Senin, 22 Juli 2024

Ocehan Seruni (25)

"Di negeri yang, benang merah antara politik dan waktu bermain, teramatlah pipih, kisah kita terungkap dengan pejabat publik yang baru terpilih, Togog. Berbekal sekotak Lego dan perlengkapan Tamiya, ia mengundang sekelompok wartawan ke kantor lamanya dalam acara perpisahan.
Saat kamera memarak dan para jurnalis mencatat penuh semarak, Togog dengan bangga memamerkan koleksi mengesankan peninggalan masa kecilnya. 'Lihat,' katanya sambil mengangkat istana Lego yang dibangun dengan sangat cermat, 'Di sinilah pertama kali terasah, keterampilan membangun kebijakan gue.'
Para awak media, yang selalu dahaga akan berita bertema kemanusiaan, amat menyukainya. Berita utama pada hari berikutnya berkisar dari 'Legacy Lego Togog: Fondasi Masa Depan' hingga 'Tamiya dan Taktik: Blueprint Kesuksesan Togog.'
Di tengah tontonan itu, para pengamat tak bisa menahan diri, bertanya-tanya mungkin pejabat publik baru itu, telah keliru menempatkan salah-satu atau salah-dua prioritas. 'Bukankah seharusnya doi membahas anggaran nasional alih-alih tokoh aksi favoritnya, membiarkan Semar puyeng ngutak-atik anggaran yang makin tipis?' renung seorang warga yang kepo. 'Gue rasa, satu-satunya mainan dalam politik itu, mainan yang dipakai mengalihkan perhatian kita.'
Para kritikus, yang selalu waspada, memanfaatkan kesempatan itu. 'Inikah yang telah kita alami?' seru mereka. 'Togog yang sedang plays with toys? Trus apa, mau merintah dengan bermain Monopoli?' Mereka berpendapat bahwa batasan antara kenegarawanan dan waktu bermain semestinya tak terlalu buram nan suram.
Tapi Togog, tanpa gentar, melanjutkan aksi paradenya. 'Ini tentang transparansi,' kata doi, menata minifigur Lego-nya dalam barisan yang rapi. 'Kalo loe bisa ngeliat mainan gue, loe bakal percaya ma mainan gue... eh maksudnya, kebijakan gue.'
Para supporternya mengiyakan, memuja pesonanya yang mudah dipahami. 'Akhirnya, ada seorang pemimpin yang sama seperti kita!' sorak mereka, tanpa sadar bahwa uang pajak mereka, bakalan dipake buat ngedanain acara lomba bermain ketimbang sebuah pemerintahan.

Pada akhirnya, bangsa ini dibiarkan merenung: dengan cekatankah Togog menempatkan persona bermainnya di mata publik, atau sematakah ia keliru menempatkan harapan kewibawaan jabatannya? Hanya waktulah yang bakal membuktikan mampukah strategi politiknya dibangun agar bertahan lama atau ditakdirkan jebol seumpama nasib buruk yang menimpa Jenga tower.
Dan demikianlah, di lahan Lego politik dan taktik Tamiya, pejabat publik yang baru terpilih itu tengah membangun kariernya, sementara rakyat menyaksikannya dengan serampaian rasa-risih, skeptis, dan sedikit pertanyaan membagongkan. Para duta Lego tetap netral, dan Tamiya mempertimbangkan karier politiknya.
Disclaimer: Kisah satire ini, semata karya fiksi. Segala kemiripan dengan kehidupan nyata atau Lego, kebetulan belaka."

"Ketahanan dan kemampuan beradaptasi merupakan salah satu pilar utama kekuatan sebuah bangsa. Termasuk di dalamnya manajemen krisis, yakni kemampuan tanggap dan pulih secara efektif dari krisis semisal bencana alam atau kemerosotan ekonomi. Selain itu, mencakup kapasitas beradaptasi dengan perubahan teknologi, ekonomi, dan sosial.
Di masa sulit, ketahanan dan kemampuan beradaptasi sebuah bangsa membentuk takdirnya, ibarat interaksi sinar matahari dan hujan di lahan yang subur. Kualitas-kualitas ini memungkinkan rakyatnya menghadapi badai, belajar dari keterpurukan, dan bangkit lebih kuat," lanjut Seruni sembari memperhatikan potret Emiliano Martinez. Ia terpilih sebagai Penjaga Gawang Pria Terbaik FIFA 2022 usai memainkan peran penting dalam kemenangan Argentina di Piala Dunia FIFA 2022. Penampilan menakjubkannya, membuat ia beroleh penghargaan bergengsi ini.

