Misalnya, cadangan gas alam Rusia yang banyak berpengaruh besar terhadap pasar energi Eropa. Negara-negara yang kaya sumber daya dapat menggunakan aset mereka sebagai alat tawar-menawar dalam negosiasi internasional dan kesepakatan perdagangan.Negara yang sultan semestinya mengelola sumber dayanya secara berkelanjutan untuk menjamin ketersediaan jangka panjang dan mencegah degradasi lingkungan. Hal ini mencakup penerapan semisal reboisasi, pengendalian polusi, dan konservasi. Berinvestasi pada sumber energi terbarukan dapat membantu transisi suatu negara menuju sistem energi yang lebih berkesinambungan, mengurangi ketergantungan pada sumber daya yang terbatas, dan memitigasi pengaruh perubahan iklim.Beberapa negara menghadapi 'resource curse (kutukan sumber daya)', yakni sumber daya yang melimpah menyebabkan salah urus ekonomi, korupsi, dan konflik ketimbang kemakmuran. Contohnya termasuk Venezuela dan Republik Demokratik Kongo.Terma 'resource curse' merujuk pada paradoks dimana negara-negara dengan sumber daya alam yang berlimpah, semisal minyak atau mineral, tingkat pertumbuhan ekonominya cenderung lebih rendah, korupsi merajalela, dan hasil pembangunan yang lebih buruk dibanding negara-negara dengan sumber daya alam yang lebih sedikit. Fenomena ini juga dikenal sebagai ''paradox of plenty (paradoks keberlimpahan)' atau 'Dutch disease (penyakit Belanda)'. Dutch disease mengacu pada keadaan dimana ekspor sumber daya menyebabkan apresiasi mata uang nasional, membuat sektor-sektor lain menjadi kurang kompetitif dan mengarah pada deindustrialisasi.Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap resource curse. Negara-negara yang sangat bergantung pada ekspor sumber daya alam, mengabaikan sektor-sektor ekonomi lainnya, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan ekonomi dan kerentanan terhadap fluktuasi harga komoditas. Pemerintah menjadi bergantung pada pendapatan dari ekstraksi sumber daya, sehingga menyebabkan berkurangnya akuntabilitas dan transparansi dalam pemerintahan, dan terkadang, meningkatkan korupsi. Kekayaan sumber daya dapat menyebabkan konflik politik mengenai kendali pendapatan negara, sehingga berkontribusi terhadap ketidakstabilan dan adakalanya sengketa. Mengatasi resource curse kerap memerlukan strategi semisal diversifikasi ekonomi, peningkatan tatakelola dan transparansi, investasi pada sumber daya manusia, dan pengelolaan pendapatan sumber daya secara lebih efektif melalui mekanisme semisal sovereign wealth funds (SWF), yang juga dikenal sebagai social wealth fund, surplus uang yang harus dipenuhi oleh negara, bertambah seiring berjalannya waktu. Kumpulan dana yang didukung pemerintah sebagian besar didanai dari cadangan devisa. Sumber dana lain rekening SWF termasuk cadangan Bank. SWF merujuk pada kumpulan uang yang diinvestasikan, yang dimiliki negara dan digunakan terutama untuk melindungi negara dari guncangan ekonomi.Dunia saat ini sedang menghadapi beberapa tantangan besar terkait sumber daya alam. Banyak wilayah mengalami kekurangan air karena penggunaan air yang berlebihan, polusi, dan perubahan iklim. Hal ini berakibat pada pertanian, pasokan air minum, dan sanitasi.Giulio Boccaletti mengkaji hubungan rumit antara manusia dan air sepanjang sejarah. Ia mengkaji bagaimana air telah membentuk peradaban, budaya, dan perekonomian dari zaman kuno hingga saat ini. Boccaletti mengeksplorasi pengelolaan, politik, dan sains tentang air, menyoroti peran pentingnya dalam pembangunan masyarakat.Peradaban awal seperti di Mesopotamia dan Mesir mengembangkan sistem irigasi canggih memanfaatkan air sungai bagi pertanian. Sistem ini memungkinkan pertumbuhan permukiman dan munculnya pusat kota awal. Penguasaan teknologi saluran air Kekaisaran Romawi memungkinkan mereka memasok air ke kota-kota dalam jarak jauh. Keahlian teknik ini berkontribusi pada pembangunan ekonomi dan sosial kekaisaran.Air sangat penting bagi pertanian, dan sistem irigasi yang efisien telah meningkatkan produktivitas pertanian, memungkinkan ketahanan pangan dan pertumbuhan ekonomi. Industri dan kota sangat bergantung pada air bagi proses manufaktur, sanitasi, dan pasokan air minum, sehingga mendorong aktivitas ekonomi dan urbanisasi. Air bermakna budaya dan agama di banyak masyarakat. Ritual, upacara, dan mitos kerap berkisar pada perairan, yang mencerminkan pentingnya spiritualitas.Giulio Boccaletti membahas implikasi proyeksi pertumbuhan populasi global yang mencapai 9 miliar pada tahun 2050 terhadap permintaan dan keberlanjutan air. Dengan bertambahnya populasi global, permintaan terhadap produksi pangan akan meningkat. Pertanian merupakan konsumen air tawar terbesar di dunia, dan memperluas lahan pertanian untuk memberi makan lebih banyak orang, akan meningkatkan penggunaan air. Urbanisasi yang pesat, yang menyertai pertumbuhan penduduk