Sabtu, 20 Juli 2024

Ocehan Seruni (24)

"Usai mendengarkan pertimbangan para pembisik, konsultan dan para pemilik surveinya, Petruk, yang mulai semangat dengan tekad barunya, mendekatkan tubuhnya. 'Gareng,' katanya, 'loe ngeremehin kekuatan para elit gua. Mereka bukan sekadar penyihir; mereka itu ahli nujum dengan presentasi PowerPoint. Demokrasi? Itu kata kunci favoritnya, ibarat 'Wi-Fi gratis' di kedai kopi. Dan utang? Mereka mengubahnya jadi layanan berlangganan—'Sign up sekarang buat subscribe paket utang premium! Pinjamannya gak terbatas!' Itu ide pemasaran yang brilian tauk.'
Gareng terkekeh. 'Betul,' katanya, 'tapi loe jangan lupa gerakan khas mereka—'Siklus Pemlintiran.' Mereka ngambil skandal, mencampakkannya ke dalam mesin cuci politik, dan voilĂ ! Narasi yang bersih dan segar. Contohnya, 'Skandal ransomware kaan? Oh ternyata, cuman updating software buat nge-delete data-data tertentu yang disalahpahami.
Puncaknya, hasil pemilu. Tirai diturunkan, lampu diredupkan, dan pemenangnya muncul. Di lorong-lorong pemerintahan yang berliku, tempat bayangan membisikkan rahasia dan gaung kekuasaan bergema, para elitmu bergulat dengan teka-teki Pemilu yang Luber-Jurdil. Akronim samar ini—Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur, dan Adil—memegang kunci kerajaan, namun melodi yang sebenarnya, luput dari mereka—para elitmu bergulat dengan menerka jujur dan adil sebagai kata sifat dan kalimat pasif, bukan kata kerja dan kalimat aktif.
Menurut para begawan—para oracle zaman modern—konsep-konsep ini lebih dari sekadar definisi kamus. Konsepsi ini, kekuatan kosmik yang membentuk takdir bangsa-bangsa. Pertama, ‘bebas’ mengembangkan sayapnya—burung phoenix yang bangkit dari debu konformitas. Ia tak semata tentang mengucapkan apa yang dirimu kehendaki; ia tentang kemerdekaan menjadi diri sendiri dalam kemuliaanmu dengan segala kekurangannya. Rekalah sebuah dunia dimana setiap jiwa bertandak mengikuti iramanya, terbebas dari rasa takut atau norma-norma sosial. Itulah kemerdekaan sejati.
Selanjutnya, ‘fair atau kepantasan’ melangkah ke panggung, bermakna bahwa penyelenggaraan maupun hasilnya dipandang layak diterima oleh semua pihak, laksana berjalan di atas tali yang menyeimbangkan keadilan dan welas-asih. Ia bukan tentang sekadar nyoblos; ia tentang menjaga hati nurani. Bayangkan ruang sidang tempat Dewi Keadilan membetulkan penutup matanya, memastikan bahwa lirikan mata yang tak senonoh pun bakal diajukan ke meja hijau. Kepantasan berbisik, ‘Buah-pikiranmu penting, walaupun gak ngetren di medsos.’
Dan ‘pemilu diimplementasikan secara berkala,’ inilah metronom stabilitas, guna memastikan kekuasaaan tidak 'tend to corrupt'. Ibarat pergeseran jarum jam, ia memastikan bahwa kekuasaan tak berubah menjadi bola perusak. Bayangkanlah pemerintahan itu sebagai simfoni—setiap titinada dimainkan pada waktu yang tepat, setiap klimaks membangun kemajuan. Itulah detak jantung sebuah negara, berdenyut dengan checks and balances.'
Sekejap, Petruk terpana—bukan apa-apa, melainkan beratnya sebuah ikrar yang telah diucapkannya. Ia teringat sebuah janji kepada sang istri, Dewi Prantawati, putri Prabu Sri Batara Kresna, raja yang berkuasa di Kerajaan Dwarawati, dan putra mereka, Bambang Lengkungkusuma. Sang bocah merengek, suaranya sendu, mendesak Petruk mengangkatnya ke strata pembesar, Adipati.
Dan demikianlah, satire ini masih berlanjut. Nantikan di lain waktu metafora yang lebih sumir!"

