"Dalam pertunjukan Wayang Kulit, ceritanya rumit dan luas, biasanya menggambarkan kisah-kisah epik, yang memerlukan waktu untuk mengembangkan karakter, alur cerita, dan pelajaran moral sepanjang pertunjukan. Wayang Kulit bukan sekedar pertunjukan pasif, melainkan sebuah pengalaman interaktif dimana penonton berpartisipasi melalui reaksi, tepuk tangan, kadang bahkan berdialog dengan Ki Dalang. Ia berfungsi sebagai acara komunal dimana orang-orang dari segala lapisan masyarakat berkumpul, memupuk kohesi sosial dan pertukaran budaya. Durasi pertunjukan memungkinkan adanya refleksi lebih dalam terhadap tema yang disajikan, mendorong introspeksi dan percakapan di antara para penonton.Ki Dalang kita bercerita bahwa suatu malam, sekelompok penduduk desa memutuskan melakukan uji-nyali dengan bertualang ke dalam hutan angker yang konon ada hantu yang suka ngeprank para pengunjungnya.Saat mereka berjalan, tiba-tiba muncul sang hantu yang menakut-nakuti mereka. Namun alih-alih ketakutan, warga desa malah tertawa terbahak-bahak karena ternyata guys, si etan salah kostum, tanpa sengaja mengecat dirinya dengan warna pink dan mengenakan bando telinga kelinci sewaktu mempersiapkan penampilan seramnya.Bingung karena ditertawakan, sang hantu mencoba berbagai trik buat nakut-nakutin mereka, namun terlihat semakin konyol. Penduduk desa yang terhibur dengan kelakuan sang hantu akhirnya berteman dengannya, mengubah malam teror menjadi malam penuh tawa dan kegembiraan, berjoget mengikuti irama dangdut Wulan Merindu-nya Cici Faramida."“Kepemimpinan masyarakat sipil ibarat roda kemudi utama kapal negara, yang mengarahkan jalannya melalui kebijakan dan pedoman, sedangkan militer berfungsi sebagai daun kemudi atau kemudi belok, menggerakkan dan memandu kapal melewati perairan yang bergejolak dengan keterampilan dan disiplin. Dalam demokrasi, militer bertindak sebagai sebagai pengawal, menjaga perbatasan dan keamanan negara, sedangkan kepemimpinan warga sipil berfungsi sebagai kompas, memandu arah dan nilai-nilai negara. Militer bertindak sebagai menara pengawas, waspada dan siap bertahan, sedangkan pengawasan sipil bertindak sebagai mercusuar, menuntun aksi militer dengan prinsip dan batasan hukum.Pemimpin sipil ibarat seorang konduktor orkestra, yang mengatur kebijakan dan strategi, sedangkan militer bertindak sebagai pemain yang ahli, dengan terampil menjalankan peran mereka agar selaras dengan arahan sang konduktor. Militer adalah perisai yang melindungi kepentingan dan keamanan negara, sedangkan kontrol sipil berfungsi sebagai pedang kekuasaan, mengarahkan dan membentuk tindakan defensif dan strategi militer,” berkata Seruni seraya memperhatikan Civilian War Memorial, sebuah monumen yang didedikasikan bagi warga sipil yang tewas selama Pendudukan Jepang di Singapura (1942–1945)."Samuel P. Huntington mengeksplorasi hubungan antara institusi militer dan sipil, serta menawarkan kerangka teoritis memahami peran militer dalam masyarakat demokratis. Huntington menganjurkan perbedaan yang jelas antara peran militer dan sipil agar mencegah militer memberikan pengaruh yang tak semestinya terhadap masalah politik. Ia menekankan perlunya militer profesional yang apolitis dan fokus pada peran utamanya dalam pertahanan nasional. Huntington menyoroti pentingnya profesionalisme militer, yang mencakup keahlian, tanggungjawab, dan kebersamaan. Ia menekankan bahwa militer profesional sangat penting untuk menjaga keamanan nasional dan memastikan bahwa angkatan bersenjata tetap setia kepada negara dan bukan kepada pemimpin atau partai politik tertentu.Argumen Huntington mengenai perbedaan yang jelas antara peran militer dan sipil merupakan aspek mendasar dari teorinya dalam 'The Soldier and the State'. Peran utama militer adalah membela negara dari ancaman eksternal dan menjaga keamanan. Ia beroperasi berdasarkan kode disiplin dan hierarki yang ketat, dengan fokus pada efisiensi operasional dan perencanaan strategis. Dengan mempertahankan perbedaan yang jelas, militer dapat fokus pada fungsi intinya tanpa terlibat dalam proses politik atau konflik kepentingan.Institusi sipil, termasuk pejabat terpilih dan pegawai negeri, bertanggungjawab membuat dan melaksanakan kebijakan yang mencerminkan keinginan rakyat. Mereka bertanggungjawab kepada para