menyebabkan peningkatan kebutuhan air bagi keperluan industri dan kota. Daerah perkotaan membutuhkan air minum, sanitasi, proses industri, dan memelihara ruang hijau perkotaan.Saat ini, banyak wilayah di dunia menghadapi kelangkaan atau kekurangan air karena eksploitasi akuifer yang berlebihan, praktik penggunaan air yang tak efisien, polusi, dan dampak perubahan iklim semisal kekeringan dan perubahan pola curah hujan. Tekanan tambahan dari pertumbuhan populasi memperburuk tantangan-tantangan ini.Boccaletti mengkaji evolusi teknologi pengelolaan air, termasuk bendungan modern, waduk, dan instalasi pengolahan air. Inovasi-inovasi ini telah secara berarti memperluas kemampuan manusia dalam menyimpan, mendistribusikan, dan memurnikan sumber daya air. Kemajuan teknologi air telah memfasilitasi intensifikasi pertanian, pertumbuhan industri, dan perluasan perkotaan, sehingga mengubah masyarakat dan perekonomian di seluruh dunia. Akses terhadap air acapkali membentuk hierarki sosial, dengan kelompok elit yang secara historis mengendalikan akses terhadap sumber air, mempengaruhi pola pemukiman, dan mendikte praktik pertanian.Polusi dari limpasan industri, bahan kimia pertanian, dan limbah yang tak diolah, mengancam kualitas air di seluruh dunia. Perubahan iklim mengubah pola curah hujan, memperburuk kekeringan dan banjir, serta mempengaruhi ketersediaan air. Perubahan ini memerlukan strategi adaptif dalam pengelolaan air.Bertambahnya populasi dan kegiatan ekonomi meningkatkan persaingan mendapatkan sumber daya air yang terbatas antar sektor seperti pertanian, industri, dan penggunaan rumah tangga, sehingga berpotensi menimbulkan konflik mengenai alokasi dan akses air. Meningkatnya kebutuhan air dapat menyebabkan menipisnya sungai, danau, dan lahan basah, sehingga merugikan ekosistem perairan dan keanekaragaman hayati. Berkurangnya ketersediaan air berdampak pada jasa ekosistem semisal pemurnian air, pengaturan banjir, dan penyediaan habitat. Kepadatan populasi yang lebih tinggi dan peningkatan polusi dari sumber-sumber perkotaan dan industri dapat menurunkan kualitas air, sehingga berdampak pada kesehatan manusia dan integritas ekosistem.Proyeksi perubahan iklim menunjukkan perubahan pola curah hujan dan lebih seringnya kejadian cuaca ekstrem, sehingga mempengaruhi ketersediaan air dan memperburuk kelangkaan air di beberapa wilayah. Pertumbuhan populasi mempersulit upaya adaptasi terhadap dampak perubahan iklim terhadap sumber daya air, sehingga memerlukan infrastruktur yang tangguh, strategi pengelolaan air yang adaptif, dan solusi inovatif.Boccaletti sangat mungkin menganjurkan peningkatan efisiensi penggunaan air dalam pertanian, industri, dan perkotaan melalui adopsi teknologi, peningkatan implementasi, dan inisiatif penghematan air. Menggalakkan pendekatan pengelolaan sumber daya air terpadu yang mempertimbangkan dimensi sosial, ekonomi, dan lingkungan dapat membantu menyeimbangkan permintaan yang bersaing dan memastikan penggunaan air yang berkesinambungan. Memperkuat kerangka tatakelola dan menerapkan kebijakan yang memprioritaskan keberlanjutan, kesetaraan, dan ketahanan air sangat penting dalam mengelola sumber daya air secara efektif di tengah pertumbuhan populasi dan perubahan lingkungan.Tantangan lain mengenai sumber daya alam yang dihadapi dunia adalah penebangan hutan skala besar, perluasan pertanian, dan pembangunan perkotaan yang menyebabkan sirnanya hutan dalam jumlah besar, yang berakibat pada keanekaragaman hayati, penyerapan karbon, dan regulasi iklim.Peter Wohlleben mengeksplorasi dunia pepohonan dan keterhubungannya yang menakjubkan. Wohlleben membahas bagaimana pepohonan di hutan saling berhubungan melalui jaringan fungi bawah tanah yang disebut jaringan mikoriza. Pepohonan menggunakan jaringan ini untuk berkomunikasi dan berbagi nutrisi dan informasi. Pepohonan, terutama di hutan lebat, bersaing mendapatkan sumber daya semisal unsur hara dan air. Namun melalui jaringan mikoriza, pepohonan dapat berbagi sumber daya tersebut. Misalnya, sebuah pohon yang berakses terhadap kelebihan unsur hara dapat memindahkan sebagian unsur hara tersebut ke pohon tetangga yang membutuhkan. Wohlleben berpendapat bahwa pohon berkomunikasi melalui jaringan jamur ini. Mereka dapat mengirimkan sinyal kimiawi melalui akarnya ke jaringan, yang dapat ditangkap oleh pohon di sekitarnya. Sinyal-sinyal ini dapat memperingatkan ancaman, semisal serangan serangga atau penyakit, sehingga memicu mekanisme pertahanan di pohon-pohon terdekat. Jadi, pohon dapat merespons secara kolektif terhadap tekanan atau perubahan lingkungan, sehingga meningkatkan ketahanan mereka sebagai sebuah komunitas.Pepohonan amatlah penting dalam menjaga keseimbangan ekologi. Mereka menyediakan habitat bagi berbagai spesies hewan, burung, serangga, dan jamur. Kehadirannya mendukung