“Dalam simfoni agung tatakelola pemerintahan, institusi yang tangguh merupakan pilar kokoh yang menopang tinggi bangunan megah sebuah negara atau bangsa. Seumpama pohon ek tua yang berakar dalam di tanah, institusi menyalurkan angin perubahan, memastikan bahwa nada hukum yang harmonis bergema secara konsisten di seluruh negeri. Institusi ini, bagaikan dirigen orkestra yang terampil, mengatur gerakan kemakmuran ekonomi, kohesi sosial, dan keamanan nasional. Komitmennya yang teguh terhadap stabilitas dan kesejahteraan mengubah masyarakat menjadi komposisi yang merdu, dimana setiap warga negara menemukan tempatnya dalam paduan suara kemajuan,” Seruni melantaskan.

"Dari perspektif Pembangunan Ekonomi, peran-peran institusi yang kuat di negara yang kuat meliputi institusi yang dapat diprediksi dan stabil, yang menarik investasi domestik dan asing dengan menyediakan lingkungan yang aman bagi operasi bisnis. Institusi regulasi yang kuat memastikan bahwa pasar beroperasi secara efisien, mendorong pertumbuhan ekonomi. Dari sudut pandang Stabilitas Sosial, institusi yang kuat menyediakan mekanisme penyelesaian konflik secara damai, mengurangi kemungkinan kerusuhan sosial. Institusi yang efektif memastikan penyediaan layanan penting semisal perawatan kesehatan, pendidikan, dan jaminan sosial, meningkatkan stabilitas sosial.
Dari kacamata Stabilitas Politik, institusi yang mendukung proses demokrasi memastikan stabilitas politik melalui pemilihan umum yang adil, supremasi hukum, dan perlindungan kebebasan sipil. Institusi yang kuat mencegah pemusatan kekuasaan dan kecenderungan otoriter dengan memastikan adanya pengawasan dan keseimbangan.
Institusi yang kuat juga berperan dalam Keamanan Nasional. Institusi yang kuat sangat penting bagi pertahanan nasional dan menjaga hukum dan ketertiban internal. Institusi dengan kemampuan manajemen krisis yang tangguh, dapat secara efektif menanggapi keadaan darurat dan bencana. Institusi berperan dalam Kohesi Budaya, memelihara dan menggalakkan pusaka peninggalan budaya, menumbuhkan rasa identitas dan kohesi nasional. Sistem pendidikan dan institusi budaya lainnya membantu mengintegrasikan populasi yang beragam dan mempromosikan keharmonisan sosial.
Ketangguhan institusi merupakan hal mendasar bagi kekuatan dan stabilitas sebuah negara atau bangsa. Institusi-institusi tersebut memastikan penerapan hukum yang konsisten, tatakelola yang efektif, pembangunan ekonomi, stabilitas sosial, dan keamanan nasional, sehingga sangat diperlukan bagi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat secara keseluruhan. Contohnya: pengadilan yang independen dan tak memihak, yang menegakkan 'the rule of law' dan melindungi hak-hak warga negara; Parlemen atau kongres yang efektif, yang mewakili masyarakat dan membuat undang-undang yang seimbang; Badan-badan yang mengawasi industri, memastikan praktik yang adil dan melindungi kepentingan publik; Institusi-institusi yang efisien, menyediakan layanan penting semisal perawatan kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur; dan sistem keuangan yang stabil dan transparan yang mendukung pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.

