"Tatkala Prabu Surogendelo Kantong Bolong Welgeduwelbeh Tongtongsot akhirnya menandatangani regulasi yang mengizinkan organisasi keagamaan mengelola wilayah pertambangan kerajaan, maka tanpa 'shy-shy cat', Raden Pinten, kesatria dari Sawojajar, yang juga dikenal sebagai Nakula, dengan senang hati menerima tawaran tersebut. Keputusannya segera diikuti oleh Raden Darmagranti, kesatria dari Wukir Ratawu, yang juga dikenal sebagai Sadewa, meskipun ia tampak sedikit jinak-jinak merpati. Kedua kesatria ini punya motivasi yang berbeda. Raden Pinten melihatnya sebagai kesempatan emas mendapatkan sumber daya keuangan guna mendukung kegiatan sosial, pendidikan, dan keagamaannya. Pendapatan dari operasi pertambangan dapat mendanai berbagai proyek pembangunan masyarakat. Rumor yang berkembang bahwa keputusan ini merupakan bagian dari kesepakatan politik. Dengan menerima konsesi pertambangan, Raden Pinten diyakini memberi dukungan kepada rezim Welgeduwelbeh dan sekutu politiknya. Di sisi lain, Raden Darmagranti menerima tawaran Prabu Surogendelo sebab ia melihatnya sebagai peluang menghasilkan sumber daya keuangan yang cukup guna mendukung kegiatan sosial, pendidikan, dan keagamaannya. Pendapatan dari operasi penambangan dapat membantu mendanai berbagai proyek pembangunan masyarakat. Namun, Raden Darmagranti menekankan pentingnya meminimalkan dampak lingkungan. Ia berkomitmen mengelola operasi penambangan dengan cara yang melindungi lingkungan dan menjaga hubungan baik dengan masyarakat setempat.Sementara itu, kerajaan diramaikan oleh berbagai reaksi. Sebagian melihat langkah tersebut sebagai strategi brilian meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sementara yang lain mengkritiknya sebagai manuver politik. Para pemerhati lingkungan menyuarakan keprihatinan tentang penggundulan hutan, pencemaran air, dan pengawasan regulasi. Para kritikus berpendapat bahwa organisasi keagamaan mungkin tak punya keahlian mengelola operasi yang serumit itu.Pada akhirnya, kisah Nakula dan Sadewa menjadi topik perdebatan hangat, dengan semua orang bertanya-tanya apakah langkah berani ini akan membawa kemakmuran atau kemudaratan. Saat kesatria kembar itu mengambil keputusan, gadget milik masyarakat sipil diarahkan kepada mereka, dengan penuh semangat menunggu siapakah yang bakal muncul di layar gadgetnya: the Good Samaritankah? Atau barangkali, Nemesis?""Jika dikau memikirkan pasar yang ramai sebagai tempat para vendor dan pembeli berinteraksi, maka aturan perburuhan ibarat aturan pasar yang menjamin perdagangan yang adil. Tanpa aturan ini, ada penjual yang curang, ada pembeli yang mengeksploitasi, dan pasar akan menjadi kacau dan tak wajar.Aturan perburuhan menetapkan standar upah yang adil, kondisi kerja yang aman, dan jam kerja yang wajar, seperti halnya aturan pasar yang memastikan transaksi yang layak dan transparan. Aturan perburuhan melindungi para pekerja (vendor) dan para pemberi kerja (pembeli), membangun lingkungan yang seimbang dimana semua orang dapat berkembang," Seruni melanjutkan topik sebelumnya."Sejarah undang-undang perburuhan merupakan perjalanan waktu yang menarik, yang mencerminkan hubungan yang terus berkembang antara pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Babylonian Code of Hammurabi (abad ke-18 SM) merupakan salah satu contoh paling awal regulasi perburuhan, termasuk aturan tentang upah dan kondisi kerja. Di Eropa, serikat buruh meregulasi perdagangan, menetapkan standar kerja, dan melindungi kepentingan anggotanya. Revolusi Industri membawa perubahan penting, dengan urbanisasi yang pesat dan munculnya pabrik-pabrik. Periode ini menyaksikan undang-undang