keanekaragaman hayati dan berkontribusi terhadap kesehatan ekosistem secara keseluruhan. Pepohonan memainkan peran penting dalam mengatur iklim. Melalui proses fotosintesis, mereka menyerap karbondioksida dari atmosfer, membantu mitigasi perubahan iklim dengan menyimpan karbon dalam biomassa dan melepaskan oksigen. Pepohonan berkontribusi terhadap kebugaran lahan dengan berbagai cara. Akarnya membantu mencegah erosi tanah dengan menstabilkan tanah. Ketika daun dan ranting gugur dan jatuh, mereka membusuk, memperkaya lahan dengan bahan organik dan nutrisi.Pohon mempengaruhi siklus air dengan menyerap air dari tanah melalui akarnya dan melepaskannya ke atmosfer melalui proses yang disebut transpirasi. Hal ini membantu menjaga ketersediaan air lokal dan regional serta dapat mengurangi dampak banjir dan kekeringan. Hutan dan pepohonan membangun iklim mikronya sendiri. Mereka memberikan keteduhan, yang dapat menurunkan suhu dan mengurangi efek pulau panas di wilayah perkotaan. Kanopi hutan juga menghalangi dan memperlambat curah hujan, sehingga mengurangi erosi tanah dan limpasan. Di luar peran ekologisnya, pepohonan memberikan banyak manfaat bagi kesejahteraan manusia. Mereka berkontribusi pada ruang rekreasi, menyaji keindahan estetika, dan telah terbukti meningkatkan kesehatan mental dan mengurangi tingkat stres.Wohlleben merefleksikan secara mendalam pengaruh besar aktivitas manusia, semisal penebangan hutan dan penggundulan hutan, terhadap ekosistem hutan. Penebangan hutan dan penggundulan hutan dapat menyebabkan hilangnya keanekaragaman hayati di dalam hutan. Pohon menyediakan habitat bagi spesies tumbuhan, hewan, mikroba, dan mikroorganisme yang tak terhitung jumlahnya. Menebang pohon akan mengganggu habitat ini dan dapat menyebabkan penurunan atau kepunahan spesies. Hutan menyediakan jasa ekosistem yang penting seperti penyimpanan karbon, pengaturan siklus air, pencegahan erosi tanah, dan pengaturan iklim. Deforestasi dapat mengganggu penyediaan jasa-jasa ini, menyebabkan degradasi tanah, perubahan aliran air, peningkatan emisi gas rumah kaca, dan dampak lingkungan lainnya.Pepohonan berperan penting dalam mitigasi perubahan iklim dengan menyerap karbon dioksida dari atmosfer. Deforestasi berkontribusi terhadap peningkatan emisi karbon, memperburuk pemanasan global dan benturan-benturan terkaitnya. Penebangan pohon melalui penebangan atau pembukaan lahan pertanian dapat mengakibatkan degradasi tanah. Akar pohon membantu menstabilkan tanah, mencegah erosi, dan menjaga kesuburan tanah. Tanpa pepohonan, tanah akan menjadi padat, kehilangan unsur hara, dan lebih rentan terhadap erosi dan degradasi. Hutan memainkan peran penting dalam siklus air dengan mengatur aliran air, mengurangi limpasan air, dan menjaga ketersediaan air lokal dan regional. Penggundulan hutan dapat mengganggu proses-proses ini, menyebabkan perubahan siklus hidrologi, bertambahnya banjir, dan penurunan kualitas air.Wohlleben juga mempertimbangkan dampak ekonomi dan sosial dari deforestasi, khususnya terhadap masyarakat yang bergantung pada hutan bagi penghidupan, pangan, dan praktik budaya. Implementasi pengelolaan hutan yang terus-menerus dapat membantu menyeimbangkan pembangunan ekonomi dengan tujuan konservasi, memastikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat dan lingkungan. Ia menekankan perlunya upaya konservasi dan penerapan pengelolaan hutan berkesinambungan. Ia mengadvokasi pelestarian ekosistem hutan yang utuh, menerapkan teknik penebangan selektif yang meminimalkan dampak ekologis, dan mendukung inisiatif reboisasi dan penghijauan guna memulihkan lanskap yang terdegradasi.Masalah berikutnya yang dihadapi dunia adalah habisnya keanekaragaman hayati. Perusakan habitat, polusi, perubahan iklim, dan eksploitasi berlebihan terhadap spesies menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati dengan cepat, mengancam ekosistem dan jasa yang disediakannya.Elizabeth Kolbert mendalami konsep kepunahan massal yang sedang berlangsung dan penyebabnya di era modern. Kolbert berpendapat bahwa Bumi sedang mengalami periode kepunahan massal yang skalanya sebanding dengan lima peristiwa kepunahan besar sebelumnya dalam sejarah geologi. Peristiwa-peristiwa sebelumnya, seperti kepunahan dinosaurus, disebabkan oleh peristiwa alam yang dahsyat. Berbeda dengan peristiwa kepunahan sebelumnya, kepunahan berikutnya terutama disebabkan oleh aktivitas manusia. Aktivitas seperti perusakan habitat, perubahan iklim, polusi, perburuan berlebihan, dan masuknya spesies invasif telah sangat mengganggu ekosistem di seluruh dunia. Faktor-faktor yang disebabkan oleh aktivitas manusia ini menyebabkan penurunan dan hilangnya keanekaragaman hayati secara cepat di berbagai ekosistem. Kepunahan spesies terjadi pada tingkat yang mengkhawatirkan, dan berdampak tak hanya pada spesies