"Pemulihan mengagumkan Jepang usai Perang Dunia II merupakan bukti ketahanan ekonominya. Negara ini, membangun kembali infrastrukturnya, merevitalisasi industrinya, dan bertransformasi menjadi salah satu ekonomi terbesar di dunia. Meskipun gelembung harga asetnya anjlok pada tahun 1990-an, yang menyebabkan periode stagnasi ekonomi berkepanjangan yang dikenal sebagai 'Dekade yang Hilang,' lembaga keuangan dan kebijakan pemerintah Jepang yang kuat, membantu menstabilkan ekonomi dan mencegah keruntuhan total.
Jepang, pemimpin global dalam teknologi dan inovasi. Perusahaan semisal Toyota, Sony, dan Panasonic terus beradaptasi dengan perubahan kondisi pasar dan kemajuan teknologi, menjaga Jepang tetap kompetitif di pasar global. Pendekatan adaptif Jepang terhadap populasi yang menua, meliputi promosi robotika dan otomatisasi dalam mengatasi kekurangan tenaga kerja dan berinvestasi dalam teknologi perawatan kesehatan guna menyokong para lansia.

Jepang rentan terhadap bencana alam semisal gempa bumi, tsunami, dan topan. Infrastrukturnya yang tangguh, termasuk bangunan tahan gempa dan sistem peringatan dini yang canggih, membantu meminimalkan dampak peristiwa tersebut. Kohesi sosial yang kuat terbukti dalam sistem pendukung masyarakat Jepang. Misalnya, selama gempa bumi dan tsunami Tohoku 2011, masyarakat lokal dan relawan memainkan peran penting dalam upaya pemulihan.
Walaupun secara tradisional homogen, Jepang secara bertahap beradaptasi dengan masyarakat yang lebih multikultural dengan menerapkan kebijakan menarik pekerja dan mahasiswa asing, mengatasi kekurangan tenaga kerja, dan memperkaya keberagaman budaya. Jepang terus menyesuaikan sistem pendidikannya dalam mempersiapkan para pelajar dalam menghadapi masa depan. Termasuk menggabungkan teknologi di ruang kelas dan menggalakkan pendidikan STEM (sains, teknologi, teknik, dan matematika).

Institusi politik Jepang tetap stabil, menyediakan tatakelola yang konsisten dan menegakkan supremasi hukum. Stabilitas ini, amat penting selama masa krisis, semisal resesi ekonomi dan bencana alam. Manajemen krisis Jepang yang efektif terbukti selama bencana nuklir Fukushima Daiichi. Pemerintah dan berbagai institusi mengoordinasikan upaya dalam mengelola situasi, sembari juga menyoroti area yang perlu ditingkatkan.
Pemerintah Jepang telah menunjukkan kemampuan beradaptasi dalam pembuatan kebijakan, seperti menerapkan reformasi ekonomi dalam mengatasi stagnasi dan tantangan demografi. Kebijakan 'Abenomics' di bawah Perdana Menteri Shinzo Abe bertujuan menghidupkan kembali ekonomi melalui pelonggaran moneter, stimulus fiskal, dan reformasi struktural. Jepang terus memperbarui strategi kesiapsiagaan dan respons bencana, belajar dari pengalaman masa lalu dan mengintegrasikan teknologi baru untuk meningkatkan ketahanan.

Infrastruktur Jepang dirancang menghadapi tantangan lingkungan, semisal bangunan tahan gempa dan sistem pengendalian banjir, yang meningkatkan ketahanan terhadap bencana alam. Jepang punya sumber daya alam terbatas, sehingga pengelolaan sumber daya yang efisien menjadi sangat penting. Negara ini telah mengembangkan rantai pasokan yang tangguh dan berinvestasi dalam sumber energi alternatif.
Jepang berkomitmen mengurangi jejak karbon dan mempromosikan energi terbarukan. Prakarsa semisal Program Cap-and-Trade Tokyo dan investasi dalam energi surya dan angin menunjukkan kemampuan beradaptasi terhadap tantangan lingkungan. Jepang berinvestasi dalam teknologi lingkungan yang inovatif, semisal sel bahan bakar hidrogen dan kendaraan listrik, untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan mengurangi dampak perubahan iklim.
Kemampuan Jepang pulih dari gangguan yang parah, beradaptasi dengan keadaan yang berubah, dan secara proaktif mengatasi tantangan masa depan menggambarkan pentingnya ketahanan dan kemampuan beradaptasi. Karakteristik ini memungkinkan Jepang menjaga stabilitas, mendorong pertumbuhan, dan memastikan kesejahteraan warganya, yang menjadi contoh kuat bagi negara-negara lain.