perburuhan pertama yang ditujukan meningkatkan kondisi kerja, semisal membatasi jam kerja dan melarang pekerja anak.Awal tahun 1900-an menandai diperkenalkannya legislasi perburuhan yang komprehensif, termasuk pembentukan the U.S. Department of Labor pada tahun 1913 dan the Fair Labor Standards Act pada tahun 1938, yang menetapkan upah minimum dan jam kerja maksimum. Negara-negara seperti Prancis memperkenalkan kitab undang-undang perburuhan, yang menggabungkan beragam undang-undang perburuhan ke dalam satu kerangka kerja. Periode pasca perang menyaksikan pembentukan standar perburuhan internasional melalui organisasi seperti the International Labour Organization (ILO), yang mempromosikan hak-hak pekerja secara global. Pada akhir abad ke-20 dan awal abad ke-21, undang-undang perburuhan terus berkembang, menangani berbagai isu semisal kesetaraan gender, kesetaraan ras, dan hak-hak pekerja ekonomi lepas. Undang-undang perburuhan telah berubah dari perlindungan dasar bagi pekerja kasar menjadi kerangka kerja komprehensif yang memastikan perlakuan yang berimbang dan keselamatan bagi seluruh pekerja. Undang-undang tersebut memainkan peran penting dalam menjaga masyarakat yang seimbang dan adil.Labor Laws [biasa diterjemahkan sebagai Undang-undang Ketenagakerjaan, namun dalam konteks perbincangan kita disini, daku terjemahkan sebagai Undang-undang Perburuhan guna membedakan antara Labor atau Labour (British Eng.) dan 'workforce'. Labour force atau tenaga buruh mencakup semua orang, baik yang punya pekerjaaan atau sedang mencari pekerjaan. Terma workforce atau tenaga kerja secara khusus merujuk pada sekelompok orang yang saat ini bekerja. Tenaga kerja mencakup individu yang bekerja untuk pemberi kerja, pekerja mandiri, atau bekerja sebagai kontraktor independen] merupakan komponen penting kerangka hukum dan regulasi karena mengatur hubungan antara pemberi kerja dan penerima kerja, memastikan perlakuan yang fair, kondisi kerja yang aman, dan kompensasi yang setara. Undang-undang perburuhan dirancang melindungi hak-hak dasar buruh. Undang-undang ini menetapkan standar upah minimum, mengatur jam kerja, dan memastikan kondisi kerja yang aman dan sehat. Undang-undang tersebut juga memberikan perlindungan terhadap diskriminasi, pelecehan, dan pemecatan yang tak wajar, sehingga melindungi kepentingan dan kesejahteraan karyawan. Dengan memastikan perlakuan yang pantas dan kompensasi yang layak, undang-undang perburuhan berkontribusi pada stabilitas ekonomi dan produktivitas. Ketika pekerja diperlakukan dengan baik dan dibayar dengan pantas, mereka cenderung termotivasi, produktif, dan loyal kepada peberi kerja mereka. Hal ini, pada gilirannya, mengarah pada tenaga kerja yang lebih stabil dan produktif, yang menguntungkan perekonomian secara keseluruhan.Undang-undang perburuhan membantu mempromosikan kewajaran dan kesetaraan di tempat kerja dengan menetapkan aturan dan standar yang jelas, yang harus dipatuhi oleh pemberi kerja dan yang bekerja. Ini termasuk upah yang sama untuk pekerjaan yang sama, praktik perekrutan yang tak diskriminatif, dan perlakuan yang adil tanpa memandang ras, jenis kelamin, usia, atau karakteristik yang dilindungi lainnya. Regulasi ini bertujuan membuka lapangan bermain yang setara dan mencegah eksploitasi. Undang-undang perburuhan menyediakan pula kerangka kerja terstruktur dalam mengatur hubungan kerja. Ini termasuk pembentukan dan pemutusan kontrak kerja, tunjangan pekerja, standar keselamatan di tempat kerja, dan mekanisme penyelesaian sengketa. Regulasi yang jelas membantu mencegah kesalahpahaman dan konflik, memfasilitasi interaksi yang lebih lancar antara