Tom Bingham merujuk the rule of law atau supremasi hukum sebagai gagasan bahwa semua orang dan institusi, termasuk pemerintah, bertanggungjawab terhadap hukum yang diumumkan secara publik, ditegakkan secara setara, dan diadili secara independen. Supremasi hukum memastikan bahwa tak seorang pun berada di atas hukum dan bahwa hukum berlaku sama bagi seluruh warga negara. Bingham menjabarkan prinsip-prinsip  utama supremasi hukum, semisal kejelasan, stabilitas, dan kewajaran, untuk memahami peran penting pengadilan yang independen dan tak memihak.
Ia menyoroti peran penting berbagai institusi, termasuk pengadilan, badan legislatif, dan badan eksekutif, dalam menegakkan supremasi hukum. Pengadilan memainkan peran penting dalam menafsirkan Konstitusi dan hukum. Mereka memastikan penegakan yang setara dengan mendengarkan keluhan dan menyelesaikan perselisihan. Manakala hak dilanggar, pengadilan meminta pertanggungjawaban pendapat mayoritas dan minoritas.
Badan legislatif (semisal Parlemen Inggris atau DPR di Indonesia) membuat undang-undang. Badan legislatif merupakan majelis yang dipilih secara resmi, yang bertanggungjawab membuat undang-undang. Badan ini beroperasi di berbagai tingkatan, termasuk pemerintah nasional, negara bagian, atau daerah. Legislator (anggota legislatif) berperan dalam tugas-tugas semisal membuat undang-undang baru, mengevaluasi undang-undang yang sudah ada, dan tetap terhubung dengan konstituen. Legislatif membuat undang-undang dengan mengusulkan, memperdebatkan, dan meloloskan undang-undang. Aturan hukum membatasi kekuasaan mereka; mereka harus bertindak sesuai hukum dan dapat dimintai pertanggungjawaban oleh pengadilan. Aturan hukum memastikan bahwa tak seorang pun kebal hukum, termasuk legislator. Legislator hendaknya bertindak sesuai hukum, mematuhi prinsip-prinsip konstitusional dan menghormati hak-hak individu. Jika legislator melanggar hukum atau bertindak melawan hukum, mereka dapat dimintai pertanggungjawaban oleh pengadilan.

Para eksekutif merumuskan dan menerapkan kebijakan. Mereka melaksanakan dan menegakkan hukum, memastikan konsistensi dengan prinsip-prinsip hukum. Dalam konteks cabang eksekutif, yang meliputi Presiden, Wakil Presiden, Kabinet, departemen eksekutif, badan independen, dan berbagai dewan dan komisi. Cabang eksekutif memainkan peran kunci dalam membentuk kebijakan. Ia melibatkan pengembangan rencana, strategi, dan pedoman dalam mengatasi berbagai masalah. Kebijakan dapat mencakup bidang-bidang seperti keamanan nasional, pembangunan ekonomi, perawatan kesehatan, pendidikan, dan perlindungan lingkungan. Presiden, bersama dengan penasihat dan pakar, merumuskan kebijakan ini berdasarkan visi, prioritas, dan pertimbangan hukum mereka.
Setelah kebijakan dirumuskan, cabang eksekutif akan melaksanakannya. Ini melibatkan pelaksanaan rencana dan memastikan implementasi praktisnya. Badan dan departemen dalam cabang eksekutif melaksanakan tugas-tugas khusus yang terkait dengan implementasi kebijakan. Misalnya, jika suatu kebijakan bertujuan meningkatkan akses layanan kesehatan, badan-badan terkait akan bekerja menerapkan program, peraturan, dan mekanisme pendanaan.
Badan eksekutif bertanggungjawab menegakkan hukum yang disahkan oleh Kongres (cabang legislatif). Ini termasuk memastikan kepatuhan terhadap undang-undang federal, peraturan, dan perintah eksekutif. Badan menyelidiki pelanggaran, menjatuhkan hukuman, dan mengambil tindakan korektif bila perlu. Saat menerapkan kebijakan dan menegakkan hukum, badan eksekutif harus mematuhi prinsip-prinsip hukum. Prinsip-prinsip ini mencakup hak konstitusional, proses hukum, perlindungan yang sama, dan norma hukum fundamental lainnya. Memastikan konsistensi dengan persyaratan hukum sangat penting dalam mempertahankan sistem yang adil dan bertanggung jawab. Badan eksekutif secara aktif membentuk kebijakan, menerapkannya, dan memastikan bahwa hukum dilaksanakan dengan patuh sambil menegakkan standar hukum.