Terlepas dari kekurangan-kekurangan yang tentu saja ada, kita dapat belajar dari Jepang tentang pentingnya 'ketahanan dan kemampuan beradaptasi' sebuah bangsa. Dari perspektif stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, negara yang tangguh dapat bertahan dan pulih dari kemerosotan ekonomi, resesi, dan krisis keuangan. Termasuk lembaga keuangan yang kuat, kerangka regulasi yang efektif, dan keberagaman perekonomiannya. Ketahanan di pasar tenaga kerja memastikan bahwa tingkat ketenagakerjaan dapat 'bounce back' usai mengalami gangguan, menjaga mata pencaharian warga negara. Ekonomi yang adaptif dapat dengan cepat merangkul kemajuan teknologi dan inovasi, tetap kompetitif di pasar global. Termasuk menumbuhkan budaya terus belajar dan meningkatkan keterampilan tenaga kerja. Kemampuan beradaptasi memungkinkan sebuah negara menanggapi perubahan kondisi pasar, preferensi konsumen, dan pola perdagangan global, memastikan pertumbuhan ekonomi yang terus berlanjut.

Dari lensa kohesi sosial dan well-being, sistem sosial yang tangguh memastikan bahwa layanan kesehatan, pendidikan, dan jaring pengaman sosial cukup kuat mendukung warga negara selama krisis, semisal pandemi atau bencana alam. Ketahanan sosial tercermin dalam komunitas yang kuat dan suportif, yang dapat bersatu menghadapi tantangan dan saling mendukung.
Masyarakat yang adaptif dapat merangkul keberagaman dan mengintegrasikan berbagai kelompok budaya, etnis, dan sosial, yang mendorong keharmonisan sosial dan mengurangi konflik. Kemampuan beradaptasi dalam kebijakan sosial memungkinkan negara mengelola dan memanfaatkan perubahan demografi, semisal populasi yang mulai menua atau tren migrasi, demi kepentingan seluruh warga negara.

Dari sudut pandang stabilitas politik dan tatakelola, institusi politik yang tangguh dapat menjaga stabilitas dan ketersinambungan selama krisis, mencegah ambruknya tatakelola, dan memastikan supremasi hukum. Kemampuan manajemen krisis dan tanggap bencana yang efektif, sangat penting dalam menjaga kepercayaan dan ketertiban publik selama keadaan darurat. Pemerintah yang adaptif dapat dengan cepat mengubah kebijakan dan strategi sebagai respons terhadap informasi baru, ancaman yang muncul, dan perubahan keadaan, yang memastikan tatakelola yang efektif. Sistem politik yang adaptif terbuka terhadap masukan dan partisipasi warga negara, mendorong model tatakelola yang responsif dan inklusif.

Dari kaca pembesar keberlangsungan lingkungan, ketahanan lingkungan meliputi persiapan dan mitigasi akibat bencana alam, semisal banjir, gempa bumi, dan badai, agar melindungi kehidupan dan infrastruktur. Pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan memastikan ketersediaan jangka panjang dan mengurangi kerentanan terhadap penipisan sumber daya atau degradasi lingkungan.
Negara-negara yang adaptif dapat menyesuaikan kebijakan dan implikasinya dalam mengatasi perubahan iklim, termasuk mengurangi emisi karbon, menerapkan sumber energi terbarukan, dan mempromosikan praktik berkesinambungan. Merangkul teknologi baru dan praktik inovatif dapat membantu negara-negara mengatasi tantangan lingkungan dan beralih ke ekonomi yang lebih hijau.

Ketahanan dan kemampuan beradaptasi merupakan sifat saling terkait, yang berkontribusi pada kemampuan sebuah bangsa menavigasi dan berkembang di tengah berbagai tantangan dan perubahan. Ketahanan memastikan bahwa sebuah negara dapat bertahan dan pulih dari guncangan, sementara kemampuan beradaptasi memungkinkannya secara proaktif menyesuaikan dan berkembang dalam menanggapi keadaan baru. Bersama-sama, karakteristik ini menumbuhkan negara yang kuat, stabil, dan berkesinambungan, yang mampu memberikan keamanan, kemakmuran, dan well-being bagi setiap warganya.

Markus Brunnermeier merujuk ketahanan sebagai kemampuan masyarakat, ekonomi, atau sistem dalam menyerap guncangan dan pulih dengan cepat dari dusrupsi (gangguan atau masalah yang menghentikan suatu kegiatan atau proses) sambil mempertahankan fungsi-fungsi penting. Brunnermeier menekankan bahwa ketahanan bukan hanya tentang mantul balik (bouncing back) pada keadaan sebelumnya, melainkan tentang beradaptasi dan berkembang menjadi lebih tangguh dalam menghadapi tantangan di masa depan.
Brunnermeier menyebutkan bahwa aspek-aspek utama ketahanan meliputi kapasitas menahan dan menyerap dampak awal dari gangguan, semisal krisis keuangan, pandemi, atau bencana alam, tanpa ambruk; kemampuan memulihkan fungsionalitas dan kenormalan dengan cepat seusai guncangan, meminimalkan efek negatif jangka panjang pada masyarakat dan ekonomi; proses belajar dari gangguan dan menerapkan perubahan yang meningkatkan kemampuan sistem mengatasi tantangan di masa depan. Ini termasuk inovasi, reformasi kebijakan, dan penyesuaian struktural yang memastikan bahwa layanan dan fungsi penting, semisal perawatan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan tatakelola, terus beroperasi secara efektif selama dan setelah disrupsi.
Brunnermeier menyarankan sebuah kerangka kerja untuk membangun ketahanan yang terdiri dari diversifikasi (menghindari ketergantungan berlebihan pada satu sumber daya atau pendapatan, yang membantu meringankan akibat dari guncangan tertentu), redundansi (memiliki sistem dan sumber daya cadangan guna memastikan keberlangsungan jika sistem utama macet), fleksibilitas (mampu beradaptasi dengan cepat terhadap keadaan yang berubah dan menerapkan perubahan yang diperlukan secara efisien), jaringan dan konektivitas (memanfaatkan jaringan dan koneksi yang kuat, baik domestik maupun internasional, untuk berbagi informasi, sumber daya, dan dukungan selama krisis).