pemberi kerja dan yang bekerja.Undang-undang perburuhan memainkan peran penting dalam mempromosikan keadilan sosial dan kesejahteraan. Dengan menangani masalah-masalah seperti pekerja anak, kerja paksa, dan praktik perburuhan yang tidak wajar, undang-undang ini berkontribusi pada tujuan keadilan sosial yang lebih luas. Semuanya memastikan bahwa kelompok yang rentan dan terpinggirkan dilindungi dan bahwa manfaat pertumbuhan ekonomi didistribusikan secara lebih adil di seluruh masyarakat. Undang-undang perburuhan seringkali mencakup ketentuan kesehatan dan keselamatan kerja, yang bertujuan mengurangi cedera dan penyakit di tempat kerja. Regulasi yang mengharuskan pemberi kerja menjaga lingkungan kerja yang aman, menyediakan peralatan keselamatan yang diperlukan, dan menerapkan protokol kesehatan berkontribusi pada kesehatan dan keselamatan tenaga kerja dan masyarakat secara keseluruhan. Undang-undang perburuhan juga menyediakan mekanisme jalur hukum dan penegakan hukum. Pekerja yang menghadapi pelanggaran hak-hak mereka dapat menuntut ganti rugi melalui pengadilan atau tribunal buruh. Kerangka hukum ini memastikan adanya konsekuensi atas ketidakpatuhan dan keadilan dapat ditegakkan ketika hak-hak dilanggar. Undang-undang perburuhan berkembang untuk beradaptasi dengan lingkungan kerja yang berubah dan tren yang muncul, seperti kerja jarak jauh, pekerjaan ekonomi serabutan, dan kemajuan teknologi. Dengan terus memperbarui undang-undang ini, pemerintah dapat mengatasi tantangan baru dan memastikan bahwa regulasi perburuhan tetap relevan dan efektif dalam melindungi hak-hak pekerja.Samuel Estreicher dan Matthew T. Bodie berpendapat bahwa undang-undang perburuhan semestinya memainkan peran penting dalam melindungi hak-hak para pekerja dan memastikan perlakuan yang pantas di tempat kerja dengan menetapkan standar minimum, mencegah diskriminasi, memfasilitasi perundingan bersama, memastikan kondisi kerja yang aman, menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa, mengatur kontrak kerja, dan menangani masalah-masalah tempat kerja kontemporer. Perlindungan hukum ini penting dalam menjaga hubungan kerja yang seimbang dan adil. Mereka membicarakan bagaimana undang-undang perburuhan, termasuk the Civil Rights Act, the Americans with Disabilities Act, dan statuta-statuta antidiskriminasi lainnya, melindungi pekerja dari diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, asal negara, usia, disabilitas, dan karakteristik yang dilindungi lainnya. Undang-undang ini mempromosikan kesempatan yang sama dan perlakuan yang adil dalam perekrutan, promosi, dan praktik pekerjaan lainnya.Estreicher dan Bodie menekankan pentingnya perundingan bersama dalam menyeimbangkan dinamika kekuatan antara para pemberi kerja dan para pekerjanya. Undang-undang perburuhan, khususnya the National Labor Relations Act (NLRA), memberdayakan pekerja dalam berorganisasi dan bergabung dengan serikat buruh. Proses perundingan bersama ini memungkinkan para pekerja bernegosiasi dengan pemberi kerja mendapatkan upah, tunjangan, dan kondisi kerja yang lebih baik. Undang-undang keselamatan dan kesehatan kerja, semisal the Occupational Safety and Health Act (OSHA), disorot sebagai hal yang penting dalam memastikan bahwa tempat kerja bebas dari bahaya yang diketahui. Undang-undang ini mengharuskan pengusaha menjaga lingkungan kerja yang aman, memberikan pelatihan keselamatan yang diperlukan, dan mematuhi standar keselamatan guna mencegah cedera dan penyakit di tempat kerja.Estreicher dan Bodie menguraikan bagaimana mekanisme penyelesaian perselisihan antara pemberi kerja dan pekerja yang ditetapkan dalam undang-undang