Jumat, 26 Juli 2024

Ocehan Seruni (28)

"Dahulu kala di kota Ngastinapolis yang ramai, hiduplah seorang birokrat yang bermaksud baik tapi sering kelabakan, bernama Dursasana. Gelar resminya? Otoritas Pemegang Kuota, meskipun kebanyakan orang memberinya julukan Ingglisy keren 'That Guy Who Can’t Find His Car Keys.'
Pernah, Dursasana mengungkap rencana besarnya: mengatur pengeras suara masjid. 'Kontrol volume!' serunya. 'Gak ada lagi khotbah yang keluar jendela atau yang manggil alien!'
Para khalayak nyindir, 'Pengaturan volume Dursasana: mengubah muazin jadi artis ASMR!'
Dursasana memutuskan menyebarkan niat baik dengan mengirimkan 6 ucapan kepada semua orang. Ia mengucapkan salam 6 agama. Para tetua Pandawa mengangkat alis. 'Dursasana, kawanku,' kata mereka, 'Itu seperti mengucapkan 'Selamat Hanukkah' di bulan Ramadan.'
Tanpa gentar, Dursasana menjawab, "Yang penting kebhinnekaan! NKRI harga mati! Mari kita semua bergandengan-tangan, lalu dansa cha-cha-cha!"
Dursasana duduk di kantornya yang berantakan, dikelilingi tumpukan dokumen. Pekerjaannya? Mengelola ibadah haji yang sakral. Namun, alih-alih mengalokasikan kuota dengan cermat, ia malah bermain 'Quota Bingo.' 'Loe dapet kuota! Loe juga! Pokoke entuk kuota kabyeh!' kata doi ngebayangin dirinya bak Lee Min Ho yang ganteng dan tampan.
Para khalayak berbisik, 'Dursasana memperlakukan kuota haji seperti prasmanan—tumpuk tinggi-tinggi, dan biarkan para jemaah sendiri yang memilahnya!'
Pada suatu pagi yang cerah, Dursasana melompat ke mobil dinasnya, tanpa menyadari aturan jalur busway. Saat ia melaju di jalur terlarang, bus membunyikan klakson, penumpang mengerutkan kening, dan polisi lalulintas menepuk jidat. 'Gini guys!' kata Dursasana, 'Gua kaan cuma ngelewatin 'Jalur Ekspres Menteri'!'
Para khalayak geleng-geleng kepala. 'Dursasana mengira dirinya reinkarnasi spiritual Speedy Gonzales. Namun sayang, doi cuman seorang birokrat panik, yang tampak terburu-buru tapi gak kemana-mana.'
Max Weber, sosiolog terkemuka, memandang birokrasi sebagai cara yang rasional dan efisien dalam mengatur aktivitas manusia. Idealnya, birokrasi beroperasi berdasarkan aturan dan prosedur, bukan berdasarkan hubungan pribadi atau koneksi politik. Esensinya, birokrat itu tulangpunggung sistem administrasi, yang memastikan bahwa layanan diberikan dan kebijakan dilaksanakan secara efisien. Mereka menjalankan peraturan dan prosedur yang rumit guna menjaga ketertiban dan fungsionalitas dalam masyarakat.
Begitulah, Dursasana menjalani hari-harinya dengan tertatih-tatih. Meninggalkan jejak para jemaah yang kebingungan karena tenda-tenda melebihi kapasitas, para jemaah tidur di koridor tenda, AC gak nyala, antrean di toilet makan waktu 2 jam, dan fasilitas yang gak ramah buat para lansia. Saat matahari terbenam di atas Ngastinapolis, doi menatap cakrawala dan berbisik, 'Mungkin lain kali, gua maen Sudoku aja dah!'"
(Disclaimer: Gak ada birokrat yang dirugikan selama satire ini dibuat. Segala kemiripan dengan para birokrat di dunia nyata, murni bertepatan b'lakah)