individu, melainkan pula seluruh ekosistem dan jasa yang diberikannya. Kolbert prihatin dengan konsekuensi hilangnya keanekaragaman hayati di masa depan, termasuk potensi akibat lanjutannya terhadap masyarakat manusia. Kolbert menekankan pentingnya upaya konservasi dan kerja sama global guna mengurangi kepunahan lebih lanjut dan melestarikan keanekaragaman hayati yang tersisa.Degradasi tanah merupakan salah satu masalah yang dihadapi dunia. Praktik pertanian yang tak berkelanjutan, penggundulan hutan, dan aktivitas industri menyebabkan erosi tanah, hilangnya kesuburan, dan lahan gurun tandus, yang mengancam ketahanan pangan.David R. Montgomery membahas beberapa isu utama degradasi tanah dan praktik pertanian berkelanjutan. Ia menyoroti bagaimana praktik pertanian modern, seperti pengolahan tanah secara intensif, penanaman monokultur, dan penggunaan bahan kimia secara berlebihan, telah menyebabkan degradasi tanah yang cukup berarti di seluruh dunia. Degradasi ini meliputi erosi, hilangnya bahan organik, berkurangnya kesuburan tanah, dan pemadatan. Ia juga menekankan pentingnya peran kesehatan tanah dalam mempertahankan pertanian dan ketahanan pangan. Tanah yang sehat mendukung beragam komunitas mikroba, menahan air dengan lebih baik, menahan erosi, dan menyediakan nutrisi penting bagi tanaman.Montgomery menganjurkan transisi menuju praktik pertanian berkelanjutan yang meningkatkan kesehatan tanah. Praktik-praktik ini mencakup pengolahan tanah minimal atau pertanian tanpa pengolahan tanah, penanaman penutup lahan, rotasi tanaman, pengelolaan hama terpadu, dan pengurangan masukan sintetis seperti pupuk dan pestisida. Ia mengeksplorasi studi kasus dari seluruh dunia dimana para petani berhasil memulihkan kesehatan tanah dan meningkatkan produktivitas pertanian dengan menerapkan praktik-praktik berkelanjutan ini. Contoh-contoh ini menggambarkan bagaimana pertanian regeneratif dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan ketahanan tanaman, dan mengurangi dampak lingkungan.Montgomery membahas manfaat lingkungan dan ekonomi dari penerapan praktik pertanian regeneratif. Lahan yang sehat dengan kandungan bahan organik yang tinggi, mampu menampung lebih banyak air. Hal ini mengurangi limpasan dan meningkatkan infiltrasi air, yang bermanfaat selama musim kemarau dan membantu mencegah erosi tanah. Penerapan pertanian regeneratif seperti pertanian tanpa pengolahan tanah dan tanaman penutup tanah dapat menyerap karbon dioksida dari atmosfer ke dalam tanah. Proses ini, yang dikenal sebagai penyerapan karbon, membantu mitigasi perubahan iklim dengan mengurangi emisi gas rumah kaca. Dengan mendorong rotasi tanaman yang beragam, tanaman penutup tanah, dan meminimalkan masukan bahan kimia, pertanian regeneratif mendukung ekosistem yang lebih sehat. Hal ini dapat meningkatkan keanekaragaman hayati spesies tumbuhan dan hewan, termasuk serangga bermanfaat dan mikroba tanah.Meskipun peralihan ke praktik regeneratif mungkin memerlukan investasi dan penyesuaian awal, dalam jangka panjang, petani mungkin merasakan penghematan biaya karena berkurangnya input seperti pupuk dan pestisida. Selain itu, tanah yang lebih sehat seringkali menghasilkan hasil panen yang lebih baik dan ketahanan terhadap tekanan lingkungan, sehingga berpotensi meningkatkan keuntungan. Berbeda dengan praktik pertanian konvensional yang dapat menurunkan kesehatan tanah seiring berjalannya waktu, pertanian regeneratif bertujuan meningkatkan kualitas dan produktivitas lahan secara estafet. Pendekatan ini mendukung ketahanan pangan jangka panjang dengan menjaga kesuburan tanah dan mengurangi ketergantungan pada masukan dari luar.Penangkapan ikan yang berlebihan merupakan salah satu masalah dunia. Banyak stok ikan yang menipis oleh penangkapan ikan yang berlebihan, praktik penangkapan ikan ilegal, dan perusakan habitat, sehingga berbenturan pada ekosistem laut dan mata pencaharian masyarakat yang bergantung pada penangkapan ikan.Charles Clover membahas konsekuensi penangkapan ikan yang berlebihan. Penangkapan ikan yang berlebihan menyebabkan penurunan populasi ikan, mengancam kelestarian ekosistem laut dan menurunkan keanekaragaman hayati. Penangkapan ikan yang berlebihan dapat menghancurkan perekonomian lokal yang bergantung pada penangkapan ikan, serta industri yang terkait dengan makanan laut. Pemusnahan ikan dalam jumlah besar akan mengganggu keseimbangan ekosistem laut, mempengaruhi hubungan predator-mangsa, dan kesehatan ekosistem secara keseluruhan. Penangkapan ikan yang berlebihan dapat berdampak pada masyarakat yang bergantung pada penangkapan ikan guna memperoleh makanan dan penghidupannya, sehingga berpotensi menyebabkan kerawanan pangan dan kesulitan ekonomi.Clover menyebutkan beberapa solusi potensial seperti penerapan kebijakan dan peraturan yang memastikan stok ikan dipanen