Dalam keseharian kita, ketahanan merupakan unsur penting bagi kehidupan yang bahagia dan sehat. Lebih dari apa pun, ketahanan menentukan seberapa tinggi kita bangkit dari ancaman yang akan melemahkan kita, mulai dari melawan penyakit hingga memperkuat pernikahan hingga melanjutkan hidup setelah krisis nasional. Setiap orang membutuhkan ketahanan.
Karen Reivich dan Andrew Shatté menyebut ketahanan sebagai kapasitas yang bukan semata bertahan dan pulih dari stres dan kesulitan, melainkan pula tumbuh dan berkembang sebagai hasil dari pengalaman tersebut. Mereka menekankan bahwa ketahanan memerlukan serangkaian keterampilan yang dapat dipelajari dan dikembangkan dari waktu ke waktu.
Sebagai psikolog, mereka menyediakan kerangka kerja yang berfokus pada pengembangan tujuh keterampilan utama melalui latihan dan strategi praktis. Keterampilan tersebut meliputi: regulasi emosi (kemampuan mengelola dan menanggapi emosi yang kuat dengan cara yang sehat dan produktif), pengendalian impuls (kemampuan menolak atau menunda impuls, dorongan, atau godaan untuk bertindak), optimisme (mempertahankan pandangan yang penuh harapan dan positif terhadap kehidupan dan hasil masa depan, bahkan dalam menghadapi kesulitan), analisis kausal (keterampilan mengidentifikasi secara akurat penyebab masalah dan tantangan, yang membantu dalam menemukan solusi yang efektif), empati (memahami dan berbagi perasaan orang lain, yang dapat meningkatkan koneksi sosial dan jaringan pendukung), efikasi diri (percaya pada kemampuan seseorang untuk mempengaruhi kejadian dan hasil dalam hidup, dan mengelola dan mengatasi tantangan), dan menjangkau (keinginan mengambil risiko, mencari peluang baru, dan meminta bantuan saat dibutuhkan). Mereka berpendapat bahwa ketahanan bukanlah sifat yang tetap tetapi merupakan proses dinamis yang dapat diperkuat melalui praktik dan upaya yang disengaja.

Ketahanan sangatlah krusial bagi mental dan emotional well-being. Individu yang tangguh lebih siap menghadapi stres dan kesulitan. Mereka dapat mengelola respons emosionalnya secara efektif, mencegah stres menguasai dirinya. Dengan mengelola stres dan menantang pikiran negatif, ketahanan membantu mengurangi risiko kecemasan dan depresi. Individu yang tangguh lebih mungkin mempertahankan pandangan positif dan bangkit kembali dari kemunduran. Ketahanan melibatkan kemampuan mengatur emosi, memungkinkan individu tetap kalem dan tenang dalam situasi yang penuh tekanan. Hal ini membantu mencegah emosi negatif lepas kendali dan mempengaruhi overall well-being. Orang yang tangguh dapat mengekspresikan emosi mereka dengan cara yang sehat, yang penting untuk menjaga hubungan yang kuat dan jaringan dukungan sosial.
Individu yang tangguh cenderung berpandangan hidup yang optimis. Pola pikir positif ini membantu mereka melihat tantangan sebagai peluang untuk berkembang, bukan hambatan yang tak dapat diatasi. Optimisme memicu motivasi dan ketekunan, membantu individu tetap fokus pada tujuan mereka bahkan saat menghadapi kesulitan. Ketahanan melibatkan keterampilan pemecahan masalah yang kuat, yang memungkinkan individu mengidentifikasi akar penyebab masalah mereka dan mengembangkan solusi yang efektif. Orang yang tangguh bersikap proaktif dalam menghadapi tantangan, yang membantu mereka mengurangi potensi stres sebelum menjadi beban.