Dalam kasus Indonesia, berbagai sumber data survei menunjukkan bahwa Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), telah mengalami beberapa kelemahan dan tantangan. DPR dipandang korup oleh rakyat Indonesia. DPR telah lama berjuang melawan dugaan korupsi. Persepsi publik sering mengaitkannya dengan penyuapan, penyalahgunaan dana, dan praktik tak beretika. Upaya meningkatkan transparansi dan akuntabilitas terus berlanjut, tapi kesan itu masih ada.
Proses pengambilan keputusan DPR bisa jadi tak transparan dan otoriter. Keputusan-keputusan penting kerap dibuat oleh kelompok-kelompok kecil dalam komisi-komisi parlemen, tanpa melalui sidang paripurna. Kurangnya transparansi ini dapat menimbulkan kecurigaan adanya favoritisme dan kesepakatan-kesepakatan di balik layar. DPR, sebagai majelis rendah, memegang kekuasaan yang dominan. Namun, dinamika kekuasaan ini memunculkan ketidakseimbangan dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), yang berfungsi sebagai majelis tinggi. DPD punya kewenangan legislatif terbatas, menyebabkan ketegangan antara kedua majelis tersebut.

The Diplomat menyebutkan bahwa lembaga eksekutif Indonesia mengalami sejumlah tantangan dan kelemahan. Mereka berupaya berkompromi dengan politisi korup dan pemimpin yang tak toleran. Pemerintahan mereka telah dikelilingi oleh orang-orang yang kurang berkomitmen pada prinsip-prinsip demokrasi. Polarisasi yang mendalam dipandang sebagai ancaman utama bagi konsolidasi demokrasi Indonesia. Politik uang, pencitraan, pembelian suara, dan isu korupsi yang terus-menerus masih menjadi hambatan dalam mencapai good governance.
Nathan Junino Jahja, Nor Farizal Mohammed dan Norziana Lokman menyampaikan bahwa korupsi di lingkungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia telah membawa keprihatinan. Badan usaha yang didirikan sebagai wahana pertumbuhan ekonomi dan pelayanan publik ini, sayangnya justru menjadi lahan subur bagi berkembang biaknya praktik korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah terlibat aktif dalam mengusut kasus korupsi yang terkait dengan BUMN. Selama kurun waktu 2005 hingga 2019, KPK telah menangani dua puluh satu kasus korupsi yang melibatkan total tiga puluh orang. Khususnya, pada tahun 2020, KPK telah menangani enam kasus korupsi yang khusus melibatkan BUMN. Salah satu penyebab terjadinya korupsi di lingkungan BUMN Indonesia adalah penyalahgunaan dana yang ditujukan untuk investasi dan pembangunan. Korupsi merusak kepercayaan publik terhadap pemerintah dan supremasi hukum, serta menghambat investasi asing. Korupsi juga menghambat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi di Indonesia. Meskipun telah ada langkah-langkah legislatif yang ditujukan untuk memberantas korupsi, penerapannya masih kurang dan tidak efektif, sehingga memerlukan reformasi substansial dalam kerangka tatakelola.
Nardello & Co menyebutkan bahwa badan usaha milik negara (BUMN) di Indonesia telah menghadapi dugaan serius atas korupsi dan salah urus. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meneliti tuduhan biaya pengadaan fiktif yang dibayarkan oleh Telkom Group, sebuah perusahaan telekomunikasi bergengsi. Puluhan juta USD mungkin telah disedot dari anggaran perusahaan. Dugaan korupsi dalam Telkom Group telah menyebabkan kerugian finansial yang signifikan bagi negara. PT Taspen, perusahaan asuransi milik negara yang mengkhususkan diri dalam pensiun pegawai negeri, dicermati karena pengadaan barang dan jasa fiktif. Kasus ini menyoroti kekhawatiran tentang korupsi dalam BUMN. Perusahaan farmasi milik negara PT Indofarma sedang menyelidiki penipuan di salah satu anak perusahaannya. Hampir USD 30 juta hasilnya tak dilaporkan dengan benar. Investigasi ini menggarisbawahi perlunya upaya berkelanjutan dalam memerangi korupsi dan meningkatkan tatakelola BUMN Indonesia.