"Coba imajinasikan, dunia bisnis sebagai kota yang ramai. Di kota ini, regulasi bisnis ibarat lampu lalulintas dan rambu jalan yang mengatur arus kendaraan. Tanpa rambu-rambu ini, jalanan bakalan kacau, mobil saling-tabrakan, pejalan kaki dalam bahaya, dan tak ada jalur yang jelas dilalui," Seruni melanjutkan pembicaraan sebelumnya sambil melihat poster The Joker yang mengangkat kedua lengannya di atas tangga di sudut Kota Gotham. 'Gotham' bermakna 'Kota Kambing' dalam Ingglisy lawas, yang berasal dari kata 'gāt' (kambing) dan 'hām' (tempat tinggal). Julukan ini sebenarnya untuk Kota New York yang berasal dari awal abad ke-19. Pertamakali digunakan oleh penulis Washington Irving pada tahun 1807 dalam terbitan satire berkalanya, Salmagund. Irving meminjam nama tersebut dari sebuah desa di Inggris bernama Gotham, yang dikenal pada abad pertengahan sebagai tempat tinggal bagi 'simple-minded fools'. Julukan ini kemudian dipopulerkan oleh komik Batman, dimana Kota Gotham merupakan kampung halaman fiksi Batman. Bukankah menarik bagaimana julukan dengan asal usul yang unik seperti itu jadi sangat ikonik?

"Sama seperti lampu lalulintas yang memastikan bahwa setiap orang tahu kapan harus berhenti, jalan, dan mengalah, regulasi bisnis menyediakan aturan dan pedoman yang harus dipatuhi oleh perusahaan. Aturan tersebut membantu menjaga ketertiban, melindungi konsumen, memastikan persaingan yang wajar, dan mencegah praktik yang tak beretika. Tanpa peraturan ini, bisnis akan terjerumus ke dalam praktik yang dapat merugikan ekonomi, lingkungan, atau masyarakat luas.
Di kota ini, kerangka hukum dan regulasi merupakan para perencana kota dan petugas penegak hukum. Mereka merancang aturan, menegakkannya, dan memastikan bahwa setiap orang mematuhinya agar kota tetap berjalan lancar. Regulasi bisnis merupakan bagian penting dari kerangka ini, yang memastikan bahwa ekonomi kota berkembang pesat sekaligus melindungi warganya.

Ibarat lampu lalulintas yang diperlukan agar kota aman dan efisien, regulasi bisnis juga penting bagi lingkungan bisnis yang gemah ripah loh jinawi. Bergantung pada industrinya, bisnis akan memerlukan lisensi dan izin khusus agar dapat beroperasi secara legal. Ia dapat mencakup izin bersih dan sehat untuk restoran atau lisensi profesional bagi perdagangan tertentu. Bisnis hendaklah mematuhi berbagai aturan pajak, termasuk pajak penghasilan, pajak penjualan, dan payroll tax. Regulasi-regulasi ini memastikan bahwa bisnis memberikan kontribusi yang wajar terhadap pendapatan pemerintah.
Aturan ketenagakerjaan dan perburuhan merupakan salah satu peraturan bisnis yang seringkali harus dipatuhi oleh perusahaan. Aturan-aturan ini mencakup upah minimum, jam kerja, keselamatan tempat kerja, dan kebijakan antidiskriminasi. Aturan ini dirancang melindungi hak-hak pekerja dan memastikan perlakuan yang wajar di tempat kerja. Bisnis harus mematuhi standar yang ditetapkan oleh organisasi seperti OSHA (Occupational Safety and Health Administration) guna memastikan kondisi kerja yang aman bagi karyawan.
Aturan-aturan perlindungan konsumen memastikan bahwa bisnis menyediakan produk dan layanan yang aman, dan bahwa mereka tak terlibat dalam iklan yang menipu atau praktik yang tak wajar. Aturan-aturan Antimonopoli mencegah monopoli dan mendorong persaingan, memastikan bahwa tiada satu perusahaan pun yang dapat mendominasi pasar dan merugikan konsumen. Perusahaan harus menaati aturan yang terkait dengan regulasi privasi bahwa bisnis harus melindungi data pelanggan dan mematuhi aturan semisal GDPR (General Data Protection Regulation) di Eropa atau CCPA (California Consumer Privacy Act) di AS guna memastikan privasi dan keamanan data. GDPR bertujuan melindungi privasi dan data pribadi individu di UE. GDPR menetapkan pedoman ketat tentang cara bisnis mengumpulkan, menyimpan, dan memproses data pribadi. Bisnis harus memperoleh persetujuan yang jelas dan eksplisit dari individu sebelum mengumpulkan data mereka. Perusahaan yang menangani sejumlah besar data pribadi harus menunjuk seorang Data Protection Officer (DPO) untuk mengawasi kepatuhan. Individu berhak mengakses datanya dan mengetahui bagaimana data tersebut digunakan. Dikenal juga sebagai 'the right to be forgotten (hak untuk dilupakan)', individu dapat meminta penghapusan data mereka dalam kondisi tertentu. Perusahaan harus memberitahu pihak berwenang dan individu yang terdampak dalam waktu 72 jam seusai menemukan pelanggaran data.
GDPR berpengaruh signifikan pada bisnis di seluruh dunia, tak semata di UE. Perusahaan yang tak dapat mematuhi aturan tersebut, dapat menghadapi denda yang besar, hingga 4% dari omzet global tahunan mereka atau €20 juta, mana yang lebih tinggi. Peraturan ini menjadi contoh kuat tentang bagaimana regulasi bisnis dapat melindungi hak individu dan memastikan bahwa perusahaan menangani data secara bertanggungjawab. Hal ini juga menyoroti jangkauan global dari regulasi tersebut, karena bisnis di luar UE harus mematuhinya jika mereka memproses data warga negara UE.
Pula, perusahaaan harus mematuhi aturan lingkungan hidup yakni pengendalian polusi, pengelolaan limbah, dan penggunaan sumber daya alam. Aturan-aturan ini bertujuan meminimalkan dampak lingkungan dari kegiatan bisnis.
Aturan-aturan ini ibarat aturan-main, yang memastikan bahwa setiap orang bermain secara wajar dan aman. Aturan ini membantu membangun lingkungan bisnis yang seimbang dan beretika, serta melindungi pelaku bisnis dan konsumen.