Individu yang tangguh punya rasa percaya diri yang kuat, percaya pada kemampuannya mempengaruhi kejadian dan hasil. Kepercayaan diri ini membantu mereka menghadapi tantangan dan dengan tekad kuat mengejar tujuan mereka. Kemanjuran diri memberdayakan individu dalam mengendalikan hidup mereka, mengurangi perasaan tak berdaya dan meningkatkan rasa overal well-being. [Well-being mencakup berbagai dimensi yang berkontribusi pada pengalaman kesehatan dan kebahagiaan kita secara keseluruhan. Ada beberapa jenis well-being: Physical Well-Being: mencakup perawatan tubuh melalui nutrisi yang tepat, olahraga, dan tidur yang cukup; Emotional Well-Being: mencakup praktik manajemen stres, teknik relaksasi, ketahanan, dan cinta diri; Mental Well-Being: berfokus pada kesehatan mental, keterampilan mengatasi masalah, dan keseimbangan emosional; Social Well-Being: Membangun hubungan yang kuat dalam komunitas melalui teman, keluarga, dan rekan kerja; Spiritual Well-Being: terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dari diri kita sendiri dan menemukan makna atau tujuan dalam hidup. Overall well-being mencakup berbagai aspek kehidupan kita, yang berkontribusi pada pengalaman kesehatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan kita secara keseluruhan. Mbah Google sering menerjemahkan keliru well-being sebagai 'Kesejahteraan' (dalam Ingglisy 'Welfare')].
Orang yang tangguh cenderung berjaringan sosial yang kuat dan terampil dalam mencari dukungan saat dibutuhkan. Koneksi ini memberikan dukungan emosional dan bantuan praktis selama masa-masa sulit. Ketahanan menumbuhkan empati dan pengertian, meningkatkan hubungan dan menciptakan rasa kebersamaan dan rasa memiliki.
Reivich dan Shatté menyebut kemampuan beradaptasi sebagai kapasitas untuk menyesuaikan diri dengan situasi, tantangan, dan tuntutan baru secara fleksibel dan efektif. Kemampuan beradaptasi melibatkan keterbukaan terhadap perubahan, pembelajaran dari pengalaman, dan penerapan strategi baru untuk menghadapi situasi yang terus berkembang.

Ketahanan melibatkan kemampuan beradaptasi dan fleksibel dalam menghadapi perubahan. Kemampuan beradaptasi ini membantu individu menyesuaikan diri dengan keadaan baru tanpa menjadi terlalu stres atau cemas. Individu yang tangguh memandang tantangan sebagai peluang untuk belajar dan pertumbuhan pribadi. Pola pikir ini memungkinkan mereka terus mengembangkan dan meningkatkan keterampilan dan mekanisme penanggulangan mereka.
Reivich dan Shatté menekankan bahwa kemampuan beradaptasi merupakan komponen penting dari ketahanan, yang memungkinkan individu menavigasi perubahan secara efektif dan berkembang meskipun menghadapi tantangan. Dengan mengembangkan kemampuan beradaptasi, individu dapat meningkatkan kemampuan mereka dalam mengatasi ketidakpastian hidup, menjaga emotional well-being, dan terus tumbuh dan berhasil baik dalam ranah pribadi maupun profesional.

Dari perspektif makro, Brunnermeier merujuk kemampuan beradaptasi sebagai aspek penting ketahanan, yang menekankan kemampuan individu, organisasi, dan masyarakat guna menyesuaikan diri dan berkembang dalam menanggapi keadaan yang berubah, guncangan yang tak terduga, dan tantangan baru.
Kemampuan beradaptasi ini dapat diimplementasikan dalam praktik seperti kemampuan beradaptasi ekonomi (menyesuaikan kebijakan ekonomi dan strategi bisnis dalam menanggapi pergeseran pasar global, kemajuan teknologi, dan krisis keuangan. Ini mungkin melibatkan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter, perubahan peraturan, dan inovasi perusahaan), kemampuan beradaptasi lingkungan (menerapkan strategi adaptif untuk memerangi perubahan iklim, semisal mengembangkan sumber energi terbarukan, meningkatkan kesiapsiagaan bencana, dan mempromosikan praktik berkelanjutan), dan kemampuan beradaptasi sosial (mengembangkan norma dan kebijakan sosial dalam mengatasi perubahan demografi, pergeseran budaya, dan tantangan kesehatan masyarakat. Ini dapat mencakup reformasi dalam sistem perawatan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan sosial).