secara berkelanjutan, seperti kuota, penutupan musiman, dan kawasan lindung; menggunakan teknologi seperti pemantauan satelit dan GPS untuk melacak armada penangkapan ikan dan menegakkan peraturan dengan lebih efektif; mendidik konsumen tentang pilihan makanan laut yang berkelanjutan dan mendorong mereka agar mendukung perikanan yang mematuhi praktik berkesinambungan; mendorong kerjasama dan kesepakatan global dalam mengelola perikanan secara berkelanjutan, seiring dengan banyaknya stok ikan yang bermigrasi melintasi batas negara; dan mengembangkan praktik akuakultur berkesinambungan agar melengkapi ikan tangkapan liar dan mengurangi tekanan pada stok ikan liar. Solusi-solusi ini bertujuan memitigasi impak penangkapan ikan berlebihan dan mendukung keberlanjutan sumber daya laut dalam jangka panjang.Stefano B. Longo, Rebecca Clausen, dan Brett Clark melakukan analisis mendalam tentang degradasi lingkungan akibat komodifikasi sumber daya kelautan. Mereka berpendapat bahwa memperlakukan ikan dan kehidupan laut lainnya sebagai komoditas yang akan dipanen demi cuan, akan memberikan insentif terhadap penangkapan ikan yang berlebihan dan praktik-praktik yang tak berkelanjutan. Konsekuensi sosial dari komodifikasi sumber daya kelautan dieksplorasi, termasuk tersingkirnya komunitas nelayan tradisional, hilangnya mata pencaharian, dan perubahan budaya. Dampak ekologisnya antara lain menurunnya populasi ikan, hilangnya keanekaragaman hayati, dan degradasi ekosistem laut.Transformasi sumber daya kelautan menjadi komoditas untuk mencari keuntungan telah menyebabkan eksploitasi berlebihan. Dorongan kapitalis terus tumbuh dan memaksimalkan keuntungan, mendorong praktik penangkapan ikan yang tak berkesinambungan sehingga menghabiskan stok ikan dan merusak ekosistem laut. Praktik penangkapan ikan telah berevolusi dari kegiatan subsisten skala kecil menjadi operasi industri skala besar. Pergeseran ini didorong oleh kemajuan teknologi dan perluasan pasar global. Pemerintah, perusahaan, dan lembaga internasional amat sering mendukung kebijakan dan praktik yang lebih mengutamakan keuntungan ekonomi jangka pendek dibandingkan keberlanjutan ekologi jangka panjang.Praktik penangkapan ikan industri, seperti pukat dan penggunaan jaring besar, memperburuk lingkungan laut. Praktik-praktik ini menyebabkan berkurangnya populasi ikan, rusaknya habitat, dan hilangnya keanekaragaman hayati.Menipisnya sumber daya mineral merupakan masalah lain di planet kita. Ekstraksi mineral dan bahan bakar fosil menyebabkan menipisnya sumber daya tak terbarukan, degradasi lingkungan, dan konflik atas wilayah yang kaya sumber daya.Ugo Bardi membahas secara panjang lebar penipisan sumber daya mineral dan dampaknya terhadap lingkungan. Bardi mengeksplorasi bagaimana permintaan global akan mineral dan logam telah menyebabkan menipisnya bijih yang mudah diakses dan bermutu tinggi. Penipisan ini mengharuskan ekstraksi bijih berkadar rendah, yang memerlukan lebih banyak energi dan sumber daya, sehingga berkontribusi terhadap degradasi lingkungan. Ia membahas dampak lingkungan dari ekstraksi mineral, termasuk penggundulan hutan, perusakan habitat, erosi tanah, polusi air, dan polusi udara. Dampak-dampak ini sangat parah terutama di wilayah-wilayah dimana operasi pertambangan sangat luas. Mengekstraksi mineral dari bijih berkadar rendah memerlukan proses yang lebih intensif energi seperti penambangan, pemurnian, dan transportasi. Hal ini mengakibatkan peningkatan emisi gas rumah kaca dan berkontribusi terhadap perubahan iklim.Bardi membahas konsep mineral puncak, mirip dengan puncak minyak, dimana laju ekstraksi mineral tertentu mungkin mencapai puncaknya dan menurun karena kendala geologi atau faktor ekonomi. Kelangkaan ini dapat menyebabkan ketegangan geopolitik dan konflik mengenai sumber daya yang tersisa. Ia menekankan perlunya praktik berkelanjutan dalam pertambangan dan pengelolaan sumber daya untuk memitigasi dampak lingkungan dan memastikan ketersediaan mineral dalam jangka panjang bagi generasi mendatang.Polusi masih menjadi masalah besar di bumi kita. Polusi udara, air, dan tanah dari aktivitas industri, pertanian, dan perkotaan menyebabkan masalah kesehatan dan kerusakan ekosistem, sehingga berkontribusi terhadap perubahan iklim.Rachel Carson membahas dampak polusi kimia terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat secara luas, khususnya berfokus pada meluasnya penggunaan pestisida. Carson mendokumentasikan bagaimana pestisida, khususnya DDT, menyebabkan kerugian besar terhadap satwa liar, khususnya burung. DDT terakumulasi dalam rantai makanan, menyebabkan penipisan kulit telur dan kegagalan reproduksi pada burung seperti elang dan falkon. Carson juga menyampaikan kekhawatirannya mengenai potensi risiko kesehatan yang ditimbulkan oleh residu pestisida dalam makanan dan