Christopher May dan Adam Winchester mengeksplorasi konsep multifaset dari aturan hukum, landasan teoritisnya, implikasi praktis, dan tantangan dalam berbagai konteks. Mereka menguraikan prinsip-prinsip inti semisal legalitas, akuntabilitas, kesetaraan di hadapan hukum, pemisahan kekuasaan, dan perlindungan hak-hak fundamental. Mereka juga menyoroti tonggak-tonggak penting semisal Magna Carta, pengembangan konstitusionalisme, dan pembentukan tinjauan yudisial. Mereka menekankan pentingnya independensi yudisial sebagai landasan aturan hukum, yang memungkinkan pengadilan berfungsi bebas dari tekanan dan bias eksternal.
Mereka berpendapat bahwa korupsi dan institusi yang lemah secara signifikan merusak implementasi aturan hukum yang efektif. Korupsi mengikis kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan peradilan, yang mengarah pada persepsi bahwa institusi yang dimaksudkan agar menegakkan aturan hukum telah dikompromikan. Dikala warga negara meyakini bahwa hukum tak diterapkan secara adil atau bahwa hasil hukum dapat dibeli, kemauan mereka mematuhi hukum berkurang.
Korupsi selalu mengakibatkan penegakan hukum yang selektif, dimana mereka yang punya kekuasaan atau uang dapat terhindar dari konsekuensi hukum, sementara yang kurang beruntung menghadapi hukuman yang lebih berat. Populasi yang rentan secara tak proporsional dipengaruhi oleh korupsi, memperburuk kesenjangan sosial dan melestarikan siklus kemiskinan dan ketidakadilan.
Korupsi dapat menyebabkan distorsi kebijakan dan proses legislatif, karena keputusan dibuat berdasarkan keuntungan pribadi dan bukan kepentingan publik. Sumber daya publik dialokasikan secara keliru atau disedot karena praktik korupsi, sehingga mengurangi efektivitas layanan pemerintah dan proyek infrastruktur.
Institusi yang lemah lebih rentan terhadap cawe-cawe politik, yang merusak independensi dan imparsialitas peradilan dan badan hukum lainnya. Aktor politik dapat memanipulasi proses hukum demi keuntungan mereka sendiri, merusak supremasi hukum, dan melestarikan praktik otoriter.
Institusi yang lemah acapkali tak punya mekanisme pengawasan yang kuat, sehingga lebih rentan terhadap praktik korupsi dan mengurangi akuntabilitas. Absennya institusi yang kuat, budaya impunitas dapat berkembang dimana kegiatan korupsi dan ilegal tidak ditindak.
Korupsi dan institusi yang lemah kerapkali membuat lingkaran setan, dimana korupsi semakin melemahkan institusi, dan institusi yang lemah kurang mampu memberantas korupsi. Kombinasi korupsi dan institusi yang lemah menghambat pembangunan ekonomi, menghambat investasi, dan menghambat inovasi dan pertumbuhan. Masalah-masalah ini menimbulkan ancaman signifikan terhadap tatakelola pemerintahan yang demokratis, sebab merusak supremasi hukum, melemahkan pengawasan dan keseimbangan, dan mengikis legitimasi institusi-institusi demokratis.

May dan Winchester berpendapat bahwa cawe-cawe politik dalam proses peradilan dan erosi independensi peradilan merupakan ancaman utama terhadap penerapan efektif supremasi hukum. Cawe-cawe politik dapat menyebabkan keputusan peradilan yang bias, lebih memihak pada kepentingan mereka yang berkuasa daripada memberikan keadilan yang tak memihak. Politisi dapat menggunakan pengaruhnya terhadap hakim agar mencapai hasil yang diinginkan dalam kasus hukum, sehingga mengorbankan keadilan dan kredibilitas proses peradilan. Ketika peradilan dianggap dipengaruhi oleh aktor politik, kepercayaan publik terhadap sistem hukum berkurang. Keputusan peradilan yang dipengaruhi oleh politik dianggap tidak sah, sehingga mengurangi rasa hormat terhadap supremasi hukum dan lembaga hukum.
Cawe-cawe politik melemahkan peran peradilan sebagai pengawas kekuasaan eksekutif dan legislatif, sehingga melemahkan sistem pengawasan dan keseimbangan yang penting bagi demokrasi yang berfungsi. Hal ini menyebabkan sentralisasi kekuasaan di tangan eksekutif atau partai yang berkuasa, sehingga mengikis tatakelola demokrasi.