pemilih dan harus mengatasi kompleksitas pemerintahan demokratis. Warga sipil seyogyanya mengendalikan pengambilan kebijakan yang lebih luas, termasuk kapan dan bagaimana menggunakan kekuatan militer, sementara militer menyediakan keahlian dan melaksanakan keputusan-keputusan tersebut dalam lingkup operasinya.Pemisahan yang jelas memastikan bahwa militer tak melampaui batasnya dan mencampuri urusan politik, yang dapat mengakibatkan pengaruh yang tak semestinya atau bahkan kudeta militer. Melibatkan militer dalam pengambilan keputusan politik dapat mengkompromikan objektivitas dan profesionalismenya, sehingga menghasilkan keputusan yang mengutamakan kepentingan militer di atas kepentingan nasional atau demokrasi.Dalam masyarakat demokratis, kendali sipil atas militer sangat penting guna mencegah otoritarianisme. Para pemimpin yang dipilih secara demokratis hendaknya mengendalikan militer agar memastikan bahwa militer melayani rakyat dan menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi. Keterlibatan militer dalam politik dapat melemahkan proses demokrasi dan mengikis kepercayaan masyarakat terhadap institusi militer dan sipil.Pembedaan yang jelas membantu menjaga profesionalisme militer. Dengan memusatkan perhatian pada keahlian mereka di bidang pertahanan dan keamanan, para pemimpin militer dapat mengembangkan dan melaksanakan strategi tanpa gangguan politik. Profesionalisme di militer mencakup kepatuhan terhadap standar etika, disiplin, dan komitmen mengabdi pada negara daripada faksi politik mana pun.Huntington menunjukkan contoh-contoh sejarah dimana garis kabur antara peran militer dan sipil menyebabkan ketidakstabilan dan konflik. Misalnya, keterlibatan militer dalam politik di banyak negara Amerika Latin dan Afrika telah mengakibatkan kudeta dan kekuasaan militer yang berkepanjangan. Sebaliknya, negara-negara dengan tradisi kontrol sipil yang kuat, seperti Amerika Serikat, umumnya memiliki hubungan sipil-militer yang stabil dan institusi demokrasi yang kuat.Mengapa hal ini penting? Pemisahan yang jelas membantu menjaga stabilitas dan keamanan nasional dengan memastikan bahwa militer tetap fokus pada ancaman eksternal dan bukan konflik politik internal. Hal ini mengurangi risiko militer menjadi alat bagi faksi-faksi politik, yang dapat menyebabkan perselisihan internal dan melemahkan pertahanan nasional.Negara-negara demokrasi berkembang berdasarkan prinsip bahwa pemimpin sipil, yang bertanggungjawab kepada publik, mengambil keputusan kebijakan. Pemisahan ini memastikan bahwa militer tunduk kepada pejabat terpilih, dan menjunjung tinggi prinsip supremasi sipil. Ini memperkuat gagasan bahwa militer merupakan entitas netral yang melayani negara secara keseluruhan, bukan partai politik atau ideologi tertentu.Pemimpin militer yang mempunyai kekuatan politik besar dapat melemahkan pemerintahan sipil dan berpotensi menyalahgunakan wewenangnya. Pemisahan ini membantu mencegah pemusatan kekuasaan yang dapat mengarah pada pemerintahan otokratis atau kediktatoran militer. Hal ini juga mencegah politisasi militer yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dan praktik korupsi.Ketika militer menahan diri dari keterlibatan politik, mereka membangun kepercayaan masyarakat terhadap perannya sebagai pembela negara. Warga sipil lebih cenderung mendukung dan menghormati militer yang dianggap tak memihak dan berdedikasi pada keamanan nasional daripada ambisi politik. Kepercayaan ini sangat penting bagi kolaborasi sipil-militer yang efektif, terutama pada saat krisis.Penekanan Huntington pada perbedaan yang jelas antara peran militer dan sipil bertujuan menjaga integritas kedua institusi dan melindungi pemerintahan yang demokratis. Dengan menganjurkan pemisahan ini, ia berupaya memastikan bahwa militer tetap menjadi kekuatan profesional dan netral yang berdedikasi membela negara, sementara warga sipil tetap memegang kendali atas keputusan politik dan pemerintahan. Keseimbangan ini sangat penting menjaga stabilitas nasional, keamanan, dan nilai-nilai demokrasi.Dale R. Herspring mengkaji dinamika hubungan sipil-militer melalui kacamata empat negara berbeda: Amerika Serikat, Rusia, Jerman, dan China. Ia mengeksplorasi bagaimana negara-negara ini mengelola keseimbangan antara kontrol militer dan sipil