air. Ia menunjukkan kurangnya pemahaman tentang dampak jangka panjang dari paparan bahan kimia ini terhadap kesehatan manusia, dan menyoroti perlunya lebih banyak penelitian dan kehati-hatian dalam penggunaannya.Carson membahas bagaimana bahan kimia seperti DDT bertahan di lingkungan lama setelah penggunaan awalnya. Persistensi ini menyebabkan bioakumulasi pada organisme dan biomagnifikasi dalam rantai makanan, yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat trofik yang lebih tinggi, termasuk manusia.Perubahan Iklim tetap menjadi problema ngetren di jagat pertiwi kita. Pembakaran bahan bakar fosil dan penggundulan hutan meningkatkan emisi gas rumah kaca, menyebabkan pemanasan global, perubahan pola cuaca, kenaikan permukaan laut, dan lebih seringnya bencana alam yang parah.David Wallace-Wells membahas beberapa pengaruh akibat bencana perubahan iklim jika tren yang ada saat ini terus berlanjut. Meningkatnya suhu menyebabkan gelombang panas yang mematikan, khususnya mempengaruhi populasi rentan di daerah perkotaan. Mencairnya lapisan es dan gletser berkontribusi terhadap naiknya permukaan air laut, mengancam kota-kota dan masyarakat pesisir dengan banjir. Gangguan pada pertanian akibat perubahan suhu dan pola curah hujan menyebabkan kelangkaan pangan dan kekurangan air.Hilangnya keanekaragaman hayati dan gangguan ekosistem akibat hilangnya habitat, mempengaruhi kelangsungan hidup spesies dan jasa ekosistem. Peningkatan penyerapan CO2 oleh lautan menyebabkan pengasaman, yang membahayakan kehidupan laut dan ekosistem yang bergantung pada terumbu karang. Intensifikasi badai, siklon, dan peristiwa cuaca ekstrem lainnya, menyebabkan kerusakan dan pengungsian yang meluas. Penyebaran penyakit, memburuknya kualitas udara, dan peningkatan risiko penyakit pernafasan akibat faktor terkait iklim. Wallace-Wells memberikan gambaran nyata tentang dunia dimana dampak-dampak ini saling berhubungan dan saling berinteraksi, sehingga memunculkan tantangan yang berati bagi masyarakat dan ekosistem secara global.Keamanan Energi juga merupakan bagian dari permasalahan dunia kita. Ketergantungan pada bahan bakar fosil menimbulkan tantangan bagi keamanan dan keberlangsungan energi. Ada kebutuhan agar beralih ke sumber energi terbarukan guna mengurangi dampak lingkungan dan memastikan ketersediaan energi jangka panjang.Daniel Yergin mengeksplorasi bagaimana akses dan kontrol terhadap sumber daya energi secara historis menjadi faktor penting dalam geopolitik global. Sumber daya energi, khususnya minyak dan gas alam, sangat penting bagi pembangunan ekonomi dan keamanan nasional. Negara-negara yang memiliki cadangan energi yang besar atau jalur pasokan yang aman, kerap mempunyai pengaruh geopolitik. Ketegangan geopolitik, konflik, dan gangguan pasokan energi dapat berimplikasi global yang besar, mempengaruhi perekonomian, stabilitas politik, dan hubungan internasional. Negara-negara sering menggunakan energi sebagai alat diplomasi dan pengaruh, membentuk aliansi atau menjatuhkan sanksi berdasarkan kebijakan energi dan akses sumber daya. Keterhubungan pasar energi global bermakna bahwa gangguan di satu kawasan dapat berdampak pada harga dan ketersediaan energi di seluruh dunia, sehingga menyoroti interaksi yang kompleks antara keamanan energi dan stabilitas global.Bahan bakar fosil sangat penting dalam memenuhi permintaan energi yang terus meningkat dalam industrialisasi, transportasi, dan pembangkit listrik di seluruh dunia. Yergin menguraikan tantangan yang ditimbulkan oleh ketergantungan pada bahan bakar fosil, termasuk kekhawatiran terhadap keamanan energi, ketegangan geopolitik terkait akses sumber daya, dan dampak lingkungan seperti polusi udara dan emisi gas rumah kaca.Ia membahas kemunculan dan semakin pentingnya sumber energi terbarukan seperti angin, matahari, pembangkit listrik tenaga air, biomassa, dan energi panas bumi. Sumber energi terbarukan menawarkan pilihan diversifikasi bauran energi global, mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang jumlahnya terbatas, dan meningkatkan ketahanan energi. Ia mengeksplorasi manfaat energi terbarukan bagi lingkungan, termasuk pengurangan emisi gas rumah kaca, peningkatan kualitas udara, dan mitigasi dampak perubahan iklim ketimbang pembangkit energi berbasis bahan bakar fosil.Kebijakan sering bertujuan meningkatkan ketahanan energi dengan mendiversifikasi sumber energi, memastikan rantai pasokan yang stabil, dan mengurangi ketergantungan pada wilayah yang secara politik tidak stabil atau pasar energi yang bergejolak. Pemerintah kerap memberikan insentif dan mendorong penerapan energi terbarukan melalui subsidi, insentif pajak, feed-in tariff, dan mandat peraturan yang bertujuan meningkatkan porsi energi terbarukan dalam bauran energi.Yergin membayangkan perencanaan skenario berbagai kemungkinan masa