Proses penunjukan hakim dapat dimanipulasi agar menguntungkan kandidat yang loyal terhadap partai yang berkuasa, sehingga membahayakan independensi peradilan. Para hakim dapat menghadapi ancaman terhadap masa jabatan mereka atau diberhentikan karena keputusan yang tak menguntungkan bagi para pemimpin politik, sehingga melemahkan kemampuan mereka bertindak secara independen. Kontrol atas anggaran peradilan oleh aktor politik dapat digunakan sebagai alat mempengaruhi perilaku peradilan, dengan ancaman pemotongan anggaran jika tak mematuhi. Politisi dapat ikut campur dalam fungsi administratif peradilan, termasuk penugasan kasus dan aturan prosedural, melakukan kontrol atas proses peradilan. Para hakim dapat menghadapi ancaman langsung, intimidasi, atau pelecehan dari aktor politik yang berusaha mempengaruhi keputusan mereka. Reformasi hukum dapat diperkenalkan untuk membatasi independensi peradilan sebagai pembalasan atas putusan yang tak menguntungkan, yang selanjutnya melemahkan peran peradilan. Peradilan yang independen sangat penting bagi perlindungan hak asasi manusia. Intervensi politik seringkali menyebabkan terkikisnya perlindungan ini dan peningkatan pelanggaran hak asasi manusia. Keputusan yang bermotif politik dapat mengakibatkan impunitas atas pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi, yang selanjutnya memperparah masalah sistemik.
Intervensi politik memunculkan ketidakpastian hukum, karena keputusan mungkin didasarkan pada kemanfaatan politik daripada prinsip hukum. Hal ini membuka jalan bagi aturan yang sewenang-wenang, dimana hukum diterapkan secara selektif berdasarkan pertimbangan politik. Investor cenderung tak berinvestasi di negara-negara yang sistem peradilannya dianggap korup atau dipengaruhi secara politik, yang berdampak negatif pada pembangunan ekonomi.

Lingkungan hukum yang stabil dan dapat diprediksi menyediakan kerangka kerja yang memungkinkan bisnis beroperasi dengan percaya diri. Kepastian hukum mengurangi risiko tindakan sewenang-wenang dan memastikan bahwa hukum diterapkan secara konsisten. Investor cenderung lebih berkomitmen mengalokasikan sumberdayanya ke dalam ekonomi yang menjunjung tinggi supremasi hukum, karena mereka dapat mengandalkan penegakan kontrak dan hak milik.
Supremasi hukum memastikan bahwa hak milik dilindungi, yang penting bagi pembangunan ekonomi. Hak milik yang aman mendorong individu dan bisnis berinvestasi dan mengembangkan asetnya. Sistem hukum yang kuat mengurangi risiko perampasan atau penyitaan sewenang-wenang atas properti, menyediakan lingkungan yang aman dalam berinvestasi jangka panjang.
Lembaga hukum yang efektif memfasilitasi penegakan kontrak, yang sangat penting bagi transaksi bisnis dan kegiatan ekonomi. Mekanisme penyelesaian sengketa yang efisien mengurangi biaya transaksi dan ketidakpastian hukum. Peradilan yang berfungsi dengan baik menyelesaikan sengketa secara tepat waktu, berkontribusi pada lingkungan bisnis yang lebih efisien dan mengurangi biaya yang terkait dengan konflik hukum.
Supremasi hukum membantu mencegah korupsi dengan meminta pertanggungjawaban individu dan institusi. Mengurangi korupsi mendorong terciptanya lapangan bermain yang lebih setara bagi bisnis dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Kerangka hukum yang mendukung transparansi dan akuntabilitas mengurangi peluang terjadinya praktik korupsi dan meningkatkan kredibilitas kebijakan ekonomi.
Lingkungan hukum yang stabil menarik investasi domestik dan asing dengan menyediakan basis yang andal bagi kegiatan ekonomi dan melindungi kepentingan investor. Perlindungan hak kekayaan intelektual dan kepastian hukum mendorong inovasi dan kewirausahaan, yang mendorong pembangunan ekonomi dan kemajuan teknologi.
Erosi independensi peradilan dapat menyebabkan ketidakstabilan dan social unrest, karena warga negara kehilangan kepercayaan pada kemampuan sistem hukum dalam menyajikan keadilan.