Pada tahun 2021, the Economist menyebutkan bahwa Myanmar bakal menjadi negara gagal berikutnya di Asia. Majalah ternama ini, menggambarkan bagaimana persaingan politik akan menyebabkan kekacauan dan menghambat pembangunan; hanya tentara yang dapat memastikan ketertiban dan kemakmuran. Jadi sungguh ironis bahwa, sejak tentara mengambil alih kendali penuh negara itu lagi melalui kudeta pada tanggal 1 Februari, satu-satunya hal yang berkembang hanyalah kekacauan. Protes harian merupakan penolakan terhadap kudeta, meskipun protes ini telah menyusut sejak tentara mulai menembak demonstran tak bersenjata. Tentara mengamuk di distrik-distrik yang memberontak, memukuli dan membunuh secara acak, dan dilaporkan meminta 120.000 kyat ($85) kepada kerabat yang berduka agar jenazah dapat diserahkan. Warga telah membakar toko-toko yang terkait dengan tentara. Pemogokan telah melumpuhkan bisnis. Layanan publik sebagian besar telah berhenti. Di daerah perbatasan, beberapa dari sekitar 20 kelompok bersenjata yang telah memerangi pemerintah selama beberapa dekade memanfaatkan krisis untuk merebut pos-pos militer atau gudang senjata. Tentara telah mengebomnya, mengirim pengungsi ke negara-negara tetangga. Singkatnya, Myanmar menjadi negara yang gagal. Kekosongan sedang tercipta di wilayah yang lebih besar dari Prancis yang berbatasan dengan kekuatan terbesar di Asia, China dan India. Kekosongan ini akan diisi oleh kekerasan dan penderitaan. Meskipun pada waktu itu, Myanmar belum seganas Afghanistan, negara ini dengan cepat menuju ke arah itu—peringatan serius tentang betapa sulitnya menyatukan kembali sebuah negara.
Tapi, apa yang terjadi tiga tahun kemudian ialah bahwa Myanmar masih eksis. Lantas, mengapa Myanmar dapat bertahan hingga saat ini? Lokasi Myanmar di antara China dan India memberinya kepentingan strategis, menarik investasi dan minat diplomatik dari negara-negara besar ini. Kekayaan Myanmar dalam sumber daya alam semisal gas alam, minyak, mineral, dan kayu menghasilkan pendapatan ekspor yang cukup besar. Pertanian tetap menjadi landasan ekonomi, mempekerjakan sebagian besar penduduk dan menghasilkan ekspor utama seperti beras dan kacang-kacangan. Identitas budaya dan ketahanan masyarakat Burma yang kuat, berkontribusi pada kohesi dan keberlangsungan sosial. Kontrol militer memastikan bentuk stabilitas, meski represif. Ekonomi informal menopang mata pencaharian bagi banyak orang, melanjutkan kegiatan ekonomi bahkan ketika sektor formal terganggu. Jaringan komunitas yang kuat memberikan bantuan dan dukungan timbal balik di saat krisis.

Boleh jadi, sebuah bangsa akan sulit bertahan dan beradaptasi oleh berbagai faktor yang saling terkait, yang menghambat ketahanan dan kemampuannya menanggapi tantangan secara efektif. Tatakelola yang buruk, korupsi, dan kurangnya transparansi, dapat merusak efektivitas institusi. Hal ini dapat menyebabkan salah urus sumber daya dan ketidakmampuan menerapkan kebijakan yang efektif. Kerangka hukum yang lemah dan penegakan hukum yang tak efektif dapat mengakibatkan ketidakstabilan dan menghambat kemampuan negara dalam mengatasi masalah secara sistematis.

Perekonomian yang sangat bergantung pada satu industri atau sumber daya (misalnya, minyak atau bahan bakar-fosil) rentan terhadap fluktuasi di pasar global dan mungkin kesulitan jika industri tersebut mengalami penurunan. Selain itu, eksploitasi bahan bakar fosil seperti batubara berdampak pada lingkungan, semisal ekosistem, kualitas air, dan polusi udara. Di Indonesia, masyarakat Kalimantan umumnya percaya bahwa cadangan batubara takkan pernah habis, padahal kenyataannya tidak demikian. Indonesia, termasuk Kalimantan, memang kaya akan sumber daya batubara. Pada tahun 2020, Kalimantan Timur sendiri memiliki sekitar 10,95 miliar metrik ton cadangan batubara permukaan, yang menyumbang 39% dari total sumber daya batubara permukaan Indonesia. Namun, penting disadari bahwa batubara merupakan sumber daya terbatas. Secara global, cadangan batubara diperkirakan akan bertahan sekitar 112 tahun dengan tingkat produksi saat ini, dengan asumsi tak ditemukannya cadangan baru. Maka, kendati endapan batubara Kalimantan cukup besar, endapan tersebut bukannya tak terbatas.
Kanada, Australia, dan Norwegia merupakan negara-negara kaya dan punya cadangan besar bahan bakar fosil. Namun, mereka tetap cermat dan ketat melakukan pengawasan atas rencana perluasan produksi minyak dan gas mereka. Menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan tanggungjawab lingkungan, masih menjadi tantangan.