Regulasi merupakan perhatian utama bagi industri, konsumen, warga negara, dan pemerintah. Regulasi bisnis merupakan komponen penting dari kerangka hukum dan regulasi karena menetapkan aturan dan pedoman yang menjadi dasar bagi bisnis untuk beroperasi. Regulasi menyediakan lingkungan yang stabil dan dapat diprediksi bagi bisnis. Stabilitas ini penting bagi perencanaan dan investasi jangka panjang. Tatatertib yang jelas membantu bisnis memahami hak dan kewajiban mereka, mengurangi ketidakpastian, dan meningkatkan kepercayaan di antara investor dan pemangku kepentingan.
Regulasi bisnis memastikan bahwa konsumen terlindungi dari praktik yang tidak wajar, penipuan, dan produk yang tidak aman. Ini termasuk regulasi tentang keamanan produk, standar periklanan, dan hak konsumen. Melindungi konsumen membantu membangun kepercayaan di pasar, yang sangat penting bagi kelancaran fungsi ekonomi.

Regulasi menetapkan standar minimum praktik ketenagakerjaan, termasuk upah, kondisi kerja, dan hak pekerja. Hal ini melindungi pekerja dari eksploitasi dan memastikan pasar tenaga kerja yang fair. Memastikan praktik ketenagakerjaan yang wajar berkontribusi pada stabilitas sosial dan kesehatan ekonomi secara keseluruhan. Regulasi-regulasi tentang tatakelola perusahaan memastikan bahwa perusahaan dikelola secara bertanggungjawab dan transparan. Ini termasuk tatatertib tentang laporan keuangan, pengungkapan, dan akuntabilitas eksekutif perusahaan. Good corporate governance (tatakelola perusahaan yang baik) meningkatkan kepercayaan investor dan mengurangi risiko skandal perusahaan dan krisis keuangan.
Robert Baldwin, Martin Cave, dan Martin Lodge secara luas mendefinisikan regulasi sebagai kontrol terus-menerus dan terfokus, yang dilakukan oleh badan publik atas aktivitas yang dinilai oleh masyarakat. Regulasi melibatkan tindakan pengawasan yang tiada henti, bukan intervensi satu kali atau ad-hoc; terarah dan spesifik, yang menangani aktivitas atau perilaku tertentu; biasanya dilakukan oleh badan pemerintah atau publik, meskipun dapat pula mengikutkan organisasi swasta atau nonpemerintah dalam konteks tertemtu; dan berkaitan dengan aktivitas yang punya kepentingan atau nilai berarti bagi masyarakat, semisal kesehatan publik, keselamatan, perlindungan lingkungan, dan stabilitas ekonomi.
Mereka berpendapat bahwa regulasi yang baik, berhasil mencapai tujuan yang diinginkan dan secara efektif mengatasi masalah atau isu yang hendak diatasi. Regulasi yang baik mencapai tujuannya dengan biaya serendah mungkin, meminimalkan beban pada bisnis dan masyarakat. Regulasi menggunakan sumber daya regulasi secara efisien dan menghindari kerumitan yang tak perlu.