depan sistem energi global. Hal ini melibatkan pertimbangan berbagai kombinasi faktor seperti kemajuan teknologi, keputusan kebijakan, perkembangan ekonomi, dan preferensi masyarakat. Ia mengeksplorasi bagaimana berbagai skenario energi dapat berdampak pada perekonomian global, termasuk tren investasi pada infrastruktur energi, penciptaan lapangan kerja di sektor energi terbarukan, dan pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh teknologi energi ramah lingkungan.Boleh dikata bahwa Pengelolaan Sampah merupakan masalah besar di mayapada kita. Meningkatnya jumlah sampah, khususnya polusi plastik, membebani sistem pengelolaan sampah, mencemari lautan, dan merugikan satwa liar.Susan Freinkel mengeksplorasi sejarah, sains, dan dampak plastik terhadap lingkungan. Freinkel menyoroti bagaimana plastik telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan modern, sekaligus merinci dampaknya terhadap lingkungan. Banyak barang plastik yang tak dibuang dengan benar dan berakhir menjadi sampah. Sampah ini dapat terbawa angin dan hujan ke saluran air dan akhirnya sampai ke laut. Limpasan air hujan dari daerah perkotaan kerap membawa sampah plastik dari jalan-jalan dan tempat pembuangan sampah ke sungai, yang kemudian mengangkut sampah tersebut ke perairan yang lebih besar. Jaring ikan, tali, dan bahan plastik lainnya dari kapal dan operasi penangkapan ikan berkontribusi terhadap polusi plastik di lautan ketika hilang atau dibuang ke laut. Partikel plastik berukuran kecil, seperti microbeads dari produk perawatan pribadi dan serat pakaian sintetis, dapat melewati instalasi pengolahan air limbah dan masuk ke sungai dan lautan. Plastik di tempat pembuangan sampah dapat terurai menjadi potongan-potongan kecil, yang kemudian dapat larut ke dalam tanah dan air tanah, hingga akhirnya mencapai badan air. Kawasan pesisir dan tempat rekreasi acapkali berkonsentrasi sampah plastik yang tinggi karena aktivitas manusia dan infrastruktur pengelolaan sampah yang tak memadai.Banyak hewan laut, termasuk ikan, penyu, dan burung, salah mengira sampah plastik sebagai makanan. Misalnya, penyu sering salah mengira kantong plastik sebagai ubur-ubur. Plastik yang tertelan dapat menyebabkan penyumbatan pada sistem pencernaan hewan, menyebabkan malnutrisi, kelaparan, dan terkadang kematian. Plastik dapat menyerap dan memusatkan bahan kimia berbahaya dari lingkungan. Ketika satwa menelan plastik ini, bahan kimia beracun dapat masuk ke dalam tubuhnya dan menyebabkan berbagai masalah kesehatan. Margasatwa dapat terjerat dalam sampah plastik seperti jaring ikan, cincin six-pack, dan barang-barang bekas lainnya. Keterikatan ini dapat menyebabkan cedera yang akut, semisal terpotong, tercekik, dan gangguan pergerakan. Satwa yang terjerat dapat mengalami kesulitan berenang, terbang, atau bergerak secara efektif, sehingga lebih sulit baginya menemukan makanan, melarikan diri dari predator, dan berkembang biak. Margasatwa laut yang terjerat dan tak bisa muncul ke permukaan, bisa saja tenggelam. Hal ini sangat berbahaya bagi margasatwa semisal penyu dan mamalia laut yang perlu menghirup udara.Akumulasi sampah plastik dalam jumlah besar dapat mengubah habitat, sehingga berdampak pada organisme yang hidup di sana. Terumbu karang, misalnya, bisa tercekik oleh sampah plastik. Partikel plastik berukuran kecil, atau mikroplastik, dapat tertelan oleh berbagai organisme, memasuki rantai makanan dan berpotensi berdampak pada seluruh ekosistem.Plastik tak mahal diproduksi, menjadikannya pilihan yang hemat biaya bagi produsen dan konsumen. Biaya rendah ini mendorong produksi dan konsumsi barang-barang sekali pakai dan langsung dibuang, seperti kemasan, perkakas, dan tas. Sifat plastik yang ringan dan tahan lama menjadikannya sangat nyaman bagi penggunaan sehari-hari. Plastik sekali pakai sangat populer karena mudah digunakan dan dibuang, memenuhi gaya hidup masyarakat modern yang serba cepat dan sering bepergian. Kemampuan memproduksi barang-barang plastik secara massal dengan cepat dan murah telah menyebabkan melimpahnya produk plastik. Produksi berlebih ini menghasilkan budaya sekali pakai, dimana barang hanya digunakan sebentar lalu dibuang.Pemasaran produk plastik sebagai produk yang nyaman, sehat, dan modern telah memainkan peran penting dalam membentuk perilaku konsumen. Iklan mempromosikan kemudahan dan kenyamanan penggunaan plastik sekali pakai, sehingga memperkuat pola pikir membuang plastik. Ketersediaan dan rendahnya harga barang-barang plastik baru mengurangi insentif bagi konsumen menggunakannya kembali atau mendaur ulang. Sebaliknya, seringkali lebih mudah dan murah mengganti barang dengan yang baru. Munculnya kemasan plastik telah merevolusi cara produk dijual dan dikonsumsi. Kemasan sekali pakai, khususnya di industri makanan dan minuman, telah menjadi hal yang lumrah