Tingkat utang nasional yang tinggi dan salah urus fiskal dapat membatasi kemampuan pemerintah berinvestasi dalam infrastruktur, layanan sosial, dan aksi tanggap krisis. Yunani, yang masih dalam tahap pemulihan dari krisis keuangan di awal tahun 2010-an, punya rasio utang terhadap PDB sebesar 194,5%. Meski telah ada upaya meningkatkan disiplin fiskal, warisan utang yang tinggi terus berdampak pada perekonomiannya. Sudan memiliki rasio utang terhadap PDB sebesar 200,4%, yang diperburuk oleh salah urus ekonomi dan kekacauan politik selama bertahun-tahun. Hal ini mengakibatkan situasi ekonomi yang buruk, dengan sumber daya yang terbatas dalam mengatasi tantangan fiskal negara tersebut. Pemulihan ekonomi Zambia terancam oleh tingginya tingkat utang, khususnya kepada kreditor asing. Negara tersebut telah berjuang dengan salah urus fiskal, yang menyebabkan kesulitan dalam melayani utangnya dan mempertahankan layanan penting lainnya. Lebanon menghadapi krisis ekonomi yang parah, dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 150,6%. Negara tersebut telah diganggu oleh salah urus fiskal, ketidakstabilan politik, dan jatuhnya nilai mata uangnya.
Situasi perekonomian Indonesia saat ini menghadirkan sejumlah tantangan terkait utang negara dan pengelolaan fiskal. Utang publik negara ini terus meningkat, mencapai sekitar USD 423 miliar pada tahun 2024, yang mewakili sekitar 40% dari PDB-nya. Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh kebutuhan investasi infrastruktur dan belanja sosial guna mendukung pertumbuhan ekonomi dan inisiatif kesejahteraan sosial. Sementara Indonesia mengambil langkah-langkah dalam mengatasi tantangan fiskalnya, berbagai masalah yang sedang berlangsung terkait tatakelola dan perlunya reformasi ekonomi yang berkelanjutan, menyoroti pentingnya pengelolaan utang dan kebijakan fiskal yang efektif guna memastikan stabilitas ekonomi jangka panjang. Isu-isu seperti inefisiensi birokrasi, korupsi, dan perlunya kerangka regulasi yang lebih baik, terus menghambat pengelolaan fiskal yang optimal.
Contoh-contoh ini menggambarkan tantangan yang dihadapi oleh negara-negara dengan tingkat utang tinggi dan pengelolaan fiskal buruk, yang sering mengakibatkan ketidakstabilan ekonomi dan kesulitan bagi penduduknya.

Kesenjangan besar dalam kekayaan dan pendapatan dapat menyebabkan keresahan sosial dan mengurangi kohesi sosial secara keseluruhan. Kelompok terpinggirkan mungkin tak punya akses ke sumber daya dan peluang, yang memperburuk ketidaksetaraan. Jaring pengaman sosial dan sistem pendukung yang tak memadai, dapat menimbulkan populasi yang rentan tak beroleh bantuan, yang diperlukan selama krisis.
Ketimpangan pendapatan di AS telah meningkat sejak tahun 1980-an, diperburuk oleh faktor-faktor seperti upah yang stagnan pada kelas menengah dan bawah dibandingkan dengan peningkatan pendapatan orang terkaya. Ketimpangan ini berkontribusi pada berkurangnya mobilitas ekonomi dan kesempatan bagi banyak orang Amerika. Transisi dari komunisme ke ekonomi pasar di Rusia mengakibatkan tingginya tingkat korupsi publik dan konsentrasi kekayaan yang menonjol di antara para oligarki dan pejabat pemerintah. Sanksi internasional dan harga komoditas yang tak stabil telah semakin membebani pertumbuhan ekonomi. Kesenjangan kekayaan di India telah melebar, dengan 1% orang terkaya memiliki bagian substansial dari total kekayaan negara tersebut. Pandemi COVID-19 telah memperburuk ketimpangan ini, yang berdampak lebih parah pada populasi berpenghasilan rendah. Brasil terus berjuang dengan tingkat ketimpangan pendapatan yang tinggi, meskipun menjadi salah satu ekonomi terbesar di Amerika Latin. Ketimpangan tersebut terlihat jelas dalam perbedaan antara daerah perkotaan dan pedesaan, serta di antara berbagai kelompok sosial ekonomi. Afrika Selatan tetap menjadi salah satu negara dengan tingkat ketimpangan tertinggi di dunia, dengan kesenjangan yang mengakar akibat sejarah apartheidnya. Kesenjangan kekayaan terlihat jelas di berbagai garis ras, dengan sebagian besar kekayaan terpusat di tangan segelintir elit kulit putih. Indonesia menghadapi tantangan terkait ketimpangan pendapatan, yang mengancam stabilitas sosial, ekonomi, dan politiknya. Data terkini menyoroti kesenjangan yang semakin lebar antara kelompok kaya dan kelompok miskin dalam masyarakat. Di wilayah perkotaan, peningkatan rasio Gini, ukuran ketimpangan pendapatan, didorong oleh pengeluaran yang lebih tinggi di antara 20% penduduk terkaya, sementara pengeluaran di antara kelompok berpenghasilan menengah dan bawah, menurun. Ketimpangan ini telah menyebabkan situasi dimana 20% penduduk terkaya menyumbang hampir setengah dari total pengeluaran, yang memperburuk ketimpangan di wilayah perkotaan. Selain itu, Bank Dunia telah menunjukkan bahwa 10% penduduk Indonesia terkaya mengonsumsi sebanyak 54% penduduk termiskin, yang menunjukkan peningkatan tajam dalam ketimpangan selama beberapa dekade terakhir. Kesenjangan yang semakin besar ini sebagian disebabkan oleh sektor informal yang besar, dimana upah jauh lebih rendah dibanding sektor formal. Lebih jauh lagi, sebagian besar tenaga kerja hanya menyelesaikan pendidikan dasar, yang membatasi kemampuan mereka mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lebih tinggi.