Regulasi yang baik, jelas dan dapat dipahami oleh mereka yang tunduk padanya dan yang menegakkannya. Proses regulasi bersifat terbuka dan transparan, memungkinkan para pemangku kepentingan memahami bagaimana keputusan dibuat dan memberikan masukan. Badan dan pejabat regulasi bertanggungjawab atas tindakan dan keputusan mereka. Ada mekanisme yang berlaku untuk meninjau dan mengawasi tindakan regulasi guna memastikan bahwa tindakan tersebut memenuhi standar tatakelola yang baik.
Regulasi yang baik, proporsional dengan risiko atau masalah yang ditanganinya, sehingga terhindar dari regulasi yang berlebihan atau kurang terregulasi. Regulasi yang baik, menyeimbangkan manfaat regulasi dengan biaya dan dampak negatif yang mungkin terjadi. Regulasi yang baik, fleksibel dan adaptif terhadap perubahan keadaan, sehingga memungkinkan inovasi dan penyesuaian sebagai respons terhadap informasi atau kondisi baru. Regulasi yang baik, menggunakan pendekatan berbasis risiko, dengan memfokuskan upaya regulasi terhadap hal-hal yang amat dibutuhkan.
Regulasi yang baik, konsisten dan dapat diprediksi, sehingga memberikan kepastian bagi bisnis dan individu tentang persyaratan regulasi. Regulasi yang baik, menerapkan aturan dan standar secara adil dan setara di antara berbagai pemangku kepentingan. Regulasi yang baik melibatkan partisipasi yang berarti dari para pemangku kepentingan, termasuk bisnis, masyarakat sipil, dan publik, dalam proses regulasi. Ada peluang konsultasi dan umpan balik selama pengembangan dan implementasi regulasi.

Regulasi mencegah monopoli dan mendorong persaingan yang wajar. Regulasi ini termasuk undang-undang antimonopoli, kebijakan persaingan, dan regulasi yang mencegah praktik antipersaingan. Persaingan yang wajar mendorong inovasi, efisiensi, dan produk serta layanan yang lebih baik bagi konsumen.
Regulasi lingkungan memastikan bahwa bisnis beroperasi dengan cara yang meminimalkan kerusakan lingkungan. Ini termasuk undang-undang tentang pengendalian polusi, pengelolaan limbah, dan praktik berkelanjutan. Melindungi lingkungan sangat penting bagi keberlangsungan jangka panjang dan well-being generasi mendatang.
Regulasi menetapkan standar minimum bagi praktik ketenagakerjaan, termasuk upah, kondisi kerja, dan hak pekerja. Ia melindungi pekerja dari eksploitasi dan memastikan pasar tenaga kerja yang wajar. Memastikan praktik ketenagakerjaan yang wajar berkontribusi pada stabilitas sosial dan kesehatan ekonomi secara keseluruhan.
Regulasi tentang tatakelola perusahaan memastikan bahwa perusahaan dikelola secara bertanggungjawab dan transparan. Ia termasuk aturan tentang pelaporan keuangan, pengungkapan, dan akuntabilitas eksekutif perusahaan. Tatakelola perusahaan yang baik meningkatkan kepercayaan investor dan mengurangi risiko skandal perusahaan dan krisis keuangan.
Regulasi bisnis yang efektif dapat mendorong pembangunan ekonomi dengan membangun lingkungan bisnis yang menguntungkan. Regulasi ini termasuk prosedur yang disederhanakan guna memulai dan menjalankan bisnis, perlindungan hak kekayaan intelektual, dan mekanisme penyelesaian sengketa yang efisien. Lingkungan bisnis yang diatur dengan baik menarik investasi domestik dan asing, memacu pertumbuhan ekonomi.
Regulasi bisnis kerap memasukkan unsur tanggungjawab sosial perusahaan (corporate social responsibility, CSR), yang mendorong bisnis bertindak secara etis dan berkontribusi pada tujuan sosial. Regulasi di bidang-bidang semisal kesehatan dan keselamatan, pengembangan masyarakat, dan praktik bisnis yang etis memastikan bahwa bisnis berkontribusi positif terhadap masyarakat.