Institusi-institusi hukum yang bersih, semisal pengadilan yang independen, menafsirkan dan menerapkan hukum secara imparsial, memainkan peran penting dalam menegakkan supremasi hukum dan memastikan masyarakat yang adil dan bertanggungjawab. Mereka menyelesaikan perselisihan secara adil, memastikan perlakuan yang sama bagi semua individu tanpa memandang status atau pengaruh. Institusi-institusi ini menyajikan kejelasan dengan menerapkan prinsip-prinsip hukum secara konsisten. Hasil yang dapat diprediksi menumbuhkan kepercayaan pada sistem hukum.
Institusi-institusi hukum yang bersih bertindak sebagai pengawas cabang-cabang pemerintahan lainnya. Mereka mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan meminta pertanggungjawaban otoritas. Institusi-institusi hukum melindungi hak-hak dasar (misalnya, kebebasan berbicara, proses hukum yang wajar). Mereka mencegah tindakan sewenang-wenang oleh para pejabat publik. Institusi-institusi hukum yang bersih menjaga ketertiban, melindungi hak-hak, dan memastikan kerangka hukum yang stabil.

Institusi-institusi hukum memainkan peran penting dalam memerangi korupsi dan menggalakkan tatakelola pemerintahan yang baik. Rezim antikorupsi mencakup kerangka hukum yang dirancang mencegah, mendeteksi, dan mendakwa para koruptor. Institusi-institusi hukum seyogyanya berkapasitas menyelidiki, mendakwa, dan mengadili kasus korupsi. Lembaga audit, peradilan yang independen, dan penegakan hukum yang kuat, bekerjasama meminta pertanggungjawaban para koruptor. Transparansi dalam transaksi keuangan dan administrasi publik membantu mencegah korupsi. Institusi-institusi hukum membutuhkan sumber daya dan keahlian memerangi korupsi secara efektif.
Kerangka hukum internasional memainkan peran penting dalam menangani korupsi lintas batas. Konvensi-konvensi semisal the United Nations Convention against Corruption (UNCAC) dan the United Nations Convention against Transnational Organized Crime (UNTOC) memfasilitasi kerjasama internasional. Perjanjian regional, semisal the Arab Anti-Corruption Convention, Inter-American Convention against Corruption, dan African Union Convention on Preventing and Combating Corruption, mengembangkan kolaborasi di antara negara-negara tetangga. Konvensi-konvensi ini mendorong upaya bersama untuk memerangi korupsi. Prakarsa seperti the Global Operational Network of Anti-Corruption Law Enforcement Authorities (GlobE Network) menghubungkan para praktisi antikorupsi di seluruh dunia. Mereka memfasilitasi komunikasi, koordinasi, dan pertukaran praktik terbaik.

Kita telah menyelami institusi yang tangguh sebagai salah satu karakteristik utama bangsa yang bagas. Dalam pembahasan selanjutnya, kita akan mengupas tentang Ketahanan dan Kemampuan Beradaptasi sebagai ciri bangsa yang kuat. Biidznillah."

Kemudian, Seruni berdeklamasi,

Di aula bermarmer, tempat hukum digulirkan,
Para legislator berbisik, "Yuk kita have fun!"
Para eksekutif mengerlingkan mata, pundi-pundi mereka pun membuncah,
Korupsi menari—tarian tango dari neraka.
Kutipan & Rujukan:
- Tom Bingham, The Rule of Law, 2011, Penguin UK
- Christopher May & Adam Winchester (Eds.), Handbook on the Rule of Law, 2018, Edward Elgar
- Nathan Junino Jahja, Nor Farizal Mohammed & Norziana Lokman, Corruption Cases in Relation to State-Owned Enterprise in Indonesia, 2023, European Proceedings