Infrastruktur yang buruk (misalnya, sistem transportasi, perawatan kesehatan, dan komunikasi yang tak memadai) dapat menghambat kemampuan negara menanggapi dan pulih dari bencana dan keadaan darurat. Ketidakstabilan politik, kerusuhan sipil, dan konflik bersenjata dapat mengganggu tata kelola dan kegiatan ekonomi, sehingga menyulitkan negara beradaptasi dan pulih. Ketidakmampuan merencanakan dan mempersiapkan risiko potensial (semisal bencana alam, pandemi, atau krisis ekonomi) dapat menjadikan negara tak siap menangani peristiwa tersebut secara efektif. Polarisasi politik yang ekstrem dapat menghambat pembuatan kebijakan yang efektif dan memunculkan kebuntuan, menghambat penerapan reformasi dan adaptasi yang diperlukan.

Rendahnya tingkat pendidikan dan pengembangan keterampilan dapat membatasi kemampuan sebuah negara berinovasi dan beradaptasi dengan perubahan teknologi dan pergeseran ekonomi. Negara-negara yang tertinggal dalam kemajuan teknologi akan kesulitan bersaing secara global dan mengatasi tantangan modern secara efektif. Norma budaya yang mengakar kuat atau penolakan terhadap perubahan dapat menghambat penerapan reformasi dan adaptasi yang diperlukan. Keengganan masyarakat merangkul teknologi atau kebijakan baru dapat membatasi kemajuan.
Negara-negara yang sangat bergantung pada perdagangan global atau bantuan asing akan mendapati diri mereka rentan terhadap fluktuasi pasar internasional atau ketegangan geopolitik. Sebaliknya, terisolasi dari sistem ekonomi dan politik global dapat membatasi akses ke dukungan, sumber daya, dan informasi yang dibutuhkan bagi adaptasi.
Negara-negara yang tak mampu mengatasi perubahan iklim akan menghadapi dampak lingkungan yang parah, semisal peristiwa cuaca ekstrem, kenaikan permukaan laut, dan kekurangan sumber daya, yang dapat membebani kapasitas adaptif mereka. Eksploitasi sumber daya alam yang tanpa investasi pada energi terbarukan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan jangka panjang dan mengurangi ketersediaan sumber daya penting bagi generasi mendatang.

Ketidakmampuan sebuah negara dalam bertahan dan adaptif, dapat menyebabkan serangkaian benturan negatif yang mempengaruhi setiap aspek kehidupan rakyatnya, mulai dari stabilitas ekonomi dan kesehatan publik hingga kohesi sosial dan stabilitas politik. Mengatasi masalah ini, memerlukan langkah-langkah komprehensif dan proaktif guna membangun ketahanan dan meningkatkan kemampuan beradaptasi.
Prinsip singkat tentang ketahanan dan kemampuan beradaptasi yang perlu kita camkan ialah sebagaimana syair tembang Kelly Clarkson, yang datang dari aforisme tenar filsuf Jerman abad ke-19 Friedrich Nietzsche, 'What doesn't kill you, makes a fighter. Footsteps even lighter. Doesn't mean I'm over 'cause you're gone.'

Kita telah membincangkan arti penting, peran dan pengaruh 'Ketahanan dan Kemampuan Beradaptasi' sebuah bangsa. Selanjutnya kita akan membicarakan ‘Kerangka Hukum dan Regulasi’ sebagai salah satu kunci karakteristik bangsa yang tangguh. Biidznillah."
Dan sebelum melangkah lebih lanjut, Seruni membacakan syair,

Laksana bambu, kita tertekuk diterpa badai,
Tak ambruk, tapi makin kuat setiap hari.
Tangguh dan adaptif, sebagaimana sungai mengalir,
Bangsa kita terus bertahan, tiada henti bergulir.
Kutipan & Rujukan:
- Markus K. Brunnermeier, The Resilient Society, 2021, Endeavor Literary Press
- The Economist, The Lessons of Fukushima, March 4th, 2021
- The Economist, Myanmar Could be Asia’s Next Failed State, April 15th, 2021
- Karen Reivich & Andrew Shatté, The Resilience Factor: 7 Keys to Finding Your Inner Strength and Overcoming Life's Hurdles, 2003, Harmony