Rachel Augustine Potter mengeksplorasi bagaimana birokrat berperan dalam perilaku strategis dalam mempengaruhi hasil kebijakan. Potter berpendapat bahwa para birokrat, yang sering dianggap sebagai pelaksana kebijakan yang netral, memainkan peran penting dalam membentuk kebijakan melalui cara-cara prosedural. Potter memperkenalkan konsep 'politik prosedural', dimana para birokrat menggunakan keahlian prosedural mereka, membentuk hasil kebijakan. Cara ini memerlukan taktik semisal memanipulasi jadwal, menggunakan bahasa teknis, dan memanfaatkan aturan prosedural demi keuntungan mereka. Potter menggambarkan para birokrat sebagai aktor strategis yang dimotivasi oleh preferensi dan tujuan mereka sendiri. Mereka menggunakan pengetahuan prosedural mereka, menavigasi dan mempengaruhi proses kebijakan. Birokrat punya pengetahuan mendalam tentang aturan dan proses prosedural yang mengatur pembuatan kebijakan. Keahlian ini, memungkinkan mereka menavigasi lanskap administratif yang kompleks secara efektif. Mereka dapat mempercepat atau memperlambat proses pembuatan kebijakan dengan mengelola jadwal secara strategis. Misalnya, mereka dapat mempercepat proses pembuatan aturan guna mendorong kebijakan sebelum oposisi politik dapat memobilisasi, atau menundanya untuk menghindari pengawasan.
Birokrat dapat memilih informasi apa yang akan diungkapkan dan bagaimana menyajikannya. Dengan menyorot data tertentu sambil mengecilkan atau menghilangkan informasi lain, mereka dapat membentuk narasi dan mempengaruhi pengambilan keputusan. Dengan menggunakan aksen khusus dan teknis, birokrat dapat membingkai isu kebijakan dengan cara yang mendukung hasil yang mereka inginkan. Kompleksitas tutur-kata ini, dapat mengaburkan implikasi sebenarnya dari suatu kebijakan, sehingga sulit bagi non-ahli, termasuk politisi dan publik, untuk memahami sepenuhnya.
Birokrat mahir menggunakan aturan prosedural demi keuntungan mereka. Misalnya, mereka akan menggunakan persyaratan prosedural guna menunda atau mencegah perubahan kebijakan yang mereka sukai, atau menerapkan kebijakan baru yang sejalan dengan preferensinya. Penafsiran aturan dan regulasi bisa subjektif. Para birokrat dapat menafsirkan aturan-aturan ini dengan cara yang sejalan dengan tujuan kebijakan mereka, secara efektif membengkokkan aturan agar sesuai dengan hasil yang mereka inginkan. Mereka kerap membangun aliansi dengan pemangku kepentingan lain, termasuk kelompok kepentingan, anggota parlemen, dan lembaga pemerintah lainnya. Aliansi ini dapat memberikan perlindungan dan dukungan politik bagi inisiatif birokrasi. Dengan bekerjasama dengan pemangku kepentingan yang punya kepentingan dalam hasil kebijakan tertentu, birokrat dapat memperoleh dukungan eksternal yang menekan pejabat terpilih mengadopsi atau menolak kebijakan tertentu.