perburuhan membantu memastikan bahwa pekerja dapat mencari ganti rugi atas pelanggaran hak-hak mereka dan menyelesaikan konflik secara terstruktur dan fair. Ini termasuk prosedur menangani keluhan, arbitrase, dan akses ke pengadilan atau tribunal perburuhan. Mereka juga menjajaki bagaimana undang-undang perburuhan beradaptasi mengatasi tantangan tempat kerja modern, semisal gig economy, kerja jarak jauh, dan kemajuan teknologi. Gig economy mengacu pada pasar tenaga kerja yang dicirikan oleh pekerjaan jangka pendek, fleksibel, dan lepas, bukan posisi permanen dan penuh waktu. Istilah 'gig' dipinjam dari industri musik, tempat musisi melakukan pekerjaan jangka pendek atau 'gig'. Dalam sistem ini, individu bekerja sebagai kontraktor independen atau pekerja lepas, seringkali menyediakan layanan atau barang sesuai permintaan. Pekerja dapat memilih jadwal mereka dan mengerjakan beberapa proyek atau pertunjukan secara bersamaan. Pekerja gig biasanya bekerja sendiri dan tak terikat pada satu pemberi kerja. Ekonomi gig mencakup berbagai macam pekerjaan, mulai dari profesi yang sangat terampil semisal konsultasi dan pengembangan perangkat lunak hingga peran yang berorientasi pada layanan seperti pengiriman makanan dan berbagi tumpangan. Contohnya termasuk freelance writers, ride-share drivers (pengemudi Gojek dan Grab), dan kurir pengiriman.Dengan terus berkembang, undang-undang perburuhan tetap relevan dan efektif dalam melindungi pekerja di pasar tenaga kerja yang terus berubah.Beberapa negara dikenal memiliki undang-undang perburuhan yang efektif, yang melindungi hak-hak pekerja dan mempromosikan kondisi kerja yang adil. Undang-undang perburuhan Norwegia sangat dihargai karena cakupannya yang komprehensif, termasuk perlindungan yang kuat terhadap hak-hak pekerja, cuti orang tua yang besar, dan upah minimum yang tinggi. Denmark mendapat skor tinggi dalam hal hak-hak perburuhan, dengan undang-undang yang memastikan upah yang fair, kondisi kerja yang aman, dan hak berserikat. Negara ini juga memiliki kebijakan yang kuat bagi keseimbangan kehidupan kerja. Undang-undang perburuhan Jerman mencakup perlindungan yang luas bagi pekerja, semisal langkah-langkah keamanan kerja yang kuat, peraturan kesehatan dan keselamatan yang komprehensif, dan kebijakan cuti yang besar. Belanda dikenal dengan undang-undang perburuhannya yang progresif, yang mencakup jam kerja yang fleksibel, kebijakan antidiskriminasi yang kuat, dan tunjangan jaminan sosial yang komprehensif. Belgia memiliki undang-undang perburuhan yang menguntungkan, yang memastikan upah yang adil, keamanan kerja, dan tunjangan sosial yang luas. Negara ini juga memiliki perlindungan yang kuat terhadap pemecatan yang tidak wajar.Negara-negara ini telah menetapkan kerangka kerja yang tak semata melindungi pekerja, tapi juga mempromosikan keseimbangan kehidupan kerja yang sehat dan perlakuan yang adil di tempat kerja.Beberapa negara dikenal memiliki undang-undang perburuhan yang tak efektif, yang kerap mengakibatkan kondisi kerja yang buruk dan perlindungan yang terbatas bagi para pekerja. Bangladesh telah menghadapi kritik atas kondisi kerja yang buruk, upah yang rendah, dan penegakan hukum perburuhan yang tak memadai meskipun menjadi pusat utama industri garmen. Qatar, yang dikenal karena ketergantungannya pada tenaga kerja migran, telah dikritik karena praktik eksploitatif, termasuk sistem kafala, yang mengikat pekerja dengan majikan mereka dan membatasi kebebasan mereka. Pekerja di Myanmar menghadapi tantangan yang signifikan, termasuk upah rendah, kondisi kerja yang buruk, dan hak yang terbatas untuk berserikat. Filipina diketahui