dan berkontribusi terhadap sampah plastik.Freinkel berpendapat bahwa budaya membuang sampah plastik telah menimbulkan beban lingkungan, dengan banyaknya sampah plastik yang terakumulasi di tempat pembuangan sampah, lautan, dan bentang alam. Kenyamanan dan keterjangkauan plastik menjadikannya sangat diperlukan dalam kehidupan modern, namun kualitas yang sama juga telah mendorong pola konsumsi yang tak berkelanjutan.Freinkel membahas beberapa solusi dan kebijakan potensial dalam mengatasi krisis polusi plastik dan mengurangi produksi dan konsumsi plastik termasuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak polusi plastik terhadap lingkungan dan mendorong praktik konsumsi dan pembuangan yang bertanggungjawab; mempromosikan prinsip-prinsip mengurangi penggunaan plastik, menggunakan kembali barang-barang bila memungkinkan, dan mendaur ulang dengan benar; mendorong pengembangan dan penggunaan plastik biodegradable dan kompos yang dapat terurai secara alami di lingkungan; mempromosikan penggunaan plastik biodegradable dalam industri dan konsumen.Berinvestasi pada infrastruktur dan teknologi daur ulang yang lebih baik guna meningkatkan efisiensi dan efektivitas program daur ulang juga direkomendasikan; menerapkan larangan atau pembatasan terhadap barang-barang plastik sekali pakai tertentu, seperti kantong plastik, sedotan, dan peralatan makan; menerapkan pajak atau retribusi terhadap plastik sekali pakai untuk mencegah penggunaan plastik sekali pakai dan mendorong pengembangan alternatif lain; dan bertukar pengetahuan dan praktik terbaik dengan negara lain untuk menerapkan strategi dan kebijakan yang sukses.Eksploitasi sumber daya alam dapat menyebabkan degradasi lingkungan, hilangnya keanekaragaman hayati, dan polusi, jika tak dikelola dengan baik. Ketergantungan pada ekspor sumber daya alam dapat menjadikan perekonomian rentan terhadap fluktuasi pasar. Misalnya, negara-negara yang bergantung pada minyak kerap menderita kerugian secara ekonomi manakala harga minyak global turun.Dengan menggunakan kekayaan minyaknya secara efektif melalui dana kekayaan negara, Norwegia memastikan stabilitas ekonomi dan standar hidup yang tinggi. Kaya akan mineral, kayu, dan air tawar, Kanada memiliki perekonomian yang terdiversifikasi yang didukung oleh sumber daya ini. Kekayaan mineral Australia yang melimpah, termasuk bijih besi, batu bara, dan emas, memberikan kontribusi besar terhadap kekuatan ekonominya. Negara-negara ini merupakan contoh negara-negara yang telah meleverage sumber daya alamnya.Sumber daya alam merupakan landasan negara atau bangsa yang bagas, memberikan manfaat ekonomi, keunggulan strategis, dan potensi kekuatan geopolitik. Akan tetapi, pengelolaannya yang efektif dan terus-menerus amatlah penting guna memastikan kemakmuran jangka panjang dan memitigasi risiko terkait. Memaksimalkan pemanfaatan sumber daya alam memerlukan pendekatan komprehensif yang menyeimbangkan pembangunan ekonomi, kelestarian lingkungan, dan social well-being.Kita masih teruskan bincang kita pada episode berikut, biidznillah."Dan Seruni pun bersenandung,Take me back, back to the mountainside[Bawalah daku kembali, balik ke lereng gunung]Under the Northern Lights, chasing the stars[Dibawah cahaya kutub Aurora, mengejar kartika]Take me back, back to the mountainside[Bawalah daku kembali, balik ke lereng gunung]When we were full of life, back to the start[Selagi kita masih bergairah, balik ke awal]And we both know that[Dan kita berdua tahu bahwa]This is not the world we had in mind *)[Ini bukanlah dunia yang kita bayangkan]
Kutipan & Rujukan:
- Giulio Boccaletti, Water: A Biography, 2021, Pantheon Books
- Peter Wohlleben, The Hidden Life of Trees: What They Feel, How They Communicate, 2016, Greystone Books
- Elizabeth Kolbert, The Sixth Extinction: An Unnatural History, 2014, Henry Holt and Company
- David R. Montgomery, Growing a Revolution: Bringing Our Soil Back to Life, 2017, W. W. Norton
- Charles Clover, The End of the Line: How Overfishing Is Changing the World and What We Eat, 2008, University of California
- Stefano B. Longo, Rebecca Clausen & Brett Clark, The Tragedy of the Commodity: Oceans, Fisheries, and Aquaculture, 2015, Rutgers University Press
- Ugo Bardi, Extracted: How the Quest for Mineral Wealth Is Plundering the Planet, 2014, Chelsea Green Publishing
- Rachel Carson, Silent Spring, 1962, The Riverside Press
- David Wallace-Wells, The Uninhabitable Earth: Life After Warming, 2019, Tim Duggan Books
- Daniel Yergin, The Quest: Energy, Security, and the Remaking of the Modern World, 2011, Penguin Press
- Susan Freinkel, Plastic: A Toxic Love Story, 2011, Houghton Mifflin Harcourt
*) "Different World" karya Alan Olav Walker, Fredrik Borch Olsen, Gunnar Greve, Hu Mengzhou, James Daniel Njie Eriksen, Kenneth Nilsen, Magnus Bertelsen & Sara Hjellstrom