Meskipun keahlian prosedural sangat penting bagi tatakelola yang efektif, manipulasi yang berlebihan dapat merusak akuntabilitas demokrasi. Ketika para birokrat memprioritaskan preferensi mereka sendiri daripada preferensi pejabat terpilih atau publik, hal itu dapat menyebabkan defisit demokrasi. Manuver prosedural sering terjadi di balik layar, jauh dari pengawasan publik. Kurangnya transparansi ini dapat mengikis kepercayaan pada lembaga pemerintah dan menimbulkan pertanyaan tentang legitimasi keputusan kebijakan.
Guna mengurangi akibat negatif politik prosedural, Potter menyarankan reformasi potensial. Cara ini termasuk meningkatkan transparansi dalam proses birokrasi, meningkatkan mekanisme pengawasan, dan memastikan bahwa aturan prosedural diterapkan secara konsisten dan adil. Memperkuat kapasitas pejabat terpilih dalam mengawasi dan mengimbangi kekuatan birokrasi merupakan rekomendasi utama lainnya. Hal ini termasuk pemberian akses yang lebih baik kepada anggota parlemen terhadap keahlian dan sumber daya yang independen.
Potter menggunakan frasa 'Bending the Rules' untuk menggambarkan bagaimana para birokrat menggunakan pengetahuan mereka tentang aturan prosedural dan proses administratif untuk mempengaruhi hasil kebijakan dengan cara yang mungkin tak langsung terlihat oleh publik atau pejabat terpilih. Para birokrat dapat menafsirkan aturan dan regulasi secara fleksibel, menyesuaikannya dengan konteks dengan cara yang memajukan tujuan kebijakan mereka. Caranya dengan penafsiran yang luas atau sempit terhadap pedoman hukum dan prosedural. Mereka dapat menemukan cara inovatif agar mematuhi persyaratan prosedural yang secara teknis mematuhi aturan tetapi mencapai hasil yang tak selalu diharapkan oleh aturan tersebut. Bending the Rules dapat merusak proses demokrasi dengan memungkinkan para birokrat memajukan agenda mereka dengan mengorbankan transparansi dan akuntabilitas. Hal ini dapat menyebabkan kebijakan yang tak mencerminkan keinginan wakil rakyat atau publik.

Para birokrat yang melanggar aturan sering disebut sebagai 'rogue officials (pejabat nakal)' atau 'rule-benders (pembengkok aturan).' Dalam istilah yang lebih berwarna, mereka disebut 'red tape wranglers' atau 'bureaucratic contortionists.' Orang-orang ini menavigasi labirin peraturan dengan fleksibilitas tertentu, terkadang melewati batas-batas yang diperbolehkan.
Negara-negara yang dikenal memiliki birokrasi yang bersih dan efisien acapkali mendapat skor tinggi pada indeks efektivitas pemerintah dan rendah dalam korupsi. Denmark secara konsisten mendapat peringkat tinggi dalam indeks antikorupsi global, yang dikenal dengan sektor publiknya yang transparan dan efisien. Selandia Baru sering disebut sebagai salah satu negara dengan birokrasi yang paling tidak korup, dengan kerangka hukum yang kuat dan budaya akuntabilitasnya. Sektor publik Finlandia dicirikan oleh tingkat transparansi yang tinggi dan tingkat korupsi yang rendah. Singapura dikenal dengan birokrasinya yang efektif dan bebas korupsi, yang merupakan faktor kunci dalam keberhasilan ekonominya. Administrasi publik Swedia dikenal dengan efisiensi dan integritasnya. Negara-negara ini telah menerapkan kerangka hukum yang kokoh, mekanisme pengawasan yang tangguh, dan budaya akuntabilitas yang membantu menjaga integritas birokrasi mereka.

Negara-negara dengan tingkat inefisiensi birokrasi dan korupsi yang tinggi kerapkali berjuang dengan masalah-masalah semisal birokrasi, penyuapan, dan kurangnya transparansi. Venezuela dikenal karena inefisiensi birokrasinya yang parah dan korupsi yang meluas, yang secara signifikan menghambat pembangunan ekonomi dan sosial. Somalia acapkali dianggap sebagai salah satu negara paling korup, dengan struktur birokrasi yang lemah yang berusaha menyediakan layanan dasar. Sudan Selatan menghadapi tantangan yang signifikan dengan korupsi dan inefisiensi birokrasi, yang berdampak pada tatakelola dan pembangunannya. Korea Utara dicirikan oleh sistem birokrasi yang sangat tersentralisasi dan tidak transparan, dengan korupsi yang meluas dan kurangnya transparansi. Haiti berupaya dengan inefisiensi birokrasi dan korupsi, yang menghambat pembangunan dan tatakelolanya.