bermasalah dengan pelanggaran hak-hak perburuhan, termasuk kekerasan terhadap anggota serikat pekerja dan penegakan hukum ketenagakerjaan yang buruk. Guatemala punya sejarah kekerasan anti-serikat pekerja dan penegakan perlindungan buruh yang lemah, sehingga sulit bagi pekerja mengamankan hak-haknya.Undang-undang ketenagakerjaan Indonesia menghadapi beberapa masalah, terutama yang berfokus pada 'Omnibus Law' tentang penciptaan lapangan kerja, yang disahkan pada tahun 2020. Para kritikus berpendapat bahwa Omnibus Law mengurangi pesangon, menambah lembur yang diizinkan, dan membatasi jumlah hari libur per minggu. Perubahan ini dianggap merugikan hak-hak pekerja dan kesejahteraan secara keseluruhan. Undang-undang tersebut melonggarkan pembatasan outsourcing, yang menurut para kritikus dapat menyebabkan ketidakamanan pekerjaan dan upah yang lebih rendah bagi pekerja. Undang-undang tersebut juga melonggarkan peraturan lingkungan, yang mengharuskan bisnis mengajukan analisis dampak lingkungan hanya jika proyek mereka dianggap berisiko tinggi. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang potensi kerusakan lingkungan. Banyak yang memandang undang-undang tersebut terlalu pro-bisnis, lebih memprioritaskan investasi dan pertumbuhan ekonomi ketimbang perlindungan hak-hak pekerja dan standar lingkungan.Disahkannya undang-undang tersebut memicu protes yang meluas di seluruh Indonesia, dengan ribuan pekerja dan mahasiswa berdemonstrasi menentang apa yang mereka lihat sebagai erosi hak-hak dan perlindungan tenaga kerja. Kritik-kritik ini menyoroti ketegangan antara pembangunan ekonomi dan perlindungan hak-hak pekerja dan lingkungan.Beberapa proyek penting di Indonesia melibatkan pekerja China, kerap dalam kerangka China’s Belt and Road Initiative (BRI). Perusahaan China semisal Jiangsu Delong Nickel Industry Co. Ltd. terlibat aktif dalam pemrosesan nikel di Indonesia. Pabrik seperti PT Gunbuster Nickel Industry (PT GNI) dan PT Virtue Dragon Nickel Industry di Sulawesi menjadi sorotan karena buruknya kondisi kerja dan masalah keselamatan bagi pekerja China dan Indonesia.Investasi China juga menonjol dalam berbagai proyek infrastruktur di seluruh Indonesia, termasuk pembangunan jalan, jembatan, dan pelabuhan. Proyek-proyek ini merupakan bagian dari inisiatif Regional Comprehensive Economic Corridor yang lebih luas, yang mencakup wilayah-wilayah seperti Sumatera Utara, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Bali. Perusahaan-perusahaan China semisal Sinopec dan PetroChina sedang melakukan studi bersama untuk mengeksplorasi potensi minyak dan gas di Indonesia bagian timur, khususnya di sekitar Buton dan Timor. Kereta Cepat Jakarta-Bandung merupakan proyek penting yang bertujuan menghubungkan Jakarta dan Bandung dengan jalur kereta cepat. Proyek ini menghadapi berbagai tantangan, termasuk keterlambatan dan masalah keselamatan. Proyek ini mempekerjakan sejumlah besar pekerja China, yang telah menyebabkan protes lokal dan kekhawatiran tentang pemindahan pekerjaan.Kehadiran pekerja China di Indonesia telah memicu berbagai kritik dan keprihatinan di antara berbagai segmen masyarakat Indonesia. Banyak orang Indonesia merasa bahwa masuknya pekerja China telah menyebabkan lebih sedikit kesempatan kerja bagi pekerja lokal. Hal ini khususnya menjadi kontroversi di wilayah-wilayah tempat perusahaan China banyak terlibat dalam proyek. Kedatangan pekerja China terkadang menyebabkan ketegangan sosial dan protes. Para kritikus berpendapat bahwa pekerja-pekerja ini, kerap lebih dipilih daripada penduduk lokal, yang memperburuk masalah pengangguran lokal.Laporan-laporan telah menyoroti kondisi