serta konsep tanggungjawab bersama dalam pemerintahan dan pertahanan.Herspring memperkenalkan gagasan bahwa hubungan sipil-militer yang efektif memerlukan tanggungjawab bersama antara pemimpin sipil dan profesional militer. Artinya kedua belah pihak harus berkolaborasi dan menghormati keahlian dan peran masing-masing. Ia menekankan bahwa hubungan yang sukses bukan hanya soal kontrol sipil atau profesionalisme militer saja, melainkan upaya kerja sama yang mengintegrasikan kedua elemen tersebut.Di A.S., penekanannya pada mempertahankan kendali sipil atas militer sambil memastikan bahwa profesional militer mempunyai otonomi mengelola urusan pertahanan secara efektif. Model AS dicirikan oleh kerangka hukum dan norma kelembagaan yang kuat, memperkokoh pemisahan wilayah militer dan sipil, namun juga mendorong dialog dan kerjasama yang konstruktif.Pendekatan Rusia dipengaruhi oleh warisan Soviet, yang melibatkan pengaruh militer penting dalam urusan politik. Herspring membahas transisi ke model yang lebih seimbang dimana para pemimpin sipil berusaha menegaskan kendali sambil bergulat dengan kekuatan militer yang kuat dan berpengaruh.Model Jerman didasarkan pada pengalaman selama Perang Dunia II dan penekanannya pada upaya memastikan bahwa militer tetap berada di bawah otoritas sipil. Sistem Jerman mendukung kerangka etika dan hukum yang kuat agar mencegah militer terpolitisasi atau turut dalam pemerintahan.Model China dicirikan oleh integrasi yang erat antara militer dengan Partai Komunis, dimana militer berfungsi sebagai alat partai dan bukan sebagai lembaga independen. Herspring menyoroti tantangan pendekatan ini, termasuk potensi militer menjadi terlalu terpolitisasi dan kesulitan dalam memastikan otonomi profesional dalam sistem politik yang sangat terkontrol.Herspring mengeksplorasi tensi antara memberikan otonomi yang cukup kepada militer untuk mengelola masalah pertahanan secara efektif dan memastikan bahwa militer tetap berada di bawah kendali sipil guna mencegah penjangkauan yang berlebihan dan mempertahankan prinsip-prinsip demokrasi. Ia berpendapat bahwa menemukan keseimbangan yang tepat sangat penting bagi keamanan nasional dan stabilitas politik.Herspring menyoroti pentingnya kerangka kelembagaan dan hukum yang kuat dalam menjaga hubungan sipil-militer yang efektif. Kerangka kerja ini membantu mendefinisikan peran dan tanggungjawab para pemimpin militer dan sipil, serta memberikan pedoman interaksi dan kolaborasi.Dengan menekankan konsep tanggungjawab bersama, Herspring menggarisbawahi pentingnya kerjasama, saling menghormati, dan integrasi pengawasan sipil dan profesionalisme militer dalam menjaga hubungan sipil-militer yang efektif.Gagasan Herspring dan Huntington mengenai hubungan sipil-militer memiliki kesamaan, namun terdapat perbedaan penting antara pendekatan dan penekanannya. Kedua pakar menekankan pentingnya hubungan sipil-militer dalam menjamin keamanan nasional dan stabilitas politik. Mereka sepakat bahwa hubungan antara otoritas militer dan sipil amat penting guna berfungsinya suatu negara secara efektif. Huntington dan Herspring sama-sama mengakui perlunya kendali sipil atas militer agar mencegah militer melampaui batasnya dan untuk mempertahankan pemerintahan yang demokratis. Mereka menyoroti risiko yang terkait dengan intervensi militer dalam politik dan menganjurkan kerangka kerja yang menjamin pengawasan sipil.Keduanya menekankan pentingnya militer profesional dan apolitis yang berfokus pada peran utamanya dalam pertahanan nasional dibandingkan terlibat dalam masalah politik. Mereka sepakat bahwa militer harus mempertahankan keahlian tingkat tinggi dan mematuhi standar etika agar dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Huntington dan Herspring sama-sama mendiskusikan perlunya kerangka kerja yang jelas untuk mendefinisikan peran dan tanggungjawab para pemimpin militer dan sipil. Kerangka kerja ini penting untuk mengelola interaksi dan memastikan tatakelola yang efektif.Huntington menekankan pemisahan yang tegas antara peran militer dan sipil, dan menganjurkan 'kontrol objektif' dimana militer beroperasi secara independen dalam lingkup profesionalnya, sementara warga sipil menangani urusan politik. Modelnya dibangun berdasarkan gagasan bahwa batasan yang jelas akan