Beberapa masalah sering tersorot pada birokrat Indonesia, dengan fokus pada inefisiensi, korupsi, dan pengaruh struktural oligarki. Korupsi merupakan masalah yang signifikan dalam birokrasi Indonesia. Ini termasuk penyuapan, nepotisme, dan penyalahgunaan dana publik, termasuk pendukung presiden yang diangkat sebagai komisaris perusahaan milik negara tanpa memperhatikan kompetensi, yang menghambat tatakelola pemerintahan yang efektif dan pemberian layanan publik. Ada keprihatinan bahwa oligarki yang kuat berpengaruh besar terhadap proses birokrasi. Pengaruh ini dapat menyebabkan kebijakan yang lebih memihak pada kepentingan beberapa individu atau kelompok kaya, dibanding masyarakat luas. Beberapa pengamat meyakini bahwa Indonesia sedang mengalami kemunduran demokrasi, sebagian karena inefisiensi birokrasi dan korupsi. Kemunduran ini terlihat dari melemahnya lembaga-lembaga demokrasi dan meningkatnya sentralisasi kekuasaan. Perubahan legislatif baru-baru ini, semisal undang-undang omnibus law yang kontroversial tentang penciptaan lapangan kerja, telah dikritik karena merusak pencapaian hukum dan mengakomodasi kepentingan elit bisnis yang kuat.
Kritik terhadap rancangan peraturan yang mewajibkan seluruh kendaraan bermotor di Indonesia agar diasuransikan—Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengusulkan Program Asuransi Wajib, yang mencakup asuransi tanggungjawab pihak ketiga bagi seluruh kendaraan bermotor—telah memunculkan sejumlah keprihatinan. Sebagian berpendapat bahwa asuransi wajib dapat memberikan beban keuangan tambahan bagi pemilik kendaraan, terutama mereka yang berasal dari kelompok berpenghasilan rendah. Biaya premi asuransi akan sulit ditanggung banyak orang. Ada kekhawatiran tentang aspek praktis penerapan peraturan tersebut. Memastikan kepatuhan di seluruh negeri, terutama di daerah pedesaan, bisa jadi sulit. Kekhawatiran muncul mengenai kapasitas administratif untuk menegakkan peraturan tersebut secara efektif.
Pertanyaan muncul tentang apakah industri asuransi di Indonesia siap menangani peningkatan permintaan yang tiba-tiba. Ada kekhawatiran mengenai kemampuan industri ini menyediakan cakupan yang memadai dan mengelola klaim secara efisien. Mengingat adanya masalah korupsi dalam birokrasi, sejumlah kritikus khawatir bahwa penerapan asuransi wajib dapat menimbulkan peluang baru bagi praktik korupsi, seperti penyuapan, penipuan, atau peraturan tersebut sengaja dirancang untuk menghasilkan keuntungan bagi segelintir orang. Kekhawatiran juga menyoroti perlunya kampanye kesadaran publik yang komprehensif mengedukasi pemilik kendaraan tentang manfaat dan persyaratan peraturan baru tersebut. Tanpa kesadaran yang tepat, kepatuhan mungkin rendah, dan peraturan tersebut dapat menghadapi penolakan. Keprihatinan-keprihatinan ini menunjukkan bahwa meskipun regulasi tersebut bertujuan meningkatkan perlindungan keuangan dan keselamatan di jalan, ada tantangan yang perlu ditangani guna memastikan keberhasilan penerapannya.

Negara-negara yang telah disebutkan tadi, sering menghadapi tantangan berat dalam menerapkan pemerintahan yang efektif dan menyediakan pelayanan publik karena masalah birokrasinya.

Dalam sesi kali ini, kita telah membicarakan sekilas tentang pentingnya regulasi. Kita akan bincang secara ringkas beberapa regulasi, termasuk aturan-aturan ketenagakerjaan, biidznillah."

Seruni pun bersyair,

Dalam gelap yang pekat, mereka menenun rencana,
bengkokin aturan agar sesuai impian.
Dengan senyum licik, memainkan perannya,
Meninggalkan terkoyaknya kepatutan.
Kutipan & Rujukan:
- Robert Baldwin, Martin Cave & Martin Lodge (Eds.), The Oxford Handbook of Regulation, 2010, Oxford University Press
- Rachel Augustine Potter, Bending the Rules: Procedural Politicking in the Bureaucracy, 2019, The University of Chicago