kerja yang buruk bagi pekerja China dan Indonesia di perusahaan-perusahaan milik China. Masalah-masalah seperti upah yang tak dibayar, standar keselamatan yang buruk, dan lingkungan kerja yang keras, telah didokumentasikan. Ada juga tingkat xenofobia dan rasisme yang terlibat, dengan beberapa orang Indonesia memendam sentimen negatif terhadap pekerja China, sebagian dipicu oleh ketegangan historis dan kecemasan ekonomi baru-baru ini. Beberapa kritikus prihatin tentang meningkatnya ketergantungan ekonomi Indonesia pada China, karena khawatir hal ini dapat menyebabkan hilangnya kedaulatan serta kendali atas sumber daya dan industri lokal.Guy Davidov dan Brian Langille mengeksplorasi konsep dasar dan tujuan hukum perburuhan yang terus berkembang. Mereka mendalami tujuan mendasar hukum perburuhan, termasuk memastikan keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan pekerja dengan menetapkan standar minimum untuk kondisi kerja, upah, dan jam kerja; mengatasi ketidaksetaraan kekuatan antara pemberi kerja dan pekerja, memastikan perlakuan yang fair, dan menyediakan mekanisme menyelesaikan perselisihan dan keluhan; berkontribusi pada tujuan keadilan sosial yang lebih luas dengan mempromosikan kesetaraan, mengurangi kemiskinan, dan memastikan bahwa pekerjaan berkontribusi pada well-being individu dan masyarakat; menyeimbangkan kebutuhan melindungi pekerja dengan kebutuhan mempertahankan bisnis yang produktif dan kompetitif, berkontribusi pada stabilitas dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan; mempromosikan partisipasi dan representasi pekerja dalam proses pengambilan keputusan, memastikan bahwa pekerja memiliki suara dalam hal-hal yang mempengaruhi pekerjaan mereka; memastikan bahwa hukum perburuhan tetap relevan dan efektif dalam menghadapi perubahan ekonomi, teknologi, dan organisasi kerja, termasuk mengatasi masalah dalam ekonomi gig dan bentuk-bentuk pekerjaan nonstandar; serta mendorong kohesi sosial dengan mengintegrasikan kelompok-kelompok terpinggirkan ke dalam angkatan kerja dan mempromosikan solidaritas di antara pekerja di berbagai sektor dan wilayah.Profesor Hugh Collins, Keith Ewing, dan Profesor Aileen McColgan berpendapat bahwa undang-undang perburuhan bertujuan untuk melindungi pekerja dari perlakuan tidak fair dan kondisi kerja yang tidak aman. Hukum perburuhan memastikan bahwa karyawan memiliki hak-hak dasar dan perlindungan dalam hubungan kerja mereka. Aturan perburuhan berupaya menyeimbangkan kepentingan pengusaha dan karyawan, mempromosikan perlakuan yang pantas sekaligus memberikan fleksibilitas bagi bisnis agar beroperasi secara efektif.Kontrak kerja merupakan elemen mendasar dalam aturan perburuhan, yang mendefinisikan hubungan antara pemberi kerja dan pekerja. Mereka membahas pentingnya memahami ketentuan-ketentuannya dan implikasinya bagi kedua belah pihak. Collins, Ewing, dan McColgan menekankan bahwa ketentuan-ketentuan tertentu tersirat dalam setiap kontrak kerja, semisal tugas untuk saling percaya dan keyakinan, serta kewajiban pengusaha menyediakan lingkungan kerja yang aman. Mereka juga menekankan perlunya pendekatan yang seimbang, yang memberikan keamanan bagi pekerja sekaligus memberikan fleksibilitas bagi pemberi kerja dalam beradaptasi dengan perubahan pasar.Kita masih lanjut dengan undang-undang perburuhan pada perbincangan berikutnya, biidznillah."
Kutipan & Rujukan:
- Samuel Estreicher & Matthew T. Bodie, Labor Law, 2020, Foundation Press
- Guy Davidov & Brian Langille, The Idea of Labour Law, 2011, Oxford University Press
- Hugh Collins, Keith D. Ewing & Aileen McColgan, Labour Law, 2012, Cambridge University Press