mencegah militer memberikan pengaruh yang tak semestinya terhadap politik dan menjaga integritas kedua institusi.Herspring, di sisi lain, mempromosikan gagasan 'tanggungjawab bersama', yang mana terdapat kolaborasi aktif antara pemimpin militer dan sipil. Ia percaya bahwa hubungan sipil-militer yang efektif melibatkan rasa saling menghormati dan kerja sama. Pendekatan Herspring menyarankan agar militer dan warga sipil harus bekerja sama, mengintegrasikan keahlian dan perspektif mereka guna mencapai tujuan keamanan dan pemerintahan nasional.Model Huntington tak menganjurkan interaksi erat antara ranah militer dan sipil untuk menghindari politisasi militer dan menjaga fokus militer pada pertahanan. Ia khawatir bahwa terlalu banyak interaksi dapat menyebabkan militer memperoleh pengaruh politik yang tak semestinya atau campur tangan warga sipil dalam urusan militer.Herspring menganjurkan interaksi aktif dan berkelanjutan antara para pemimpin militer dan sipil. Ia memandang kolaborasi ini penting guna mengatasi tantangan keamanan yang kompleks dan memastikan bahwa kedua perspektif dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Ia percaya bahwa interaksi yang sehat dapat menghasilkan saling pengertian yang lebih baik dan pengambilan keputusan yang lebih tepat.Kerangka kerja Huntington sebagian besar dikembangkan dalam konteks masyarakat demokratis Barat, khususnya Amerika Serikat, dan berfokus pada pemeliharaan militer profesional yang beroperasi di bawah kendali sipil dalam kerangka demokrasi. Penekanannya pada pencegahan tindakan militer yang berlebihan dalam sistem politik yang memprioritaskan kebebasan individu dan pemerintahan demokratis.Analisis Herspring lebih bersifat komparatif dan mempertimbangkan konteks politik dan budaya yang beragam, termasuk konteks Amerika Serikat, Rusia, Jerman, dan China. Ia mengeksplorasi bagaimana latarbelakang sejarah dan budaya yang berbeda, mempengaruhi hubungan sipil-militer. Pendekatannya lebih fleksibel, dengan mengakui bahwa setiap negara mungkin memerlukan model hubungan sipil-militer yang berbeda berdasarkan konteks uniknya.Gagasan Huntington lebih bersifat teoritis, memberikan kerangka kerja yang ketat untuk memahami hubungan sipil-militer melalui konsep kontrol 'objektif' dan 'subyektif'. Fokusnya mengembangkan model teoretis yang dapat diterapkan pada berbagai konteks guna memahami dan memprediksi dinamika sipil-militer.Penelitian Herspring lebih bersifat praktis dan komparatif, memberikan wawasan tentang bagaimana hubungan sipil-militer berfungsi di berbagai negara. Ia tertarik pada penerapan konsep di dunia nyata dan tantangan praktis yang muncul dalam mengelola hubungan ini. Pendekatannya bukan sekedar mengembangkan kerangka teoritis yang ketat, namun lebih pada memahami nuansa dan kompleksitas interaksi sipil-militer.Meskipun Herspring dan Huntington menekankan pentingnya hubungan sipil-militer dan perlunya kontrol sipil atas militer, pendekatan mereka berbeda secara berarti. Huntington menganjurkan pemisahan yang tegas antara peran militer dan sipil untuk mempertahankan operasi militer yang profesional dan apolitis, khususnya dalam konteks demokrasi Barat. Herspring, di sisi lain, mempromosikan model tanggungjawab bersama, menekankan kolaborasi aktif dan saling menghormati antara pemimpin militer dan sipil, dan mempertimbangkan konteks sejarah dan budaya yang lebih luas. Perbedaan ini menyoroti perbedaan strategi dalam mengelola hubungan sipil-militer berdasarkan lanskap politik dan sosial yang berbeda-beda.Pada episode berikutnya, kita akan perbincangkan gagasan Thomas C. Bruneau dan Scott D. Tollefson tentang 'Who Guards the Guardians and How'. Biidznillah."Setelah itu, Seruni bersajak,Dalam cahaya demokrasi, para prajurit berdiri siaga,Di bawah komando sipil, mereka menjawab aba-aba.Keseimbangan kekuatan, desain yang saksama,Menjaga api kebebasan, dan hak-hak yang sekata.Di tangan rakyat, kekuasaan untuk dijaga,Dengan rasa hormat dan kewajiban, mereka menghalau bahaya.
Kutipan & Rujukan:
- Samuel P. Huntington, The Soldier and the State: The Theory and Politics of Civil-Military Relations, 2000, The Belknap Press
- Dale R. Herspring, Civil-Military Relations and Shared Responsibility: A Four-Nation Study, 2013, The Johns Hopkins University Press